69 sesuai dengan kondisi lapang dimana sebagian masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan wisata di kawasan TWA tidak hanya masyarakat yang berada di dalam kawasan tetapi juga di luar kawasan.
Variabel jenis kelamin tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan pendapatan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan P-value sebesar 0,518, artinya
jenis kelamin signifikan pada taraf α sebesar 5. Hal ini terkait bahwa jenis
pekerjaan di kawasan ini sebagian besar adalah jenis pekerjaan yang memang diperuntukkan untuk laki-laki namun perempuan pun berpeluang untuk bekerja di
kawasan ini. Jenis pekerjaan yang diperuntukan untuk perempuan yaitu penjaga warung.
6.4 Dampak Sosial dan Lingkungan Pengembangan Wisata di Kawasan
Taman Wisata Alam Gunung Pancar
Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sebagai salah satu obyek wisata alam di Kabupaten Bogor yang tak luput dari perhatian banyak pihak
menjadikan kawasan ini cukup komersil untuk dikembangkan. Pengembangan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar mempengaruhi kondisi sosial dan
lingkungan masyarakat.
6.4.1 Dampak sosial
Manusia yang dikaruniai akal dan pikiran oleh Tuhan dalam hidupnya pasti akan mengalami suatu perubahan. Perubahan yang terjadi pada prinsipnya
merupakan suatu proses terus menerus. Artinya bahwa perubahan itu akan dapat terjadi secara lambat maupun terjadi secara cepat. Perubahan sosial yang dialami
oleh setiap masyarakat pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi
semua aspek kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan
70 interaksi sesama warga; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi;
perubahan tata cara kerja sehari-hari; perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang
makin modern dan tradisional, dan lain-lainnya
9
. Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini mengkaji perubahan sosial
masyarakat akibat adanya pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Pengembangan wisata yang terjadi di kawasan ini menyebabkan
pertambahan penduduk di kawasan meningkat tiap tahunnya. Hal ini terkait dengan banyaknya masyarakat yang bermigrasi ke kawasan ini baik yang hanya
bersifat sementara maupun menetap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bryden 1973 dalam Soekadijo 1997 yaitu, pengembangan pariwisata di suatu daerah
akan membutuhkan investasi, yang dengan sendirinya mendorong tumbuhnya perekonomian dan diikuti pula oleh mobilitas penduduk. Akibatnya daerah
pariwisata merupakan daerah penerimaan migran, dan merupakan beban daerah yang bersangkutan. Berikut Tabel 11 yang menunjukkan pertumbuhan penduduk
di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar.
Tabel 11. Data Pertumbuhan Penduduk Desa Karang Tengah Tahun 2002- 2011
Tahun Jumlah Penduduk jiwa
Laju Pertumbuhan 2002 7.801
2003 8.518 0,0842
2004 9.236 0,0776
2005 9.953 0,0720
2006 10.670 0,0672
2007 1 1.580
0,0785 2008 12.490
0,0728 2009 13.400
0,0679 2010 14.310
0,0635 2011 15.220
0,0597 Rata-rata laju pertumbuhan
0,06 Sumber : Data Monografi Desa Diolah 2011
9
http:www.IPEM443920Perubahan20Sosial20dan20Pembangunan.htm [12 oktober 2011 pukul 23.00]
71 Desa Karang Tengah pada tahun 2011 memiliki jumlah penduduk
sebanyak 15.220 jiwa dengan laju pertumbuhan 0,059 . Jumlah penduduk ini meningkat setiap tahunnya dimana pada tahun 2002 jumlah penduduk hanya
sebanyak 7.801 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini salah satunya disebabkan karena adanya pengembangan kawasan wisata di Desa Karang Tengah. Rata-rata
laju pertumbuhan di kawasan ini sebesar 6. Pembangunan merupakan suatu usaha peningkatan kesejahteraan disegala
bidang dan proses mengakibatkan perubahan sosial. Proses perubahannya
menyangkut peningkatan daya guna sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan teknologi. Interaksi ketiga faktor ini dalam proses perkembangannya tercermin
pada pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang pada gilirannya akan mempengaruhi pandapatan masyarakat, lapangan kerja, taraf hidup, ekologi
dan tata lingkungan. Pariwisata sebagai salah satu jenis industri yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam penyediaan lapangan
kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup, serta menstimulasi faktor-faktor produktivitas lainnya Pendit, 1999. Pengertian seperti diatas adalah bahwa
pariwisata mencakup sejumlah kegiatan yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara langsung berhubungan dengan pelaku-pelaku ekonomi,
yaitu produsen dan konsumen. Batasan ini lebih banyak menekankan pada aspek sosiologi, psikologi, budaya maupun geografi pariwisata. Pengertian pariwisata
mencakup semua macam perjalanan, asal perjalanan yang dilakukan hanya untuk rekreasi, serta tidak bermaksud untuk memangku jabatan.
Penelitian mengenai dampak dari pembangunan dan perkembangan pariwisata telah banyak dilakukan tetapi masih lebih banyak menekankan pada
72 aspek fisik saja. Perhatian terhadap dampak sosial ekonomi dari perkembangan
pariwisata tersebut masih kurang, walaupun bukan berarti tidak ada. Sayangnya, berbagai penelitian semacam ini ternyata dilakukan oleh mereka yang bukan para
pakar dalam bidang ilmu sosial. Tidak mengherankan bilamana hasil penelitian semacam ini biasanya begitu saja menyatukan deskripsi dampak ekonomi
Soekadijo, 1997. Adanya pengembangan wisata ini juga menimbulkan perubahan pola
kehidupan masyarakat dan meningkatkan kegiatan masyarakat diberbagai bidang pariwisata. Hal ini terkait pernyataan Karl Marx dalam Suwarsono 1991 yaitu,
pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari
pertentangan yang terus terjadi antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja. Perubahan tata perekonomian yang dialami
masyarakat masyarakat Desa Karang Tengah terlihat dari adanya pergeseran pekerjaan dari petani menjadi pekerja wisata serta penyedia jasa wisata.
Pergeseran pekerjaan ini menimbulkan terjadinya penyerapan tenaga kerja pada sektor wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Berikut Tabel 12
yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar.
73
Tabel 12. Penyerapan Tenaga Kerja Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar Tahun 2011
No Jenis Pekerjaan
Jumlah OrangUnit
Usaha Jumlah Tenaga
Kerja Org Persentase
1. Penjaga karcis
2 19
0,086 2. Pedagang
10 10
0,045 3. Penjaga
taman 4
4 0,018
4. Buruh wisata
13 13
0,059 5.
Security 29
29 0,132 6. Warung
50 50
0,228 7. Tukang
Ojek 50
50 0,228
8. Supir angkot
7 7
0,031 9. Koreksi
Piket 1
15 0,068
10. Kebersihan kamar
4 10
0,045 11. Kebersihan
lapangan 2
6 0,027
12. Tiket kamar
1 6
0,027
Total
173 219 100
Sumber : Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei, 2011
Pada Tabel 12 dapat dilihat banyaknya tenaga kerja yang terserap akibat adanya kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Jumlah penyerapan tenaga
kerja terbesar yang terserap dari adanya warung dan tukang ojek yaitu sebesar 22,8 dari total tenaga kerja. Keberadaan warung dan tukang ojek di kawasan
Taman Wisata Alam Gunung Pancar tersebar mulai dari obyek Pemandian Air Panas dan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Sebagian besar warung
yang ada dijaga oleh pemiliknya masing-masing tanpa adanya tenaga kerja tambahan. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian masyarakat yang berada pada
kelompok pekerjaan ini dulunya bekerja sebagai petani dan sekarang bergeser menjadi penyedia jasa wisata.
Menurut masyarakat setempat, jumlah tukang ojek di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sebanyak 50 orang, namun pada saat-saat tertentu
seperti hari libur nasional banyak masyarakat yang menjadi tukang ojek dadakan. Jumlah tukang ojek bisa mencapai 100 orang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Spillane 1994, berdasarkan sifat dari pekerjaan dalam sektor pariwisata
74 cenderung menerima gaji yang rendah, menjadi pekerja musiman, tidak ada
serikat buruh, hanya bekerja pada sebagian waktu part time dan khusus untuk anggota keluarga.
Berdasarkan studi lapang terdapat dua unit loket tiket pada kawasan ini, loket awal berada pada saat memasuki kawasan dan yang kedua merupakan loket
pada saat memasuki obyek Pemandian Air Panas. Penjaga loket awal merupakan wewenang dari pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA.
Pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA menempatkan 2 orang masyarakat asli Desa Karang Tengah untuk menjaga tiket. Selain itu, untuk
penjaga loket obyek Pemandian Air Panas telah menyerap tenaga kerja sebanyak 17 orang.
Kelompok tenaga kerja security yang terserap pada kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sebanyak 29 orang. Adapun security yang sudah
terserap oleh PT Wana Wisata Indah WWI sebanyak 8 orang. Sementara itu pengelola obyek Pemandian Air Panas juga telah menyerap tenaga kerja security
sebanyak 21 orang. Kelompok tenaga kerja yang juga terserap oleh pengelola obyek
Pemandian Air Panas adalah kelompok koreksi piket, kebersihan kamar, kebersihan lapangan, dan tiket kamar. Pihak pengelola pemandian air panas ini
juga telah menentukan pembagian kerja masing-masing untuk setiap tenaga kerja. Pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA juga kerap
kali merekrut tenaga kerja dadakan yang berasal dari masyarakat asli Desa Karang Tengah. Hal ini dilakukan dalam rangka penanaman pohon di sekitar kawasan.
Pemilihan masyarakat yang direkrut diserahkan oleh pihak desa yang berwenang.
75 Masyarakat yang mengikuti kegiatan penanaman pohon ini biasanya bekerja
selama seminggu. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu dampak positif yang
dirasakan oleh masyarakat namun pengembangan kawasan ini juga menyebabkan perubahan sikap masyarakat yang memicu pada rusaknya kawasan yaitu
banyaknya masyarakat yang melakukan pembuatan jalan, adanya masyarakat yang melakukan perluasan enclave, terjadinya perambahan lahan, adanya
pendudukan kawasan secara illegal serta terjadinya pembangunan illegal yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan. Berikut penjelasan mengenai hal tesebut.
1. Pembuatan Jalan
Pembuatan jalan yang dimaksud adalah pembuatan jalan secara illegal yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung
Pancar. Masyarakat mengaspal lahan yang masih dalam status kawasan konservasi. Berdasarkan hasil wawancara pada tahun 2006 di daerah Blok
Dorang dilakukan pembuatan jalan dengan menggunakan lahan kawasan seluas 5 x 700 m dan pada tahun 2008 pihak pengelola Kehutanan melakukan
penutupan jalan tersebut. 2.
Perluasan enclave Enclave adalah tanah milik masyarakat yang berada di dalam kawasan. Saat
ini banyak masyarakat yang melakukan perluasan kawasan enclave secara illegal. Berdasarkan hasil wawancara, pada tahun 2006 diperkirakan lahan
enclave yang sudah diperluas secara illegal luasannya masih sekitar 7.8 hektar
dari yang awalnya 5 hektar. Pada tahun 2011 kini sudah mencapai 20 hektar.
76 3.
Perambahan lahan Di dalam kawasan ini juga terjadi perambahan lahan secara illegal. Beberapa
masyarakat menggunakan lahan konservasi ini untuk menanam tanaman singkong, pisang, pandan dan tanaman lainnya. Pada tahun 2006, perambahan
yang terjadi diperkirakan baru mencapai luasan sekitar 6 hektar sedangkan 2010 sudah mencapai 176 hektar dan itu dilakukan oleh 300 Kepala
Keluarga. 4.
Pendudukan Kawasan Pembangunan illegal memang juga sudah sering terjadi di kawasan ini namun
upaya penertiban juga sudah dilakukan oleh pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA agar masyarakat sendiri menjaga daerah
kawasan mereka. Pada dasarnya kawasan ini merupakan daerah yang menjadi penopang bagi kehidupan masyarakat Desa Karang Tengah yaitu sebagai
sumber mencari nafkah juga sebagai pencegah longsor dan banjir. 5.
Pembangunan Illegal Pendudukan kawasan secara illegal memang sudah terjadi di kawasan ini
sejak berkembangnya menjadi daerah wisata. Pada bulan Maret 2010, pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA melakukan operasi
penertiban dan teridentifikasi 28 bangunan berdiri secara illegal. Sejak adanya pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam
Gunung Pancar, kawasan yang seluas 6.695,32 hektar diubah fungsi dan menjadi kawasan wisata dengan luas 447,5 hektar membuat pihak Balai Besar Konservasi
Sumberdaya Alam BBKSDA melakukan kegiatan orientasi batas kawasan. Hal ini tekait
keberadaan kampung didalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung
77 Pancar
yang menyebabkan gangguan terhadap keutuhan kawasan, antara lain hilang dan bergesernya pal batas, penggarapan liar, penguasaan lahan oleh pihak-
pihak tertentu dan gangguan lainnya. Apabila gangguan tersebut tetap terjadi maka akan mengganggu penataan blok yang dimanfaatkan oleh PT Wana Wisata
Indah WWI selaku pengusaha pemanfaatan potensi hutan alam. Kegiatan orientasi batas kawasan yang dilakukan pihak Balai Besar
Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA bertujuan untuk memperoleh gambaran data lapangan mengenai kondisi pal di lapangan. Selain itu, kegiatan ini
juga bertujuan untuk mengembalikan posisiletak tanda batas kawasan hutan yang telah dikukuhkan sehingga batas-batas kawasan hutan tersebut sesuai dengan
keadaan batas kawasan hutan. Pada tanggal 22 Mei 2006, pihak Kehutanan melakukan orientasi batas kawasan Lampiran 3.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA, pada tahun 2006 patok 69 s.d 70 sudah dibangun
rumah semi permanen ukuran 13.5 x 12.5 m. Patok 70 s.d 74 dikuasai oleh pengelola pemandian air panas yang dibangun secara illegal dan patok 84 s.d 88
berdiri bangunan liar sebanyak 8 bangunan dengan luas 2 hektar. Saat ini daerah- daerah yang digunakan secara illegal semakin meningkat seiring dengan
pengembangan kawasan. Tahun 2011 diidentifikasi hampir sebagian patok tersebut sudah hilang.
Berdasarkan hasil wawancara, pada bulan Maret 2010 enam tim operasi dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam BBKSDA di Taman Wisata
Alam Gunung Pancar bergerak melakukan langkah persuasif dalam upaya menertibkan kawasan hutan konservasi Gunung Pancar. Tim operasi mendatangi
78 para pemilik bangunan di kawasan hutan Taman Wisata Alam Gunung Pancar dan
memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan membongkar bangunannya sendiri dan keluar dari kawasan hutan tersebut.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BBKSDA Jawa Barat mengidentifikasi di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sudah berdiri
28 bangunan tanpa izin dan perambahan hutan mencapai 176 hektar. Sasaran operasi tahap pertama adalah 17 titik berupa lapangan terbuka, warung, vila,
rumah, usaha pemandian umum, pondok, sekolah dasar, dan lahan garapan atau galian batupasir. Bangunan dan lahan hutan yang dirambah diakui perambah
memiliki sertifikat dan izin mendirikan bangunan. Oleh karena itu, saat ini Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BBKSDA lebih intensif melakukan
operasi dalam rangka penertiban kawasan. Perubahan
sosial yang
menyebabkan rusaknya kawasan merupakan dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya pengembangan wisata. Dalam hal
ini sesuai dengan teori Max Weber dalam Suwarsono 1991 bahwa perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang
dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat merasakan kehidupan sosial ekonominya berkembang pesat akibat adanya pengembangan
wisata sehingga menyebabkan adanya sikap ketidakpedulian terhadap pelestarian alam.
Perubahan yang menyebabkan kerusakan pada kawasan pada akhirnya juga akan berdampak pada lingkungan kawasan tersebut. Lingkungan akan
mengalami kerusakan seiring dengan perkembangan wisata. Oleh karena itu,
79 diperlukan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan agar pengembangan wisata
dapat berlangsung tanpa merusak kawasan
6.4.2 Dampak Lingkungan