Magnesium Mg Perbandingan Kualitas Tempat Tumbuh antara Daur Pertama dengan Daur Kedua pada Hutan Tanaman Acacia mangium Willd
18
Sifat Botanis, Pertumbuhan dan Biomassa Tegakan A. mangium
Sifat botanis
A. mangium termasuk sub famili Mimosoidea, famili Leguminosae. Sebelumnya nama spesies ini adalah Mangium montanum Rumph. yang kemudian diganti oleh C. L. Willdenow
Pinyopusarerk, 1993. Secara umum jenis ini dikenal dengan nama mangium, brown salwood, hickory wattle dan Sabah salwood National Academy of Science, 1983, sedangkan jenis
ini di Indonesia mempunyai nama asli Mangi-mangi Gunong Ambon. Di beberapa daerah di Indonesia jenis ini dikenal dengan nama mangium. A. mangium
termasuk jenis pohon, tingginya dapat mencapai 30 m dan diameternya dapat mencapai 90 cm atau lebih . Ranting kuat berbentuk segitiga tajam, yang disebut daun pada dasarnya bukanlah
daun tetapi tangkai daun yang melebar dan berfungsi sebagai daun, disebut phyllodia. Daun yang sudah dewasa sangat besar dengan lebar 5 sampai 10 cm dan panjang 25 cm, berwarna
hijau tua terdapat 4 atau kadang-kadang 3 buah tulang daun utama. Tulang daun utama berbentuk memanjang dan menyolok yang muncul pada ujung daun dan menyatu kembali pada
pangkal daun, sedang tulang daun sekunder berbentuk jala tetapi tidak tampak jelas National Academy of Science, 1983. Buah berbentung polong kering merekah yang melingkar ketika
masak, agak keras, panjang 7-8 cm, lebar 3-5 mm. Benih mengkilap, lonjong 3-5 x 2-3 mm, dengan ari funicle kuning cerah atau orange yang terkait dengan benih. Terdapat 66.000 -
120.000 benihkg. Umumnya kulit batang bagian bawah beralur longitudinal berwarna coklat terang sampai coklat tua Davidson, 1982. Riap rata-rata tahunan adalah 20 – 46 m
3
per hekter per tahun dengan daur 8 – 10 tahun. Pada lahan yang terganggu seperti bekas
kebakaran, tanah lempung yang sudah kurus dengan dasar batuan vulkanis, tanah gersang bekas perladangan liar, lereng terjal, lahan alang-alang, jenis ini dapat memproduksi kayu rata-rata 20
m
3
hatahun National Academy of Science, 1983
19
Jenis A. mangium secara umum pembiakannya dilakukan dengan menggunakan biji atau benih, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ini dapat dlakukan
pengembangbiakan secara vegetatif yaitu melalui kultur jaringan Hakim, 1999.
Penyebaran A. mangium secara alami tersebar di daerah Australia bagian utara, Irian Jaya Papua
bagian Selatan Fak-Fak, Manokwari, Sedai, Sepanjang Sungai Digul dan Merauke, di Kepulauan Aru Pulau tragan dan Kepulauan Ngaibar dan Maluku Pulau Sulau, Taliabu, Teje
dan Seram. Sedangkan menurut Nicholson 1981 jenis ini tumbuh secara alami di Australia Timur Laut, Papua Nugini dan Indonesia Bagian TimurMaluku dan Irian Jaya dan menyebar
dari batas Irian Jaya 0
o
– 50
o
LS sampai bagian Selatan Queensland, Australia sekitar 19
o
LS. Tegakan sisa yang cukup luas ditemui di daerah Daintree River 11
o
LS, Heatlands 11
o
LS daerah Champ China 16
o
LS dan Wenlock Nugini. Sedangkan menurut Awang dan Taylor 1993, penyebaran A. mangium di Papua Nugini tersebar merata di daerah dataran
rendah dari propinsi bagian Barat Papua Nugini, mulai dari daerah Selatan Danau Murray sampai ke pantai dan dari batas Irian Jaya sampai ke Fly River di daerah Balimo. Terletak
pada garis 7
o
37’ – 8
o
59’ LS dan garis 141
o
09’ – 143
o
8’ BT. Tinggi dari permukaan laut 50 – 100 m pada bagian Utara dekat Boset.
Persyaratan tumbuh
A. mangium tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang tinggi. Dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang miskin hara dan tidak subur, padang alang-alang, bekas tebangan
dan mudah beradaptasi. Pada tanah yang jelek masih dapat tumbuh lebih baik dari jenis pohon cepat tumbuh lainnya Siregar, Djaingsastro dan Satjapradja, 1991; Susanto, Nirsatmanto dan
Susilowati, 1997. Di Sabah A. mangium dikembangkan pada lahan dengan pH 4,5 dan jenis tanahnya Entisol dan Ultisol. Adaptasinya terhadap berbagai tipe lingkungan merupakan
keistimewaan dari jenis ini, sehingga patut diperhatikan pengembangannya dalam hutan tanaman
20
industri Rahayu, Soetisna dan Sumiasri, 1991. Tanaman ini merupakan tumpuan dan harapan untuk perjuangan melawan kerusakan lahan dan hutan di daerah tropik Soerjono, 1989.
Berdasarkan pengamatan di daerah sebaran alam A. mangium di kelompok Hutan Tanjung Seram Maluku pada ketinggian 140 m dpl ada lima jenis tumbuhan bawah yaitu pakis
kawat, rumput kuda, singa-singa, biroro, haleki, kusu-kusu dan talas hutan. Dari tumbuhan bawah tersebut ada dua jenis tumbuhan bawah yang dominan yaitu pakis kawat dan rumput
kuda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanaman pakis kawat dan rumput kuda merupakan tanaman indikator bagi kesesuaian tumbuh A. mangium Gintings, Sutisna,
Purwanto, Mile dan Santoso, 1996. A. mangium untuk tumbuh dengan baik menghendaki suhu maksimum sekitar 31 - 34
o
C dan suhu minimum 22 - 25
o
C serta curah hujan sekitar 1500 - 4000 mmtahun. Tanaman ini pertumbuhannya akan lebih baik pada tempat-tempat
yang terbuka dapat penyinaran matahari penuh Sumiasri, Harmastini, Sukiman dan Karsono, 1990.
Nicholson 1981 menyatakan bahwa A. mangium dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Tetapi jarang tumbuh pada tanah-tanah yang mempunyai lapisan padas, tumbuh baik
pada tanah yang mempunyai batuan metamorfik dan granitik serta tanah datar jenis coastal dimana umumnya merupakan jenis batuan alluvium quartener. Sedangkan menurut National
Academy of Science, 1983 jenis ini tumbuh dengan baik pada tanah tererosi, tanah mineral dan tanah alluvial. Di Pulau Seram tumbuh pada tanah Podsolik Merah Kuning, sedang di
Sabah telah ditanam pada tanah Entisol dan Ultisol yang bersifat asam. Hasil penelitian Firmansyah 2001 menunjukkan A. mangium dapat tumbuh dengan baik pada tanah gambut
yang disertai dengan penambahan pupuk daun dan pupuk NPK. Adaptasi dan perkembangan tanaman A. mangium pada lahan reklamasi bekas
tambang batubara yang mempunyai sifat fisika dan kimia tanah yang marginal sampai umur 4 tahun 4 bulan menunjukkan pertumbuhan cukup baik Tambubolon, Gintings dan Kurniati,
1996. Hasil uji coba penanaman A. mangium pada dua lokasi yaitu Darmaga Bogor dan
Cikampek menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi pada umur 2 tahun di Darmaga, Bogor lebih baik, dimana pertumbuhan tinggi maksimal di Darmaga yaitu sebesar 6,16 m dan di Cikampek
21
maksimal sebesar 3,77 cm Soemarna dan Subiakto, 1989. Hal tersebut disebabkan perbedaan curah hujan.
Kegiatan pengolahan tanah dalam kegiatan penanaman A. mangium pada daur 1 dilakukan pihak PT MHP dengan mekanis, sedangkan pada daur 2 pengolahan tanah dilakukan
oleh masyarakat melalui sistem tumpangsari dan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM pada daerah yang rawan sosial Alrasyid, Sumarhani dan Heryati, 2000;
Djojosoebroto, 2003 b . Pengolahan tanah pada daur 2 membutuhkan penanganan yang lebih intensif dengan cara mempercepat dekomposisi limbah penebangan dalam rangka land
preparation daur kedua untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik Djojosoebroto, 2003 b.
Pertumbuhan tegakan A. mangium
Pertumbuhan adalah menunjukkan total jumlah hasil sampai periode waktu tertentu, sedangkan dalam arti laju menunjukkan jumlah untuk setiap periode waktu tertentu, biasanya
dinyatakan untuk setiap tahun. Riap adalah laju pertumbuhan tegakan dalam satuan m
3
hatahun. Kurva pertumbuhan mahluk hidup secara ideal berbentuk sigmoid, dengan syarat matematis
sebagai berikut, a melalui titik nol pada saat awal pertumbuhan a = 0 dan mencapai titik nol pada akhir pertumbuhan A = tak terhingga, b mempunyai titik belok Q. Titik Q adalah titik
belok kurva hasil, dicapai pada saat laju pertumbuhan maksimum dan c memiliki garis asimptot yaitu suatu garis yang bersifat tetap dan mendatar yang terjadi pada akhir pertumbuhan
Prodan, 1968; Suhendang, 1990. Dalam kegiatan pengelolaan hutan dibedakan pengertian pertumbuhan tegakan dan hasil
tegakan. Menurut Davis dan Johnson 1987, pertumbuhan tegakan adalah perubahan ukuran dari sifat terpilih dari tegakan dimensi tegakan yang terjadi selama periode waktu tertentu.
Hasil tegakan adalah banyaknya dimensi tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah kumulatif sampai waktu tertentu. Perbedaan antara pertumbuhan
dan hasil tegakan terletak pada konsepsinya yaitu produksi biologis untuk pertumbuhan tegakan dan pemanenan untuk hasil tegakan. Pengelolaan hutan berada pada kelestarian hasil, apabila
22
besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung terus menerus. Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah maksimum hasil yang dapat diperoleh dari hutan pada suatu
waktu tertentu adalah jumlah kumulatif pertumbuhan sampai waktu itu, sedangkan jumlah maksimum hasil yang dapat dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan
pertumbuhan dalam periode waktu itu. Tanaman A. mangium untuk kelas perusahaan kayu serat pulp umumnya tidak
dilakukan perlakuan penjarangan dan daur bisa diperpendek menjadi 6 – 8 tahun, sedangkan untuk kelas perusahaan kayu pertukangan sejak awal harus dilakukan secara intensif kegiatan
wiwilan pruning dan penjarangan thinning dengan daur 10 tahun Djojosoebroto, 2003 b. Produksi maksimum tegakan A. mangium dicapai umur sekitar 6 tahun, pada saat kurva riap
tahunan berjalan CAI dan riap tahunan rata-rata MAI saling berpotongan Fadjar, 1996. Jenis tanaman A. mangium beberapa literatur menyebutkan bahwa perkiraan riap
volume sebesar 20 sampai dengan 30 m
3
per ha. Dengan daur 7 tahun maka potensi per ha pada akhir daur berkisar antara 140 sampai dengan 210 m
3
per ha. Pada kenyataannya beberapa data sulit untuk mencapai potensi tersebut, dimana rata-rata maksimal yang dapat
dicapai adalah 100 m
3
per ha. Beberapa perusahaan yang sudah panen menginformasikan bahwa rata-rata potensi hutan tanaman yang dapat dipanen sebesar 80 m
3
per ha Purnomo, 2002. Persen hidup tanaman muda A. mangium pada daur kedua tidak dipengaruhi oleh
pemakaian lahan daur pertama Kurnia dan Sianturi, 1997. Pembangunan hutan tanaman industri jenis A. mangium menunjukkan bahwa
pemanfaatan tegakan hampir dilakukan seluruh bagian tegakan. Daunserasah digunakan untuk media tumbuh persemaian, ranting dan cabang untuk pembuatan arang dan batang pohon untuk
kayu pulp dan pertukangan pada pemanenan akan dilakukan pembagian batang dimana kelas diameter di atas 20 cm untuk kayu pertukangan dan diameter di bawah 20 cm untuk pulp.
Sehingga hasil tegakan yang dipanen untuk dimanfaatkan adalah biomassa tegakan tersebut. Menurut Mindawati 1999 pada setiap aktivitas pemanenan tegakan A. mangium perlu
meninggalkan bagian-bagian tanaman selain kayu di lantai hutan hal tersebut untuk memperbanyak unsur hara yang dapat dikembalikan pada areal tersebut.
23
Biomassa hutan tanaman
Biomassa sebagai jumlah bahan organik hidup dalam pohon berdasarkan ton kering oven per unit area Brown, 1997. Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu
biomassa di atas tanah above ground biomass dan biomassa di bawah permukaan tanah below ground biomass. Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah
berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan hutan dan distribusi organik Kusmana et al, 1992.
Secara umum biomassa dan pertumbuhan tegakan hutan dipengaruhi oleh interaksi antara tiga faktor yaitu keturunan genetik, kualitas tempat tumbuh lingkungan dan teknik
pembudidayaan silvikultur. Satoo dan Madgwick 1982 menyatakan bahwa faktor iklim curah hujan dan temperatur mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon selain itu gradien
iklim juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik. Selain curah hujan dan temperatur hal lain yang mempengaruhi besarnya biomassa adalah kerapatan tegakan,
komposisi tegakan dan kualitas tempat tumbuh. Lugo dan Snedaker 1974 menambahkan bahwa biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan
vegetasi, komposisi dan struktur tegakan.
24
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Status Perusahaan
Perusahaan PT Musi Hutan Persada PT MHP adalah merupakan perusahaan patungan antara BUMNPemerintah 40 dengan perusahaan swasta PT Enim Musi Lestari 60 yang
berdiri pada tanggal 27 Maret 1991 bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri HTI di daerah Propinsi Sumatera Selatan, dengan luas kawasan sebesar 296.400 ha yang terdiri dari hutan
tanaman Acacia mangium seluas 193.500 ha, hutan produksi yang dikonservasi seluas 86.000 ha serta sarana dan prasarana pemukiman seluas 16.000 ha.
Letak dan Luas
Lokasi hutan tanaman industri HTI PT MHP terbagi ke dalam tiga wilayah kerja yaitu Benakat seluas 197.741 ha, Subanjeriji seluas 87.354 ha dan Martapura seluas 10.305 ha. Lokasi
penelitian dilakukan di Kelompok Hutan Subanjeriji yang terbagi atas beberapa unit dengan luasan sebagai berikut : Merbau 9.087,65 ha, Caban 8.687,29 ha, Sodong 15.156,31 ha dan
Gemawang 12.893,21 ha. Subanjeriji secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Rambangdangku, Kabupaten Muaraenim, Propinsi Sumatera Selatan. Menurut perwilayahan
administrasi pemangkuan hutan Kelompok Hutan Subanjeriji termasuk Resort Polisi Hutan Subanjeriji, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Muaraenim, Kesatuan Pemangkuan Hutan
Lematang Musi Hulu, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan. Menurut wilayah daerah aliran sungai DAS Subanjeriji masuk kedalam DAS Musi, Sub DAS Sungai Lematang. Posisi geografis
dari areal tersebut terletak antara 103
o
10 - 104
o
25 Bujur Timur dan 3
o
0 - 4
o
28 Lintang Selatang Lampiran 34 dan 35.
25
Tanah dan Topografi
Tanah di kelompok hutan Subanjeriji didominasi oleh asosiasi podsolik, asosiasi latosol dan podsolik merah kekuningan, yang menurut taksonomi tanah termasuk kedalam ordo Ultisol.
Tekstur tanah umumnya berliat berat dengan tingkat kesuburan yang rendah dan permeabilitas kurang baik, serta kedalaman efektif berkisar antara 60 - 90 cm.
Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia tanah ini banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Secara umum ordo tanah Ultisol merupakan
tanah yang masih tersisa dan dapat dikembangkan sebagai kawasan budidaya. Ketersediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tinggi. Reaksi tanah yang masam,
kejenuhan basa rendah, kadar Al yang tinggi dan kadar unsur hara yang rendah merupakan pembatas utama kegiatan budidaya, sehingga untuk penggunaan budidaya yang baik diperlukan
pengapuran, pemupukan dan pengelolaan yang tepat. Kondisi topografi di lokasi penelitian umumnya relatif datar hingga bergelombang dengan
kemiringan lahan berkisar antara 2 - 20 pada ketinggian tempat berkisar 100 - 250 m dpl. Lokasi pengambilan sampel tanah dan tegakan secara umum datar 0 - 3 .
Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim daerah penelitian termasuk keadaan tipe hujan A dengan curah hujan rata-rata pertahun sekitar 2.500 mm sampai dengan 3.000 mm
Soedjoko, 2004. Sedangkan berdasarkan iklim Oldeman termasuk iklim kering dengan empat bulan basah yaitu pada bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret dan delapan bulan kering.
Suhu rata-rata bulanan maksimum berkisar 32
o
C dan rata-rata bulanan minimum berkisar 27
o
C. Kecepatan angin rata-rata bulanan sebesar 30,2 kmjam dengan kelembaban nisbi rata-rata 30
sampai 88 .
26
Riwayat Pengelolaan dan Sistem Silvikultur
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tegakan hutan di samping genetik dan kualitas tempat tumbuh adalah faktor pengelolaan dan sistem silvikultur. Pengelolaan hutan tanaman sampai
dengan dilakukan kegiatan penelitian masih dilakukan perusahaan yang sama yaitu PT Musi Hutan Persada dengan kepemilikan saham yaitu 40 milik pemerintah BUMN dan 60 milik PT Enim
Musi Lestari Simon dan Arisman, 2004, sehingga dari faktor pengelolaan antara daur 1 dan daur 2 tidak ada perbedaan dari aspek kepemilikan dan kebijakan perusahaan terhadap pengelolaan
hutan tanaman A. mangium. Sistem silvikultur yang digunakan pada daur 1 dan daur 2 adalah sistem tebang habis
dengan permudaan buatan, dengan tahapan utama yaitu persemaian, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan penebangan pemanenan. Adapun perbedaan tahapan pembangunan hutan
tanaman A. mangium antara daur 1 dan daur 2 adalah sebagai berikut : 1. Persemaian
Persemaian yang digunakan pada daur 1 adalah persemaian temporer, dimana lokasi persemaian selalu berpindah setiap tahunnya mendekati areal penanaman dan dekat dengan
sumber air. Media persemaian yang digunakan berupa tanah permukaan top soil dengan wadah kantong plastik polybag berukuran diameter 7 cm dan panjang 15 cm. Sedangkan
pada daur 2 menggunakan persemaian permanen yang dilengkapi tempat penyiapan dan pengisian media, ruang penyemaian pengecambahan, area pernaungan shaded area, area
terbuka open area, sistem irigasi dan penyiraman dan kantor administrasi. Media persemaian yang digunakan tanah permukaan top soil dicampur sabut sawit dan serasah A.
27
mangium dan setelah pabrik pulp PT TELP beroperasi menggunakan limbah kulit kayu dengan wadah polytube 95 cc dan wadah bercelah side slide.
2. Penyiapan lahan
Kelompok Hutan Subanjeriji adalah wilayah kerja yang paling ideal dibandingkan Kelompok Hutan Benakat dan Martapura karena dekat dengan lokasi pabrik PT TELP, asesbilitasnya
paling baik dan topografinya relatif datar. Sebelum ditanami dengan A. mangium, vegetasi asal sebagian besar alang-alang, semak belukar dan hutan rawang hutan sekunder, sebagai akibat
praktek kegiatan perladangan berpindah yang telah berlangsung lama. Tanah di areal umumnya terdiri dari Podsolik Merah Kuning atau Ultisol, berasal dari batuan induk sedimen tuf, tuf pasir,
batu pasir dan batu lempung. Tekstur tanah tergolong berat dengan kandungan liat dapat mencapai 70 , reaksi tanah pH berkisar antara 4,0 - 4,5, kandungan unsur hara seperti P, K
dan Ca umumnya rendah dan drainase pada umumnya rendah Hardiyanto, 2004. Pada padang alang-alang dilakukan secara mekanis dengan pembajakan menggunakan bajak piringan
yang ditarik oleh traktor pertanian. Pembajakan dilakukan pada saat kadar air mendekati kapasitas lapang untuk menghindari pemadatan dan kerusakan struktur tanah. Pembajakan
diulangi lagi untuk memecah gumpalan tanah yang dihasilkan oleh pembajakan pertama, dimana arah pembajakan tegak lurus dengan arah pembajakan pertama. Penggaruan harrowing
kemudian dilakukan untuk menghasilkan struktur tanah yang remah dan siap ditanami. Pembajakan dan penggaruan mampu menghancurkan rizoma alang-alang dan mematikannya
pada periode yang lama serta memperbaiki struktur tanah. Penyiapan lahan untuk semak belukar dilakukan secara manual. Penyiapan lahan manual dilakukan meliputi kegiatan imas
slashing, tebas choping, tebang felling, cincang bucking dan bakar burning. Sedangkan untuk lahan dengan vegetasi awal hutan rawang, dilakukan penebangan kayu
terlebih dahulu dan dilanjutkan dicincang untuk mendapatkan ukuran yang lebih pendek, kemudian dibiarkan agar mengering untuk kemudian dibakar secara terkendali controlled
burning. Sisa-sisa yang belum terbakar ditumpuk dan kemudian dibakar lagi sampai habis bahan bakar yang ada.
28
Persiapan lahan untuk daur 2 dilakukan secara manual atau kombinasi dengan khemis, hal ini relatif sama dengan apa yang dilakukan pada daur 1 pada persiapan lahan di areal semak
belukar dan hutan rawang hutan sekunder, perbedaannya pada daur 1 dilakukan pembakaran terhadap sisa bahan vegetasi, namun pada daur 2 tidak dilakukan pembakaran terhadap sisa
bahan vegetasi Hardiyanto, 2004. Namun kenyataan pada daur 2 pembakaran masih dilakukan, terutama pembersihan lahan land clearing.
3. Penanaman
Penanaman daur 1 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut yaitu pengajiran untuk pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam 3 m x 2 m, 3 m x 3 m dan 4 m x 2 m, pembuatan lubang 20
cm x 20 cm x 20 cm pemberian pupuk dasar P dengan dosis 70 gram TSPpohon atau 87,5 gram SP 36pohon kemudian dilanjutkan penanaman dan pemberian pupuk N dengan dosis
30 gram ureapohon. Pada daur 2 kegiatan penanaman relatif sama hanya jarak tanam hanya menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m, karena hasil penelitian pada daur 1 menunjukkan
pertumbuhan terbaik. Hal tersebut terkait dengan terciptanya ruang tempat tumbuh yang optimal bagi tanaman. Namun ada sebagian tanaman pada daur 2 hanya dipupuk TSP sebanyak 70
gram atau SP 36 sebanyak 87,5 gram.
4. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan daur 1 dengan daur 2 adalah relatif sama. Setelah tanaman berumur 2 bulan dilakukan pembersihan gulma tahap 1 dan 2 bulan berikutnya dilakukan pembersihan
gulma tahap 2. Pada saat tanaman berumur 7 bulan dilakukan pemangkasan cabang tahap I, serta dilanjutkan pemangkasan cabang tahap II pada tanaman berumur 10 bulan. Pemangkasan
cabang dimaksudkan untuk mendapatkan batang yang lurus.
5. Penebangan
29
Penebangan pada daur 1 dilakukan pada saat tanaman berumur 6 tahun, namun pihak perusahaan mempunyai rencana bahwa kegiatan penebangan pada daur 2 akan dilakukan pada
saat tanaman berumur 5 tahun, artinya pada daur 2 akan diturunkan 1 tahun.
Kegiatan pemanenan HTI A. mangium di lokasi penelitian menggunakan tahapan sebagai berikut :
a. Penebangan Kayu
Penebangan dan pemotongan tegakan A. mangium dilakukan dengan Chainsaw kecil panjang maksimum 18 inci mesin 70 cc. Adapun urutan penebangan yaitu tebang,
pembuangan cabang dan ranting, pembagian batang dan penumpukan kayu. Panjang sortimen rata-rata 2,5 m dengan diameter batang terkecil 8 cm.
b. Penyaradan
Penyaradan kayu dilakukan dengan menggunakan Forwarder kapasitas 8 - 10 ton yaitu untuk membawa kayu hasil tebangan dari areal penumpukan kayu ke TPN melalui jalan sarad.
Forwarder berjalan di atas baris-baris tumpukan sampah tebangan. Produktifitas alat per hari 125 - 150 m3 forwarder.
c. Pemuatan Kayu
Pemuatan kayu dilaksanakan dengan menggunakan Excavator grappleloader dilengkapi dengan rotating grapple dari TPN ke atas logging truk. Produktifitas alat per hari 300 -
3500 m3 excavator grapple.
d. Pengangkutan Kayu
30
Pengangkutan kayu menggunakan Truk logging semifull trailler dengan kapasitas 30 - 40 ton yaitu pengangkutan kayu ke Pabrik PT Tanjung Enim Lestari Pulp TELP, melalui jalan
logging. Sebelum pembongkaran kayu di pabrik terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat di lokasi jembatan timbang serta pemeriksaan dokumen kayu TUK antara pihak PT Musi
Hutan Persada dengan PT TELP.
e. Pengujian Kayu Untuk menentukan kuantitas dan kualitas kayu yang dikirim ke pabrik, pihak PT TELP dengan
PT Musi Hutan Persada melakukan pengujian kayu seperti panjang sortimen, diameter batang, kayu rusak, kayu terbakar, kayu jenis lain, kadar air, volume, bobot basah, bobot kering dan
lain-lain.
31
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Dalam rangka penjabaran permasalahan tersebut di atas maka diperlukan landasan berpikir yang sistematis terhadap tahapan-tahapan yang berlangsung
tentang hubungan kualitas tempat tumbuh sifat- sifat tanah dengan pertumbuhan hutan tanaman industri A. mangium pada daur 1 dan daur 2.
Adapun alur pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kerangka Teoristis
Kualitas tempat tumbuh menunjukkan kapasitas produksi tanah dalam menghasilkan massa kayu untuk jenis tertentu. Faktor tempat tumbuh tegakan adalah totalitas dari peubah
keadaaan habitat tegakan yang, mencakup bentuk lapangan, sifat-sifat tanah dan iklim yang memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi dengan dimensi tegakan Suhendang,
1990. Terdapat dua cara pendekatan menilai kualitas tempat tumbuh. Cara pertama yaitu dengan menilai atau mengukur satu atau lebih sifat-sifat vegetasi yang mencerminkan pengaruh
dari faktor-faktor lingkungan pohon atau tegakan hutan, sedangkan cara yang kedua adalah dengan menetapkan atau mengukur faktor lingkungan yang berasosiasi dengan pertumbuhan
pohon atau tipe hutan Spurr, 1952; Husch, 1963. Cara yang biasanya digunakan untuk mengukur kualitas tempat tumbuh suatu tegakan hutan tanaman yaitu menggunakan indikator
peninggi. Dimana pengertian peninggi itu sendiri adalah tinggi rata-rata dari 100 pohon tertinggi yang tersebar merata pada suatu lahan seluas satu hektar hutan tanaman Suhendang, 1990.
32 Faktor Genetik
Kualitas Tempat Tumbuh Rona Awal
• Lahan kritismarginal vegetasi alang-alang
• Semak belukar dan hutan sekunder hutan rawang
Pengelolaan Hutan dan Sistem Silvikultur
Kualitas Tempat Tumbuh Daur 1
• Sifat Kimia Tanah pH, C-Org, N,
P, K, Ca dan Mg •
Sifat Fisika Tanah
Kualitas Tempat Tumbuh Daur 2 ?
• Sifat Kimia Tanah pH, C-Org, N,
P, K, Ca dan Mg •
Sifat Fisika Tanah •
Sifat Biologi Tanah
Peninggi Tegakan A. mangium
Proses Fisiologis Tanaman Pemanenan
Kayu
Biomassa Tegakan Kandungan Hara dan
Neraca Hara
Kelestarian Kualitas Tempat Tumbuh
Daur 1 ≤
Daur 2 Diameter Batang
dan Tinggi Total
33
Gambar 1. Alur pikir penelitian
33
Wilde 1958 menyatakan bahwa pada dasarnya produktivitas tanah hutan dipengaruhi oleh faktor-faktor primer dan sekunder. Faktor-faktor primer ini terdiri atas kondisi umum iklim,
topografi, drainase, batuan asal, tekstur tanah, profil tanah dan lain-lain ciri tanah. Sedangkan faktor-faktor sekunder antara lain serasah, simbiosis organisme, iklim mikro dan spesies
tumbuhan. Pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara tiga faktor yaitu keturunan genetik, kualitas tempat tumbuh lingkungan dan teknik pembudidayaan silvikultur
Kramer dan Kozlowski, 1960. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perlu diketahui sehingga dapat dilakukan manipulasi pertumbuhan tanaman agar dapat diperoleh hasil
produksi yang menguntungkan dan lestari. Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dapat dimanipulasi yaitu faktor genetik, faktor tanah dan sistem silvikultur
Sabarnurdin, 1999; Callesen et al, 2004. Pembangunan hutan tanaman industri A. mangium diarahkan pada lahan-lahan yang
tidak produktif dengan tingkat kesuburan tanah rendah, sehingga dikhawatirkan akan terjadi kesenjangan antara tuntutan pertumbuhan tanaman yang tinggi dengan kualitas tempat tumbuh
kesuburan tanah dengan meningkatnya daur tanaman. Perbaikan sifat-sifat tanah melalui pemupukan TSP sebanyak 70 gramtanaman dan
urea sebanyak 30 gramtanaman pada pembangunan HTI A. mangium di Subanjeriji daur 1 oleh pihak PT Musi Hutan Persada telah memberikan hasil panen kayu secara memuaskan.
Namun hasil penelitian menunjukkan pada daur 1 telah menyebabkan pemiskinan hara N, P, K, Ca dan Mg Setiawan, 1993;. Mindawati, 1996; Rosalina dan Setiawan, 1997; Mackensen,
2000 serta hasil analisis statistik memberi hasil bahwa pH, C organik, kadar P tanah dan kadar K tanah menjadi peubah yang paling berpengaruh terhadap peninggi tegakan A. mangium
Chaerudy, 1994; Rukmini, 1996. Pemanenan kayu yang dilakukan pada daur 1 dapat menyebabkan hilangnya unsur hara
makro seperti N, P, K, Ca dan Mg dalam jumlah banyak, hal ini tentunya akan berakibat menurunnya tingkat kesuburan tanah pada daur 2. Di tanah-tanah tropik umumnya unsur hara,
tersimpan pada biomassa, sehingga apabila biomassa dipanen maka unsur hara pada tanah tersebut akan berkurang secara signifikan. Dengan demikian permasalahan yang muncul pada
pembangunan hutan tanaman industri A. mangium yaitu akan timbulnya penurunan kualitas tempat tumbuh pada daur 2 dan daur berikutnya, dimana hal tersebut akan berakibat kelestarian
aspek produksi tidak akan tercapai.
34
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kelestarian kualitas tempat tumbuh hutan tanaman industri A. mangium yaitu dengan cara memperbaiki kesuburan tanah melalui
perbaikan terhadap sifat kimia tanah yaitu dengan pemupukan dan pengapuran, perbaikan sifat fisik tanah melalui pengolahan tanah dan perbaikan biologi tanah melalui peningkatan
kemampuan penambatan nitrogen oleh bintil akar. Hal ini umumnya sudah biasa diterapkan pada konsep budidaya secara intensif pada bidang pertanian dan perkebunan.
Salah satu syarat kelestarian pembangunan hutan tanaman industri A. mangium yaitu terjadinya kelestarian kualitas tempat tumbuh dan fungsi produksi pada setiap daur. Kelestarian
kualitas tempat tumbuh dan fungsi produksi dapat diukur secara langsung melalui parameter tegakan di lapangan seperti kadar hara N, P dan K pada bagian tanaman, diameter batang dan
tinggi total tegakan, kandungan hara N, P, K, Ca dan Mg pada tanah, biomassa tegakan dan neraca hara.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja PT Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan dalam dua tahap selama 9 bulan yaitu antara bulan September
2003 sampai dengan Mei 2004. Tahap pertama selama 2 bulan untuk pengambilan data lapangan, sedangkan tahap kedua selama 7 bulan untuk analisa hara di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan Penelitian Bahan utama penelitian sebagai obyek penelitian adalah tegakan hutan tanaman A.
mangium berumur satu tahun sampai 5 tahun pada daur 2 di wilayah kerja PT Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan. Data peninggi, tinggi total dan diameter batang tegakan
hutan tanaman A. mangium pada daur 1 diperoleh berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Saharjo 1999 dan disamping itu diperoleh pula data tinggi total dan diameter batang yang
berdasarkan data dari PT Musi Hutan Persada 2003.
35
Metode Penelitian Cara Pengambilan Contoh
Penelitian ini menggunakan metode survey. Penentuan lokasi didasarkan atas peta kelas perusahaan, peta tanah dan konsultasi dengan pihak perusahaan yaitu Divisi Research and
Development PT Musi Hutan Persada. Pada tiap umur tanaman dilakukan pengukuran sebanyak 3 petak ukur plot. Pengambilan contoh dilakukan pada tegakan A. mangium umur
1 tahun sampai dengan 5 tahun pada daur kedua. Setiap umur tanaman diwakili 3 petak ukur yang ditentukan secara acak, namun
diusahakan lokasinya menyebar di seluruh wilayah penelitian. Petak ukur yang digunakan berbentuk lingkaran seluas 0,10 ha jari-jari 17,80 meter. Pada petak ukur dilakukan
pengukuran peninggi untuk menentukan kualitas tempat tumbuh, tinggi total dan diameter batang, pemanenan pohon sebanyak 3 pohon untuk menentukan biomassa dan kadar hara N, P, K, Ca
dan Mg pada jaringan tanaman, lereng, tebal horison A, bintil akar dan pengambilan contoh tanah.
Pengambilan Data Lapangan