Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cindy Audina Pradibta Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Mei 1994 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah 27B No 20E, Jakarta Pusat 10510

Riwayat Pendidikan :

1. TK Mardi Yuana Depok (1998-2000) 2. SD Mardi Yuana Depok (2000-2006) 3. SMP Donbosco II Jakarta (2006-2009) 4. SMA Negeri 1 Jakarta (2009-2012) Riwayat Organisasi :

1. Peserta MMB PEMA FK USU Tahun 2012

2. Panitia (Sekretaris) Try Out IPA SBMPTN FK USU 2014 3. Anggota Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU 2014 4. Panitia (Publikasi dan Dokumentasi) Paskah KMK FK USU 2014


(2)

55

Lampiran 2


(3)

(4)

57

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN

Dengan hormat,

Saya Cindy Audina Pradibta adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2012. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan”. Penelitian ini

dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada blok Community Research Progamme.

Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan saudara untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Yang akan saudara lakukan dalam penelitian ini antara lain mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya.

Apabila saudara bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini, silahkan menandatangani formulir persetujuan yang ada di halaman selanjutnya. Identitas pribadi saudara sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila saudara membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi peneliti:

Nama : Cindy Audina Pradibta HP : 081370415494

Terima kasih saya ucapkan kepada saudara yang telah ikut berpatisipasi dalam penelitian ini. Keikutsertaan saudara dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Medan, 2015

Peneliti

(Cindy Audina Pradibta)


(5)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai penelitian ini yang berjudul “Hubungan Antara Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas

Medan”. Oleh karena itu saya menyatakan BERSEDIA menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Demikianlah, persetujuan ini saya sampaikan dengan sukarela dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2015 Partisipan


(6)

59

Lampiran 6

FORMULIR KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN LAMA BEKERJA DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KAPASITAS VITAL PARU DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU

DETIK PADA SUPIR ANGKUTAN UMUM DI TERMINAL AMPLAS MEDAN

Petunjuk Pengisian

a) Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Saudara untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan yang ada.

b) Isilah data Saudara dengan lengkap sesuai keadaan yang sebenarnya sebelum menjawab.

c) Mohon dibaca dengan cermat semua pertanyaan sebelum menjawab. d) Semua pertanyaan yang ada harus dijawab.

e) Berilah tanda ( X ) pada jawaban A atau B yang Saudara anggap paling tepat dan isilah pertanyaan yang berupa isian pada titik-titik yang telah disediakan

f) Untuk pertanyaan pilihan berganda (A atau B), apabila Saudara ingin memperbaiki atau mengganti jawaban semula, cukup dengan mencoret jawaban semula ( // ) dan memberi tanda ( X ) pada jawaban yang baru.

I. IDENTITAS

NAMA SUBJEK :

UMUR :

ALAMAT :

NOMOR TELEPON/HP :

TINGKAT PENDIDIKAN : a. SD b. SMP c.SMA

d. Lainnya(tuliskan)...


(7)

II. KETERANGAN ANTROPOMETRIS*

BERAT BADAN : kg

TINGGI BADAN : centimeter

INDEKS MASSA TUBUH :

III. GAYA HIDUP DAN RIWAYAT PENYAKIT

1. Sudah berapa lama anda bekerja sebagai supir angkutan umum?...tahun...bulan

2. Apakah anda rutin berolahraga? a. Ya (lanjut ke nomor 3) b. Tidak

3. Jika ya, jenis olahraga apa yang anda lakukan? a. Lari

b. Senam c. Sepak bola d. Bulu tangkis

e. Lainnya (tuliskan)... 4. Apakah anda merokok?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 5 dan 6) b. Tidak

5. Jika ya, sudah berapa lama anda merokok? (tuliskan)...

6. Jika ya, berapa batang rokok yang anda hisap setiap hari? a. 1-10 batang per hari

b. 11-20 batang per hari c. >20 batang per hari

7. Apakah anda pernah bekerja sebelum menjadi supir angkutan umum? a. Ya (lanjutkan ke nomor 8)

b. Tidak


(8)

61

(tuliskan)...

9. Apakah anda pernah mempunyai penyakit yang sering mengganggu pernafasan anda?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 10) b. Tidak

10. Jika ya, penyakit yang pernah anda derita adalah : a. Bronkitis

b. Asma

c. Paru – paru basah d. TBC

e. Lainnya (tuliskan)... 11. Apakah keluarga anda mempunyai riwayat penyakit gangguan pernafasan?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 12) b. Tidak

12. Jika ya, penyakit yang pernah diderita keluarga anda adalah : a. Bronkitis

b. Asma

c. Paru – paru basah d. TBC

e. Lainnya (tuliskan)...

IV. KETERANGAN HASIL PENGUKURAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI*

1. Kapasitas Vital Paru : %

2. Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik : %

*) Di isi oleh peneliti


(9)

Lampiran 8

1) Lama Bekerja & KVP Crosstabulation

KVP

Total

Tidak Normal Normal

Lama Bekerja Baru 3 25 28

Lama 57 15 72

Total 60 40 100

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square

39,360a 1 ,000

Continuity Correctionb

36,560 1 ,000

Likelihood Ratio

41,844 1 ,000

Fisher's Exact Test

,000 ,000

Linear-by-Linear Association

38,967 1 ,000

N of Valid Cases


(10)

63

2) Kebiasaan Merokok & KVP Crosstabulation

KVP

Total

Tidak Normal Normal

Kebiasaan Merokok Baru 1 4 5

Lama 58 12 70

Total 59 16 75

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10,987a 1 ,001

Continuity Correctionb

7,560 1 ,006

Likelihood Ratio 8,607 1 ,003

Fisher's Exact Test

,006 ,006

Linear-by-Linear Association

10,840 1 ,001

N of Valid Cases

75


(11)

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square

30,816a 1 ,000

Continuity Correctionb

28,381 1 ,000

Likelihood Ratio

33,478 1 ,000

Fisher's Exact Test

,000 ,000

Linear-by-Linear Association

30,508 1 ,000

N of Valid Cases

100

3) Lama Bekerja & VEP1 Crosstabulation

VEP1

Total

Tidak Normal Normal

Lama Bekerja Baru 3 25 28

Lama 52 20 72

Total


(12)

65

4) Kebiasaan Merokok & VEP1 Crosstabulation

VEP1

Total

Tidak Normal Normal

Kebiasaan Merokok Baru 1 4 5

Lama 54 16 70

Total 55 20 75

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square

7,792a 1 ,004

Continuity Correctionb

5,144 1 ,023

Likelihood Ratio

6,727 1 ,009

Fisher's Exact Test

,016 ,016

Linear-by-Linear Association

7,688 1 ,006

N of Valid Cases 75


(13)

(14)

49

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A., 2004. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Fungsi Paru pada

Pekerja Penggilingan Padi di Kecamatan Purwanegara Tahun 2004.

Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dipenogoro. Aliyani, D., 2009. Pengaruh Kadar Debu, Kebiasaan Merokok, dan Masa Kerja

Terhadap Kapasitas Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan Padi Desa Klumprit, Sukoharjo. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Alsagaff, H., Mukty A., 2005. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi 3.

Surabaya: Airlangga University Press.

Anhar, A.S., Yuliani S., Daru L., 2005. Hubungan Paparan Debu Gamping dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Batu Gamping di Unit Dagang Usaha Maju, Kalasan, Yogyakarta. Media Kesehatan

Masyarakat Indonesia, 4 (1): 17-22.

Astrand, P., 2003. Textbook of Work Physiology: Physiological Bases of Exercise. USA: Human Kinetics.

Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993. Persyaratan Kesehatan

Tempat-Tempat Umum. Jakarta: Direktorat Jendral PPM & PLP

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Modul Pelatihan Bagi

Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Polusi dan Dampak Bagi

Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan

Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Dhaise, A., Rabi A.Z., 1997. Pulmonary Manifestation in Cement Workers in

Jordan. USA: U.S. National Library of Medicine. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9575667 [Acessed 05 Oktober 2015]


(15)

Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan Sumber Daya Mineral Kota Medan, 2007. Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kota Medan

Tahun 2007. Medan: Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan

Sumber Daya Mineral Kota Medan.

Dinas Perhubungan Kota Medan, 2010. Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun

2004-2009. Medan: Dinas Perhubungan Medan. Available from:

http://pemkomedan.go.id/images/jumlahangkutan.pdf [Acessed 17 April 2015].

Djojodibroto, R.D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC Epler, G.R., 2000. Clinical Overview Of Occupational Disease. USA: U.S.

National Library of Medicine. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1410303 [Acessed 05 Oktober 2015]

Faridawati, R., 1995. Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Asma Akibat Kerja. Jakarta: Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist.

Foss, M.L., Keteyian S.J., 1998. Fox’s Physiological Basis for Exercise and

Sport. 6th ed. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Ganong, W. F., 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Gold, D., Wang X., Wypij D., Speizer F.E., Ware J.H., Dockery D.W., 2005.

Effect of Cigarette Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and Girls. The New England Journal of Medicine, 335 (13): 1 – 4.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Johncy, S.S., Ajay K.T., Dhanyakumar G., Raj N.P., Samuel T.V., 2011. Dust

Exposure and Lung Function Impairment in Construction Workers.

India: J.J.M Medical College. Available from: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.392.1936&re p=rep1&type=pdf [Acessed 20 Juni 2015].


(16)

51

Johns, D.P., Pierce R., 2007. Pocket Guide to Spirometry. 2nd ed. Australia: McGraw-Hill.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan. Available from: http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Risk esdas2013.PDF [Acessed 17 April 2015].

Khumaidah, 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan

Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Semarang: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Lameshow, S. 1997. Besar Sampel Dalam Peneltian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lestari, A.I., 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru Tenaga

Kerja di PT Eastern Pearl Flour Mills Kota Makassar. Makassar:

Universitas Hasanuddin.

Levitzky, M.G., 2013. Pulmonary Physiology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Professional.

Mckinley, M.P., O’loughin V.D., 2006. Human Anatomy. Volume 1. New York:

McGraw-Hill Higher Education.

Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R., 2006. Clinically Oriented Anatomy. 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Mulia, Ricky.M., 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mustika, I., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru pada

Pekerja Kayu di Wilayah Puskesmas Lumpue Pare-Pare Tahun 2011.

Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Nugraheni, F.S., 2004. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organic di Udara

Terhadap Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan Padi di Kabupaten Demak. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Diponegoro.


(17)

Nugroho, A.S.S., 2010. Hubungan Konsentrasi Parameter Debu Total dengan

Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja di PT. KS Tahun 2010. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Pearce, E.C., 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rahmatullah, P., 2009. Pneumonitis Dan Penyakit Paru Lingkungan. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Riswati, Y., 2004. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paksa Paru

pada Pekerja Pengecatan Mobil di Kampung Ligu Kota Semarang.

Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Sastroasmoro, S., Ismael S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Sumanto, H., 1999. Hubungan Lama Kerja dalam Ruang Pengasapan Terhadap

Kapasitas Fungsi Paru (FEV1) pada Pengrajin Pengasapan Ikan di

Kelurahan Bandar Harjo Kecamatan Semarang Utara Tahun 1999. Semarang: Universitas Diponegoro.

Suyono, J., 2001. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : EGC.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. Sidabukke, E., 2002. Analisa Kadar Debu di Terminal Terpadu Amplas. Medan:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sirait, M., 2010. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Faal Paru di Kilang

Padi Kecamatan Porsea. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Sodeman, 1995. Patofisiologi. Edisi 7. Jakarta: Hipokrates.

Suyono, J., 1996. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC.

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.

Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons.

Tulus, M.A., 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(18)

53

Usin, J., 2000. Pernafasan untuk Kesehatan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Wahyu, A., 2003. Higiene Perusahaan. Makassar: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin

Wardhana, W.A., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.

World Health Organization, 2015. Noncommunicable Diseases. Geneva: World

Health Organization. Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/ [Acessed 17 April 2015].

Yunus, F., 1992. Peranan Pemeriksaan Faal Paru pada Paru Obstruktif. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Yunus, F., 1997. Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya. Jurnal

Respiratory Indonesia, 17(1): 4-7.


(19)

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Lama Bekerja waktu atau lamanya subjek bekerja sebagai supir angkutan umum

dihitung dalam satuan tahun

dilihat dari lembar kuesioner

lembar kuesioner

0 = baru (≤5 tahun) 1 = lama (>5 tahun)


(20)

26

2 Kebiasaan Merokok

perilaku

merokok yang sering

dilakukan oleh subjek dilihat dari lembar kuesioner lembar kuesioner

0 = tidak merokok 1 = merokok

nominal

3 Kapasitas Vital Paru (KVP)

jumlah udara maksimal yang dapat

dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu insipirasi maksimal dan kemudian ekspirasi maksimal. dilihat dari pembaca an hasil kertas spirogra m

spirometer dan kertas spirogram

•KVP≥80% = tidak ada gangguan restriksi paru

•KVP< 80% = ada gangguan restriksi paru

nominal

4 Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1)

volume udara yang dapat diekspirasikan dalam waktu standar selama tindakan KVP, dimana subjek melakukan inspirasi maksimal lalu diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya

dilihat dari pembaca an hasil kertas spirogra m

spirometer dan kertas spirogram

•VEP1≥ 80%

= tidak ada gangguan obstruksi paru

•VEP1 < 80%

= ada gangguan obstruksi paru

nominal


(21)

dan

semaksimal mungkin dalam 1 detik

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian serta tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : Ada hubungan faktor lama bekerja dan kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik.


(22)

28

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross

sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dan

kebiasaan merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu (VEP1) pada supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Terminal Amplas - Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Terminal Amplas Medan merupakan salah satu terminal terbesar di Kota Medan dengan aktivitas kendaraan yang tinggi dari berbagai penjuru setiap harinya.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Sebagai populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh supir angkutan umum yang berada di lima wilayah terminal di Medan, yaitu Terminal Amplas, Terminal Pinang Baris, Terminal Sambu, Terminal Veteran, dan Terminal Belawan. Mengingat keseluruhan populasi memiliki karakteristik homogen dan keterbatasan dari peneliti, maka pengambilan sampel penelitian dikhususkan kepada supir angkutan umum yang berada di Terminal Amplas, Medan.

Dari populasi ini akan diambil subjek penelitian. Subjek penelitian adalah supir angkutan umum di Terminal Amplas. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :


(23)

A. Kriteria Inklusi

- Berjenis kelamin laki-laki

- Sudah bekerja di atas minimal 1 tahun sebagai supir angkutan umum

B. Kriteria Eksklusi

- Mempunyai penyakit pernafasan kronis - Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah supir angkutan umum yang berada di Terminal Amplas Medan. Cara pengambilan sampel yaitu dengan consecutive

sampling. Dengan rumus adalah sebagai berikut (Lameshow, et al, 1977) :

Z2. p. (1 – p)

no =

e2

(1,96)2 x (0,5 - 0,25)

no =

(0,1)2 3,8416 x (0,25)

no =

0,01 0,9604

no =

0,01 no = 96,04


(24)

30

Dengan keterangan,

no : besar sampel yang akan diteliti

Z2 : tingkat kepercayaan hasil penelitian, berdasarkan kaidah inferensi statistik tingkat kepercayaan yang terendah adalah 95%, pada level ini nilai z adalah 1,96

P : besarnya masalah atau proporsi kategori penelitian sebelumnya yang belum pernah diteliti (0,5)

E : dispersi (penyimpangan) hasil penelitian. Batas penyimpangan yang masih ditoleransi adalah 10% = 0,1

Dari perhitungan rumus diatas maka jumlah sampel yang diteliti adalah 96, dan untuk memudahkan penelitian maka jumlah sampel dibulatkan menjadi 100.

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

4.4.1.1 Alat dan Bahan Penelitian

Pengumpulan data lama bekerja dan kebiasaan merokok digunakan dengan mendesain kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian dibuat secara terstruktur. Untuk pengukuran kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik digunakan alat spirometer. Hasil dari data-data tersebut akan dibuat dalam tabulasi data. Berikut alat dan bahan yang digunakan secara rinci :

1. Kertas dan alat tulis 2. MIR Spiro Lab II 3. Kertas spirogram 4. Alkohol

5. Tissue


(25)

4.4.1.2 Prosedur Penelitian

Kuesioner penelitian langsung diberikan kepada subjek yang terpilih dan saat itu diisi dan langsung dikumpulkan dengan pendampingan peneliti dan dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan Departemen Kesehatan Kota Medan. Pada saat proses pengumpulan data, peneliti menunggu sampai kuesioner selesai diisi dan langsung diperiksa kelengkapan pengisian datanya untuk menjaga kemurnian jawaban yang diisi. Pengukuran spirometri dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan Departemen Kesehatan Kota Medan.

Khusus pada saat pengukuran spirometri, subjek diarahkan untuk melakukan latihan percobaan meniup, dan juga alat spirometri dipastikan dalam keadaan siap untuk mengukur data dengan akurat.

Posisi subjek pada saat dilakukan pengukuran, diarahkan berdiri secara tegap, tidak diperkenankan membungkuk, karena dapat mempengaruhi hasil pengujian. Sehingga posisi mouthpiece diupayakan agar sejajar dengan mulut subjek dan subjek mengambil napas sebanyak mungkin melalui mulut kemudian menghembuskannya dengan maksimal ke mouthpiece yang tersambung ke alat spirometer.

Peneliti harus menekan tombol start secara bersamaan dengan dimulainya ekshalasi maksimal oleh subjek. Hal ini sangat penting untuk menjamin keakuratan pengukuran, karena bila terlambat atau terlalu cepat menekan tombol start, maka hasil pengukuran tidak bisa diinterpretasikan dengan baik.

Subjek diwajibkan untuk terus melakukan ekshalasi sampai hasil spirometri keluar dan tertera pada kertas spirogram secara otomatis, kurang lebih sekitar 6 sampai 7 detik. Proses ini dilakukan minimal sebanyak tiga kali kepada setiap subjek.

Hasil yang terekam pada kertas spirogram merupakan sebuah kurva hubungan antara waktu dan kapasitas vital serta volume ekspirasi paksa satu detik.


(26)

32

4.5. Ethical Clearance

Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh komisi etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup serta manusia, hewan dan tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Pada penelitian ini, kuesioner akan diberikan kepada supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan, jika ethical clearence pada penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU.

4.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1. Penyuntingan Data / Editing

Penyuntingan data, berguna untuk memeriksa adanya kesalahan atau kekurang lengkapan data yang diisi subjek.

2. Pemberian Kode / Coding

Dilakukan untuk memberi kode dan nomer jawaban yang diisi subjek dalam daftar pertanyaan penelitian. Pemberian kode dilakukan untuk memudahkan proses entri data ke komputer.

3. Pembukuan / Entry

Memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer, dengan menggunakan program analisa data.

4. Pembersihan Data / Data Cleaning

Bertujuan untuk membersihkan data, agar seluruh data yang sudah diperoleh bebas dari kesalahan sebelum dilanjutkan dengan proses analisa data.


(27)

4.6.2. Analisa Data

Dalam penelitian ini dilakukan dilakukan tahapan analisa sebagai berikut : 1. Analisa Data Univariat

Dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari setiap variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap volume kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian.

2. Analisa Data Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau perbedaan dari variabel independen dengan variabel dependen sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian.

Karena desain penelitian adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel, maka analisa penelitian yang digunakan adalah Analisa

X2 (Chi Square), dengan rumus :

(|0 – E|) X2 =

E

X2 = statistik chi square 0 = frekuensi hasil observasi E = frekuensi yang diharapkan

Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05. Penerimaan terhadap hipotesa adalah jika p < 0,05 ( maka ada perbedaan atau ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen). Sedangkan penolakan terhadap hipotesa apabila nilai p > 0,05 (tidak ada perbedaan atau hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen).


(28)

34

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Terminal Amplas Medan adalah merupakan salah satu terminal yang ada di Kota Medan yang berperan sebagai terminal bus antar kota dalam provinsi, antar kota antar provinsi dan angkutan dalam Kota Medan. Terminal Amplas mulai beroperasi secara resmi dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 1991.

Luas Terminal Amplas adalah 50.961 m2. Dengan batas terminal adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Amplas

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Terminal Amplas Medan pada bulan Januari 2001, jumlah kendaraan yang keluar masuk di Terminal Amplas Medan untuk setiap harinya adalah sebanyak 10.000 unit.

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data primer. Data primer yaitu data yang didapatkan dari supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan yang setuju menjadi responden.

5.1.3 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, kebiasaan merokok, kapasitas vital paru, dan volume ekspirasi paksa satu detik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.


(29)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian

No Variabel Jumlah (orang) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 Usia

Muda (≤44 tahun) Tua (>44 tahun) Tingkat Pendidikan Tamat SMP Tamat SMA Lama Bekerja Baru (≤5 tahun) Lama (>5 tahun) Kebiasaan Merokok Ya

Tidak KVP

Normal (≥80%) Tidak normal (<80%) VEP1

Normal (≥75%) Tidak normal (<75%)

49 51 30 70 28 72 75 25 40 60 45 55 49,0 51,0 30,0 70,0 28,0 72,0 75,0 25,0 40,0 60,0 45,0 55,0

Dari data tabel 5.1 terlihat bahwa supir angkutan umum yang tergolong muda yaitu 49% dan yang tergolong tua adalah 51%. Tingkat pendidikan supir angkutan umum yang tamat SMP yaitu 30% dan yang tamat SMA adalah 70%. Supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja yaitu 28% dan yang tergolong sudah lama bekerja adalah 72%.

Berdasarkan karakteristik kebiasaan merokok, diketahui bahwa supir angkutan umum yang merokok yaitu 75% dan yang tidak merokok adalah 25%. Selain itu, supir angkutan umum yang memiliki kapasitas vital paru (KVP) yang tergolong tidak normal yaitu 60% dan yang normal adalah 40% sedangkan yang memiliki volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) yang tergolong tidak normal


(30)

36

5.1.4 Hasil Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara lama bekerja dan kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.2 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan KVP

Lama Bekerja (tahun)

KVP (Restriktif)

Total p value Normal

n (%)

Tidak Normal n (%)

Baru( ≤ 5 ) Lama( >5 )

25 (25%) 15 (15%) 40 3 (3,0%) 57 (57%) 60 28

72 0,01

Total 100

Berdasarkan data tabel 5.2 terlihat bahwa jumlah supir angkutan umum yang mempunyai nilai KVP normal yaitu sebanyak 40 orang, sedangkan yang tidak normal adalah 60 orang. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa gangguan restriksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang telah lama bekerja (57%) dibandingkan dengan supir yang tergolong baru bekerja (3,0%).

Pada supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja, didapati bahwa 25 orang (25%) tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 3 orang (3,0%) memiliki gangguan restriksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang telah lama bekerja terdapat 15 orang (15%) yang tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 57 orang (57%) memiliki gangguan restriksi paru.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna antara lamanya seorang supir bekerja dengan terjadinya gangguan restriksi paru dengan p value 0,01 (p < 0,05) Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki kemungkinan


(31)

lebih besar mengalami gangguan restriksi fungsi paru dibandingkan dengan supir angkutan yang tergolong baru bekerja.

Tabel 5.3 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan VEP1

Lama Bekerja (tahun)

VEP1(Obstruktif)

Total p value Normal

n (%)

Tidak Normal n (%)

Baru( ≤ 5 ) Lama( >5 )

25 (25%) 3 (3,0%) 28

20 (20%) 52 (52%) 72 0,01

Total 45 55 100

Berdasarkan data tabel 5.3 terlihat bahwa jumlah supir angkutan umum yang mempunyai nilai VEP1 normal yaitu sebanyak 45 orang, sedangkan yang

tidak normal adalah 55 orang. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa gangguan obstruksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang telah lama bekerja (52%) dibandingkan dengan supir yang tergolong baru bekerja (3,0%).

Pada supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja, didapati bahwa 25 orang (25%) tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 3 orang (3,0%) memiliki gangguan obstruksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang telah lama bekerja terdapat 20 orang (20%) yang tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 52 orang (52%) memiliki gangguan obstruksi paru.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna antara lamanya seorang supir bekerja dengan terjadinya gangguan obstruksi paru dengan p value 0,01 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami gangguan obstruksi fungsi paru dibandingkan dengan supir angkutan yang tergolong baru bekerja.


(32)

38

Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan KVP

Kebiasaan Merokok

KVP (Restriktif)

Total p value Normal

n (%)

Tidak Normal n (%)

Ya 16 (16%) 59 (59%) 75

Tidak 24 (24%) 1 (1,0%) 25 0,01

Total 40 60 100

Berdasarkan data tabel 5.4 terlihat bahwa jumlah supir angkutan umum yang mempunyai nilai KVP normal yaitu sebanyak 40 orang, sedangkan yang tidak normal adalah 60 orang. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa gangguan restriksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok (59%) dibandingkan dengan supir yang tidak merokok (1,0%).

Pada supir angkutan umum yang memiliki kebiasaan merokok, didapati bahwa 16 orang (16%) tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 59 orang (59%) memiliki gangguan restriksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang tidak merokok terdapat 24 orang (24%) yang tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 1 orang (1,0%) memiliki gangguan restriksi paru.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok seorang supir dengan terjadinya gangguan restriksi paru dengan p value 0,01 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki kemungkinan lebih besar mengalami gangguan restriksi fungsi paru dibandingkan dengan supir angkutan yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.


(33)

Tabel 5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan VEP1

Kebiasaan Merokok

VEP1(Obstruktif)

Total p value Normal

n (%)

Tidak Normal n (%)

Ya Tidak

20 (20%) 25 (25%)

45

55 (55%) 75

0 (0,0%) 25 0,04

Total 55 100

Berdasarkan data tabel 5.5 terlihat bahwa jumlah supir angkutan umum yang mempunyai nilai VEP1 normal yaitu sebanyak 45 orang, sedangkan yang

tidak normal adalah 55 orang. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa gangguan obstruksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok (55%) dibandingkan dengan supir yang tidak merokok (0,0%).

Pada supir angkutan umum yang memiliki kebiasaan merokok, didapati bahwa 20 orang (20%) tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 55 orang (55%) memiliki gangguan obstruksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang tidak merokok terdapat 25 orang (25%) yang tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan tidak ditemukan adanya supir yang memiliki gangguan obstruksi paru (0,0%).

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok seorang supir dengan terjadinya gangguan obstruksi paru dengan p value 0,04 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki kemungkinan lebih besar mengalami gangguan obstruksi fungsi paru dibandingkan dengan supir angkutan yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.


(34)

40

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Fungsi paru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin, ukuran paru, etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan pengamat, kekeliruan alat, variasi dan suhu lingkungan sekitar. Di samping itu kapasitas paru berkurang jika terdapat penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru dan pada kelemahan otot pernafasan). Kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik berbeda pada setiap individu.

5.2.1 Hubungan antara Lama Bekerja dengan KVP dan VEP1

Profesi supir angkutan umum sangat rentan mengalami penurunan fungsi paru karena setiap harinya mengalami kontak langsung dengan polusi kendaraan bermotor, asap rokok dari lingkungan kerja. Semakin lama terpapar debu maka semakin banyak debu yang tertimbun dan menimbulkan penyakit, dimana penyakit paru akibat debu dapat timbul antara 2-4 tahun setelah terpapar debu.

Lama kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Lama kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada pekerja bila dengan semakin lamanya bekerja, tenaga kerja akan semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya bekerja maka akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan berulang-ulang (Tulus, 1992).

Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama orang bekerja maka semakin besar pula resiko terkena penyakit akibat kerja. Pada pekerja dengan lingkungan berdebu, semakin lama orang bekerja maka semakin banyak pula debu yang dapat mengendap di paru karena secara teoritis diketahui bahwa efek paparan debu tergantung pada dosis atau konsentrasi, tempat dan waktu paparan. Waktu paparan diartikan sebagai frekuensi atau lamanya seseorang terpapar debu, sehingga semakin lama terpapar, semakin tinggi kemungkinan untuk timbul gangguan, apalagi didukung oleh zat pemapar dengan konsentrasi yang tinggi. Bila debu ini dihisap dalam jumlah cukup banyak dan dalam jangka waktu lama, maka akan dapat menimbulkan berbagai kerusakan dan membentuk


(35)

jaringan ikat pada paru yang akhirnya dapat menimbulkan penyakit (Anhar AS dkk, 2005). Akibat penghirupan debu, yang langsung dirasakan adalah sesak, bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi diatas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas, tetapi hal ini tergantung pada pertahanan tubuh dari masing-masing pekerja (Sirait, 2010).

Pengukuran fungsi paru yang dilaksanakan terhadap supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan, berdasarkan hasil uji statistiknya diperoleh p value 0,01 < 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan KVP maupun VEP1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suma’mur (2009),

bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan fungsi paru adalah lamanya seseorang terpapar debu.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu seperti yang telah dilakukan oleh Riswati (2004), yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama bekerja dengan kapasitas vital paru pada semua tukang cat mobil di bengkel pengecatan mobil Kampung Ligu Kota Semarang. Begitu juga dalam penelitian Achmad (2004), yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan padi sejumlah 49 orang di Kecamatan Purwanegara, dari hasil analisa bivariat diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara keduanya (p = 0,002). Sama halnya dengan penelitian Aliyani (2009), dari 33 responden pekerja industri penggilingan padi di Desa Klumprit, Sukoharjo, didapati hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lama mengalami penurunan fungsi paru.

Penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2004) menyimpulkan bahwa konsentrasi dan lama terpapar berbanding lurus dengan gangguan fungsi paru. Kerja fisik apalagi kerja berat dan monoton yang dilakukan di tempat-tempat berdebu dalam waktu yang lama tanpa disertai dengan rotasi kerja, istirahat, dan rekreasi yang cukup, akan berakibat terjadinya penurunan kapasitas paru dari tenaga kerja. Hal ini selaras dengan pernyataan Wahyu (2003) bahwa semakin lama seseorang bekerja di suatu daerah berdebu maka kapasitas paru seseorang


(36)

42

akan semakin menurun sehingga berisiko untuk mengalami gangguan fungsi paru, serupa dengan pendapat Morgan (1978) dan Parkes (1982) dalam Faridawati (1995). Penelitian Sumanto (1999) juga menunjukkan hasil yang sama, dari penelitian tersebut diketahui paparan debu akan menurunkan kapasitas paru sebesar 35,3907 ml per satu tahun masa kerja.

Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung temuan penelitian ini, meskipun lama waktu paparan yang dihasilkan dari tiap penelitian tersebut berbeda. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh jenis atau material paparan yang berbeda serta keberadaan variabel lain yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru.

Namun hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian Khumaidah (2009), yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan gangguan fungsi paru dengan p value = 0,444. Demikian juga hasil penelitian Nugroho (2010) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja dan gangguan fungsi paru dengan p value = 0,354.

Menurut Nugroho (2010), lama bekerja tidak mempunyai hubungan langsung terhadap terjadinya gangguan pernafasan tetapi dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan fungsi pernafasan. Keadaan ini disebabkan oleh karena variabel lama bekerja tidak secara langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk mempengaruhi gangguan pernafasan, sehingga memerlukan variabel lain untuk bersama-sama mempengaruhi gangguan fungsi pernafasan. Kemungkinan lain yaitu debu yang terhirup membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menimbulkan gangguan pernafasan, karena setiap jenis debu organik maupun anorganik sampai menimbulkan gangguan pernafasan mempunyai jangka waktu berbeda, tergantung konsentrasi atau kadar serta ukuran debu tersebut dan hal lain kemungkinan adalah adanya kerentanan pekerja terhadap polutan. Ketidakselarasan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti perbedaan jumlah sampel maupun kriteria inklusi dan eksklusi yang dirancang oleh masing-masing peneliti, ataupun adanya keberadaan variabel lainnya sehingga hasil penelitian yang diperoleh pun bervariasi.


(37)

5.2.2 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP dan VEP1

Struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru-paru dapat berubah akibat merokok. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak. Pada saluran pernafasan kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, akan timbul perubahan klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruktif paru menahun.

Kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronkitis dan emfisema. Pada kedua keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru. Selain itu, pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual, sukar tidur, dan lain-lain. Kalau gejala-gejala diatas tidak segera diatasi maka gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk bernapas, kecepatan pernapasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain.

Pengukuran fungsi paru yang dilaksanakan terhadap supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan, berdasarkan hasil uji statistiknya diperoleh p value 0,01 dan 0,04 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan KVP dan VEP1. Hal ini sejalan dengan penelitian

Nugraheni (2004) yang menunjukkan kebiasaan merokok dapat memperberat kejadian fungsi paru pada pekerja padi dengan risiko 2,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak merokok.

Selain itu juga, menurut Epler (2000) kebiasaan merokok merupakan faktor penyerta potensial terjadinya gangguan fungsi paru. Kebiasaan merokok bukan hanya akan mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah, tetapi juga akan menjadi faktor potensial dari beberapa penyakit paru, termasuk karsinoma paru. Oleh karena itu, kebiasaan merokok dapat memperberat kejadian gangguan fungsi paru. Kebiasaan merokok seseorang mempengaruhi kapasitas paru. Hampir semua perokok yang diobservasi menunjukkan penurunan pada fungsi parunya. Dari penelitian yang dilakukan oleh dr. E.C. Hammond dari American Cancer Society, ditarik kesimpulan bahwa mereka yang mulai mencandu rokok pada umur kurang dari 15 tahun mempunyai risiko menderita kanker paru dikemudian hari 4 sampai


(38)

44

18 kali lebih tinggi daripada yang tidak merokok, sedang kebiasaan tersebut dimulai di atas 25 tahun, risikonya menjadi 2 sampai 5 kali lebih tinggi daripada yang tidak merokok (Wahyu, 2003).

Kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru (Gold dkk, 2005). Penelitian lain oleh Faridawati (1995) juga menunjukkan hasil kebiasaan merokok pada pekerja akan memberikan dampak kumulatif terhadap timbulnya gangguan fungsi paru. Hal ini disebabkan asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam pernafasan.

Demikian juga dengan penelitian Nugroho (2010), didapati bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian kelainan fungsi paru dengan p value = 0,000 (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan teori bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena dapat menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosiler dan membawa partikel-partikel debu sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri. Asap rokok dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronkitis dan kanker paru (Yunus, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian Suyono (2001), inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah, sehingga merokok lebih menurunkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Depkes RI, 2003).

Menurut Dhaise dan Rabi (1997) tenaga kerja yang merokok dan berada di lingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan fungsi paru obstruktif yang umumnya ditandai dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), hal ini selaras dengan pendapat Rahmatullah (2009) yang

menyatakan bahwa besarnya penurunan fungsi paru (VEP1) berhubungan

langsung dengan kebiasaan merokok. Pada orang dengan fungsi paru normal dan


(39)

tidak merokok mengalami penurunan VEP1 20 ml pertahun, sedangkan pada

orang yang merokok (perokok) akan mengalami penurunan VEP1 lebih dari 50 ml

pertahunnya. Oleh karena itu sebaiknya pekerja menghentikan kebiasaan merokok untuk mencegah laju penurunan VEP1. Disamping pengaruh rokok, paparan debu

dalam waktu lama di lingkungan kerja dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi paru obstruktif maupun restriktif.

Namun, hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2011), pada pekerja kayu di wilayah Puskesmas Lumpue Pare-Pare, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 responden yang merokok sebanyak 9 orang (39,1%) mempunyai kapasitas paru tidak normal, sedangkan dari 7 orang yang tidak merokok sebanyak 1 orang (14,3%) mempunyai kapasitas paru tidak normal. Dari hasil uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada hubungan antara merokok dengan kapasitas paru pekerja. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) dengan jumlah sampel 42 responden, didapati bahwa responden yang merokok sebanyak 65% memiliki kapasitas paru tidak normal, sedangkan yang tidak merokok 68,2% juga memiliki kapasitas paru tidak normal. Uji statistik diperoleh p value 0,827 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru tenaga kerja di PT Eastern Pearl Flour Mills, Makassar. Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok akan mempengaruhi penurunan fungsi paru. Hasil yang berbeda dengan penelitian terdahulu ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya perbedaan baik jumlah sampel maupun karakteristik sampel yang diuji, dan bisa juga dipengaruhi oleh keberadaan variabel lainnya.


(40)

46

5.2.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki beberapa keterbatasan yaitu:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi paru (KVP dan VEP1) dalam

penelitian ini hanya terdiri dari dua variabel, yaitu lama bekerja dan kebiasaan merokok, sedangkan masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi fungsi paru seseorang.

2. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan.

3. Adanya keterbatasan responden dalam pengisisan kuesioner dikarenakan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.

4. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai pada uji bivariat.


(41)

6.1 Kesimpulan

Supir angkutan umum yang telah lama bekerja dan yang mempunyai kebiasaan merokok lebih banyak memiliki gangguan restriksi fungsi paru dan gangguan obstruksi paru dibandingkan dengan supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja dan tidak mempunyai kebiasaan merokok. Dari uji statistik ditemukan bahwa:

1. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara lama bekerja dengan KVP (fungsi paru restriktif). Supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki gangguan restriksi fungsi paru lebih banyak yaitu sejumlah 57 orang (57%), sedangkan supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja diantaranya hanya 3 orang (3,0%) yang memiliki gangguan restriksi fungsi paru.

2. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara lama bekerja dengan VEP1 (fungsi paru obstruktif). Supir angkutan umum yang telah lama

bekerja memiliki gangguan obstruksi fungsi paru lebih banyak yaitu sejumlah 52 orang (52%), sedangkan supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja diantaranya hanya 3 orang (3,0%) yang memiliki gangguan obstruksi fungsi paru.

3. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara kebiasaan merokok dengan KVP (fungsi paru restriktif). Supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki gangguan restriksi fungsi paru lebih banyak yaitu sejumlah 59 orang (59%), sedangkan supir angkutan umum yang tidak mempunyai kebiasaan merokok diantaranya hanya 1 orang (1,0%) yang memiliki gangguan restriksi fungsi paru.

4. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,04) antara kebiasaan merokok dengan VEP1 (fungsi paru obstruktif). Supir angkutan umum yang


(42)

48

lebih banyak yaitu sejumlah 55 orang (55%), sedangkan supir angkutan umum yang tidak mempunyai kebiasaan merokok diantaranya tidak ada yang memiliki gangguan obstruksi fungsi paru.

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka : 1. Masyarakat

a. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan umum untuk mengurangi kebiasaan merokok

b. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan

umum untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin 2. Pemerintah

a. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara perlu membuat suatu program khusus dalam upaya pengendalian penyakit pernafasan bagi supir angkutan umum di terminal-terminal kota Medan serta membuat suatu kebijakan larangan merokok bagi supir angkutan umum.

b. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan

program khusus dalam upaya mengatur emisi gas kendaraan. 2. Akademisi

a. Bagi akademisi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

perngaruh polusi lingkungan terhadap gangguan fungsi paru dengan melengkapi berbagai faktor risiko yang lebih banyak serta jumlah sampel yang lebih besar sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian penyakit pernafasan pada kelompok supir angkutan umum bagi pemerintah daerah Sumatera Utara


(43)

2.1. Sistem Respirasi

Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk menghirup oksigen dari lingkungan eksternal dan menyediakannya bagi sel- sel tubuh serta membuang karbon dioksida yang diproduksi oleh metabolisme sel keluar dari tubuh (Levitzky, 2013).

Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada ketiga tahap ini secara spesifik atau secara bersamaan, contohnya seperti pada fibrosis paru, pneumonia, dan gagal jantung. (Pearce, 2009).

Proses pernafasan dimulai dari masuknya oksigen melalui mulut atau hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Dari alveoli oksigen berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit (sel darah merah). Dalam darah, oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh jantung untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme yang penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan karbon dioksida berjalan arah sebaliknya dengan oksigen (Guyton dan Hall, 2008).

2.2 Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi


(44)

7

sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 2.1. Anatomi paru (Tortora, 2012)


(45)

Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah :

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus paru (Guyton dan Hall, 2007). Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu : 1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus ( Alsagaff dan Mukty, 2005).


(46)

9

Respirasi adalah suatu proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida pada saat terjadi metabolisme sel. Organ vital untuk melakukan proses respirasi disebut dengan paru-paru. Menurut Moore, Dalley, dan Agur (2006), fungsi utama paru-paru adalah untuk memasukkan oksigen ke dalam darah (oksigenasi) dan mendistribusikan darah ke setiap sel dan jaringan di dalam tubuh. Paru-paru terletak pada rongga dada mediastinum. Mediastinum terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian lateral kiri dan kanan yang disebut juga dengan kavum pulmonalis. Kavum pulmonalis dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut dengan pleura. Struktur paru-paru pada manusia hidup biasanya melingkupi kavum pulmonalis secara keseluruhan, berkonsistensi elastis, lembut dan ringan.

Mediastinum terhubung dengan paru-paru melalui akar paru. Akar paru ini terdiri atas bronkus utama, pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf yang keluar masuk melalui hilum paru. Hilum paru bisa dianalogikan sebagai akar tumbuhan di dalam tanah.

Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Ditinjau dari massa atau berat organnya, paru-paru kanan lebih berat serta lebih besar apabila dibandingkan dengan paru-paru kiri. Tetapi dikarenakan ada liver di bagian bawah paru-paru, maka kubah diafragma lebih tinggi sehingga menyebabkan paru-paru kanan lebih pendek dan melebar.

Masing-masing paru mempunyai :

- Apex (bagian superior paru), base (bagian inferior paru yang

berbatasan dengan diafragma)

- Tiga permukaan (permukaan kostal, mediastinal dan diafragmatik) - Tiga perbatasan (anterior, inferior, dan posterior)

Jaringan paru normal bersifat elastis, licin, berwarna merah dadu tua, dan tidak mempunyai jaringan partikel-partikel karbon. Sebaliknya, apabila seseorang itu adalah pecandu rokok, jaringan parunya berwarna kehitaman dan mengandung


(47)

partikel-partikel karbon. Hal ini menyebabkan daya keelastisan paru hilang sehingga pertukaran udara tidak dapat berjalan lancar (Jos Usin, 2000).

2.2.1 Ventilasi Paru

Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluarnya udara melalui sistem respirasi. Secara harafiah, respirasi atau pernafasan merupakan pergerakan oksigen dari atmosfer menuju sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Orang dewasa normal bernafas sekitar 16 kali per menit. Pertukaran udara ini di bantu dengan pergerakan otot yang berguna untuk melakukan proses inspirasi dan ekspirasi (McKinley dan O’Loughlin, 2006).

Tujuan utama terjadinya proses ventilasi paru adalah untuk menjaga konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam keadaan yang sesuai di dalam lumen alveoli. Tujuan ini dapat diperoleh dengan terjadinya ventilasi paru diikuti oleh tiga proses lainnya yaitu : pertukaran gas di alveoli, di sel-sel tubuh, dan mekanisme pengaturan respirasi.

Ventilasi melibatkan dua proses, yaitu inspirasi (pemasukan udara) dan ekspirasi (pengeluaran udara). Kedua proses ini dapat dicapai apabila terjadi perbedaan tekanan udara. Prinsip pada ventilasi ini ialah udara mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Perbedaan tekanan ini dibantu oleh kinerja otot-otot pernafasan dan dipengaruhi oleh volume dan kapasitas paru, resistensi aliran udara, dan daya kembang atau compliance paru (Guyton dan Hall, 2007).


(48)

11

1. Volume dan Kapasitas Paru

Tabel 2.1 Volume dan Kapasitas Paru Volume Paru/Kapasitas Definisi Nilai Rata-Rata (ml)

Volume Alun Nafas (Tidal Volume, VT)

volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi setiap kali bernafas normal

500

Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory

Reserve Volume, IRV)

volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah volume tidal

3000

Volume Cadangan Ekspirasi ( Expiratory

Reserve Volume, ERV)

volume udara yang masih bisa dikeluarkan dengan melakukan ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi normal

1100

Volume Residu (Residual Volume,

RV)

volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi kuat

1200

Kapasitas Inspirasi (Inspiratory Capacity,

IC = IRV + VT)

jumlah udara yang dapat dihirup mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan parunya sampai jumlah maksimal

3500


(49)

Kapasitas Vital (Vital

Capacity, VC = IRV+VT+ERV)

jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya

4600

Kapasitas Vital Paksa (Forced Vital

Capacity, FVC)

volume total dari udara yang

dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum

4800

Kapasitas Paru Total (Total Lung Capacity,

TLC = IC+FRC)

volume maksimal saat paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa

5800

Sumber: Guyton dan Hall, 2007

2. Resistansi Aliran Udara

Pada pernapasan normal, sebagian besar upaya pernapasan adalah untuk mengatasi daya kembang paru dan dinding dada. Resistensi jaringan paru hanya sekitar 10 % dan 80 % sisanya adalah resistensi aliran udara. Kerja untuk mengatasi resistensi aliran udara adalah kecil, tetapi jika pernapasan menjadi lebih dalam dan cepat kerja yang dikeluarkan untuk mengatasi resistensi aliran udara cepat meningkat (Astrand,2003).


(50)

13

Tekanan saluran napas normal adalah sekitar 1,5 cm H2O/l/detik.

Tahanan aliran udara hidung adalah tiga kali lebih tinggi. Jika saluran udara menyempit atau tersumbat oleh mukus, maka akan terjadi peningkatan resistensi udara, khususnya pada volume paru bagian bawah yang lumen-lumen saluran udaranya lebih sempit. Pada emfisema, saluran napas mengalami obstruksi yang irreversibel dan resistansi udara akan meningkat empat sampai enam kali yang terjadi di bronkioli dan saluran napas kecil (Sodeman, 1995)

3. Daya kembang (compliance) paru

Daya kembang adalah suatu ukuran distensibilitas paru-paru dan dinyatakan dengan perubahan volume paru yang terjadi karena tekanan antara pleura dan alveoli (tekanan transpulmonal), dimana setiap kali tekanan transpulmonal meningkat 1 cm H2O maka terjadi pengembangan paru

sebanyak 200 ml (Guyton dan Hall, 2007).

Daya kembang ditentukan oleh daya elastis paru. Daya elastis ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu daya elastis dari jaringan paru itu sendiri dan daya yang disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang membatasi dinding dalam alveoli dan ruang udara paru lainnya yang dinamakan surfaktan. Daya kembang paru juga bergantung pada ukuran paru, dimana makin besar paru-paru, maka makin besar daya kembang (Sodeman, 1995).

Beberapa keadaan yang merusak jaringan paru, menyebabkan terjadinya fibrotik atau edema, penyumbatan bronkiol atau cara lain apapun yang menghalangi pengembangan dan pengempisan paru menyebabkan

compliance paru berkurang.

2.2.2 Difusi

Setelah alveoli ditukar dengan udara segar, tahapan yang selanjutnya terjadi dalam proses respirasi adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi karbondioksida kearah sebaliknya. Dinding alveolus sangat tipis dan di


(51)

dalamnya terdapat jaringan kapiler yang padat dan saling berhubungan, sehingga jelas bahwa gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler. Pertukaran gas antara udara alveolus dan pembuluh darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian terminal paru, yaitu membran alveolus berkapiler tipis. Yang mendorong untuk terjadinya pertukaran ini adalah selisih tekanan parsial antara daerah dan fase gas (Guyton dan Hall, 2007).

Proses difusi ini terjadi melewati dinding alveoli, ruang interstitial, endotel kapiler, plasma dan dinding eritrosit. Oksigen dari alveoli setelah melewati jaringan tersebut akan berikatan dengan hemoglobin membentuk HbO2. Setiap gangguan atau

kerusakan pada jaringan yang dilalui pada proses difusi dapat menurunkan difusi oksigen kedalam darah. Contoh gangguan difusi yaitu apabila terjadi penebalan dinding alveoli pada fibrosis, terisinya ruang intersistitial oleh cairan edema pada paru, penebalan endotel kapiler, pengentalan plasma pada hemokonsentrasi (Yunus, 1992).

2.2.3 Perfusi

Proses perfusi adalah penyebaran darah yang sudah teroksigenasi ke seluruh paru dan jaringan tubuh. Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan dimana oksigen dilepaskan untuk dipergunakan oleh sel. Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah (plasma). Dalam sel jaringan oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan membentuk sejumlah besar karbondioksida. Karbondioksida ini masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru. Karbondioksida, seperti oksigen, juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan transportasi karbondioksida 15-20 kali lipat. Gangguan perfusi terjadi apabila ada emboli pada pembuluh darah (Guyton dan Hall, 2007).


(52)

15

2.3. Pengukuran Fungsi Paru

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestesi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi

paru disebut normal apabila PaO2 > 50 mmHg dan PaCO2 < 50 mmHg dan disebut

gagal napas apabila PaCO2 < 50 mmHg dan PaCO2 > 50 mmHg.

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff dan Mukty, 2005).

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam satu detik (VEP

1). Kapasitas Vital Paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari

udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk


(53)

pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP < 70% dan

menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai KVP < 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff dan Mukty, 2005). Prosedur yang paling umum digunakan adalah subjek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat mungkin dan nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal.

Keadaan fungsi paru seseorang dapat diketahui dengan pengukuran kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1). Penurunan nilai

kapasitas vital paksa dan volume ekspirasi paksa satu detik merupakan salah satu indikator terjadinya gangguan fungsi paru (Astrand, 2003).

2.3.1 Kapasitas Vital Paksa (KVP)

Kapasitas vital paksa adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu inspirasi maksimal dan kemudian ekspirasi maksimal. Kapasitas vital dapat digunakan untuk menilai VO2 maks,

dimana terdapat hubungan penting antara kapasitas vital paru dengan pengambilan oksigen maksimal. Pengukuran kapasitas vital merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat memberi informasi, khususnya mengenai daya regang dan sistem respirasi. Kapasitas vital dalam keadaan normal, nilainya lebih kurang sama dengan kapasitas vital paksa (KVP), yaitu hasil yang diperoleh bila seseorang melakukan inspirasi maksimal kemudian mengeluarkan nafas sebanyak-banyaknya dan secepat mungkin ke dalam spirometri.

Nilai kapasitas vital sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan kekuatan otot. Selain bentuk anatomi seseorang, faktor-faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah (1) posisi seseorang selama pengukuran kapasitas vital (2) kekuatan otot pernapasan (3) pengembangan paru dan rangka dada yang disebut compliance paru. Faktor yang


(54)

17

mampu mengurangi kemampuan paru untuk mengembang juga menurunkan kapasitas vital. Contohnya tuberkulosa, asma kronik, kanker paru, bronkitis, bronkitis kronik dan pleuritis fibrosa (Guyton dan Hall, 2007).

2.3.2 Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1)

Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) adalah volume udara yang dapat

diekspirasikan dalam waktu standar selama tindakan KVP, dimana seseorang terlebih dahulu melakukan inspirasi maksimal kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin. Dengan cara ini, kapasitas vital orang tersebut dapat diekspirasikan dalam satu detik (Astrand, 2003).

Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan spirometri untuk menentukan seberapa banyak kapasitas vital paru yang dapat diekspirasikan dalam satu detik dan volume ini menunjukkan persentase pada seluruh kapasitas vital paru seseorang. VEP1 menunjukkan ada atau tidaknya gangguan paru yang berat dan nilai

ini akan menurun pada orang yang mengalami obstruksi jalan nafas.

2.3.3 VO2 Maks

Kegiatan yang berhubungan dengan kebugaran jasmani sangat penting untuk memelihara kesehatan secara umum, terutama daya tahan jantung dan paru. Hal – hal yang menggambarkan daya tahan jantung adalah kemampuan sistem jantung, pembuluh darah dan paru – paru untuk melakukan fungsinya secara optimal yaitu dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya ke otot pada saat beraktifitas sehingga otot dapat berkontraksi lebih lama. Kemampuan daya tahan jantung dan paru setiap individu tentunya berbeda – beda, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kebugaran jasmani yaitu dengan mengukur V02 maks (Foss, 1998).

VO2 maks adalah suatu area dimana terdapat konsumsi oksigen yang stabil

dan tidak menunjukkan suatu peningkatan (hanya meningkat sedikit apabila beban kerja ditambah). Nilai VO2 maks menggambarkan kapasitas seseorang untuk


(55)

melakukan resintesis ATP secara aerob dan juga kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan oksigen (Wardhana, 2001).

2.4 Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wardhana, 2001). Komponen yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara, dapat dilihat pada tabel :

Tabel 2.2. Perkiraan Presentase Komponen Pencemar Udara dan Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia

Sumber: Wardhana, 2001 1) Karbon Monoksida

Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batu bara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Di dalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90 % dari CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.

Komponen Pencemar Prosentase CO

NO X SO

X HC Partikel

70,50% 8,89% 0,88% 18,34%

1,33%


(56)

19

Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian

HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.

2) Nitrogen Dioksida (NOx)

Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian

menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO.

Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Di udara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun. Penelitian

terhadap hewan percobaan yang dipaparkan NO dengan dosis yang


(57)

sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem saraf dan kekejangan.

3) Oksidan

Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata.

4) Hidrokarbon / Hydrocarbon (HC)

Sebagai bahan pencemar udara, hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun lagi pada malam hari.

5) Khlorin

Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan.

6) Partikel Debu / Suspended Particulate Matter

Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara. Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik


(58)

21

seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. Inhalasi merupakan satu-satunya rute masuknya debu.

7) Timah Hitam (Pb)

Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan hemoglobin, Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang dan gangguan penglihatan.

2.5 Gambaran Pola Ventilasi Abnormal 2.5.1 Pola Obstruktif (Hambatan Aliran Udara)

- Parameter : VEP1

- VEP1 < 80%

- VEP1/KVP < 75%

- Contoh : asma bronkhial, penyakit paru obstruktif kronis, bronkiektasis (Djojodibroto, 2009)

2.5.2 Pola Restriktif (Gangguan Pengembangan Paru)

- Parameter : KVP - KVP < 80%

- Contoh : fibrosis paru, atelektasis, tumor paru, pneumonia (Djojodibroto, 2009)


(59)

2.5.3 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri

Tabel 2.3 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri

Obstruktif Restriktif Campuran

VEP1 KVP

atau normal

VEP1/KVP atau normal

Sumber: Johns dan Pierce, 2007

2.5.4 Klasifikasi Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan Nilai Spirometri

Tabel 2.4 Klasifikasi Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan Nilai Spirometri

RESTRIKSI (KVP)

OBSTRUKSI (VEP1/KVP)

Normal >80% >75%

Ringan 60-79% 60-74%

Sedang 30-59% 30-59%

Berat <30% <30%

Sumber: Djojodibroto, 2009

2.6 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik

2.6.1 Lama Bekerja

Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat (Tulus, 1992). Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya) (Depdikbud, 2001).


(1)

vii

2.5.2 Pola Restriktif (Gangguan Pengembangan Paru) ... 21

2.5.3 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri ... 22

2.5.4 Klasifikasi Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan Nilai Spirometri ... 22

2.6. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik ... 22

2.6.1. Lama Bekerja ... 22

2.6.2. Kebiasaan Merokok... 23

2.7. Terminal Amplas Kota Medan ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 25

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 25

3.3. Hipotesis Penelitian ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Jenis Penelitian ... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

4.2.2. Waktu Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel ... 28

4.3.1. Populasi ... 28

4.3.2. Sampel ... 29

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

4.4.1. Data Primer ... 30

4.4.1.1 Alat dan Pengumpulan Bahan Penelitian... 30


(2)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Hasil Penelitian ... 34

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian ... 34

5.1.3 Karakteristik Responden ... 34

5.1.4 Hasil Analisis Penelitian ... 37

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 40

5.2.1Hubungan antara Lama Bekerja dengan KVP dan VEP1 ... 40

5.2.2Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP dan VEP1 ... 43

5.2.3 Keterbatasan Penelitian ... 46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(3)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Volume dan Kapasitas Paru ... 10 2.2 Perkiraan Presentase Komponen Pencemar Udara dan

Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia ... 19 2.3 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri ... 22 2.4 Klasifikasi Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan Nilai

Spirometri ... 22 3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 25 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Supir Angkutan Umum

Terminal Amplas Medan ... 35 5.2 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan KVP Supir Angkutan

Umum Terminal Amplas Medan ... 36 5.3 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan VEP1 Supir Angkutan

Umum Terminal Amplas Medan ... 37 5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan KVP Supir Angkutan

Umum Terminal Amplas Medan ... 38 5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan VEP1 Supir Angkutan


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Paru... 7 Gambar 2.2 Otot-Otot Pernafasan Inspirasi Dan Ekspirasi ... 8 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 25


(5)

xi

DAFTAR SINGKATAN

CO Carbon Monoxide

Depdikbud Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia

ERV Expiratory Reserve Volume

FRC Functional Residual Capacity

FVC Forced Vital Capacity

HbCO Karboksihaemoglobin

HbO2 Oksihaemoglobin

HC Hydrocarbon

IC Inspiratory Capacity

IRV Inspiratory Reserve Volume

ISPA Infeksi Saluran Nafas Atas

KVP Kapasitas Vital Paru

NOx Nitrogen Dioksida

Pb Plumbum

PTM Penyakit Tidak Menular

RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar

RV Residual Volume

SPM Suspended Particulate Matter

SPSS Statistic Package for Social Science

TLC Total Lung Capacity

USU Universitas Sumatera Utara


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Persetujuan Komisi Etik Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Responden

Lampiran 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 6 Formulir Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Data Induk Penelitian Lampiran 8 Hasil Data Penelitian Lampiran 9 Foto Bukti Penelitian


Dokumen yang terkait

Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

4 46 82

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK 1 (VEP1) / KAPASITAS VITAL Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dan Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 (VEP1) / Kapasitas Vital Paksa (KVP) Pada Pasie

0 5 15

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK 1 (VEP1) / KAPASITAS VITAL Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dan Nilai Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 (Vep1) / Kapasitas Vital Paksa (Kvp) Pada

0 4 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU (KVP) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU DETIK (VEP1) PADA JURU PARKIR DI WILAYAH KELAPA GADING JAKARTA UTARA.

0 3 2

Hubungan Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

0 0 14

Hubungan Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

0 0 2

Hubungan Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

0 0 5

Hubungan Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

0 0 19

Hubungan Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

0 0 5

Hubungan Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

0 0 13