Kajian Dan Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.227Pdt.G2012PN.Mdn Zainul Arifin No. 200-B Medan yang disebut sebagai Tergugat II

Pasal 1571 KUHPerdata. “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.” Dari dua pasal tersebut, tampak bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam Pasal 1548 KUH Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.

C. Kajian Dan Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.227Pdt.G2012PN.Mdn

Kasus Posisi: Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.227Pdt.G20012PN.Mdn. : Amiruddin laki-laki, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di jalan H. Zainul Arifin No. 200;C Medan, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Barat yang disebut sebagai Penggugat yang mengajukan gugatan kembali kepada pihak Yayasan The South Indian Muslim Mosque Walfare Committee berkedudukan di jalan H. Zainul Arifin No.20 G Medan, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat yang di sebut sebagai Tergugat I dan Ir. H. Tengku Isma Nurdin selaku ahli waris anak kandung dari Alm. Tengku Nurdin mantan Direktur CV .Cipta Jaya beralamat di Jalan Pemuda No. 7 Medan Jalan

H. Zainul Arifin No. 200-B Medan yang disebut sebagai Tergugat II

Universitas Sumatera Utara Penggugat merupakan rekan kerjasama dari ayah Tergugat II yaitu Alm. Tengku Nurdin Mantan Direktur CV. Cipta Jaya dimana Penggugat bersama sama dengan ayah Tergugat II telah mendirikan perseroan yang bernama CV Cipta Jaya. Penggugat bersama-sama dengan ayah Tergugat II telah menyetorkan modal untuk membangun perseroan tersebut. Kemudian ayah dari Tergugat II selaku Direktur CV Cipta Jaya membuat perjanjian terhadap Tergugat I yang mana Tergugat I memberikan tugas kepada Direktur CV Cipta Jaya untuk membongkar Mesjid yang telah di bangun di tanah milik Tergugat I yang terletak di jalan Zainul Arifin Medan dan kemudian membangun Mesjid yang sesuai dengan gambar yang terdiri dari gedung permanen dan meniadakan sebuah gang dengan ukuran 3 meter. Atas perizinan yang telah disahkan maka sebagai imbalan pembangunan Mesjid baru Tergugat I memberikan hak kepada CV Cipta Jaya untuk membangun gedung di atas tanah Tergugat I yang berukurang 24 m x 16 m dengan hak sewa. Pada perkara yang diajukan kembali oleh Penggugat ini adalah dimana perjanjian yang sebelumnya telah dibuat oleh para pihak dibatalkan, dan Oleh karena pembatalan perjanjian tersebut Penggugat merasa menjadi pihak yang dirugikan karena Penggugat merasa pembatalan perjanjian sewa menyewa merupakan pembatalan secara sepihak. Dengan hal tersebut, Penggugat menuntut agar Tergugat I menerima kembali uang sewa dari Penggugat dan membatalkan ekseskusi rumah toko ruko. Kajian dan Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Putusan 227Pdt.GPN.Mdn: Perjanjian yang dibuat oleh Tergugat I dan CV Cipta Jaya masih berupa Universitas Sumatera Utara perjanjian di bawah tangan Onderhands, yang dimaksud dengan perjanjian di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai Pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik 65 No.17 tanggal 11 Agustus 1979 tersebut di atas, jelas secara hukum yang . Maka untuk menguatkan perjanjian tersebut maka Tergugat I dan CV Cipta Jaya kembali membuat perjanjian dihadapan Notaris Medan dimana Tergugat I menyatakan “ sebidang tanah bekas hak Eigendom Perpoding No. 1 seb seluas 1.313 m2, terletak di Prop SU, Kotamadya Medan. Kec Medan Barat, Kampung Petisah Tengah Jalan H. zainul Arifin No. 200A yaitu yang dimaksud dalam surat pendaftaran tanah tanggal 14- 21978 No. 268IISKPTSDA1978 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Agraria Kotamadya Medan, berikut segala sesuatu yang ada dan terdapat di atasnya tidak ada yang dikecualikan terutama sebuah bangunan Mesjid dikenal sebagai Mesjid Ghaudiyah dan beberapa rumah toko Ruko bertingkat adalah benar hak dan kepunyaan Tergugat I, yang mana berdasarkan Akta Pendirian Akta Waqaf tanggal 22-10-1953 Harta Benda Tergugat I tidak boleh digadaikan diagunkan dan diperjualbelikan, dan Jalan H. Zainul Arifin tersebut telah diperlebar sehingga bangunan Mesjid tersebut terkena, karena ini harus dibongkar. Dengan adanya surat Perjanjian tanggal 22-02-1978 Jo. Akta Perjanjian 65 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op.cit., hal 125 Universitas Sumatera Utara membangun mendirikan 1 satu bangunan Mesjid baru permanen dan 6 enam pintu rumah toko ruko berlantaai III tersebut adalah Tengku Nurdin selaku Direktur CV. Cipta Jaya untuk dan atas nama CV. Cipta Jaya, secara faktual ke 6 enam pintu ruko tersebut adalah hak CV. Cipta Jaya, tetapi secara yuridis, karena Tergugat I berasal dari waqaf Stichthing, sehingga 6 enam pintu ruko tersebut tidak boleh diperjual belikan. Maka secara yuridis tanah beserta 1 satu bangunan Mesjid baru permanen dan 6 enam pintu rumah toko ruko berlantai 3 tersebut tetap dibuat atas nama Tergugat I . Bangunan-bangunan yang didirikan oleh CV. Cipta Jaya tersebut sekarang dikenal dengan Jalan H. Zainul Arifin No. 200A Mesjid Ghaudiyah, Ruko No. 200B, Ruko No. 200C , Ruko No.200D, Ruko No. 200E, Ruko No. 200F, dan Ruko No.200G Medan. Oleh karena bangunan-bangunan Mesjid dan Ruko tersebut secara yuridis atas nama Tergugat I, maka Tergugat I menyewakan kepada Penggugat bangunan Ruko yang terletak di Jalan H. Zainul Arifin No. 200- C Medan berdasarkan Akta Perjanjian Sewa Menyewa No.40 tanggal 11 September 1989 dengan uang sewa ditentukan setiap bulan sebesar US23 dua puluh tiga Dollar Amerika atau pertahun = 12 x US 23 = US 276 dua ratus tujuh puluh enam dollar Amerika. Akta Perjanjian No.17 tanggal 11 Agustus 1979 dan Akta Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 yang diperbuat di hadapan Notaris di Medan adalah sah demi Hukum, sehingga cukup jelas untuk menyatakan bahwa kedua akta yang di sebutkan di atas adalah sah demi Hukum. Menurut Pasal 4 huruf a Akta Perjanjian No. 17 tanggal 11 Agustus 1979 tersebut di atas secara tegas dinyatakan bahwasannya sewa menyewa dilakukan Universitas Sumatera Utara selama waktu yang tidak ditentukan dengan perkataan lain selama rumah toko tersebut masih tetap tegak berdiri dapat ditempati menurut ketentuan yang berwenang, karena itu sewa menyewa berlaku selain untuk penyewa dan juga keluarganya demikian pula para ahli warisnya. Jadi terlihat dalam akta tersebut Tergugat I memberikan izin dan kesempatan kepada Tengku Nurdin selaku Direktur CV. Cipta Jaya untuk menempati sendiri sebagai penyewa maupun menunjuk pihak lain untuk menyewa 6 enam pintu ruko tersebut selama waktu yang tidak ditentukan. Dalam Pasal 1 Akta Perjanjian No. 17 sesuai dengan Pasal 1 Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 yang diperbuat dihadapan Notaris Medan, berarti Tergugat I secara hukum telah memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk menyewakan ruko tersebut kepada pihak lain dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Penggugat memohon semoga Pengadilan Negeri Medan menyatakan Penggugat adalah penyewa yang sah terhadap rumah toko Ruko yang terletak di jalan H. Zainul Arifin No. 200C Medan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dan hak sewa tersebut otomatis beralih pada ahli waris Penggugat. Dan menghukum Tergugat I untuk menerima pembayaran uang sewa atas rumah toko Ruko dan menghukum Tergugat II untuk memenuhi Keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam perkara ini. Jadi menurut Penggugat tindakan Tergugat I yang melakukan pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 telah melanggar perjanjian, yakni melanggar Surat Perjanjian tanggal 22 February 1978 Jo. Akta Perjanjian No. 17 tanggal 11 Agustus 1979, sehingga perbuatan Tergugat I dapat Universitas Sumatera Utara dikualifikasikan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perkara yang diajukan Penggugat dengan daftar No. 227Pdt.G2012 PN.Mdn ini sesungguhnya telah diperiksa dan kemudian dengan segala upaya hukum yang tersedia sesuai undang-undang telah dipergunakan juga sepenuhnya oleh Penggugat yang dahulunya Tergugat Pembanding Pemohon kasasi hingga kemudian pada setiap tingkatan Pengadilan telah diputus, bahkan pada tingkat kasasi Mahkamah Agung RI dengan keputusannya No. 1543 KPid2005 tanggal 08 Maret 2006. Demikian juga ketika Penggugat dahulu Pemohon peninjauan kembali mengajukan peninjauan kembali No. 30 PKPdt2009 tanggal 22 Juli 2009 di Mahkamah Agung RI juga telah diputus dan kesemuanya telah berkekuatan hukum tetap. Karena objek yang dipersengketakan baik setelah diputus di tingkat kasasi No. 1543 KPdt2005 tanggal 08 Maret 2006 serta keputusan permohonan Peninjauan Kembali No. 30 PKPdt2009 tangga 22 Juli 2009 adalah sama yakni rumah toko yang terletak di Jl. H. Zainul Arifin No.200C, Kel. Petisah Tengah, Kec. Medan Barat dan kesemua keputusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dengan objek gugatan dan para pihaknya di dalam perkara No.227Pdt.G2012PN.Mdn. maka secara hukum patut untuk majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa perkara ini menyatakan perkara yang diperiksa tersebut tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya. Sesuai dengan pendapat Sudikno Mertokusumo yang menyatakan bahwa, : “bila terjadi keputusan Pengadilan menolak untuk mengabulkan dalil atau bantahan pihak yang sejak awal dinyatakan bukan sebagai yang berhak atas objek dan keputusannya yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht maka putusan tersebut sudah melekat atau bersifat positif. Oleh karena itu terhadap kasus dan pihak yang sama tidak boleh diajukan perkara untuk kedua kalinya. Universitas Sumatera Utara Sehingga kerena itu patutlah perkara ini untuk dinyatakan di tolak.” 66 Korelasi atau pertalian hukum diantara kedua akta tersebut tidak saling berhubungan hal itulah yang menyebabkan gugatan ini menjadi kabur obscour Jika ditelaah secara seksama dan dengan cermat dimana isi gugatan Pengguat ini sangat tidak jelas dan kabur sama sekali disebabkan sesungguhnya tidak ada kaitan atau korelasi hukumnya antara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Perjanjian Sewa Menyewa yang tertera pada akta No. 40 tanggal 11 September 1989 dengan akta perjanjian No. 17 tanggal 11 Agustus 1979 sama sekali tidak berkorelasi hukum. Apalagi subjek hukum yang mengikatkan diri antara para pihak berlainan. Pada Akte Perjanjian No. 17 tanggal 11 Agustus 1979 subjek yang mengadakan perikatan adalah antara Tergugat I dan ayah Tergugat II. Sedangkan pada Akta No. 40 tanggal 11 September 1989 yang mengadakan perjanjian adalah Penggugat dengan Tergugat I. Kalaupun ada hubungan hukum antara Penggugat dengan ayah Tergugat II, hal tersebut hanya sebatas pertalian di dalam suatu satu perseroan komanditer. Sebagaimana halnya yang telah diketahuin perseroan komanditer bukanlah badan hukum sehingga karena itu pula bukan merupakan subjek hukum yang dapat bertindak sendiri. Kebijakan dan perbuatan hukum yang dilakukan menjadi tanggungjawab masing- masing personal dan perseroan tidak dapat dimintakan pertanggungjawabnnya. Sehingga tidak ada alasan dan dalil sama sekali untuk menyamakan apa yang diperbuat oleh direktur CV. Cipta Jaya ayah Tergugat I dengan yang diperikatkan oleh Penggugat. 66 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1985, hal 206 Universitas Sumatera Utara libel , karena tidak adanya kaitan dan korelasi antara isi gugatan Penggugat, disatu sisi Penggugat hendak menyatakan bahwasanya perjanjian sewa yang dibentuk antara Penggugat dengan Tergugat I sebagai sah posita, karena dalam hal ini Penggugat menggunakan pengertian posita yaitu, disebut juga dengan fundamentum petendi yaitu bagian yang berisi dalil yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil sehingga ia bisa mengajukan tuntutan seperti itu. Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian tentang kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus. Menurut M. Yahya Harahap di dalam buku Hukum Acara Perdata, positafundamentum petendi yang yang dianggap lengkap memenuhi syarat, memenuhi dua unsur yaitu dasar hukum rechtelijke grond dan dasar fakta feitelijke grond 67 67 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal 58 . Akan tetapi dipihak lain penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk membatalkan eksekusi yakni objek sengketa yang sudah berkekuatan hukum tetap inkracht. Maka dapat disimpulkan bahwa sinkronisasi antara posita dengan petitum yang dimajukan Penggugat sama sekali tidak jelas atau dianggap kabur. Gugatan Penggugat yang mendalilkan dimana perjanjian sewa menyewa antara Penggugat dengan Tergugat I tanpa menentukan batas waktu dapat dinilai menyalahi ketentuan hukum yang berlaku karena itu harus dinyatakan perjanjian tersebut batal demi hukum. Ini karena dapat dilihat di dalam KUH Perdata jelas disebutkan bahwa sewa menyewa itu terikat dengan jangka waktu tertentu, demikian juga dengan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang penghuni Universitas Sumatera Utara rumah bukan pemilik, dalam Pasal 21 nya menyebutkan : “sewa menyewa rumah baik dengan perjanjian tertulis maupun dengan perjanjian tidak tertulis yang tidak menyebutkan batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya UU No. 4 Tahun 1992 dinyatakan berakhir dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut.” Ketentuan ini sudah jelas dan tegas menyebutkan bahwa sesungguhnya perikatan hukum tentang sewa menyewa rumah haruslah dengan menyebutkan tenggang waktu, untuk berapa lama sewa menyewa rumah itu berlangsung. Sehingga tidak ada dan tidak diperkenankan penyewaan rumah tanpa batas waktu. Jika ditemukan hal demikian sewa rumah tanpa tenggang waktu maka hal tersebut tentu harus dinilai sebagai berlawanan dengan hukum yang berlaku. Dimasukkannya Tergugat II kedalam arus gugatan oleh Penggugat semata- mata hanya dimaksudkan sebagai penghilang atau pengabur hakekat asas hukum nebis in idem . Nebis in idem adalah asas hukum yang berlaku dalam hukum perdata maupun pidana. Dalam hukum perdata, asas ini mengandung pengertian bahwa sebuah perkara dengan obyek sama, para pihak sama dan materi pokok perkara yang sama, yang diputus oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. Pengertian dari kamus hukum tentang nebis in idem adalah asas yang menyatakan bahwa tidak boleh satu perkara yang sama yang sudah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya oleh pengadilan 68 68 Dzulkifli Umar Utsman Handoyo, Kamus Hukum, Kuantum Media Press, Yogyakarta, 2010 ,hal 279 . Penggugat mencoba mengiringi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan untuk tidak memperhatikan dan melihat kemungkinan memberi keputusan yang mengarah Universitas Sumatera Utara kepada nebis in idem. Padahal jelas dan tegas sekali bahwa asas tersebut berlaku terhadap objek perkara yang sama dan sudah diputus oleh pengadilan dan sudah inkracht tetap, hubungan hukumnya yang sama serta subjek hukumnya yang juga sama. Dalam kasus ini sebenarnya sudah tidak ada lagi upaya hukum yang hendak dipergunakan oleh penggugat guna menghindari eksekusi atas keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, baik karena kasasi maupun pemohonan peninjauan kembali yang masing-masing sudah berkekuatan hukum tetap inkracht dan bahkan upaya Tergugat sudah meminta Pengadilan Negeri Medan untuk segera mengeksekusi guna kepastian hukum, tetapi tertunda hanya karena masuknya gugatan Penggugat. Penundaan pelaksanaan eksekusi justru kontroversial dengan asas hukum uit voerbaar bij voorraad keputusan serta merta. Menurut Subekti dalam buku “Hukum Acara Perdata”, putusan serta merta sebenarnya terjemahan dari “uitvoerbaar bij voorraad” yang artinya adalah putusan yang dapat dilaksanakan serta merta, yaitu putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi, meskipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada sisi lain, dikabulkan dan pelaksanaan putusan tersebut selalu berhadapan dengan ketidakpastian, karena potensial kemungkinan besar putusan itu akan dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi 69 69 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, hal 898. . Hakekat dan makna dari asas keputusan dapat dijalankan dengan serta merta itu dimaksud sebagai keyakinan hakim yang memeriksa perkara bahwa pemohonnya memang diyakini sebagai pemegang hak dan diragukannya pihak lawan Tergugat akan menghilangkan menyingkirkan Universitas Sumatera Utara harta benda yang menjadi objek gugatan. Penggugat memohonkan provisi, Yahya Harahap menjelaskan bahwa gugatan provisi merupakan permohonan kepada hakim dalam hal ini arbiter agar ada tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk pokok perkara, misalnya melarang meneruskan pembangunan di atas tanah yang diperkarakan dengan ancaman membayar uang paksa. Apabila dikabulkan, maka disebut putusan provisionil. Putusan provisionil merupakan salah satu jenis putusan sela. Penjelasan Pasal 185 HIR disebutkan putusan provisionil yaitu keputusan atas tuntutan supaya di dalam hubungan pokok perkaranya dan menjelang pemeriksaan pokok perkara itu, sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satu pihak atau ke dua belah pihak. Keputusan yang demikian itu banyak digunakan di dalam pemeriksaan singkat. 70 70 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Op.cit, hal 884 Permohonan provisi dari penggugat pada pokoknya adalah agar pengadilan menunda dan menangguhkan eksekusi Pengadilan Negeri Medan terhadap 1 satu bangunan rumah toko yang terletak di jalan H. Zainul Arifin No.200 C Medan untuk dikosongkan dan diserahkan kepada Tergugat I. Dan atas permohonan provisi tersebut Tergugat I di dalam jawabannya memohon agar Majelis Hakim menolak permohonan provisi tersebut oleh karena sudah tidak adanya lagi upaya hukum hendak dipergunakan oleh Penggugat untuk menghindari eksekusi atas keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, baik karena kasasi maupun permohonan peninjauan kembali, yang masing-masing sudah berkekuatan hukum tetap. Secara pasif dan positif telah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap sehingga secara hukum sudah ditetapkan siapa yang berhak dan siapa yang berkewajiban untuk memenuhi Universitas Sumatera Utara prestasi, karena itu tidak ada lagi yang hendak dipersengketakan antara Penggugat dan Tergugat. Perkara yang diajukan oleh Penggugat dengan daftar No. 227Pdt.G 2012PN.Mdn adalah perkara yang sebelumnya telah diperiksa dan objek yang dipersengketakan baik setelah diputuskan di tingkat kasasi No. 1543 KPdt2005 Tanggal 08 Maret 2006 serta keputusan permohonan Peninjauan Kembali No. 30 PKPdt2009 Tanggal 22 Juli 2009 adalah sama yakni Rumah Toko yang terjetak di Jl. H. Zainul Arifin No.200- C Keluraha Petisah Tengah, Kecamata Medan Barat dan semua telah berkekuatan hukum yang tetap dengan objek Gugatan dan para pihak baik pihak Penggugat dan Pihak Tergugat dalam perkara No. 227Pdt.G2012PN.Mdn. Maka secara hukum perkara ini tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya karena bertentangan dengan asas nebis in indem. Dengan hal tersebut di atas maka dapat ditarik garis besar bahwasannya gugatan dengan perkara No. 227Pdt.G2012PN.Mdn yang diajukan oleh Penggugat terhadap Tergugat I dan Tergugat II tentang pembatalan Akta Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 antara Penggugat Terhadap Tergugat I bukanlah suatu perbuatan yang melawan hukum. Hal tersebut merupakan suatu perbuatan yang tidak melawan hukum dikarenakan menurut ketentuan bahwa sewa menyewa sebagaimana diatur dalam KUH Perdata adalah sebuah perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi dan menyerahkan sesuatu benda untuk dipakai selama jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang ditetapkan untuk pemakaian benda itu dalam jangka waktu yang ditentukan. Dalam hal ini maka dapat dilihat bahwa Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1994 yang digunakan sebagai dasar Universitas Sumatera Utara oleh Majelis Hakim dalam Putusan Pembatalan Akta Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 yang dilakukan sebelumnya oleh Penggugat terhadap Tergugat I dan Alm. Ayah Tergugat II. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 dihubungkan dengan bukti yaitu Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 378Pdt.G2002PN.Mdn tertanggal 13 maret 2003 serrta keterangan saksi-saksi yang diajukan Tergugat II maka di dalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 menjadi tidak memiliki kekuatan hukum lagi. Oleh karena itu hak sewa yang disebutkan dalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa No. 40 tanggal 11 September 1989 kepada Tergugat I adalah batal, begitu pula semua perjanjian di dalamnya termasuk perbuatan Penggugat yang menyewakan kembali rumah dan tanah yang terletak di jalan H. Zainal Arifin No. 200 C. Berdasarkan uraian pertimbangan di atas maka tuntutan Penggugat terhadap Tergugat I yang menyatakan bahwa Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat adalah salah atau tidak terbukti. Sehingga pelaksanaan pembatalan ataupun penundaan eksekusi perdata adalah wewenang Ketua Pengadilan maka karenanya tuntutan tentang pembatalan eksekusi dinyatakan ditolak. Maka dalam hal tersebut Penggugat menurut hukum adalah pihak yang dikalahkan dikarenakan Tergugat I dan Tergugat II telah berhasil membuktikan dalil-dalil sangkalannya terhadap gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Universitas Sumatera Utara 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penulisan skripsi ini, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai pembatalan sewa menyewa dapat disebutkan sebagai berikut. 1. Pembatalan sewa sepihak tanpa persetujuan dari pihak penyewa merupakan salah satu pembatalan perjanjian yang dapat dilakukan oleh si pemberi sewa dengan ketentuan tertentu apabila si penyewa melakukan wanprestasi dapat dilihat pada Pasal 1266 KUHPerdata yang mengemukakan mengenai syarat pembatalan sewa, atau pun dapat dilihat dari pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 yang menyatakan bahwa apabila suatu perjanjian tidak menyebutkankan jangka waktu tertentu maka perjanjian tersebut akan berakhir dalam jangka waktu 3 tahun. 2. Dasar dari pembatalan sewa terhadap penyewa bangunan ruko pada kasus putusan Pengadilan Negeri Medan No.227Pdt.G2012PN.Mdn adalah sewa menyewa tanpa tenggang waktu tertentu. Tergugat membatalkan hak sewa Penggugat berdasarkan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang penghuni rumah oleh bukan pemilik. Pembahasannya terdapat pada Pasal 21 yang menyatakan bahwa “sewa menyewa rumah baik perjanjian tertulis maupun perjanjian tidak tertulis yang tidak menyebutkan batas waktu dan telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-Undang No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman dinyatakan berakhir dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut.” Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

9 111 123

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

4 50 123

Tinjauan Hukum Kekuatan Sertifikat Hak Milik Diatas Tanah Yang Dikuasai Pihak Lain (Studi Kasus Atas Putusan Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Medan NO.39/G.TUN/2006/PTUN.MDN)

4 67 127

Hak Mewaris Bagi Ahli Waris Golongan KeDua (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan Nomor Perkara : 127/PDt.G/2008/PN.Mdn)

0 63 127

Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar Medan (Studi : Kampus I-Jln. Imam Bonjol No. 35 Medan)

4 66 127

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 14

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

0 0 14