Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Alat Tangkap Pukat Udang

jaring disebut by-catch excluder device BED. By-catch excluder device berfungsi sebagai penyaring antara hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkap sampingan dapat meloloskan diri dari jaring melalui kisi-kisi BED. PT Irian Marine Product Development IMPD merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam perikanan industri pukat udang di Laut Arafura dan memiliki fishing base di Sorong. Karena belum adanya studi mengenai hasil tangkapan dan laju tangkap di perusahaan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1 Mendapatkan informasi mengenai komposisi hasil tangkapan pukat udang. 2 Mengestimasi produktivitas alat tangkap pukat udang. 3 Mengestimasi laju tangkap pukat udang pada setiap kedalaman dengan waktu setting yang berbeda.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan membuka wawasan untuk mahasiswa serta dapat dijadikan referensi bagi pihak yang membutuhkan pengetahuan mengenai kemampuan tangkap dari alat tangkap pukat udang. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi PT. Irian Marine Product Development dalam upaya peningkatan produksi. Dengan demikian kegiatan penangkapan dapat dilakukan lebih efektif. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Udang Penaeid

Die et al. vide Aziz 1996 diacu dalam Diniah 2001 menyatakan bahwa ditemukan 81 jenis udang penaeid di seluruh perairan Indonesia, 46 jenis diantaranya sering tertangkap oleh nelayan. Naamin 1984 menyatakan bahwa ada sembilan jenis udang yang bernilai niaga tinggi dan menjadi tujuan utama penangkapan di Indonesia, yaitu: 1 Kelompok udang Jerbung atau udang putih, diantaranya Penaeus merguiensis, P. indicus dan P. chinensis, 2 Kelompok udang windu atau tiger prawn, diantaranya P. monodon dan P. semisulcatus , 3 Kelompok udang dogol atau endeavour prawn, diantaranya P. latisulcatus, Metapenaeus monoceros , M. ensis dan M. elegans.

2.1.1 Klasifikasi, Morfologi dan Biologi Udang Penaeid

Klasifikasi udang penaeid dalam www.indian-ocean.org 2006 adalah sebagai berikut: Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Series : Eumalacostraca Superorder : Eucarida Order : Decapoda Suborder : Natantia Infraorder : Penaeidea Superfamily : Penaeoidea Family : Penaeidae Genus : Penaeus Jenis Penaeidae memiliki dua ciri utama, yaitu pada pinggir kulit bagian depan pada segmen kedua ditutupi oleh kulit pada segmen pertama, dan tiga kaki jalan pertama periopod mempunyai capit chelae dengan ukuran yang hampir sama besar. Genus Penaeus mempunyai rostrum dengan gigi-gigi pada bagian ventral ventral rostral teeth dan pada bagian distral last or distral rostral teeth. Genus Parapenaeus tidak memiliki ventral rostral teeth pada rostrum, telson mempunyai sepasang duri tetap fixed spines dekat ujung. Genus Metapenaeus tidak memiliki ventral rostral teeth pada rostrum, tidak terdapat sepasang duri tetap fixed spines pada telson, jika terdapat duri pada telson, duri tersebut dapat bergerak movable spines , tidak terdapat exopod kaki kecil tambahan yang muncul pada pangkal kaki udang pada ruas kaki ke-5. Genus Parapenaeopsis tidak memiliki ventral rostral teeth pada rostrum, jika terdapat duri pada telson merupakan movable spines, terdapat exopod pada ruas kaki kelima Grey et al, 1983 diacu dalam Nelly, 2005. Gambar 1. Anatomi Udang Penaeid Sumber : www.indian-ocean.org, 2006

2.1.2 Daur Hidup Udang Penaeid

Menurut Naamin 1984, daur hidup udang Penaeid dibagi menjadi dua fase, yaitu fase lautan dan fase muara sungai. Udang betina memijah di lautan terbuka. Telur dilepaskan setelah 24 jam menetas menjadi larva tingkat pertama yang disebut nauplius yang bergerak pasif dari daerah pemijahan ke arah pantai. Setelah mengalami delapan kali ganti kulit moulting, nauplius berubah menjadi protozoa. Kemudian protozoa berubah menjadi mysis setelah tiga kali ganti kulit. Tingkatan ini masih bersifat planktonis. Setelah ganti kulit tiga kali mysis berubah menjadi pasca- larva. Pasca-larva merupakan tingkatan yang sudah mencapai daerah asuhan di pantai dan mulai menuju ke dasar perairan. Pada nursery ground daerah asuhan, pasca-larva secara bertahap berubah menjadi yuwana setelah beberapa kali ganti kulit. Yuwana makan dan tumbuh di daerah asuhan selama tiga sampai empat bulan, kemudian setelah berubah menjadi udang muda mulai beruaya ke laut. Sampai di laut udang menjadi dewasa kelamin, bereproduksi kemudian memijah. Secara skematis, daur hidup udang tersebut disajikan pada gambar berikut : EstuariaMuara Sungai Laut Gambar 2. Daur Hidup Udang Penaeid Sumber : www.irn.org, 2006

2.1.3 Tingkah Laku Udang Penaeid

Menurut Penn 1984 diacu dalam Nelly 2005, berdasarkan pola tingkah laku terhadap lingkungannya terdapat 3 tipe udang : a. Tipe 1 merupakan udang penaeid yang aktif pada malam hari, hidup pada perairan yang jernih dan memiliki tingkah laku senang membenamkan diri terutama karena pengaruh suhu dan peredaran bulan. b. Tipe 2 adalah udang yang aktif mencari makan pada malam hari tetapi memiliki tingkah laku membenamkan diri secara dangkal, hidup pada perairan yang agak keruh berlumpur serta terdapat tumbuh-tumbuhan. c. Tipe 3 adalah udang penaeid yang aktif mencari makan pada siang hari, tidak meliang dan hidup pada dasar perairan yang keruh. Menurut Dall et al. vide Suman 1999 diacu dalam Diniah 2001, pemijahan udang jerbung biasanya terjadi pada malam hari. Juvenil yang hidup di daerah estuaria menguburkan diri selama siang hari di dasar perairan yang lunak untuk menghindari gangguan predator sampai tumbuh menjadi udang muda. Udang muda akan mencapai kematangannya di laut yang lebih dalam di perairan pantai, selanjutnya akan bertelur. Naamin 1984, mengemukakan bahwa udang penaeid hidup normal selama 12 bulan, namun kadang-kadang mencapai dua tahun. Daerah penyebaran udang penaeid hampir terdapat di sepanjang pantai di perairan Indonesia, terutama di daerah yang masih dipengaruhi oleh muara sungai sampai kedalaman 30- 40 meter dengan dasar perairan berlumpur dan berpasir.

2.2 Alat Tangkap Pukat Udang

Alat tangkap pukat udang adalah alat tangkap yang bersifat aktif yang dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal dengan kecepatan tertentu. Pada dasarnya alat tangkap ini merupakan modifikasi dari alat tangkap trawl yang telah dilarang pengoperasiannya berdasarkan Keppres no 391980. Perbedaan antara pukat udang dengan trawl yaitu pemasangan By-catch Excluder Device BED pada pukat udang. BED adalah semacam alat penyaring antara hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dengan konstruksi terbuat dari pipa galvanis yang dipasang pada bagian ujung badan jaring. Pemasangan TED ini diatur oleh SK Direktur Jenderal Perikanan No.IK-120D3.223597k, tanggal 7 Maret 1997. Ayodhyoa 1981 menjelaskan trawl terdiri dari kantong cod end yang berbentuk empat persegi panjang ataupun kerucut, otter board , dua lembar sayap wing, dihubungkan dengan tali penarik warp. Jaring ditarik sepanjang dasar perairan secara horizontal. Mulut jaring diusahakan untuk tetap terbuka agar ikan dan sumberdaya tujuan penangkapan dapat masuk bersama air yang tersaring. Otter board yang diikat pada kedua sisi mulut menerima tekanan dari air, pelampung yang terdapat pada tali ris atas di atas mulut dan pemberat pada tali ris bawah di sisi bawah mulut yang bekerja dengan gaya berlawanan arah adalah cara untuk mempertahankan mulut jaring untuk tetap terbuka. Berdasarkan cara penarikkan jaring ke atas kapal, trawl dapat dibedakan menjadi side trawl, dimana jaring ditarik dari samping kapal; stern trawl , yaitu jaring ditarik dari buritan dan double rig trawl yaitu jaring yang ditarik melalui dua rigger yang dipasang pada kedua sisi lambung kapal. Sainsbury 1986 mendefinisikan trawl secara lebih spesifik menjadi jaring, tali ris atas head rope, tali ris bawah ground rope, pelampung, pemberat, otter board, BED, rantai pengejut tickler chain dan warp, masing-masing sebagai berikut : 1 Jaring terbagi menjadi badan jaring, sayap, dan kantong. Ukuran mata jaring masing-masing bagian tidak sama. a. Badan jaring, terdiri dari square, bagian depan dari sisi atas badan pukat udang berfungsi menahan mulut sebelah atas agar lebih menjorok ke depan, baiting dan belly terdapat pada bagian tengah badan jaring bagian atas dan bawah. b. Sayap wing, dibagi dua sebelah kanan dan kiri, masing-masing sayap terdiri dari bagian atas dan bawah. c. Kantong cod end, adalah bagian paling akhir dari jaring. Merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Ukuran mata jaring pada kantong merupakan yang terkecil diantara semua bagian, bertujuan agar hasil tangkapan tidak terlepas kembali dan mampu menahan tekanan arus yang kuat. 2 Tali ris atas head rope dan tali ris bawah ground rope. Tali ris atas adalah tali yang dipasang dari ujung sayap kiri atas sampai ujung sayap kanan atas, dan terdapat pelampung. Tali ris bawah adalah tali yang terpasang pada bagian bawah jaring dimulai dari ujung sayap. 3 Pelampung dan pemberat, berfungsi untuk menahan mulut jaring agar terbuka secara vertikal. Pelampung mengangkat tali ris atas sedangkan pemberat bekerja berlawanan arah dengan menarik tali ris bawah agar turun ke dasar perairan. Pelampung terbuat dari plastik keras berbentuk bola atau silinder, sedangkan pemberat terbuat dari rantai besi. 4 Otter board , berfungsi untuk membuka mulut jaring secara horizontal. 5 Alat pemisah ikan API atau By-catch excluder device BED, BED dipasang diantara badan jaring dan kantong, berfungsi sebagai penyaring ikan yang masuk ke dalam badan jaring agar tidak sampai masuk ke bagian kantong. 6 Rantai pengejut tickler chain, dipasang pada bagian ujung belakang otter board , berfungsi untuk mengejutkan udang yang membenamkan diri di lumpur agar berlompatan dan masuk kedalam jaring. 7 Warp tali penarik, tali untuk menarik jaring dan menghubungkan antara otter board bagian depan dengan winch kapal yang terbuat dari baja. Alat tangkap pukat udang memiliki konstruksi yang sama dengan alat tangkap trawl namun yang menjadi pembeda yaitu ditambahkan alat pemisah ikan BED antara bagian kantong dan badan jaring. Efektivitas pukat udang tercapai bila ditarik pada kecepatan yang tepat sehingga jaring dapat membentang secara sempurna. Kecepatan tarik pukat udang towing speed berkisar antara 3-5 knot Anonim, 1989 diacu dalam Mahiswara, 2004. Kecepatan penarikan ini sangat berpengaruh terhadap bukaan mulut pukat udang. Jika kecepatan tinggi, maka area antar otter board menyempit dan mengakibatkan mengecilnya luasan area yang disapu Fridman, 1986. Pukat udang industri di Perairan Arafura dan sekitarnya rata-rata menggunakan pukat udang tipe stern trawl ataupun double rig trawl Astuti, 2005 yang merupakan kapal pukat udang dalam ukuran besar. Didalamnya dilengkapi dengan ruang pembekuan dan ruang penyimpanan hasil tangkapan. Kegiatan penanganan udang berupa penyortiran, pengepakan, dan pembekuan berlangsung di atas kapal.

2.3 Daerah Penangkapan Udang