68
BAB IV
PEMBATALAN HAK SEWA BANGUNAN OLEH AHLI WARIS TERHADAP RUKO YANG TELAH DIBANGUN DI ATAS TANAH MILIK
ORANG LAIN STUDI PUTUSAN: PENGADILAN NEGERI MEDAN NO.227PDT.G2012PN.MEDAN
A. Pembatalan Sewa Menyewa Tanpa Persetujuan Pihak Penyewa
Menurut ketentuan bahwa sewa menyewa sebagaimana diatur dalam KUHPerdata adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan
menyerahkan benda untuk dipakai dalam satu jangka waktu tertentu. Sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk
pemakaian itu pada waktu yang ditentukan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata Pasal 1313, dijelaskan bahwa perjanjian adalah “suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Sedangkan menurut Prof. Subekti, “Suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
59
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan
tidak cakap. Orang yang dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang meliputi Membuat suatu perjanjian, harus dipenuhi syarat-syarat agar perjanjian
tersebut sah dan dapat dimintakan pertanggungjawabannya di depan hukum, KUH Perdata Pasal 1320 dijelaskan syarat-syarat sah perjanjian yaitu :
1. Kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya kata sepakat ini harus bebas dari unsur khilaf, paksaan ataupun penipuan Pasal 1321
59
R. Subekti, Aneka Perjanjian Op.cit., hal 3
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1330: a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua
orang kepada siapa undang-undang telah melarang perbuatan perjanjian-perjanjian tertentu.
3. Suatu hal tertentu hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian Pasal 1332
4. Suatu sebab yang halal yakni sebab yang tidak bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan baik atau ketertiban umum.Pasal 1337
Pembatalan sepihak atau pembatalan perjanjian tanpa persetujuan pihak lainnya yang membuat perjanjian atas suatu perjanjian dapat diartikan sebagai
ketidaksediaan salah satu pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian. Pada saat mana pihak yang lainnya tetap
bermaksud untuk memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya dan menghendaki untuk tetap memperoleh kontra prestasi dari pihak yang lainnya itu. Seperti yang
diketahui bahwa perjanjian yang sah, dalam arti memenuhi syarat sah menurut undang-undang, maka berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 1 KUH Perdata, sedangkan pada ayat 2 menyebutkan bahwa:
“persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu” Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata tersebut, jelas bahwa perjanjian itu tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat dibatalkan sepihak, karena jika perjanjian tersebut dibatalkan secara sepihak, berarti perjanjian tersebut tak mengikat diantara orang-orang yang
membuatnya. Jika dilihat dari Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata, maka jelas diatur mengenai syarat batal jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Pembatalan tersebut harus dimintakan ke pengadilan, hal ini dimaksudkan agar nantinya tidak ada para pihak yang dapat membatalkan perjanjian sepihak dengan
alasan salah satu pihak lainnya tersebut tidak melaksanakan kewajibannya wanprestasi.
Menurut Pasal 1266 KUH Perdata, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat supaya pembatalan itu dapat dilakukan. Tiga syarat itu adalah:
1. perjanjian bersifat timbal balik 2. harus ada wanprestasi
3. harus dengan putusan hakim Perjanjian timbal balik, seperti yang telah dijelaskan di atas dimana kedua
pihak memenuhi kewajibannya masing-masing, yakni prestasi. Jika salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi mengenai syarat pokoknya dari perjanjian,
maka dapat diajukan gugatan permintaan pembatalan perjanjian kepada hakim.
60
60
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 2000, hal 130
Ada beberapa teori hukum yang terkait dengan pembatalan perjanjian secara sepihak, yaitu repudiasi terhadap perjanjian. Repudiasi repudiation, anticepatory
adalah pernyataan mengenai ketidaksediaan atau ketidakmampuan untuk melaksanakan perjanjian yang sebelumnya telah disetujui, pernyataan mana
disampaikan sebelum tiba waktu melaksanakan perjanjian tersebut. Repudiasi dalam pengertian itu disebut repudiasi anticepatory yang berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
repudiasi biasa ordinary yaitu pembatalan yang dinyatakan ketika telah masuk masa pelaksanaan perjanjian.
61
Konsekuensi yuridis dari adanya repudiasi atas suatu kontrak adalah dapat menunda atau bahkan membebaskan pihak lain dari kewajiban melaksanakan
prestasi dari perjanjian tersebut; dan di sisi lain memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat segera menuntut ganti rugi, sungguhpun kepada pihak
yang melakukan repudiasi belum jatuh tempo untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian.
62
cara yaitu: Suatu tindakan repudiasi atas suatu perjanjian dapat diwujudkan dengan
63
61
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 2014, hal 105.
62
Ibid
63
Ibid, hal 107-109.
a. Repudiasi secara tegas maksudnya pihak yang menyatakan repudiasi menyatakan kehendaknya dengan tegas bahwa dia tidak ingin melakukan
kewajibannya yang terbit dari perjanjian. b Repudiasi secara inklusif di samping secara tegas-tegas, maka tindakan
repudiasi dapat juga dilakukan tidak secar tegas, tetapi secara inklusif. Maksudnya dari fakta fakta yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa salah
satu pihak telah tidak akan melakukan kewajibannya yang terbit berdasarkan perjanjian. Kriteria utama terhadap adanya repudiasi inklusif adalah bahwa
pihak yang melakukan repudiasi menunjukkan tindakan atau maksudnya secara logis dan jelas reasonably clear bahwa dia tidak akan melaksanakan
kewajibannya yang terbit dari perjanjian. Pembatalan sewa sepihak tanpa persetujuan dari pihak penyewa
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu pembatalan perjanjian yang dapat dilakukan oleh si pemberi sewa dengan ketentuan tertentu apabila si penyewa melakukan
wanprestasi atau pun jangka waktu dari pada perjanjian sewa menyewa tersebut. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 dalam
Pasal 21 yang menyatakan : “sewa menyewa rumah baik dengan perjanjian tertulis maupun dengan
perjanjian tidak tertulis dan telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1992, dinyatakan berakhir dalam jangka
waktu 3 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut.”
64
64
Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 227 Pdt.G 2012 PN.Mdn., hal 7.
Sehingga apabila sebuah perjanjian sewa menyewa yang tidak mencantum kan waktu tertentu sudah jelas akan berakhir setelah 3 tahun masa perjanjian
tersebut dibuat kecuali para pihak sepakat membuat perjanjian kembali untuk memperpanjang sewa terhadap bangunan tersebut.
Jika sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa itu berakhir demi hukum otomatis apabila waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa
diperlukannya sesuatu pemberitahuan-pemberhentian untuk itu. Sebaliknya, kalau sewa-menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada
waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya, pemberitahuan mana
harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka dianggaplah
bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama. Perihal sewa tertulis itu diatur dalam Pasal 1570 KUHPerdata dan perihal sewa yang tidak tertulis lisan
Universitas Sumatera Utara
diatur dalam Pasal 1571 KUHPerdata.
B. Dasar Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Oleh Pemilik Tanah dan Ahli Waris Terhadap Si Penyewa Bangunan Ruko
Seperti yang diketahui pada pembahasan sebelumnya sewa menyewa di atur dalam KUHPerdata yang membahas mengenai sebuah perjanjian yang
dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang hendak memperlihatkan bahwa suatu perjanjian adalah:
1. Suatu perbuatan 2. Sekurangnya dua orang
3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara pihak-pihak yang berjanji tersebut.
Sewa-menyewa menurut Pasal 1548, BabVII Buku III KUH Perdata menyebutkan bahwa:
“Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya
kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang pihak tertentu belakangan itu disanggupi
pembayarannya”. Pembatalan sewa juga sudah diuraikan pada pembahasan sebelumnya
dimana pembatalan sewa dapat terjadi diakibatkan hal hal tertentu dan pada kasus putusan Pengadilan Negeri Medan No.227Pdt.G2012PN.Medan dasar dari
pembatalan sewa terhadap penyewa bangunan ruko adalah sewa menyewa tanpa tenggang waktu tertentu. Di dalam KUH Perdata jelas disebutkan bahwa sewa
menyewa itu terikat dengan jangka waktu tertentu demikian juga dengan
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang penghuni rumah oleh bukan pemilik. Pasal 21 menyebutkan bahwa sewa menyewa rumah baik perjanjian
tertulis maupun perjanjian tidak tertulis yang tidak menyebutkan batas waktu dan telah berlangsung sebelum berlakunya UUNo. 4 tahun 1992 dinyatakan berakhir
dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut. Ketentuan ini sudah jelas dan tegas menyebutkan bahwa sesungguhnya perikatan hukum
tentang sewa menyewa rumah haruslah dengan menyebutkan tenggang waktu, untuk berapa lama sewa menyewa rumah itu berlangsung, sehingga tidak ada dan
tidak diperkenankan penyewaan rumah dengan tanpa batas waktu. Jika dikemukakan hal demikian sewa rumah tanpa tenggang waktu maka hal
tersebut tentu harus dinilai sebagai berlawanan dengan hukum yang berlaku. Pada hakekatnya sewa menyewa tidak dimaksud berlangsung terus
menerus, melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula, mengingat
hak milik atas barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula. Adapun unsur “waktu tertentu” di dalam definisi yang diberikan dalam undang-undang
dalam Pasal 1548 KUH Perdata tersebut tidak memberikan penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada beberapa pasal lain
dalam KUH Perdata yang menyinggung tentang waktu sewa : Pasal 1570 KUHPerdata.
“Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian
untuk itu.”
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1571 KUHPerdata. “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada
waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang
diharuskan menurut kebiasaan setempat.” Dari dua pasal tersebut, tampak bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa
batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam Pasal 1548 KUH Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang
memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.
C. Kajian Dan Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.227Pdt.G2012PN.Mdn