57, 58, 103, UU No. 35 Tahun 2009,yaitu : Dalam SEMA No.4 Tahun 2010

4. Persamaan hukuman bagi percobaan dan tindak pidana. UU No. 352009 menyamakan hukuman pidana bagi pelaku tidak pidana selesai dengan pelaku tidak pidana percobaan. Tindak Pidana Narkoba adalah suatu kejahatan karena perbuatan tersebut memiliki efek yang buruk. Delik percobaan mensyaratkan suatu tindak pidana tersebjut terjadi, sehingga akibat tindak pidana tersebut tidak selesai, sehingga seharusnya pemidanaan antara pelaku tidak pidana percobaan dan pelaku tidak pidana selesai harus dibedakan. Dasar hukum dan penempatan bagi pengguna Narkoba: A. Tanpa putusan pidana penjara. Pusat rehabilitasi medis sosial , dasar hukum : PASAL 54, 55,

56, 57, 58, 103, UU No. 35 Tahun 2009,yaitu :

1. Terhadap pecandu yang tidak terbukti bersalah, Hakim dapat menetapkan pecando untuk menjalani proses pengobatan dan perawatan dipanti rehabilitasi medissosial. 2. Terhadap pecandu yang terbukrti bersalah, Hakim dapat memutuskan pecandu untuk menjalani proses pengobatan dan perawatan dipanti rehabilitasi medissosial. Universitas Sumatera Utara Penempatan pecandu sebagai korban penyalahgunaan Narkoba pada pusat rehabilitasi medissosial baik melalui penetapan hakim maupun keputusan hakim akan menjauhkan yang bersangkutan dari kriminalisasi dan lebih mengedepankan upaya penyembuhan. Sedangkan tanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi berada pada pusat rehabilitasi yang ditunjuk pada putusan Hakim. Dan selama proses rehabilitasi berlangsung, jika terjadi kegagalan tidak berimplikasi pada masalah hukum misalnya terjadi pelarian selama proses rehab. B. Dengan putusan pidana penjara. Bagi penyalahguna seperti pada pasal 127 ayat 1 UU Nomor 35 tahun 2009 selain dijatuhi pidana penjara, juga wajib untuk menjalankan proses rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Untuk menentukan lamanya proses rehabilitasi, hakim juga harus berpedoman pada SEMA nomor 4 tahun 2010 yang menetapkan lamanya proses rehabilitasi sebagai berikut : 1. Program detoksifikasi dan stabilisasi selama 1 satu bulan. 2. Program primer selama 6 enam bulan. 3. Program re-entry selama 6 enam bulan. Meskipun menjalani pidana penjara, dalam pelaksanaan penanganan korban napza tetap mengedepankan prinsip yang Universitas Sumatera Utara humanis. Dengan alasan bahwa 1 Korban Napza yang notabene mereka adalah anak bangsa dengan usia produktif,sudah menjadi kewajiban negara untuk melakukan upaya pemulihan kecanduannya. 2 Korban Napza yang tertangkap karena masalah penyalahgunaan Napza,apabila memang terbukti bahwa individu tersebut adalah murni pemakai sebaiknya untuk segera dikirim ke fasilitas rehabilitasi.

3. Dalam SEMA No.4 Tahun 2010

Kewajiban rehabilitasi bagi para pecandu Narkoba dipertegas kembali oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 4 Tahun 2010. Dalam SEMA tersebut dijelaskan bahwa seorang pecandu Narkoba yang tertangkap tangan oleh penyidik Polri atau penyidik BNN dan tidak terbukti terlibat dalam peredaran gelap Narkoba, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial pada tempat rehabilitasi yang telah ditentukan. Kewajiban menjalani rehabilitasi bagi penyalahguna Narkoba dimaksudkan untuk mengurangi jumlah konsumen atau pangsa pasar Narkoba di Indonesia, sehingga nantinya diharapkan terjadi keseimbangan antara faktor supply dan demand. Kebijakan dan strategi yang dilakukan BNN untuk mengurangi permintaan Narkoba adalah dengan melakukan rehabilitasi kepada seluruh pecandu, meningkatkan imunitas masyarakat, serta meningkatkan upaya pemberdayaan terhadap masyarakat. Adapun strategi untuk mengurangi jumlah Universitas Sumatera Utara ketersediaan Narkoba dilakukan melalui upaya pemberantasan atau penegakan hukum terhadap jaringan sindikat Narkoba. Selain itu ketentuan ini dikeluarkan karena umumnya pengambilan kebijakan di Indonesia saat ini masih menganut sistem public security dan belum pada tahap public health. Artinya, upaya yang dilakukan di Indonesia saat ini masih dominan terhadap bidang pemberantasan penyalahgunaan Narkoba, atau belum memfokuskan pada upaya merehabilitasi pecandu dari aspek medis dan sosialSEMA no 42010 adalah rujukan untuk membedakan terdakwa sebagai penyalahgunapecandu atau sebagai pengedarbandar dengan standar minimal barang bukti yang didapatkan. BB hanyalah salah satu alat bukti, sedangkan pembuktian minimal ada 2 alat bukti, bila di dalam proses peradilan terbukti adanya tindak peredaran yang dilakukan terdakwa meski BB Narkobanya di bawah minimal tentu saja sah bila Hakim menjatuhkan vonis sebagai pengedarbandar. Peluang banding adalah hak setiap terdakwa untuk memperoleh rasa keadilan relatif. Dalam kasus Narkoba semua hakim sudah pasti memperhatikan SE tersebut karena bagian dari dasar menjatuhkan vonis, permasalahannya adalah pada proses peradilan tidak semata hanya melihat dari sisi barang bukti Narkobanya, melainkan hal-hal lain yang terkait. Advokasi juga bukan hanya sekedar copy paste UU atau SE melainkan kemampuan advokatnya untuk retorika meyakinkan pihak hakim bahwa si terdakwa adalah pecandu, disertai bukti-bukti yang menguatkan, misal keteranganrekomendasi dan jaminan dari pihak resmi yang menyatakan bahwa terdakwa adalah benar pecandu bukan pengedar. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Undang-undang Dasar 1945 menetapkan bahwa Negara Republik Indonesia itu suatu negara hukum rechstsaat dibuktikan dari ketentuan dalam Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan Undang-undang Dasar 1945. 1 Masalah Penggunaan Narkoba Suntik IDU’s menurut asumsi umum serta beberapa hasil pengamatan menunjukan sebab terjadinya tindakan kriminalitas, masalah ini merupakan realita sosial yang selalu menarik dan menuntut perhatian Ide negara hukum, terkait dengan konsep the rule of law dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey. Tiga ciri penting setiap negara hukum atau yang disebutnya dengan istilah the rule of law oleh A.V. Dicey, yaitu: 1 supremacy of law; 2 equality before the law; 3 due process of law. Dalam Amandemen Undang-undang Dasar 1945, teori equality before the law termaktub dalam Pasal 27 ayat 1 yang menyatakan “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Teori dan konsep equality before the law seperti yang dianut oleh Pasal 27 1 Amandemen Undang-undang Dasar 1945 tersebut menjadi dasar perlindungan bagi warga negara agar diperlakukan sama di hadapan hukum dan pemerintahan. 1 Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta, Aksara Baru, 1981, hlm.10 Universitas Sumatera Utara