Pengujian Sifat Mikroskopis Perbandingan Sifat Anatomi Kayu Tusam (Pinus merkusii) Alami dan Tanaman

Penggolongan lebar jari-jari diketahui bahwa kayu tusam alami dan kayu tusam tanaman termasuk golongan sangat lebar 200-400 µm. Pada tusam alami sebesar 271,14 µm sedangkan pada tusam tanaman sebesar 208,92 µm.

4. Pengujian Sifat Mikroskopis

Pengukuran Dimensi Serat Dimensi serat yang diukur meliputi panjang, diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat yang memiliki hubungan yang kompleks dan memiliki pengaruh terhadap tujuan penggunaannya. Pengukuran dimensi serat diperoleh dari hasil rata-rata masing-masing dimensi serat. Hasil pengukuran serat dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Gambar 6. Dimensi Serat Tusam Alami Perbesaran 40x Universitas Sumatera Utara Gambar 7. Dimensi Serat Tusam Tanaman Perbesaran 40x Hasil pengukuran dimensi serat kayu tusam P. merkusii alami dan tanaman ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-Rata Dimensi Serat Kedua Jenis Pohon Tusam P. merkusii No . Jenis Dimensi Serat µm Panjang serat Diameter serat Diameter lumen Tebal dinding serat 1 Tusam P. merkusii alami 10 Tahun 1672.80 25.17 13.39 5.89 2 Tusam P. merkusii tanaman 20 Tahun 2377.27 31.85 15.81 8.02 Hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan terlihat perbedaan rata- rata panjang masing-masing serat tersebut. Tusam alami berumur ±10 tahun memiliki rata-rata panjang serat sebesar 1672.80 µm sedangkan pada tusam tanaman berumur Universitas Sumatera Utara 20 tahun memiliki panjang serat sebesar 2377.27 µm. Tusam alami berumur ±10 tahun termasuk ke dalam subkelas cukup panjang dengan selang 1601-2200 µm sedangkan pada tusam tanaman umur 20 tahun termasuk ke dalam subkelas sangat panjang dengan selang 2201-3000 µm. Dalam Pasaribu dan Ritonga 1997 menyatakan serat yang panjang dianggap akan memberikan kertas dengan sifat kekuatan sobek tinggi dan dalam batas yang lebih rendah memberikan pula kekuatan tarik, jebol, dan kekuatan lipat yang tinggi. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa panjang serat bukan satu-satunya dasar yang menentukan kekuatan kertas yang tinggi tetapi terdapat faktor lain yang besar peranannya seperti tebal dinding serat, diameter serat, dan diameter lumen. Gambar 5 dan 6 diatas dapat dilihat perbedaan panjang serat tusam alami umur ±10 tahun dan tusam tanaman umur 20 tahun. Serat pada tusam tanaman lebih panjang dibanding tusam alami. Hal ini disebabkan karena perbedaan umur kayu tusam yang diambil. Semakin besar umur suatu kayu, maka panjang seratnya akan bertambah juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rulliaty dan Lempang 2004 yang menyatakan bahwa umumnya dimensi sel bertambah sesuai dengan pertambahan umur pohon sampai periode tertentu dimana sel-sel kambium dewasa dan kemudian sel-sel yang terbentuk akan mempunyai dimensi sel yang lebih kecil dibandingkan dimensi sel yang dibentuk sebelumnya. Demikian pula lokasi tempat tumbuh dapat memberikan variasi terhadap dimensi sel yang terbentuk karena adanya pengaruh tempat tumbuh seperti kondisi tanah, cuaca atau iklim setempat yang berbeda. Universitas Sumatera Utara Tabel 17 menunjukkan diameter serat dan diameter lumen. Dalam Kasmudjo 1994 mengklasifikasikan diameter serat ke dalam tiga kelas yaitu kelas diameter lebar 26,00 – 40,00 µm, diameter sedang 11,00 – 25,00 µm, dan diameter sempit 2,00 – 10,00 µm. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka tusam alami umur ±10 tahun dengan nilai rata-rata diameter sebesar 25.17 µm dan tusam tanaman sebesar 31.85 µm termasuk ke dalam klasifikasi diameter serat dengan kelas lebar dengan interval 26,00 – 40,00. Perbandingan rata-rata diameter serat kedua jenis tusam tersebut tidak terlalu nampak. Hal ini dapat dilihat dari pengklasifikasiannya, keduanya termasuk kelas lebar. Diameter lumen rata-rata tusam alami sebesar 13,39 µm, sedangkan tusam tanaman sebesar 15,81 µm. Diameter lumen juga berpengaruh sebagai perbandingan dengan diameter serat yang disebut sebagai flexibility ratio tingkat fleksibilitas serat yang menunjukkan hubungan parabolis dengan kekuatan tarik dan panjang putus Haygreen dan Bowyer, 1996. Tebal dinding serat dapat dihitung dari nilai diameter serat dan diameter lumen dengan cara pengurangan diameter serat dengan diameter lumen lalu dibagi dua. Tebal dinding serat rata-rata tusam alami sebesar 5.89µm sedangkan tusam tanaman sebesar 8.02 µm. Serat dapat dikatakan berdinding tebal jika lumen atau rongga selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dalam Nawawi 1997 menyatakan tebal dinding serat merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut menetukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal bulky. Serat berdinding tipis mudah mengalami lembek collapse dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan Universitas Sumatera Utara yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat sedangkan serat dengan dinding tebal sukar menjadi lembek lembut dan bentuknya tetap membulat pada waktu pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dimana akan memberikan kekuatan sobek yang tinggi. Serat dengan dinding sel tipis memberikan sifat kekuatan sobek yang rendah tetapi kekuatan tarik yang tinggi Turunan Dimensi Serat Dimensi serat dan turunannya merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat pulp yang dihasilkan. Turunan dimensi serat runkle ratio, felting power, muhlsteph ratio, coefficient of rigidity, flexibility ratio dari jenis kayu tusam P. merkusii alami dan tanaman dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-rata turunan dimensi serat kedua jenis pohon tusam P.merkussi alami dan tanaman. No . Jenis Turunan Dimensi Serat Runkle Ratio Felting Power Muhlsteph Ratio Coefficient of Rigidity Flexibil ity Ratio 1 Tusam P.merkusii alami ±10 Tahun 0.95 67.93 69.89 0.23 0.54 2 Tusam P.merkusii tanaman 20 Tahun 0.73 77.22 72.02 0.25 0.50 Nilai rata-rata runkle ratio bilangan Runkel tusam alami adalah 0,95, tusam tanaman sebesar 0,73 Dari data tersebut berdasarkan klasifikasi Runkel untuk kayu tusam alami dan tanaman termasuk ke dalam kelas III 0,51-1,00 yaitu dinding sel dan lumen sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmudjo 1994 yang menyatakan bahwa Kelas III 0,51-1,00, dinding sel dan lumen sedang, terdapat pada Universitas Sumatera Utara kayu agak beratsedang. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat masih cukup baik. Berdasarkan klasifikasi Runkel dan hubungannya dengan mutu pulp dan kertas maka nilai Runkel yang baik untuk pulp dan kertas adalah di bawah 1,00. Nilai runkel ratio bilangan Runkel untuk kedua jenis tusam adalah lebih kecil atau di bawah 1,00. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmudjo 1994 yang menyatakan bahwa serat yang tipis apabila yang dibuat kertas akan menghasilkan lembaran yang lebih pipih dan ikatan serat yang diperoleh lebih kuat dan baik. Nilai rata-rata felting power daya tenun tusam alami sebesar 67.93 dan tusam tanaman sebesar 77.22. Tusam alami termasuk ke dalam kelas III40-70 sedangkan untuk tusam tanaman termasuk kedalam kelas II 77,22. Nilai daya tenun merupakan perbandingan panjang serat dengan diameter serat. Semakin besar perbandingan tersebut maka semakin tinggi kekuatan sobek dan semakin baik daya tenun seratnya. Dengan kekuatan sobek yang tinggi itu juga berarti panjang serat juga semakin panjang karena dalam menjalin antara serat semakin panjang dan gaya sobek akan terbagi dalam luasan yang lebih besar Syafii dan Siregar, 2006. Nilai rata-rata muhlsteph ratio bilangan Muhlsteph tusam alami umur ±10 tahun sebesar 69.89 dan tusam tanaman umur 20 tahun sebesar 72,02 termasuk ke dalam kelas III 61-80 dengan kualitas serat cukup baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmudjo 1994 yang menyatakan bahwa nilai Muhlsteph ratio bilangan Muhlsteph akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi, apabila nilai muhlsteph ratio bilangan Muhlsteph semakin besar tetapi tidak maksimal maka hasil kertas tersebut akan mudah robek jika diremas atau dilipat. Universitas Sumatera Utara Nilai rata-rata coefficient of rigidity koefisien kekakuan tusam alami umur ±10 tahun sebesar 0,23 dan tusam tanaman umur 25 tahun sebesar 0,25 termasuk ke dalam kelas IV 0,20. Semakin tinggi koefisien kekakuan maka semakin rendah kekuatan tarik dari kertas tersebut. Sebaliknya semakin rendah koefisien kekakuan maka semakin tinggi kekuatan tarik kertas bersangakutan. Maka untuk pembuatan pulp sebaiknya mempunyai nilai koefisien kekakuan yang rendah . Nilai rata-rata flexibility ratio nilai fleksibilitas tusam alami umur ±10 tahun sebesar 0,54 dan tusam tanaman 0,50 tergolong ke dalam kelas III0,40 -0,60. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syafii dan Siregar 2006 yang menyatakan bahwa semakin tinggi flexibility ratio nilai fleksibilitas maka semakin baik, dimana serat dalam komposisi kertas akan semakin fleksibel terhadap adanya tarikan sehingga apabila dijadikan produk kertas maka kualitasnya akan sangat baik. Umumnya nilai flexibility ratio nilai fleksibilitas yang tinggi memungkinkan serat-serat tersebut untuk dibuat menjadi kertas khusus dengan mementingkan kualitas yang baik. Perbandingan dimensi serat dan nilai turunan serat terhadap klasifikasi kualitas serat Tabel 19. Penilaian kedua serat kayu P. merkusii sebagai bahan baku pulp dan kertas N o Parameter yang diamati Rata-rata nilai pengukuran Nilai berdasarkan kriteria serat kayu Indonesia Tusam alami Tusam tanaman Tusam alami Tusam tanaman 1 Panjang serat µm 1672.80 2377.27 50 100 2 Runkle ratio 0.95 0.73 25 25 3 Felting Power 67.93 77.22 50 50 4 Muhlsteph ratio 69.89 72.02 25 25 5 Coefficient of rigidity 0.23 0.25 25 25 6 Flexibility ratio 0.54 0.50 50 50 Jumlah 250 300 Kelas mutu II II Universitas Sumatera Utara Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai parameter untuk tusam alami dan tanaman masing-masing sebesar 250 dan 300. Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu Indonesia digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas maka kedua tusam tersebut termasuk kedalam kelas mutu II dengan interval 225-449. Dari penilaian tersebut maka kedua tusam tersebut baik dan layak untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas karena memiliki jenis kayu agak ringan sampai berat, dinding serat tipis sampai sedang dan lumen agak lebar yang menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek dan tarik yang sedang. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sifat anatomi tusam Pinus merkusii alami dan tanaman tidak jauh berbeda, hanya terdapat sedikit perbedaan dalam hal warna kayu. 2. Dimensi serat panjang serat, diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat tusam tanaman lebih besar dibanding tusam alami. 3. Nilai turunan dimensi serat Runkle ratio dan Flexibility ratio tusam alami lebih besar dibanding tusam tanaman sedangkan nilai turunan Felting power, Muhlsteph ratio dan Coefficient of rigidity tusam tanaman lebih besar dibanding tusam alami. 4. Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas maka kedua jenis tusam P.merkusii alami dan tanaman termasuk dalam kelas mutu II. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sifat fisis dan mekanik kayu tusam alami dan tanaman. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Deskripsi Tanaman Tusam Genus pinus termasuk divisi Embriophyta Siphonogama atau lebih dikenal sebagai divisi Spermatophyta sub divisi Gymnospermae, ordo Coniferae Mirov, 1967. P. merkusii Jungh et de Vriese termasuk famili Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. finlaysoniana Blume, P. latteri Mason, P. merkusii var. tonkinensis, P. merkusiana Cooling Gaussen. Nama daerah : Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam Sumatera, Pinus Jawa, Sral Kamboja, Thong Mu Vietnam, Tingyu Burma, Tapusan Filipina, Indochina Pine, Sumatra Pine, Merkus Pine Amerika Serikat, Inggris dan lain-lain Harahap, 2000. Tinggi P. merkusii dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Warna kayu teras dari kayu tusam ini adalah coklat-kuning muda dengan pita dan gambar yang berwarna lebih gelap dan warna kayu gubalnya putih atau kekuning- kuningan,serta teksturnya halus dan berserat lurus. Berat jenis kayunya adalah sekitar 0,40-0,75 atau rata-ratanya 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV Harahap dan Izudin, 2002. P. merkusii Jungh et de Vriese pertama sekali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani dari Jerman - Dr. F. R. Universitas Sumatera Utara Junghuhn - pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai melewati 2 LS Harahap, 2000. Syarat Tumbuh dan Penyebaran P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang. Di Indonesia, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2.000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400-1.500 mdpl Khaerudin, 1999. P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, yaitu : 1. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada umumnya terdapat pada ketinggian 800 – 2000 mdpl. 2. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke selatan Danau Toba. Tegakan pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan. Di pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar. Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl Universitas Sumatera Utara 3. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500 – 2000 mdpl Butarbutar et al., 1998. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi type B dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.000 sd 2.500 mm. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 90-100 Dephut, 2012, sedangkan di Tapanuli Utara suhunya lebih tinggi yaitu 20-31 c dengan kelembaban 80- 90 BMKG, 2012. Sifat Makroskopis Kayu 1. Warna Kayu Warna kayu disebabkan adanya zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu sangat bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang berbeda saja, tetapi perbedaan warna juga terjadi dalam jenis kayu yang sama, bahkan dapat terjadi pada sebatang kayu. Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1. Tempat di dalam batang 2. Umur dari pohon pada saat ditebang 3. Kelembaban udara dan penyingkapan. Pandit dan Ramdan, 2002. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang lebih tua lebih gelap bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon Universitas Sumatera Utara yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya cuaca, angin, cahaya matahari, dan sebagainya Bowyer et al., 2003. Warna kayu ada beraneka ragam antara lain kuning, hitam, keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kemerah-merahan dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat pengisi warna yang berbeda-beda. Warna kayu dapat disebabkan oleh faktor-faktor kelembaban kayu, tempat dalam batang, umur pohon dan adanya zat ekstraktif dalam sel kayu. Kayu teras umumnya memiliki warna kayu yang lebih gelap dari pada kayu gubalnya. Kayu yang lebih tua dapat memiliki warna yang lebih gelap dari kayu yang lebih muda dari jenis kayu yang sama. Kayu yang kering berbeda pula dengan kayu yang masih basah. Pada umumya, warna kayu bukanlah warna yang murni tetapi warna campuran dari berbagai jenis warna kayu yang ada Dumanauw, 1990.

2. Tekstur