commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari – hari. Kegiatan belajar dapat mengembangkan potensi – potensi
yang dibawa sejak lahir. Unsur yang ada didalam kegiatan belajar diantara adalah guru dan siswa.
Pada saat ini pembelajaran matematika terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Apalagi beberapa tahun ini mata
pelajaran matematika di UASBN. Perkembangan baru terhadap pandangan pembelajaran matematika membawa konsekuensi pada guru untuk meningkatkan
peranan dan kompetensinya, meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan profesionalnya, dalam membelajarkan siswa – siswanya. Guru ditantang untuk
dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang lebih meningkat terarah pada penguasaan konsep matematika yang dapat bermanfaat dalam kegiatan
sehari – hari dalam masyarakat. Untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan matematika. Maka kreatifitas sumber daya manusia merupakan
syarat mutlak untuk ditingkatkan. Akan tetapi dalam prakteknya dilapangan, pembelajaran matematika yang
telah diterapkan sangatlah bertolak belakang dengan konsep pembelajaran diatas. Seperti halnya yang terjadi di SD Negeri Kedunggubah Kecamatan Kaligesing
Kabupaten Purworejo. Pembelajaran berpusat pada guru, yang dilaksanakan
commit to user secara teoritis sehingga pemahaman siswa dalam menguasai konsep matematika
sangat kurang. Guru hanya mendril soal – soal tanpa disertai pembelajaran melalui benda – benda nyata. Saat pembelajaran matematika guru hanya
menjelaskan dan menyampaikan informasi yang terdapat pada buku siswa buku panduan pengajaran matematika tanpa disertai peragaan dengan benda – benda
konkrit nyata. Alangkah fasilitas tidak terjangkau, banyak waktu yang terbuang tidak efisien waktu dan tenaga. Misalnya pada materi membandingkan dua
bilangan pecahan, guru hanya menjelaskan konsep tentang nilai pecahan tanpa diperagakan dengan benda – benda. Contonya buah aper, kertas dan sebagainya.
Dari nilai formatif rata – rata nilainya sedangkan untuk nilai membandingkan dua bilangan pecahan hanya siswa kurang termotivasi belajar matematika karena
pelajaran matematika sulit, menakutkan, membosankan dan kurang menarik. Siswa tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan menyampaikan informasi
tentang membandingkan dua bilangan pecahan apalagi mendemonstrasikan secara ilmiah dengan benda – benda nyata, guru hanya menggunakan metode
ceramah dan pemberian tugas saja, sehingga konsep membandingkan dua bilangan pecahan sulit dipahami siswa.
Dari contoh diatas terlihat bahwa sistem konvensional lazim digunakan guru dalam pembelajaran. Siswa dianggap sebagai wadah kosong yang siap diisi
dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai kemauan guru. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas, keterampilan, dan kemampuan
yang dimiliki. Akibatnya siswa malas belajar karena pelajaran kurang menarik.
commit to user Whitherington
mengungkapkan http:www.asributonphysic
UNHALU.mmt seorang anak yang kurang atau tidak berminat terhadap pelajaran, maka anak tersebut akan menunjukkan sikap tidak simpatik seperti
malas dan tidak bergairah dalam belajar. Selain kurangnya minat belajar matematika, hasil belajar siswa yang dicapai juga rendah. Hal tersebut terjadi
tidak terlepas dari kurang tepatnya metode ceramah dan pemberian tugas yang digunakan guru. Dampaknya ke depan adalah rendahnya mutu pendidikan yang
salah satunya disebabkan oleh rendahnya kualitas guru sebagai tenaga pendidik karena pengajaran yang tidak tepat dan kurang menggugah minat belajar siswa.
Hal ini
sesuai dengan
pernyataan Matulada
http:www.ilmiah- tesis.com20090pegaruh-interaksi-pendekatan.html yang menyatakan bahwa
rendahnya kualitas pengajar disebabkan pengajaran yang menyatakan bahwa rendahnya kualitas pengajar disebabkan pengajaran yang kurang efektif, kurang
efisien, kurang kreatif, dan kurang membangkitkan minat siswa untuk belajar. Menurut Piaget dalam Semiawan 1999:271 anak usia SD usia 7-11
tahun berada pada tahap perkembangan operasional konkrit. Hal ini ditandai dengan semakin berkurangnya egosentris, siswa secara psikologis lebih mudah
memahami konsep yang rumit dan abstrak bila disertai dengan contoh kongkrit yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Dalam pembelajaran gerak
benda di atas, siswa sulit memahami perbandingan pecahan karena cenderung abstrak. Perkembangan pikiran siswa sulit untuk menjangkau sejauh itu. Siswa
menelan mentah – mentah konsep materi dari ceramah guru.
commit to user Hakikat belajar matematika tentu saja tidak cukup sekedar mengingat dan
memahami konsep yang dipaparkan guru. Anak mampu berfikir logis untuk memecahkan
masalah kongkrit
dengan mengalami
sendiri. Piaget
http:www.teoripembelajaran.teknodik.net?p=271 mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental. Proses
penemuan konsep matematika yang melibatkan aktivitas baik fisik maupun mental dapat dilaksanakan dan ditingkatkan melalui peragaandemonstrasi. Hal
ini sesuai
dengan hasil
penelitian Yaqin
http:www.yusupsubagyo.blog.unnes.ac.idwp content uploods PKP UNNES PDF.pdf
yang menyatakan bahwa kegiatan peragaan benda nyata meningkatkan pemahaman siswa.
Oleh karena itu pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dilaksanakan untuk melibatkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Melalui
pendekatan matematika realistik memungkinkan siswa dapat mengamati dan menggali konsep matematika dengan menerapkan keterampilan – keterampilan
mendasar pada dirinya untuk menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep, sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna. Siswa
didorong untuk melakukan peragaandemontrasi sehingga dapat membangkitkan gairah
belajar siswa.
Whitherington mengungkapkan
http:www.asributonphysic UNHALU.mmt anak yang senang terhadap pelajaran maka akan menunjukkan sikap simpatik, rajin dan penuh gairah dalam
menekuni pelajaran, sehingga melahirkan hasil yang memuaskan. Bila siswa memiliki minat yang tinggi dalam pembelajaran matematika maka ia akan
commit to user memberikan usaha empat kali untuk belajar dibandingkan siswa minatnya sedikit.
Hal ini diungkapkan oleh Hurlock http:www.mathedu-unila.blogspot.com yang menyakatan bahwa anak – anak yang berminat dalam aktivitas, berada
dimanapun akan memberikan usaha empat kali lipat untuk belajar dibandingkan anak – anak yang minatnya sedikit atau mudah merasa bosan. Dengan demikian
bila minat belajar siswa diharapkan dapat membantu memperbaiki hasil belajarnya Hurlock 2005:116 menambahkan bahwa minat dapat menambah
kegembiraan pada setiap kegiatan yang ditekuni. Bila pendekatan matematika realistik dapat menarik gairah belajar siswa maka pengalaman belajar yang
mereka dapatkan akan menimbulkan kesan menarik dan menyenangkan semangat siswa terhadap apa yang dipelajari saat peragaan, hasilnya lebih dapat diingat
dalam jangka panjang dan digunakan kembali sebuah dasar pembelajaran dimasa yang akan datang.
Atas dasar urian dan permasalahan – permasalahan yang ada peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Pendekatan Matematika
Realistik untuk meningkatkan Kemampuan Membandingan Dua Bilangan Pecahan Untuk Siswa SD Negeri Kedunggubah, Purworejo Tahun Pelajaran
20092010”. B.
Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi permasalahan sebagai berikut :
1. Pengajaran matematika hanya dipelajari dengan cara teoritis dan
menghafal.
commit to user 2.
Siswa kurang tertarik dengan metode pembelajaran ceramah yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika.
3. Pengajaran matematika tanpa disertai dengan peragaan demontrasi
benda-benda nyata realistik. 4.
Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan serta kemampuan yang dimiliki.
5. Struktur kognitif anak SD mampu berfikir logis untuk memecahkan
konsep yang unik dan abstrak bila disertai dengan contoh konkrit nyata dengan mengalami sendiri.
6. Minat belajar matematika masih rendah.
7. Hasil belajar siswa masih rendah.
8. Penggunaan media dalam pembelajaran masih kurang.
C. Pembatasan Masalah