Metode bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun melalui cerita islami: kasus pada keluarga di Rt.03 Rw.01 Desa muara Jaya Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu-Riau
i
Kabupaten Rokan Hulu- Riau)
Dalam ajaran Islam anak juga disebutkan sebagai entitas dan subyek yang utuh dan orang tuanyalah yang nantinya memiliki hak penuh untuk mengarahkannya apakah ia menjadi generasi Islam. Hal ini diutamakan agar menjadi kerangka dasar dan landasan dalam membentuk pribadi anak yang saleh. Apalagi saat ini era teknologi informasi yang semakin tidak terbendung dimana menjadikan banyak generasi bangsa yang justru mengarah perkembangan yang semakin negatif, mulai dari etika dan perilaku yang tidak mencerminkan moral Islam menjadi ancaman serius masa depan anak. Inilah mengapa pembimbingan akhlak di keluarga Rt. 03 Rw. 01 Desa Muara Jaya melalui metode bercerita menjadi pilihan untuk menyelamatkan masa depan generasi sejak dini.
Untuk itu, penulis merumuskan masalah yang menjadi obyek penelitian yaitu, a). Bagaimana metode bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun dalam keluarga Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya, b). Bagaimana bentuk dan materi bimbingan akhlak islami-nya, c). Bagaimana penerapan metode tersebut dalam keluarga. Jenis penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan), dengan pendekatan deskriptif-kualitatif, menggunakan teknik observasi-fenomenologi, wawancara-autoanamnesa, dokumentasi dan analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan dengan bercerita orang tua dapat belajar
kembali menambah khazanah keilmuan, “belajar berbicara” dengan dunia anak
dan melakukan keteladanan dalam nilai Islam yang akan ditanamkan kepada anak, serta bagaimana penanaman bimbingan akhlak diterapkan. Cerita islami berperan sebagai metode penyampai informasi, transformasi nilai-nilai Islam, ilmu pengetahuan, agar anak tumbuh menjadi individu yang saleh secara individual dan sosial, cerdas secara emosional dan inetelektual di masa mendatang.
(2)
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Tinjauan Pustaka ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II : TINJAUAN TEORITIS A. Metode Bimbingan ... 15
1. Pengertian Metode ... 15
2. Pengertian Bimbingan ... 16
3. Metode Bimbingan ... 21
B. Akhlak ... 25
1. Pengertian Akhlak ... 25
2. Macam-macam Akhlak ... 27
3. Metode Bimbingan Akhlak ... 30
C. Anak ... 42
1. Pengertian Anak ... 42
2. Periode Perkembangan Anak ... 43
(3)
vi
3. Bentuk dan Teknik Cerita Islami ... 55
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 60
B. Waktu Penelitian ... 61
C. Pendekatan Penelitian ... 61
D. Teknik Pengumpulan Data ... 63
E. Teknik Pencatatan Data ... 66
F. Sumber Data ... 67
G. Fokus Penelitian ... 67
H. Analisis Data ... 68
I. Keabsahan Data ... 69
J. Teknik Penulisan ... 71
BAB IV : TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 72
1. Deskripsi Rt. 03 Rw. 01 Desa Muara Jaya ... 72
2. Visi dan Misi Rt.03 Rw. 01 ... 74
3. Keadaan Keluarga, Tradisi bahasa dan budaya di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya. ... 75
B. Identifikasi Subjek ... 77
C. Temuan dan Analisis Data Lapangan ... 79
(4)
vii
2. Analisis Metode Bimbingan Akhlak Anak Usia 4-7
Tahun melalui Cerita Islami. ... 94
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 104 B. Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(5)
1
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ajaran Islam, anak merupakan anugrah, titipan dan ujian dari Allah bagi setiap orang tua, dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci. Orang tua dari sang anaklah yang akan menjadi penentu di kemudian hari.1
Orang tua dalam keluarga dalam bimbingan akhlak anak juga kurang memperhatikan pentingnya cerita dalam bimbingan akhlak secara umum, perkembangan pemikiran dan bahasa bimbingan secara khusus. Biasanya proses ini terjadi saat anak berusia 4-7 tahun. Karena pada saat itu pertumbuhan kecerdasan anak terlihat jelas pada tanggapan dan reaksinya terhadap hal-hal baru yang ia temui. Untuk itu, melakukan bimbingan akhlak tentu membutuhkan hal-hal yang konkrit, latihan, percontohan dan keteladanan.2
Urgensi melakukan bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun ini, juga dijelaskan dalam QS. Lukman: 13.3 Ayat ini secara tersirat menjelaskan; Pertama orang tua wajib memberi bimbingan kepada anak-anaknya. Kedua prioritas pertama dalam bimbingan adalah penanaman akidah, bimbingan
1 را لا ا ر , نا ي ا سجمي ا ملسي ا بأف ,رطفلا لع ل ي ل لا امنا
, dalam Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h. 127.
2
Zakiah Daradjat, Pendidikan Anak Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), h. 75.
3
(6)
akidah diutamakan agar menjadi kerangka dasar dan landasan dalam membentuk pribadi anak yang saleh.
Dalam UU No. 4 Tahun 1997 disebutkan, anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum kawin. Ini berarti, kalau seseorang berusia 17 tahun dan sudah kawin misalnya, berubah status menjadi dewasa berdasarkan hukum. Hak dasar anak dalam hukum adalah hak hidup, hak kelangsungan hidup, dan hak perkembangan. Hak untuk hidup dan kelangsungan hidup akan menjamin anak untuk terbebas dari berbagai bentuk kekerasan, baik yang dilakukan oleh negara maupun orang dewasa sekitarnya. Hak perkembangan mencakup perkembangan fisik, perkembangan mental (terutama yang menyangkut bimbingan), perkembangan moral dan spiritual, perkembangan sosial (misalnya memperoleh informasi yang tepat baik dari sumber nasional maupun internasional, menyatakan pendapat dan berserikat), serta perkembangan secara budaya.4 Ini semua dapat terwujud apabila lingkungan sangat kondusif sehingga memungkinkan perkembangan jiwa mereka berkembang dengan optimal melalui pendekatan trikotomi manusia (trichotomy approach) yang memiliki tiga aspek, yaitu : (1) fisiologis (tumbuh), (2) psikologis (jiwa) dan (3) spiritual (rohani).5
Namun dalam hal ini, penulis lebih menekankan pada “anak yang berusia 4-7 tahun” dimana pada usia inilah anak berada dalam proses pembangunan kepribadian (character building) dan memiliki kebutuhan kuat untuk dianggap penting dan berharga. Di sisi lain seperti dikatakan Lesia
4
Konvensi Hak Anak, Panduan bagi Jurnalis, (Jakarta: LSPP, 2000), h 11. 5
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama (Psikologi Atitama), (Bandung : PT. Rafika Aditama, 2007), dalam Kata Pengantar Seto Mulyadi, h. 5.
(7)
Oesterreich, seorang spesialis anak dari Universitas Iowa Amerika, anak usia 4-7 tahun memiliki karakter yang lebih sensitif pada kebutuhan dan perasaan orang lain di sekitarnya.6
Dengan dasar inilah penulis berpandangan bahwa psikologi perkembangan anak merupakan salah satu bagian yang penting untuk sebuah dasar penelitian, khususnya pada anak usia 4-7 tahun yang mulai mencoba untuk memahami lingkungannya dengan bahasa, sikap dan prilaku mereka melalui kognisi, afeksi dan psikomotor yang dimilikinya.7 Banyak metode yang dapat digunakan untuk membangun psikologi anak, diantaranya dengan cerita.
Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri yang tentunya menyenangkan bagi anak. Cerita jga dapat dibaca atau didengar oleh orang yang tidak biasa membaca, dapat memberikan pengaruh pada jiwa anak, karena dapat mengasah rasa dan akal. Oleh karenanya seni bercerita haruslah memperhatikan kualitas, kuantitas, gaya bahasa maupun metode penyampaiannya, sehingga menjadi sebuah cerita yang layak disebut sebagai bagian dari sastra yang hidup dan abadi.
Fungsi cerita juga disebutkan oleh Dewa Ketut Sukardi (Psikolog), dalam perkembangan jiwa anak adalah untuk mengembangkan kepribadian
6
PGTK Darunnajah, Pendidikan Islam Untuk Anak Usia Dini, "http://pgtk--darunnajah.blogspot.com"><img>., diakses pada tanggal 12 November 2010.
7
T. Sutjihati Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2006), h. 1.
(8)
dan imajinasi anak. Selain itu juga dapat mengakrabkan hubungan antara anak dengan orang tua maupun orang dewasa.8
Penting juga untuk diingat, bahwa dalam cerita anak juga memperhatikan usia. Misalnya, usia 4-7 tahun dimana anak mulai mengenali lingkungan sekitarnya yang terbatas pada rumah dan jalan-jalan, dan saat inilah untuk mengenalkan pada mereka sebuah fantasi yang bebas. Karena itulah, tema cerita yang tepat pada usia ini adalah tema petualangan dan kepahlawanan seperti cerita sejarah Nabi Muhammad Saw, Salahuddin al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, Khalid bin Walid. Selain itu juga bisa mengambil tema fantasi seperti halnya Abu Zaid al-hilal, dan Sinbad al-Bahri.9
Selain itu, dengan cerita, anak juga dapat mempelajari, memahami dan menghayati segala bentuk nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu misalnya keberanian, kecerdikan, kejujuran, kebahagiaan, kelicikan, kebodohan dan sebagainya. Dengan cerita, emosi pada anak akan berkembang secara sehat dan dapat mengakrabkan antara anak dengan orang tua dan orang dewasa lainnya yang ada di sekitar lingkungan pribadinya.10 Inilah mengapa kemudian penulis memandang bahwa cerita sebenarnya memiliki peran penting dalam membentuk pribadi akhlak anak, meskipun beberapa kalangan menilai metode bimbingan anak, terutama akhlak yang islami melalui sebuah cerita sudah ketinggalan zaman. Karena menurut anggapan mereka, cerita itu sama halnya dengan dongeng
8
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987), h. 27.
9
Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h. 12-16.
10
(9)
yang tidak realistis dan tidak logis. Padahal jika dianalisa seorang anak adalah miniatur yang memiliki kebutuhan, berbeda dengan orang dewasa yang kompleks dan total, bukan hanya dari segi rasionya.
Salah satu unsur yang cukup penting dalam sebuah cerita adalah penceritaan, yaitu pemindahan cerita atau penyampaiannya kepada pendengar yang dalam hal ini adalah anak-anak yang sedang mengalami tumbuh kembang. Penceritaan yang baik tentu dapat meniupkan ruh baru yang kuat dan penampakan gambaran yang hidup di hadapan mereka. Selain itu juga dapat memberikan potret yang jelas dan menarik, intonasi, gerakan-gerakan dan emosi melalui setiap tokoh dan karakter yang ada dalam cerita.11
Selanjutnya, peranan penting dalam proses pembimbingan ini adalah orang tua dan keluarga, yang merupakan wadah pertama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula dan menjadi dewasa nantinya dalam segi biologis dan rohani, seperti kedewasaan berfikir, berkehendak dan menjadi manusia yang dapat mencapai tujuan hidupnya.12
Satu hal yang sebenarnya menjadi kendala sampai saat ini, menurut penulis adalah langkanya buku yang dapat dijadikan pegangan oleh orang tua dalam lingkup keluarga, yakni sebuah buku yang dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai pentingnya cerita dalam bimbingan anak. Begitu juga buku yang bertema cerita yang sesuai untuk anak, meliputi imajinasi, bahasa dan
11
Majid, Mendidik Dengan Cerita, h. 28.
12
Anonim, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: PT. Rajawali Press, 1996), h. 38-39.
(10)
gaya bahasa, cara bercerita, hasil evaluasi, hasil pengungkapan kembali atau peragaan sendiri.
Inilah yang kemudian menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian di lingkungan keluarga yang terdapat di Rt. 03 Rw. 01 Desa Muara Jaya Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu Riau. Hal ini dikarenakan pada awalnya adalah desa yang terdiri dari para transmigran, yakni program pemerintah RI era 70-an untuk meratakan penduduk Indonesia. Saat ini jumlah pendiduk Muara Jaya terus meningkat seiring berdirinya perusahaan kebun kelapa sawit PT Eluan Mahkota yang terletak sekitar tiga kilo meter dari Desa Muara Jaya dan dibukanya kebun kelapa sawit di lahan perkebunan para transmigran. Berdasarkan data yang diperoleh dari kepala desa, jumlah penduduk Desa Muara Jaya kini mencapai 828 kepala keluarga dengan jumlah jiwa 3.318 yang tersebar di tiga dusun yaitu Eka Jaya, Dwi jaya, dan Tri jaya. Berbagai etnis menempati desa ini, seperti Jawa, Melayu, Sunda, Batak, dan sebagainya.13
Seiring dengan berbagai perkembangan, desa ini juga menjadi desa yang dinamis, program didikan subuh, bahkan MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) juga didirikan untuk pendidikan agama dan akhlak bagi anak-anak penduduk setempat. Meski demikian, dari observasi yang penulis lakukan pada bulan November 2010-Januari 2011 memperlihatkan, bahwa mayoritas anak usi 4-7 mulai mengikuti pola bimbingan yang berasal dari media visual, seperti televisi. Mereka mulai mengenal lingkungan rumah dan sekitarnya. Di
13
Wawancara Pribadi dengan Bapak Jufri, (Kepala Desa) Muara Jaya, 25 November 2010.
(11)
sisi lain, kondisi kehidupan yang mapan, membuat para orang tua mulai mawas diri di tengah pergaulan generasinya. Karenanya, sedini mungkin keluarga Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya mulai berbenah untuk melakukan bimbingan akhlak sebagai upaya pembentukan karakter (character building). Itulah yang kemudian membuat pola asuh keluarga mulai berubah tergantung pengalaman dan keilmuan yang dimiliki.
Oleh karenanya, penulis mengambil judul “Metode Bimbingan Akhlak Anak Usia 4-7 Tahun Melalui Cerita Islami (Kasus Pada Keluarga di Rt. 03 Rw. 01 Desa Muara Jaya Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu-Riau)”, sebagai syarat kelulusan pada strata satu, program studi Bimbingan dan penyuluhan Islam. Selain itu juga untuk lebih mengenalkan pada khalayak umum, bahwa metode bimbingan pada anak yang secara spesifikasi masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan tidak cukup hanya melalui metode formal, misalnya dengan tulis menulis, ceramah dan sebagainya, melainkan melalui cerita islami yang menarik sebagai masukan bimbingan akhlak mereka, terutama dalam lingkungan keluarga secara informal.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Dalam proses bimbingan akhlak, banyak sekali metode yang bisa digunakan dalam keluarga, di antaranya adalah melalui cerita-ceramah, tanya jawab, demonstrasi, pemberian tugas, demonstrasi maupun karya wisata yang digunakan oleh orang tua di lingkup Rt. 03 Rw. 01 Muara
(12)
Jaya. Namun penulis lebih memilih metode cerita karena memiliki keistimewaan tersendiri yaitu mampu membawa anak, terutama usia 4-7 tahun yang ada dalam fase pembentukan karakter penanaman nilai islami dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya penulis hanya membatasi dalam bimbingan akhlak pada keluarga di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya melalui metode bercerita islami pada anak usia 4-7 tahun.
Metode cerita yang dimaksud penulis adalah cerita islami yang disampaikan oleh orang tua secara lisan. Adapun referensi cerita islaminya, penulis membatasi pada cerita anak seri islami, baik yang berbentuk tulisan dari buku cerita, visual seperti seri film anak di televisi maupun dalam bentuk compact disk (CD).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang diutarakan di atas, maka penulis dapat merumuskan pokok-pokok permasalahannya sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk bimbingan akhlak yang biasa digunakan orang tua pada anak usia 4-7 tahun di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya?
b. Apa saja metode cerita islami yang biasa digunakan dalam bimbingan akhlak di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya?
(13)
c. Bagaimana penerapan metode cerita islami yang diterapkan orang tua dalam membimbing akhlak anak usia 4-7 tahun di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bentuk bimbingan akhlak yang biasa digunakan orang tua pada anak usia 4-7 tahun di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya.
b. Untuk mengetahui metode cerita islami yang biasa digunakan dalam bimbingan akhlak di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya.
c. Untuk mengetahui penerapan metode cerita islami yang diterapkan orang tua dalam membimbing akhlak anak usia 4-7 tahun di di Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat secara sosial (social volue), yang diharapkan berguna untuk memberikan pedoman praktis kepada orang tua, terutama keluarga di Rt. 03 Rw. 01 Desa Muara Jaya Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu-Riau, agar dapat melakukan bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun secara islami sesuai dengan karakter lingkungannya.
b. Manfaat secara akademik (academic value) diantaranya, diharapkan penulisan skripsi tentang bimbingan akhlak anak melalui cerita islami ini dapat dijadikan sebagai pemenuhan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 (satu) pada Program Studi
(14)
Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI), Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Manfaat secara praktisi (practicion value), dari penelitian ini penulis
berharap dapat menyosialisasikan kepada para orang tua di lingkungan Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya serta mendampingi mereka dalam melakukan bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun dengan baik dan sesuai nilai-nilai Islam.
d. Manfaat secara individual (individual value), penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah karya dan juga pedoman bagi penulis untuk lebih mengembangkan wawasan dan khazanah keilmuan yang dimiliki dalam hal bimbingan akhlak islami pada anak usia 4-7 tahun.
D. Tinjauan Pustaka
Dari penelusuran referensi yang ada, tidak banyak dijumpai karya-karya ilmiyah yang membahas persoalan bimbingan akhlak anak dengan cerita islami. Namun demikian, hal-hal yang masih ada relevansinya dengan persoalan pendidikan dan bimbingan akhlak anak dengan metode cerita dapat dijumpai pada beberapa karya ilmiyah, yang diantaranya adalah tulisan DR. Abdul Aziz Abdul Majid, tentang “ Mendidik Dengan Cerita “. Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa cerita merupakan pengajaran etika dan budi pekerti yang baik yang menempati posisi pertama dalam bimbingan anak. Cerita juga diperlukan anak untuk memahami jati dirinya, menemukan dunianya dengan logika dan imajinasi yang ia miliki, agar sejak dini ia dapat memenuhi
(15)
kebutuhannya dan mampu mengkonsumsi pengetahuan dengan baik. Menurut penulis, karya ini juga dapat mengisi kekosongan dalam bimbingan anak, baik dari aspek teori maupun praktek. Selain itu juga dapat menjadi referensi yang utuh dalam kerangka bimbingan akhlak secara islami melalui ide cerita yang disampaikan oleh pengarang melalui karya tersebut.14
Berikutnya adalah karya Drs. Ketut Sukardi, “Psikologi Populer: Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak“. Karya ini juga memberikan apresiasi yang tinggi terhadap cerita yang dapat menjadi alternatif pendidikan moral anak sesuai dengan perkembangannya. Karena secara eksplisit, cerita dapat berfungsi untuk mengembangkan kepribadian dan imajinasi anak. Selain itu juga dapat menjadikan hubungan antara orang tua, guru maupun orang dewasa yang berada dalam lingkup anak menjadi harmonis.15
Selain itu juga buku tentang “Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah“, Karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Buku ini menjelaskan tentang bimbingan akhlak anak yang menyangkut identitas diri justru dimulai jauh sebelum anak itu diciptakan. Bahkan seringkali hal ini tidak disdri oleh para orang tua, padahal ini terlihat pada respon anak. Terhadap segala sesuatu yang terlihat oleh panca indranya.16
Adapun skripsi yang pembahasannya hampir atau menyerupai dengan judul penelitian yang peneliti angkat adalah skripsi yang berjudul “Metode Bimbingan Islam dalam pembinaan Akhlak Anak Yatim Di Panti Asuhan
YAKIIN Larangan Tangerang”. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
14
Majid, Mendidik Dengan Cerita, h. 1-67.
15
Sukardi, Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak, h. 27-30.
16
(16)
Tahun 2008, yang di susun oleh Fitriani. Bahwasannya di dalam skripsi ini dijelaskan, dalam melakukan bimbingan dengan dua metode yaitu individual dan kelompok. Penggunaan metode individual dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi kegiatan. Sedangkan penggunaan metode kelompok dilakukan dengan menggunakan teknik ceramah, dialog atau tanya jawab dan pembagian kelompok.
Selanjutnya, skripsi yang berjudul “Metode Bimbingan Agama dalam Upaya Pembinaan Akhlak Siswa Tunarungu Di SLB Islam, As-Syafi’iyah Jati
Waringin”, di susun oleh Siti Khodijah Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Tahun 2006. Dalam kesimpulan skripsi ini adalah metode yang digunakan diantaranya metode individual, demontrasi, oral, dan isyarat. Dan dari hasil metode ini telah memberikan kontribusi dan pembinaan akhlak siswa tunarungu.
Dari referensi di atas secara jelas belum ada karya yang secara spesifik membahas tentang apa dan bagaimana bimbingan akhlak anak melalui cerita islami. Oleh karna itu, cukup alasan bagi diri penulis untuk menyusun skripsi ini dalam rangka untuk menambah khazanah keilmuan dalam hal bimbingan akhlak anak melalui cerita islami.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 (lima) bab. Adapun setiap bab merupakan spesifikasi tambahan mengenai topik-topik tertentu, yang terdiri dari :
(17)
Bagian pertama adalah pendahuluan. Pada bab ini penulis menguraikan tentang dasar pemikiran yang menjadi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan, yang keseluruhannya itu merupakan penjelasan alur berfikir penulis.
Bagian kedua tinjauan teoritis. Pada bab ini meliputi, metode bimbingan, yang terdiri dari; pengertian metode, pengertin bimbingan, dan metode bimbingan. Selanjutnya membahas tentang akhlak, yang terdiri dari; pengertian akhlak, macam-macam akhlak, dan metode bimbingan akhlak. selanjutnya membahas tentang anak, yang terdiri dari; pengertian anak, periode perkembangan anak, dan karakteristik anak usia 4-7 tahun. berikutnya membahas tentang cerita islami, yang terdiri dari; pengertian cerita islami, karakteristik cerita islami, bentuk dan teknik cerita islami.
Bagian ketiga metodologi penelitian, yang terdiri dari; lokasi penelitian, waktu penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pencatatan data, sumber data yang meliputi fokus penelitian, analisis data yang terkait dengan keabsahan data, dan teknik penulisan.
Bagian keempat temuan lapangan dan analisis data, yaitu mengenai; gambaran umum lokasi penelitian, yang terdiri dari: deskripsi Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya, visi dan misi Rt. 03 Rw. 01 Muara Jaya, keadaan keluarga, tradisi bahasa dan budaya. selanjutnya mengenai identifikasi subjek penelitian. pembahasan selanjutnya mengenai; temuan dan analisis data lapangan, mengenai bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun. yang terdiri dari; bentuk dan
(18)
waktu bimbingan, materi bimbingan, dan metode bimbingan. Selanjutnya membahas tentang; analisis metode bimbingan akhlak anak usia 4-7 tahun melalui cerita islami.
Bagian kelima penutup, mengenai kesimpulan dan saran. Namun secara keseluruhan penulis skripsi ini diawali dengan abstrak, kata pengantar, daftar isi, serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.
(19)
15
A. Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode
Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri-dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “ jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus
dilalui”. Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa pula diartikan
sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.1
Dan menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, metode ialah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan apa yang dikehendaki. Dan juga merupakan cara kerja yang konsisten untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang direncanakan.2 Sedangkan menurut “Kamus Manajemen” metode ialah suatu cara pelaksanaan pekerjaan.3
Selain kata metode adapula kata “teknis” dan “pendekatan”, keduanya difahami sebagai cara-cara ilmiah yang dipakai sebagai peralatan (instrument) dalam melakukan pekerjaan yang sifatnya lebih difokuskan kepada subyek atau obyek yang dijadikan sasaran pelayanan.
1
M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, ( Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008 ), h. 120.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus besat Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988 ), Cet. Ke-1, Edisi ke tiga, h . 740.
3
(20)
Sesungguhnya antara metode dan teknis secara substansial memiliki pengertian yang sama. Perbedaannya adalah pada sisi fungsionalisasinya, yaitu unsur-unsur dan penggunaan metode bersifat teoritis dan lebih luas sebagai bagian dari upaya ilmiah.
Sedangkan teknik atau pendekatan lebih bersifat teknis dan sesuatu yang bersifat empiris serta spesifik yang terjadi pada penerapan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Teknik bisa pula berupa peralatan fisik, seperti alat peraga, peralatan administrasi, sarana dan prasarana, serta non fisik seperti taktik dan strategi tertentu yang hanya dimiliki seseorang berdasarkan pengalamannya atau improvisasinya pada saat menghadapi atau melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, bisa jadi teknik atau pendekatan yang digunakan karena dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ditemukan pada saat melakukan pekerjaan.4
Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling) pada umumnya penggunaan istilah metode dan teknik kadang kala dipakai berganti-ganti tergantung kepada obyek permasalahan yang sedang dilayani. Hal ini perlu dikemukakan untuk memberikan wacana yang lebih luas dan fleksibel mengenai berbagai metode dan teknik serta pendekatan yang digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Pengertian Bimbingan
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah terlepas dari berbagi masalah. Masalah yang menimpa manusia terkadang membuat
4
(21)
manusia menjadi frustrasi, tak berdaya, nelangsa dan putus asa. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pengetahuan, ilmu, serta pengalaman dalam mengahapi masalah. Oleh sebab itu manusia harus mendapat bimbingan agar mampu membantu keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.
Untuk lebih memahami apakah „bimbingan‟ itu, maka penulis mengulas tentang pengertian bimbingan dari berbagai sisi yaitu dilihat dari segi bahasa dan istilah. Bimbingan secara bahasa dapat berarti:5 menunjukkan, menentukan, mengatur, mengemudikan, memimpin, mengadakan, menginstruksikan dan memberi saran.
Bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan. Namun untuk sampai pada pengertian yang sebenarnya kita harus ingat bahwa tidak setiap bantuan dapat diartikan bimbingan. Bimbingan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu guidance, kata guidance berasal dari kata kerja to guidance artinya menunjukkan, membimbing, menuntun orang ke jalan yang benar.6 Jadi kata guidance berarti pemberian petunjuk, pemberian bimbingan pada orang lain yang membutuhkan.
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas di bawah ini penulis akan memperlihatkan pengertian bimbingan secara istilah diantaranya:
5
Achmad Maulana, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2004), h. 47.
6
K. Adi Gunawan, Kamus Lengkap Inggris Indonesia-Indonesia Inggris, (Surabaya: Kartika, 2004), h. 148.
(22)
a. Jear Book of education7 mengemukakan bahwa bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan social
b. Stoops mengemukakan bahwa bimbingan adalah suatu proses membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebenar-benarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.8
c. Miller mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.9
d. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan”.10
e. Djumhur dan Moh. Surya, berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan
7
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 2002), h . 25.
8
Hurlock, Psikologi Perkembangan , h. 25.
9
Candida Peterson, Looking Forward Through The Lifespan:Developmental Psychology,
(Australia : Prentice Hall, 1996), h . 45.
10
(23)
sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sertzer & Stone menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding: “showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).11 Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat penulis ambil beberapa kata kunci yang berkaitan dengan pengertian bimbingan, diantaranya:
1) Proses bantuan agar tercipta pemahaman diri untuk menyesuaikan diri di mana saja berada
2) Bantuan untuk mengenal diri dan lingkungan sehingga ia dapat menggunakan potensinya
11
Anonim, Pengertian Bimbingan dan Konseling, http://sarkomkar.blogspot.com. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010.
(24)
3) Kegitan yang terorganisir dan sistematis sehingga menyadari tentang dirinya sebagai individu dan anggota masyarakat
4) Bantuan untuk membuat keputusan, pengaturan dan pemecahan masalah
5) Kegiatan yang berkesinambungan agar tercipta self understanding, self acceptance, self direction, dan self realization
6) Pelayanan secara personal atau kelompok agar dapat mencapai kemandirian dan perkembangan yang optimal.12
Berdasarkan uraian tersebut diatas mengenai pengertian bimbingan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu proses bantuan secara sistematis, terorganisir, dan berkesinambungan yang diberikan kepada seseorang, kelompok atau masyarakat agar bisa membuat keputusan, memecahkan masalah, bisa memahami diri dan lingkungannya sehingga dapat menyesuaikan diri dimana pun ia berada serta dapat mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.
Adapun kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti kepribadian, perangai, tingkah laku atau tabiat. Beberapa ahli mendefinisikan bahwa akhlak adalah :
a. Al-Ghazali akhlak adalah sesuatu yang tertanam dalam jiwa dan dari padanya timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan.
12
Eka Risyana, Pengertian Bimbingan dalam Konsep Bimbingan dan Konseling,
(25)
b. Ahmad Amin akhlak adalah sesuatu yang dibiasakan, artinya bahwa kehendak itu membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. 13
Dari dua definisi tersebut, jika ditarik benang merah, maka bimbingan akhlak adalah suatu proses yang sistematis, terorganisir, kontinyu terhadap individu dengan nilai dan sentuhan ajaran Islam sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
3. Metode Bimbingan
Metode dalam “Kamus Ilmiah Populer”, lebih diartikan sebagai cara, pelaksanaan, aplikasi dan sebagainya.14 Dalam istilah ilmiah, penulis lebih mengartikan bahwa metode adalah cara seseorang untuk mengaplikasikan bahkan mengimplementasikan suatu nilai dalam kehidupannya. Jika dihubungkan dengan bimbingan, maka metode lebih bermakna bagaimana seseorang mengimplementasikan dan melakukan penanaman nilai tertentu kepada orang lain, termasuk penanaman nilai etika Islam kepada anak. Tentunya secara teoritis, ada berbagai metode bimbingan yang diantaranya;
Cerita/Ceramah; cara bertutur dan menyampaikan cerita atau memberikan penerangan kepada anak didik secara lisan, misalnya dengan membacakan kisah keteladanan Rasulullah, Sahabat maupun pahlawan Islam seperti Salahuddin al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad dan sebagainya.
13 Ahmad Rifa‟i, Pengertian Akhlak, http://ahmad rifa‟i. blogspot.com. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010.
14
(26)
Bercakap-cakap; suatu cara bercakap-cakap dalam bentuk tanya jawab antara anak dengan anak atau anak dengan orang tua, misalnya mengajak anak untuk berbicara dari hati ke hati jika memiliki masalah dengan teman maupun guru di sekolah.
Pemberian Tugas; memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas yang telah disediakan oleh orang tua, misalnya mengikuti pengajian keagamaan di Masjid.
Demontrasi; mempertunjukkan atau memperagakan suatu obyek atau proses dari suatu kejadian atau peristiwa, misalnya bagaimana etika berdoa ketika selesai shalat dan hendak naik kendaraan.
Karya Wisata; kunjungan secara langsung ke obyek-obyek yang sesuai dengan bahan-bahan kegiatan pengembangan dan kemanpuan anak, misalnya melakukan wisata religi.
Bermain Peran; memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda di sekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang di laksanakan, misalnya orangtua bisa memperagakan maupun menirukan saat Rasulullah mengajarkan ilmunya kepada para sahabat maupun cara bergaul Rasulullah dengan masyarakat sosial pada umumnya. Memperagaan di sini bukan hanya secara sikap namun juga bisa dengan suara.15
15
(27)
Sedangkan dalam melakukan menerapkan metode bimbingan, terutama untuk anak usia 4-7 tahun yang pada fase pembangunan karakter orang tua harus melakukan pendampingan dengan :
a. Membaca
Membaca buku juga bisa dimulai dari usia ini. Walaupun tahap kemampuan anak untuk membaca tidak sama; namun pelajaran membaca sudah bisa dicoba dimulai dengan cara yang santai, kreatif dan tidak menekan anak. Jangan lupa memakai buku anak-anak islami. Terutama kisah para Nabi dan tokoh-tokoh Islam lain di masa lalu dan sekarang. Buku anak-anak lain yang mendidik tentu tidak apa-apa jadi bahan bacaan, asal tidak melebihi porsi buku-buku Islami. Pentingnya membaca mendapat penekanan khusus dalam al- Quran sebagai kunci menuju keilmuan (Qs. al-Alaq 96:1-5).
b. Menanamkan Disiplin
Disiplin harus dimulai dari usia ini. Menanamkan disiplin artinya memberi hukuman atas kesalahan yang dilakukan anak. Disiplin bertujuan agar supaya anak tahu bahawa apa yang dilakukan itu tidak baik. Anak usia 4-7 tahun berfikir pendek. Oleh karena itu, orang tua harus menyadari bahwa satu kali penanaman disiplin untuk suatu kesalahan tidaklah cukup. Anak mungkin akan mengulangi kesalahan yang sama beberapa kali setelah itu. Orang tua tidak perlu terkejut atau putus asa. Yang terpenting adalah bahwa anak sudah mengambil pelajaran setiap
(28)
kali menerima hukuman atas kesalahanannya. Pastikan orang tua tetap konsisten memberi sangsi disiplin setiap kali anak melakukan kesalahan. Baik kesalahan yang sama maupun kesalahan baru. Pastikan anak menerima pujian atau penghargaan setiap kali melakukan suatu hal yang baik. Apresiasi atau pujian pada anak usia ini antara lain berupa ucapan terima kasih sambil menyebutkan perbuatan baik apa yang telah dilakukan si anak. Misalnya, “Kamu telah merapikan
mainanmu. Terima kasih.”. Jangan lupa, hukuman pada anak jangan sampai yang bersifat fisikal, seperti memukul, menampar, mencubit, dan sebagainya. Hukuman fisik seperti itu akan sangat berbahaya bagi mental dan perilaku anak di kemudian hari. Hukuman disiplin hendaknya yang bersifat non-fisikal, seperti dikurung dalam kamar selama 5 menit, dan sebagainya.
c. Kasih Sayang
Menanamkan disiplin sejak dini yang tegas pada anak harus juga dibarengi dengan ekspresi kasih sayang yang juga jelas. Baik dalam bentuk ekspresi perilaku maupun kata-kata. Sehingga tidak menimbulkan kesan pada anak bahwa orang tua benci padanya. Singkatnya, orang tua harus bisa berperan dan tahu kapan waktunya untuk memerankan diri sebagai sahabat, guru, pembimbing, dan sebagai orang tua bagi si anak.16
16
Drs. Agoes Dariyo, psi, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama “Psikologi Atitama”, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Cet. Ke 3, h. 99.
(29)
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Akhlak sering disejajarkan dengan moral dan etika. Seperti diketahui bahwa kata moral dapat diartikan sebagai adat kebiasaan, adat istiadat, dan tata cara penduduk.17
Secara etimologi kata “akhlak” adalah bentuk jamak dari kata
“khuluk” yang mengandung pengertian pada tabiat dan sikap yang di tunjukkan melalui perbuatan keseharian. Senada dengan hal ini, Hamzah
Ya‟kub menegaskan, bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti memiliki budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Ia juga disenyalir bahwa kata tersebut mengandung segi persanaan dengan kata khulqun yang berarti kejadian erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta dan kata makhluk yang berarti diciptakan.18 Sedangkan secara terminologi, Y.S. Marjo menjelaskan bahwa, akhlak ialah sikap yang digerakkan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan dari manusia baik terhadap Tuhan maupun terhadap manusia ataupun terhadap dirinya sendiri.19
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut :
1) Ibn Maskawaih
17
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Keluarga, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2001 ), Cet. Ke 4, h. 11.
18Hamzah Ya‟kub,
Etika Islam, (Jakarta: Republika, 1997), Cet. Ke-1, h. 10.
19
(30)
Bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.20
2) Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang. Tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara‟, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan yang tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.21 3) Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Menurutnya kehendak adalah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.22
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan,
20
Zahruddin A.R, Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 4.
21
Moh.Ardani, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet. Ke 1, h. 29.
22
(31)
melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa melakukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
2. Macam-macam Akhlak
Akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu). Adapun macam-macam Akhlak diantaranya:
a. Akhlak Al-Karimah
Akhlak Al-Karimah atau akhlak yang mulia sangat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ;
1) Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah Pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
2) Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri dengan sebaik-baiknya.karena sadar
(32)
bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela. 3) Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal yang banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, ia perlu bekerja sama dan saling tolong-menolong dengan orang lain.islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasaan kita. Dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.23
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya. Semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berdzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalam kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih. Dapat terhindar dari perbuatan
23
(33)
dosa, ma‟siat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.
b. Akhlak Al-Mazmumah
Akhlak al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebaikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dapat dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, diantaranya :
1) Takabur (sombong)
Merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.dan merasa bahwa dirinya lebih hebat.
2) Dengki
Rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
3) Bakhil (Kikir)
Sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.
(34)
Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya di bedakan menjadi dua yaitu, akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasulnya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.
3. Metode Bimbingan Akhlak
Metode digunakan sebagai suatu cara dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Metode bimbingan akhlak yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya suatu proses perubahan karakter dan sikap anak, sehingga banyak waktu dan tenaga terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh orang tua baru berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Dr. Ahmad Tafsir memberikan pengertian, metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Sukanto metode bimbingan akhlak adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, ayah kepada anak-anaknya. Kegiatan ini bersifat seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan bersandar kepada kekuatan kata-kata yang mengandung arahan dan mencontohkan
(35)
sikap teladan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.24 Metode bimbingan akhlak merupakan salah satu metode yang banyak digunakan dalam keluarga maupun pada instansi pendidikan.Salah satunya yaitu melalui cerita. Cerita merupakan salah satu pendukung dalam proses membimbing akhlak anak dalam keluarga. Dunia anak adalah dunia pasif ide, maka dalam menunjang kemampuan penyesuaian diri seseorang anak membutuhkan rangsangan yang cocok dengan jiwa mereka. Secara kejiwaan anak-anak ialah manusia yang akrab dengan symbol-simbol kasih sayang orang lain yang ada disekitarnya, seperti melalui kata-kata sanjungan atau pujian. Dan cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah pembimbing selesai bercerita. Cerita akan lebih bermanfaat jika dilaksanakan sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan anak.
a. Metode Bercerita
Bercerita mengundang perhatian anak terhadap pembimbing sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita.
Menurut Abudin Nata metode bercerita adalah suatu metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan anak. Islam
24
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2003), h. 28.
(36)
menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik pembimbing.25
Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai tuntas.26
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik.
b. Tujuan Metode Bercerita
Tujuan metode bercerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bercerita pembimbing dapat menanamkan nilai-nilai Islam pada anak bimbingan, seperti menunjukan perbedaan perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari setiap perbuatan.
Melalui metode bercerita anak diharapkan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Asnelli
25
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 15.
26
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 36.
(37)
Ilyas bahwa tujuan metode bercerita dalam bimbingan anak adalah menanamkan akhlak Islamiyah dan perasaan ketuhanan kepada anak dengan harapan melalui bimbingan dapat menggugah anak untuk senantiasa merenung dan berfikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.27
Menurut Hapidin dan Wanda Guranti, tujuan metode bercerita adalah sebagai berikut :
1) Melatih daya tangkap dan daya berpikir 2) Melatih daya konsentrasi
3) Membantu perkembangan fantasi
4) Menciptakan suasana menyenangkan di kelas.28
Menurut Abdul Aziz Majid, tujuan metode bercerita adalah sebagai berikut:
1) Menghibur anak dan menyenakan mereka dengan bercerita yang baik
2) Membantu pengetahuan siswa secara umum 3) Mengembangkan imajinasi
4) Mendidik akhlak 5) Mengasah rasa.29
Sedangkan menurut Moeslichatoen R,30 bahwa tujuan metode bercerita adalah salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberi
27
Asnelli Ilyas, Mendambakan Anak Soleh, (Bandung: Al-Bayan, 1997), h. 9.
28
Winda Gunarti dan Hapinudin, Pedoman Perencanaan dan Evaluasi Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: PGTK Darul Qolam, 1996), h. 6.
29
Abdul Aziz, Mendidik Anak dengan Cerita, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-1, h. 72.
(38)
pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita maka anak akan menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita dari pembimbing, dengan jelas metode bercerita disajikan kepada anak didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari dan menambahkan rasa cinta anak-anak kepada Allah, Rosul, dan al-Qur‟an.
c. Fungsi Metode Bercerita
Secara umum metode berfungsi sebagai pemberi atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan.
Metode cerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran atau materi bimbingan itu dapat dengan mudah diberikan.
Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan beberapa fungsi metode cerita yaitu:
30
Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h . 13.
(39)
1) Menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik
Melalui metode bercerita ini sedikit demi sedikit dapat ditanamkan hal-hal yang baik kepada anak didik, dapat berupa cerita para Rasul atau umat-umat terdahulu yang memiliki kepatuhan dan keteladanan. Cerita hendaknya dipilih dan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pelajaran
2) Dapat mengembangkan imajinasi anak
Kisah-kisah yang disajikan dalam sebuah cerita dapat membantu anak didik dalam mengembangkan imajinasi mereka. Dengan hasil imajinasinya diharapkan mereka mampu bertindak seperti tokoh-tokoh dalam cerita yang disajikan oleh pembimbing.
3) Membangkitkan rasa ingin tahu
Mengetahui hal-hal yang baik adalah harapan dari sebuah cerita sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak berupaya memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja akan membawa pengaruh terhadap anak didik dalam menentukan sikapnya.
(40)
4) Memahami konsep ajaran Islam secara emosional
Cerita yang bersumber dari al-Qur.an dan kisah-kisah keluarga muslim diperdengarkan melalui cerita diharapkan anak didik tergerak hatinya untuk mengetahui lebih banyak agamanya dan pada akhirnya terdorong untuk beramal di jalan lurus.31
d. Kelebihan Metode Bercerita
Adapun kelebihan dalam metode bercerita diantaranya:
1) Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat anak. Karena anak akan senatiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.
2) Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita.
3) Kisah selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.
4) Dapat mempengaruhi emosi. Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.32
e. Kekurangan Metode Bercerita
Adapun kekurangan dalam metode bercerita diantaranya:
31
Eddy Supriadi, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Tadika Puri, 2003), h. 13.
32
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), Cet. Ke-1, h . 159-162.
(41)
1) Pemahaman anak akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.
2) Bersifat monolong dan dapat menjenuhkan anak.
3) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa metode cerita merupakan penyampaian bimbingan akhlak dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata. Metode bercerita ini dalam bimbingan agama dan akhlak menggunakan pradigma al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad, sehingga memiliki substansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi keabsahannya. Namun terkadang kevalidan sebuah cerita terbentur pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang menyampaikan cerita itu sendiri sehingga terjadi banyak kelemahannya.
Selain itu bimbingan akhlak juga dapat dilakukan melalui metode : 1. Melatih dan membiasakan anak melakukan kegiatan ritual
Anak dilatih melaksanakan segala bentuk ibadah melalui proses pembiasaan, sehingga terdidik dalam ketaatan kepada Allah.
2. Mengajarkan al-Qur‟an
Pendidkan al-Qur‟an untuk anak dimulai dengan membaca sampai ia mampu mnghafalnya (jika mampu) agar ia memiliki kualitas keimanan sejak kecil, karena sabda Rasulullah:
(42)
“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang belajar al-Qur‟an dan mengajarkannya”.
3. Mengajarkan shalat
Shalat juga harus diajarkan orang tua kepada anak agar terjadi proses pembiasaan sesuai dengan usia mereka.
4. Mengenalkan halal dan haram
Mengenalkan dan mengajarkan halal dan haram sesuai dengan perkembangan anak dan kondisi psikhis anak.
5. Pembentukan kepribadian, mental dan fisik
Orang tua dalam hal ini wajib menciptkana suasana yang kondusif, komunikatif dan dialogis agar anak tumbuh dan berkembang menjadi pemberani dalam menghadapi tantangan kehidupan.
6. Memberikan nasiehat sesuai al-Qur‟an
Memberikan motivasi agar anak senang melakukan kebajikan tentu sesuai dengan standar prosedur al-Qur‟an dan tetap memberikan sanksi yang mendidik sebagai pembelajaran. 7. Memperkenalkan etika islami
Menanamkan etika islami dalam kepribadian anak, misalnya etika makan, berdoa sebelum dan sesudah makan,
(43)
etika bergaul, bersopan santun, menghormati orang lain dan sebagainya.33
Berikutnya bentuk bimbingan akhlak juga dikemukakan oleh Soekanto dalam karyanya “Seni Cerita Islam” yang diantaranya: 34
a) Sopan santun pada orang tua
Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Abu Hurairah r.a. Ia berkata; Rasulullah SAW melihat seseorang berjalan bersama anaknya, kemudian Nabi SAW bertanya kepada anak kecil itu “Siapakah orang yang berada di sampingmu itu?” anak itu menjawab, “ia adalah bapakku” kemudian Rasulullah
bersabda; “Ingatlah, kamu jangan berjalan di depannya dan
kamu jangan melakukan perbuatan yang dapat membuatnya mengumpatmu karena marah dan kamu jangan duduk sebelum ia duduk, dan jangan kamu panggil ia dengan
namanya”.
b) Sopan santun terhadap ulama
Thabrani meriwayatkan dari Abi Umamah r.a ia berkata;
“Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya Luqman berkata kepada anaknya, “Wahai anakku engkau harus banyak bergaul dan dekat dengan para ulama, dengarkan juga perkataan para ahli Hikmah, sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya Hikmah, sebagian ia menghidupkan hati yang mati dengan cahaya Hikmah, sebagaimana ia menghidupkan tanah yang tandus dengan air hujan.”
c) Etika menghormati orang yang lebih tua
Rasulullah SAW bersabda; “Bukan dari golongan kita, orang yang tidak sayang kepada yang lebih muda dan tidak menghormati orang yang lebih tua.”
33
Imam Moedjiono, Metode Dakwah Praktis, (Yogyakarta: As-Salam Press, 2007), h. 137-139.
34
(44)
d) Etika bersaudara
Orang tua harus mengajarkan kepada anak-anaknya untuk saling mengetahui tugas masing-masing, yang besar menyayangi yang kecil dan yang kecil menghormati yang besar, karena apabila masing-masing melaksanakan hak dan kewajibannya secara baik maka akan tumbuh harmonis dan damai.
e) Etika bertetangga
Tetangga mempunyai hak-hak dalam syariat Islam. Hal itu tidak lain adalah untuk memperkuat ikatan komunitas masyarakat muslim, orang tua harus mendidik anaknya untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat menyakiti tetangga. f) Etika meminta izin
Etika meminta izin adalah kewajiban seluruh orang besar maupun kecil dan hal ini mempunyai tempat tersendiri dalam syariat Islam. Sesungguhnya Al-Qur'an telah mendidik anak tentang etika meminta izin sebelum masuk kamar orang tuanya, Allah memerintahkan orang tua untuk mengajarkan etika meminta izin secara bertahap.
g) Etika makan
Imam al-Ghozali merangkum etika makan sebagai berikut: a. Tidak mengambil makanan kecuali dengan tangan
(45)
b. Memakan makanan yang terdekat c. Jangan mendahului orang lain makan
d. Jangan memandang makanan terus menerus atau melihat orang yang sedang makan
e. Tidak tergesa–gesa ketika makan, dan tidak berlebihan f. Kunyahlah makananmu dengan baik
g. Tidak boleh terus menerus memasukan makanan ke dalam mulut tanpa henti
h. Tidak mengotori pakaian atau kedua tangan i. Tidak boleh terlalu tergiur oleh makanan
j. Qona’ah (rasa puas) atas makanan yang kasar (tidak membangkitkan selera).
h) Etika memotong rambut
Ibnu Umar r.a. Berkata Rasulullah SAW. Melihat seorang anak yang di potong sebagian rambutnya, sebagian yang lain di biarkan begitu saja, lalu Nabi SAW. Melarangnya seraya berkata: “Potonglah seluruhnya atau biarkan seluruhnya” (HR Abu Daud Bin Nasa‟i). Dari keterangan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Akhlak adalah perangi atau sikap yang dapat dibina dan diciptakan dalam diri masing-masing pribadi. Dengan demikian, yang dibutuhkan oleh anak adalah pembinaan akhlak. Untuk mewujudkannya tidaklah mudah karena membutuhkan kerja
(46)
keras serta kesabaran orang tua selaku pendidik. Arti sebuah pembinaan akhlak adalah usaha untuk menjadikan perangai dan sikap yang baik sebagai watak seorang anak.
C. Anak
1. Pengertian Anak
Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.35
Sobur mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi
35
Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis, (Yogyakarta: ANDI, 2000), h. 15.
(47)
perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.36
Pengertian anak juga mencakup masa anak itu exist (ada). Hal ini untuk menghindari keracunan mengenai pengertian anak dalam hubugannya dengan orang tua dan pengertian anak itu sendiri setelah menjadi orang tua. Anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.37
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa anak merupakan mahkluk sosial, lihat perkembangan sosial anak, yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak (anak). Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya.
2. Periode Perkembangan Anak
Dalam proses perkembangan manusia dapat dilihat pada tahap-tahap perkembangan anak, yang terdiri dari beberapa fase perkembangannya
36
Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, h. 33-38.
37
Sunarto & Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h. 51.
(48)
yang mana antara fase yang satu dengan fase yang lain selalu berhubungan dan mempengaruhi serta memiliki ciri-ciri yang relatif sama pada setiap anak. Disamping itu juga perkembangan manusia tersebut tidak terlepas dari proses pertumbuhan, keduanya akan selalu berkaitan. Apabila pertumbuhan sel-sel otak anak semakin bertambah, maka kemampuan intelektualnya juga akan berkembang. Proses perkembangan tersebut tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik, melainkan juga pada perkembangan psikis.
Perkembangan anak penting dijadikan perhatian khusus bagi orangtua. Sebab, proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan mereka pada masa mendatang. Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa:
a. Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun) b. Early childhood (usia 4-7 tahun) c. Middle childhood (usia 8-11 tahun).38
Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut: fisik (motorik), emosi, kognitif dan psikososial.39 1. Perkembangan Fisik (Motorik)
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
38
Peterson Candida, Looking Forward Through The Lifespan: Developmental Psychology, (Australia: Prentice Hall, 1996), h. 217.
39
(49)
Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
a. Perkembangan motorik kasar
Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.
b. Perkembangan motorik halus
Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.
2. Perkembangan Emosi
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi
(50)
oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.
3. Perkembangan Kognitif
Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.
4. Perkembangan Psikososial
Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang. Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.40
40
(51)
3. Karakteristik Anak Usia 4-7 Tahun
Pada umumnya anak usia 4-7 tahun adalah dimana saat memasuki pendidikan, baik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun TK (Taman Kanak), TK Al-Quran yang dikenal dengan TKA (Taman Kanak-kanak Al-Quran) atau TPQ (Taman Pendidikan Quran). Itu artinya, sebagian tanggung jawab pendidikan anak terlimpahkan pada para guru TK tersebut. Namun demikian, adalah salah besar apabila orang tua menyerahkan pendidikan anak 100% pada lembaga pendidikan. Kegagalan pendidikan kepribadian anak kebanyakan karena kegagalan pendidikan dalam rumah; yakni pendidikan orang tua. Oleh karena itu, sukses tidaknya masa depan anak dan baik buruknya kepribadiannya, akan sangat tergantung seberapa peran kedua orang tua dalam proses pendidikannya. Terutama dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) yakni usia 0-4 tahun dan TK pada usia 5-7 tahun. Tentu saja peran orang tua tak kalah pentingnya, terutama dalam proses pembangunan kepribadian (character building).
Terkait dengan karakter anak pada usia 4-7 tahun yang dianggap masa emas (gold), penting dan berharga dalam penanaman nilai diantaranya;
a. Mulai belajar mengenal lingkungan sekitar tempat tinggalnya, keluarga, teman, tetangga dan sebagainya. b. Menirukan bahasa, tutur kata dan tingkah laku orang yang
(52)
c. Mengekspresikan hal apapun yang pernah ia ketahui.
d. Berimajinasi ketika melihat ataupun mendengarkan suara tertentu.
e. Senang dipuji ketika ia berhasil mencapai apa yang diraihnya.
D. Cerita Islami
1. Pengertian Cerita Islami
Cerita mempererat ikatan dan komunikasi orang tua dengan anak melalui cerita islami. Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya anak dapat mulai diberi cerita. Untuk anak-anak usia prasekolah, cerita dapat membantu mengembangkan kosa kata. Misalnya cerita-cerita tentang bintang sebagai makhluk ciptaan Allah. Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem solving.
Secara etimologi, cerita termasuk dalam klasifikasi kata sifat yang dapat diartikan sebagai dongeng atau tulisan yang sarat makna.41 Dalam
“English Dictionary”, cerita adalah terjemahan dari story dalam klasifikasi noun (benda-sifat), yang juga bisa diartikan pengalaman atau peristiwa pada waktu tertentu.42
Dari sisi istilah, cerita dapat didefinisikan secara lebih luas dan kontekstual, yaitu :
41
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 2008 dalam www.http;//artikata.com. Diakses pada tanggal 01 Mei 2011.
42
English Dictionary, Fakultas Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 2008 dalam www. www.http;//artikata.com. Diakses pada tanggal 01 Mei 2011.
(53)
1. Cerita yang merupakan kata sifat
a) Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya). Contoh : Begitulah ceritanya ketika kami mendaki gunung Bromo. b) Karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau
penderitaan orang; kejadian dan sebagainya, baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka.
c) Lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dan lainnya). Contoh: Film ini ceritanya kurang bagus.
2. Cerita yang merupakan kata benda
a) Omong kosong, dongengan (yang tidak benar) dan omongan. Contoh: Jangan banyak cerita!
3. Cerita yang merupakan bidang susastra
a) Rangkaian cerita yang cerita pertamanya membuahkan cerita kedua dan selanjutnya-(cerita berantai).
b) Cerita yang didalamnya mengandung cerita lain (pelaku atau peran dulu cerita itu bercerita)-(cerita berbingkai). c) Cerita rekaan yang dimuat sebagian demi sebagian, secara
berturut-turut di dalam surat kabar atau majalah, roman berangsur-(cerita bersambung).
d) Cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang, biasanya mengandung
(54)
ibarat, hikmah, atau ajaran budi pekerti, fabel-(cerita bingkai).
e) Kabar (perkataan dan sebagainya) yang bukan (belum tentu dapat dipercaya-(cerita burung).
f) Cerita yang melukiskan keadaan adikodrati (supernatural)-(cerita fantastik).
g) Cerita yang disusun untuk menyampaikan ajaran agama, ajaran moral, atau kebenaran umum dengan menggunakan perbandingan atau ibarat, parabel-(cerita ibarat).
h) Kisah pendek (kurang dari 10.000 kata), memberikan kesan tunggal yang dominan, dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika)-(cerita pendek).
i) Cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan-(cerita rakyat).
j) Cerita yang sengaja dikarang oleh pengarangnya sebagai hasil khayalan dari pengarang; cerita khayal, fiksi-(cerita rekaan).
k) Cerita rekaan yang mengandung unsur-unsur sejarah-(cerita sejarah).
Menurut para tokoh, Eka Wardhana43 misalnya, cerita adalah suatu karya baik fiksi maupun non fiksi, secara tulisan dan visual yang sarat
43
Eka Wardhana, Mendongeng, Membangun Karakter Anak, Majalah Ummi, Edisi : No.8 Tahun XXI | Rubrik: Psikologi Keluarga, Tahun 2008.
(55)
nilai. Maestro dongeng Indonesia, Kusumo Priyono berpendapat,44 bahwa cerita adalah karya tulis yang memiliki pesan moral dan budi pekerti. Adapun PM Toh (Pendongeng asal Aceh) dan Kak Bimo (Pendongeng dari Yogyakarta), keduanya memberikan definisi yang sama, yakni tulisan dengan muatan pesan moral yang dalam serta komprehensif.45
Adapun kata islami sendiri merupakan kata sifat yang bermakna moral, etika atau akhlak. Secara islami adalah semua hal yang menyangkut dengan sifat ke-Islaman atau hal yang telah disifatkan dengan Islam dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan istilah tersebut dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari ataupun.46
Jika ditarik kesimpulan, maka yang disebut sebagai cerita islami adalah kegiatan bercerita yang menuturkan perbuatan, pengalaman dan peristiwa agar membentuk imajinasi dan daya pikir yang sarat nilai islami, sehingga mengantarkan anak pada etika Islam. Tentunya sumber cerita bukan hanya terbatas dari tulisan saja, melainkan bisa diperoleh melalui audio visual, seperti film di berbagai stasiun televisi maupun dalam bentuk compact disk (CD). Tema cerita bisa mengenai keteladanan Nabi Muhammad SAW, sahabatnya, perjuangan berbagai tokoh Islam di berbagai Negara atau bahkan serial buku Totto Chan karya Tetsuko Kuroyanagi. Selain itu juga bisa dalam bentuk film seperti Ipin dan Upin, Children of Heaven, Laskar Pelangi dan sebagainya.
44
Rudi Maryati, Kekuatan Dongeng Terhadap Anak, www.http;//rudiblogspot.com. Diakses pada tanggal 06 Maret 2011.
45
Rudi Maryati, Kekuatan Dongeng Terhadap Anak, www.http;//rudiblogspot.com. Diakses pada tanggal 06 Maret 2011.
46
Bambang Trim, Pengertian Islam, Muslim dan Islami, www.muslim.or.id. Diakses pada tanggal 01 Mei 2011.
(56)
Beberapa manfaat cerita islami yang dapat digali dari kegiatan bercerita oleh penulis, diantaranya:
Pertama, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari cerita tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini.
Kedua, cerita merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seperti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi.
Ketiga, cerita dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai cerita, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku cerita yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku-buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya. Selain itu orang tua juga dapat menggunakan compact disk (CD).
2. Karakteristik Cerita Islami
Dalam cerita islami ada beberapa karakteristi yang mungkin membedakannya dengan cerita pada umumnya atau bahkan dongeng sekalipun. Yusuf al-Qardlawi dalam bukunya
ماسإل ةماعلا صئاصخلا
,
(1)
105
c. Membiasakan anak-anak dengan berdoa ketika memulai dan mengakhiri kegiatan agar terbiasa dekat dengan Allah melalui buku cerita dan gambar-gambar.
2. Bimbingan akhlak Islam yang ditanamkan kepada anak melalui metode bercerita sangat membantu mereka untuk mengetahui dan memahami ajaran-ajaran serta etika dalam Islam. Sehingga mereka dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung alat bantu, seperti buku-buku cerita, gambar berseri atau kemampuan orang tua berimprovisasi dalam menciptakan suasana yang menyenangkan. 3. Dalam melakukan bimbingan akhlak anak, orang tua juga dapat mulai
‘belajar’ bicara kepada anak dengan lebih hangat, ketimbang kritikan. Selain itu orangtua juga harus banyak membaca buku, karena pada dasarnya cerita-cerita teladan pada anak usia 4-7 tahun pada dasarnya banyak masuk ke alam bawah sadar, dimana alam bawah sadar inilah yang kemudian paling berperan membentuk karakter akhlak seorang anak.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan melihat sudut pandang pada keluarga Rt.03 Rw.01 Muara Jaya dalam melakukan bimbingan akhlak melalui cerita islami, maka penulis menyarankan kepada segenap komponen masyarakat di lingkup Rt.03 Rw.01 Muara Jaya untuk :
1. Hendaknya para orang tua bekerja sama dengan para pendidik atau guru pada instansi pendidikan, akademisi dan aparat desa setempat, tetangga
(2)
106
dan sebagainya dalam membimbing, membina akhlak anak usia 4-7 tahun, sehingga mereka akan memiliki budi pekerti yang baik, menjadi insan kamil untuk masa depan.
2. Kepada para orang tua di lingkup keluarga Rt.03 Rw.01 Muara Jaya hendaknya mampu membimbing akhlak anak dengan lebih maksimal tanpa merasa cukup dengan apa yang ada, dalam upaya menanamkan dan membiasakan nilai-nilai agama pada anak usia 4-7 tahun, sehingga anak terbiasa dengan sikap dan perilaku yang baik sesuai dengan ajaran Islam. 3. Dalam menghadapi zaman yang dinamis, peran orang tua, pihak sekolah
dan lingkungan masyarakat sangat membantu pertumbuhan kepribadian anak, terutama masa 4-7 tahun dimana anak mulai terbentuk karakter pribadinya. Karena itu hendaknya sekolah dan masyarakat mampu memainkan peranannya tersebut dengan baik demi keberhasilan proses pembimbingan akhlak. Di sisi lain, akan lebih bernakna, jika cerita dilengkapi dengan media yang sesuai dan memadai.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Abdul Majid. (2002). Mendidik Dengan Cerita. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
Alkafi, Muhammad bin Ya’kub. (1413). Al-Kulaini, Jilid VII, Tehran: Dar-Al-Kitab Ali-Islamiyah.
Al-Qardlawi, Yusuf. (1397 H./1977 M). Al-Khashais Al-Ammah lil Islam. Mesir: Maktabah Wahbah Kairo,
Arifin, H. M,. (1999). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Askara.
Adi Gunawan, K. (2004). Kamus Lengkap Inggris Indonesia-Indonesia Inggris. Surabaya: Kartika.
Aikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rieneka Cipta.
Ardani, Moh. (2005). Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: PT. Mitra Cahaya Utama. Aziz, Abdul. (2001). Mendidik Anak Dengan Cerita. Bandung: Remaja Rosdakarya.
A.R., Zahruddin. (2004). Pengantar Ilmu Akhlak. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Arief, Armai. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan. Jakarta : Ciputat Press.
Az-Zahra, Salsa. (2009). 101 Tips dan Ide Membangun Spiritualitas Anak, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Anonim, Makalah Ilmu Pendidikan Tentang Pengaruh Keterlibatan Orang Tua Terhadap Minat Membaca Anak Ditinjau Dari Pendekatan Lingkungan, http://www.makalahpsikologi.com/2009/02/pengaruh-keterlibatan-orang
tua-terhadap-minat-membaca-anak-ditinjau-dari-pendekatan-lingkungan.html. diakses pada tanggal 17 Desember 2010
Anonim, PGTK Darunnajah. Pendidikan Islam Untuk Anak Usia Dini. "http://pgtk--darunnajah.blogspot.com"><"img>., diakses pada tanggal 12 November 2010.
(4)
Anonim. (1996). Peranan Keluarga Memandu Anak.Jakarta : PT. Rajawali Pres.
Anonim. Pengertian Bimbingan dan Konseling.
http://sarkomkar.blogspot.com/2009/02/pengertianhttp://sarkomkar.blogsp ot.com/2009/02/pengertian-bimbingan-dan-konseling.html. diakses pada tanggal 17 Desember 2010.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. (2000). Metode Penelitian Sosial (Terapan dan Kebijaksanaan). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Creswell, J.W,. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Design. California: Sage Publications, In.
Dariyo, Agoes. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama
(Psikologi Atitama). Bandung : PT. Rafika Aditama,. dalam Kata
Pengantar Seto Mulyadi.
Daradjat, Zakiah. (1996). Pendidikan Anak Dalam Keluarga Dan Sekolah. Jakarta : Ruhama.
Hapinudin, dan Winda Gunarti. (1996). Pedoman Perencanaan dan Evaluasi Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PGTK Darul Qolam.
Hurlock, Elizabeth B. (2002). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hasan Bikhu, Behruz. (1380 HS). Rawanshenasi khanewade, Sar Omade Kawush [Terj], , Cet ke-1. Tehran.
Hidayat, Achmad dan Arief Imran. (2004). Paduan Mengajar KBK di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Insida Lantabora.
Hartono, Agung dan Sunarto. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ibnu Hajar al-Asqalany. (1987). Bulughul Maram. Beirut: Dar al-Fikr. Ilyas, Asnelli. (1997). Mendambakan Anak Soleh. Bandung: Al-Bayan. Konvensi Hak Anak. (1987). Panduan bagi Jurnalis. Jakarta: LSPP.
(5)
Luthfi, M. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta: Lembaga UIN Syarif Hidayatullah.
Marbun, B.N. (2005). Kamus Manajemen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Marjo, Y.S. (1997). Kamus Populer. Surabaya: Bringin Jaya
Moedjiono, Imam. (2007). Metode Dakwah Praktis. Yogyakarta: As-Salaam Press
Mubarok, Achmad. (2005). Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah Hingga
Keluarga Bangsa. Jakarta: The International of Islamic Thought (IIIT)
Indonesia dan PT. Bina Rena Pariwara.
Matthew Michael Huberman, Milles. (2007). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Maulana, Achmad. (2004). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Absolut.
Nawawi, Hadari. (1993). Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University
Nata, Abuddin. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Peterson, Candida. (1996). Looking Forward Through The
Lifespan:Developmental Psychology. Australia : Prentice Hall.
Purwandari, E. Kristi. (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Menengah.
Risyana, Eka. Pengertian Bimbingan dalam Konsep Bimbingan dan Konseling, http://risyana.wordpress.com/2009/04/20/pengertian-bimbingan-dalam-konsep-bimbingan-dan-konseling/, diakses pada tanggal 17 Desember 2010.
Rifa’i, Ahmad. Pengertian Akhlak. http://ahmad Rifa’i. blogspot.com/2009/02/pengertian akhlak.html, diakses pada tanggal 17 Desember 2010.
Ramayulis. (2001). Pendidikan Islam dalam Keluarga. Jakarta: Kalam Mulia. R., Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak. Jakarta:
(6)
Soemantri, T. Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama.
Sukardi, Dewa Ketut. (1997). Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sugiyana.(2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Soekanto. (2000). Seni Cerita Islami. Jakarta: Bumi Mitra Press.
Suprayogo, Imam dan Tabroni. (2003). Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Suryabrata, Sumadi. (2002). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: ANDI.
Supriadi, Eddy. (2003). Srategi Belajar Mengajar. Jakarta : LPGTK Tadika Puri. Tafsir, Ahmad. (2003). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1998). Kamus Besat Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ya’kub, Hamzah. (1997). Etika Islam. Jakarta: Republika.
Yusuf, Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Yunus, Mahmud. (1983). Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Hida Karya Agung.