debitur dan BUPLN tidak dalam posisi yang sejajar serta tidak bersifat hukum perdata.
Dalam hal si penanggung utang mempunyai kekayaan yang tersimpan pada bank, maka BUPLN berwenang untuk melakukan pemblokiran
atas kekayaan tersebut. Dalam pelaksanaan pemblokiran BUPLN harus membuat berita acara pemblokiran yang disaksikan oleh pimpinan
bank atau pejabat bank yang berwenang dan tindakan dari berita acara dimaksud disampaikan pula kepada pimpinan bank yang bersangkutan.
Pemblokiran dapat dicabut dan untuk itu perlu dituangkan pula dalam berita acara.
BUPLN dalam menjalankan kewenangan untuk pemblokiran ini tetap harus memperhatikan kerahasiaan bank. Namun, untuk pelaksanaan
kewenangannya diberikan pengecualian, yaitu bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN,
kerahasiaan bank tersebut dikecualikan. Maksudnya, bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN,
pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat BUPLN untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah
debitur. Izin tersebut diberikan secara tertulis berdasarkan permintaan tertulis dari kepala BUPLN.
2. Penyelesaian kredit bermasalah melalui badan peradilan
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, setiap kreditur dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
Peradilan yang dapat menyelesaikan dan menangani kredit bermasalah, yaitu peradilan umum melalui gugatan perdata dan peradilan niaga
melalui gugatan kepailitan. Penyelesaian melalui gugatan perdata biasa telah sering dilakukan
sejak dahulu. Namun, untuk penyelesaian melalui gugatan kepailitan, baru dikembangkan kembali setelah dibentuknya peradilan khusus
yang disebut peradilan niaga. Apabila sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang kemudian
mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan, tetapi debitur tetap tidak melunasi utangnya, pelaksanaan keputusan tersebut dilaksanakan
atas dasar perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa gugatannya pada tingkat pertama, menurut ketentuan-
ketentuan HIR Pasal 195, dan selanjutnya. Atas perintah ketua pengadilan tersebut dilakukanlah penyitaan harta kekayaan debitur,
untuk kemudian dilelang dengan perantaraan kantor lelang. Dari hasil pelelangan itu kreditur memperoleh pelunasan piutangnya.
Prosedur ini memakan waktu yang relatif lama karena debitur yang dikalahkan biasanya mengulur waktu dengan memepergunakan upaya
banding dan kasasi. Selain itu, jika pengadilan tetap memenangkan gugatan kreditur, terkadang eksekusinya belum tentu membawa hasil
yang memuaskan. Dalam hal gugatan perdata bagi bank milik Negara, selain bias
dilakukan dengan personal dari biro hukum bank yang bersangkutan,
Universitas Sumatera Utara
juga dimungkinkan melalui penggunaan jasa kejaksaan. Penggunaan jasa ini pada dasarnya terbatas hanya dapat digunakan oleh bank-bank
pemerintah, tetapi bank swasta lain yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah juga dapat menggunakan jasa kejaksaan tersebut.
Hal ini tidaklah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan, terutama Pasal 27. Ketentuan Pasal 27 ayat
2, mengatur bahwa kejaksaan dapat bertindak dibidang perdata dan tata usaha negara atau pemerintah.Membela kepentingan negara inilah
yang merupakan kekuatan dapatnya kejaksaan untuk membela kepentingan perusahaan negara atau perusahaan yang sebagian
sahamnya dimiliki perusahaan negara. Peran kejaksaan dalam menangani kredit macet dari bank pemerintah
ini adalah sebagai konsultan hukum atau pengacara pemerintah dalam hubungan kasus keperdataan. Dalam penggunaan jasa kejaksaan ini,
bank tersebut tidak perlu meminta izin siapapun.
67
67
Ibid., hlm. 567.
Dari uraian di atas dilihat segi ekonomi maka penyelesaian melalui peradilan ini mengandung suatu kelemahan. Kelemahan tersebut
terjadi karena beberapa hal, seperti ketidakefesienan sistem peradilan yang ada sebab harus mengikuti sistem yang formal dan teknis sekali
sehingga penyelesaian tersebut kurang efektif karena memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian seperti itu dipandang dari segi kegiatan usaha yang selalu berpedoman cepat dan berbiaya murah kondisinya bertentangan
dengan kedua asas tersebut. Dengan demikian, dikembangkan suatu penyelesaian yang bersifat informal dengan memenuhi kecepatan yang
diharapkan serta berbiaya murah. Atas tuntutan seperti itu maka dikembangkanlah penyelesaian melalui arbitrase.
3. Penyelesaian kredit bermasalah melalui arbitrase