Risiko Serta Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa

mengosongkan barang yang disewanya, sebelum pembeli dengan lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan dalam jual beli dengan hak membeli kembali menjadi pemilik mutlak dari barang. Jadi pembeli tidak berhak menghentikan perjanjian sewa menyewa sebelum jangka waktu untuk kembali daluarsa. Akan tetapi beliau juga menambahkan bahwa di dalam KUH Perdata terdapat Pasal yang menyatakan bahwa sewa menyewa di bagi atas 2 yaitu perjanjian sewa menyewa tertulis dan sewa menyewa lisan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1570 dan Pasal 1571 KUHPerdata. Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan jika sewa di buat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang telah di tentukan telah lampau, tanpa diperlukan sesuatu pemberhentian untuk itu. Sedangkan Pasal 1571 menyatakan jika sewa tidak di buat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain memberitahukan bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan menghindari tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.

C. Risiko Serta Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa

1. Risiko dalam perjanjian sewa menyewa Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Peraturan mengenai risiko dalam sewa menyewa itu tidaklah begitu jelas diterangkan oleh Pasal 1553 KUHPerdata tersebut seperti halnya dengan peraturan tentang risiko dalam jual beli yang diberikan oleh Pasal 1460 KUHPerdata, dimana dengan terang dipakai perkataan tanggungan yang berarti Universitas Sumatera Utara risiko. Peraturan tentang risiko dalam sewa menyewa itu harus di ambil dari Pasal 1553 tersebut secara mengambil kesimpulan. 31 a. Musnahnya seluruh barang Jika diperhatikan Pasal 1553 KUHPerdata, menguraikan mengenai kemungkinan musnahnya barang yang disewa, sebagai akibat suatu kejadian yang tiba-tiba yang tak dapat dielakkan. Jadi, apabila barang yang disewa musnah dalam jangka waktu masa perjanjian sewa masih berlangsung, bisa menimbulkan persoalan sebagai berikut : Apabila yang musnah itu seluruh barang dengan sendirinya menurut hukum perjanjian sewa-menyewa gugur. Kalau begitu, akibat musnahnya seluruh barang yang disewa dengan sendirinya van rechtswege menggugurkan sewa menyewa. Tidak perlu diminta pernyataan batal nietig verklaring. Risiko kerugian dibagi dua antara pihak yang menyewakan dengan pihak si penyewa. Segera setelah musnahnya seluruh barang, pihak yang menyewa tidak lagi dapat menuntut pembayaran uang sewa. Tegasnya uang sewa dengan sendirinya gugur. Sebaliknya, dengan musnahnya seluruh barang yang disewa, si penyewa tidak lagi dapat menuntut penggantian barang maupun ganti rugi. Akan tetapi harus diingat, kemusnahan barang yang dimaksud dalam pembicaraan ini haruslah kemusnahan yang terjadi akibat peristiwa overwatch, atau kejadian tiba-tiba yang tak terhindarkan. Musnahnya bukan karena perbuatan si penyewa, pihak yang menyewakan atau si penyewa pihak ketiga. Kemusnahan seperti ini berada di luar jangkauan Pasal 1553 KUHPerdata. Kemusnahan akibat kesalahan seseorang, berada dalam jangkauan Pasal 1566 KUHPerdata. Yang membebani si 31 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.cit., hal 44 Universitas Sumatera Utara pelaku suatu kewajiban untuk memikul segala kerugian dan kerusakan. Yang dimaksud dengan musnahnya seluruh barang adalah secara pasti materi barang tidak dapat lagi ditunjukkan wujudnya. Misalnya hangusnya seluruh rumah yang disewa; sehingga wujud materi rumah tidak nampak lagi. Atau kapal yang terkena bom. b. Musnahnya sebahagian barang Apabila yang musnah hanya sebagian saja; si penyewa dapat memilih : 1 Meminta pengurangan harga sewa sebanding dengan bahagian yang musnah 2 Atau menuntut pembatalan perjanjian sewa menyewa Sekarang, akan ditinjau apa yang dimaksud dengan musnahnya sebahagian barang. Suatu hal yang nyata, kadang-kadang sulit sekali menentukan batas antara musnahnya seluruh barang dengan musnahnya sebahagian barang. Sering dihadapkan pada kesulitan menentukan, kapan sesuatu kemusnahan dianggap meliputi seluruh barang atau hanya sebagian saja. Hal ini bertambah sulit akibat pengertian kemusnahan seluruh barang seperti yang dirumuskan di atas, bukanlah bersifat absolut. Malah sesuatu barang sudah dapat dianggap musnah seluruhnya, apabila barang itu sudah tak bisa lagi dipakai dan dinikmati secara normal, walaupun materi barang masih berwujud. Memang dapat diakui, bahwa kadang-kadang dalam suatu peristiwa sangat mudah menetukan kemusnahan barang secara keseluruhan. Sehingga baik dilihat dari segi material benar-benar musnah tak berwujud lagi. Apakah hal seperti ini dianggap kemusnahan atas keseluruhan?. Material yang musnah hanya sebahagian. Tapi dari segi tujuan pemakaian dan penikmatan, nyatanya meliputi Universitas Sumatera Utara keseluruhan barang. Karena itu untuk melihat batas kemusnahan antara keseluruhan dan sebahagian dapat dipegang prinsip: jika yang musnah secara material hanya sebahagian dan akibat kemusnahan barang itu masih dapat dipakai dan dinikmati untuk bahagian yang masih tinggal, maka kemusnahan seperti itu adalah meliputi sebahagian saja. Akan tetapi walaupun yang musnah secara material hanya sebahagian, namun kemusnahan atas sebahagian tadi telah melenyapkanmenghilangkan kegunaan dan penikmatan atas seluruh barang, kemusnahan demikian harus dianggap meliputi seluruh barang. Hal lain yang masuk dalam masalah kemusnahan atas sebahagian ini ialah persoalan yang berkaitan dengan: a. Cara memperhitungkan kerugian yang diderita si penyewa dalam rangka pengurangan harga sewa yang harus dibayar si penyewa b. Juga menyangkut kewajiban pemeliharaan pihak yang menyewakan sesuai dengan ketentuan Pasal 1552 KUHPerdata, yang mewajibkan pihak menyewakan melakukan reparasi selama sewa menyewa masih berlangsung Menurut Yahya Harahap, suatu pegangan yang mendekati kepatutan dalam masalah ini adalah bukan semua kemusnahan atau kerusakan harus dikategorikan ke dalam Pasal 1553 KUHPerdata tersebut. Kemusnahan atau kerusakan atas sebahagian yang sungguh-sungguh seriuslah, baru dianggap relevan. Kalau hanya selembar seng saja yang musnah belum dapat dikategorikan sebagai kemusnahan yang serius. Baru dianggap sebagai kemusnahan yang serius apabila kemusnahan tadi sudah lenyap dat essentiele gedeelten verdwenen zijn. Sehingga walaupun dilakukan rehabilitasi atau rekonstruksi tidak mungkin lagi mengembalikan Universitas Sumatera Utara barang seperti dalam keadaan semula. Atau tak mungkin lagi mengembalikan keadaan semula antara bangunan lama dengan rehabilitasi yang baru. Keadaan seperti inilah yang dimaksud dengan pengertian kemusnahan atas sebahagian barang. Yang memberi hak kepada si penyewa menuntut pengurangan harga sewa, berbanding dengan kerusakan yang terjadi. Dalam hal seperti inilah si penyewa dapat menuntut penetapan harga sewa baru. 32 2. Berakhirnya perjanjian sewa menyewa Secara umum undang-undang memberi beberapa ketentuan tentang berakhirnya sewa menyewa dan akibat yang paling jauh dari berakhirnya sewa ialah pengosongan barang yang disewa. Pada dasarnya sewa menyewa akan berakhir: a. Berakhirnya sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis Pasal 1576 KUHPerdata Apabila di dalam perjanjian sewa menyewa, masa berakhirnya perjanjian sewa menyewa tersebut telah ditentukan secara tertulis, maka sewa menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan “batas waktu” yang telah ditentukan para pihak. Jadi, jika lama sewa menyewa sudah ditentukan dalam persetujuan secara tertulis, perjanjian sewa berakhir tepat pada saat yang telah ditetapkan dan pemutusan sewa dalam hal ini tidak perlu lagi diakhiri dengan surat lain. Misalnya jika sewa kontrak rumah telah ditentukan untuk jangka waktu lima tahun, persewaan akan berakhir setelah melampaui waktu lima tahun. Lain halnya ketentuan Pasal 1571 KUHPerdata, yakni lamanya perjanjian ditentukan tanpa tertulis. Dalam hal ini, berakhirnya sewa tidak sesaat setelah 32 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op.cit., hal 234-236 Universitas Sumatera Utara lewatnya batas waktu yang ditentukan, melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak, yang menyatakan kehendak akan mengakhiri sewa menyewa. Pemberitahuan pengakhiran sewa tersebut, harus memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Apabila pada perjanjian sewa tertulis dan masa sewa yang ditentukan telah berakhir, akan tetapi secara nyata penyewa masih tetap tinggal menduduki barang yang disewa dan pihak yang menyewakan membiarkan saja kenyataan tersebut. Atas kejadian seperti ini, telah menerbitkan persewaan baru secara diam-diam. Akibatnya, persewaan baru tersebut takluk dan diatur sesuai dengan ketentuan sewa menyewa secara lisan Pasal 1573 KUHPerdata 33 33 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pratnya Paramita, Jakarta, 2013, hal 385. . Pada kejadian di atas, telah terjadi sewa menyewa baru secara diam-diam yang didasarkan pada anggapan vermoeden. Yang menganggap bahwa kedua belah pihak masih bersedia melanjutkan sewa menyewa. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan Pasal 1587 KUHPerdata, tentang sewa menyewa rumah atau ruangan. Yakni sewa menyewa lama berakhir, tapi secara diam-diam dilanjutkan dengan persewaan baru sesuai dengan syarat-syarat persewaan yang lama. Namun cara pengakhiran sewa selanjutnya dipedomani aturan sewa menyewa secara lisan, dengan begitu si penyewa tidak boleh meninggalkan atau mengosongkan barang sewa tanpa adanya pemberitahuan lebih dulu, serta mengindahkan waktu yang layak sesuai dengan kebiasaan setempat. Sebaliknya pihak yang menyewakan tidak boleh mengusir si penyewa tanpa didahului surat pemberitahuan dengan mengindahkan adat kebiasaan. Kalau pemberitahuan pengakhiran telah ada, si penyewa tak dapat lagi mempergunakan alasan bahwa ia masih berstatus penyewa secara diam-diam, Universitas Sumatera Utara kendati pun ia masih menempati atau menduduki barang yang disewa Pasal 1572 KUHPerdata. 34 Yahya Harahap berpendapat bahwa asal sudah lewat batas waktu yang ditentukan dan yang menyewakan tetap membiarkan si penyewa menduduki barang yang disewa, sudah berlaku anggapan hukum akan lahirnya sewa menyewa yang baru dan titik berat anggapan hukum tersebut diletakkan pada kepentingan pihak penyewa Ini berarti asal sudah ada pemberitahuan pengakhiran sewa, si penyewa tidak bisa lagi mempergunakan anggapan berlangsungnya sewa menyewa secara diam-diam. Hal ini misalnya dapat dibuktikan dengan adanya tindakan pihak yang menyewakan menolak pembayaran sewa. 35 b. Sewa menyewa yang berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan. . Akan tetapi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1574 KUHPerdata, jaminan persewaan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang melekat pada perjanjian sewa menyewa yang lama, tidak meliputi kewajiban yang timbul dari persewaan baru yang terjadi secara diam-diam. Jika sewa menyewa yang lama dilakukan oleh seorang pihak ketiga yang bertindak sebagai borg, maka persewaan baru yang terjadi secara diam-diam tadi, pihak ketiga yang bertindak dulunya sebagai borg, tidak wajib lagi menjadi borg pada persewaan baru tersebut. Tentang hal ini, sedikit banyak sudah disinggung pada waktu membicarakan Pasal 1571 KUHPerdata, yaitu perjanjian sewa dalam jangka waktu tertentu, tapi diperbuat secara lisan. Perjanjian seperti ini tidak berakhir tepat pada waktu yang 34 Ibid 35 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Loc.cit., Universitas Sumatera Utara diperjanjikan, dia berakhir setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak tentang kehendak mengakhiri sewa menyewa dengan memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Penghentian sewa menyewa dengan lisan harus memperhatikan jangka waktu penghentian opzeggingstermijn sesuai dengan kebiasaan setempat. Batas waktu antara penghentian dengan pengakhiran inilah yang disebut jangka waktu penghentian. Misalnya pemberitahuan penghentian dilakukan 1 Agustus dan harus diakhiri dalam tempo 4 empat bulan. Maka antara 1 Agustus dengan 31 Desember inilah yang dimaksud jangka waktu penghentian, sedangkan tempo pengakhiran jatuh pada 1 Januari. Jangka waktu penghentian tidak boleh terlampau pendek, tetapi memberi jangka waktu yang layak memungkinkan si penyewa mempersiapkan segala sesuatu mengatasi akibat dari pengakhiran sewa. Ukuran jangka waktu yang persis dianggap patut, tentu agak sulit menetapkannya, namun demikian ukuran yang mendekati kapastian yang layak tadi harus berpedoman kepada kepatutan dan kebiasaan setempat. c. Pengakhiran sewa menyewa, baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak ditentukan batas waktu berakhirnya. Dalam bentuk perjanjian sewa menyewa seperti ini, secara umum dapat ditarik suatu pegangan, penghentian, dan berakhirnya berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak. Pegangan ini di kemukakan, karena undang-undang sendiri tidak mengatur cara pengakhiran perjanjian sewa tanpa batas waktu. Yang diatur dalam undang-undang hanya pengakhiran sewa menyewa tertulis dan lisan yang mempunyai batas waktu tertentu, karena itu pengakhiran sewa pada sewa menyewa tanpa batas waktu tertentu, sebaiknya Universitas Sumatera Utara diserahkan kepada penghentian yang selayaknya bagi kedua belah pihak. Batas waktu penghentian yang selayaknya ini berpedoman pada kebiasaan setempat, bisa saja pengakhiran sewa berjangka waktu seminggu seperti pada sewa menyewa penginapan di tempat rekreasi. Bisa juga jangka waktu sebulan ataupun setahun tergantung pada pemakaian barang yang bersangkutan. d. Ketentuan khusus perjanjian sewa Pasal 1579 KUHPerdata menentukan, pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa atas alasan, mau dipakai sendiri barang yang disewakan. Kalau ketentuan Pasal 1579 tersebut diteliti, berarti pihak yang menyewakan mempunyai hak untuk mengakhiri sewa menyewa atas alasan untuk dipakai sendiri. Asal hak ini telah ditentukan lebih dulu dalam persetujuan, pihak yang menyewakan tidak dapat mempergunakan alasan yang dimaksud. 1. Pasal 1575 KUHPerdata: perjanjian sewa menyewa tidak dihapus atau tidak berhenti dengan meninggalnya salah satu pihak. Meninggalnya pihak yang menyewakan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian sewa menyewa. Perjanjian dapat dilanjutkan oleh masing-masing ahli waris. 2. Pasal 1585 KUHPerdata: sewa menyewa perabot rumah yang akan dipakai pada sebuah rumah atau pada sebuah toko, bengkel maupun dalam suatu ruangan, harus dianggap berlaku untuk jangka waktu yang sesuai lamanya dengan perjanjian sewa menyewa atas rumah, toko, bengkel, dan ruangan itu sendiri. 3. Pasal 1586 KUHPerdata: sewa menyewa kamar beserta perabotnya, jika sewanya dihitung pertahun, perbulan, perminggu, atau perhari, harus dianggap berjalan untuk satu tahun, satu bulan, satu minggu, atau satu Universitas Sumatera Utara hari. Jika tidak nyata harga sewa apakah untuk tahunan, bulanan, mingguan, atau harian, harga sewa harus dipandang sudah diperjanjikan sesuai dengan kelaziman setempat. 36 Penting untuk diketahui, bahwa jual beli tidak memutuskan ataupun mengakhiri sewa menyewa. Hal ini sesuai dengan Pasal 1576 KUHPerdata yang menyatakan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya. Ketentuan ini, undang-undang bermaksud melindungi si penyewa terhadap si pemilik baru, apabila barang yang sedang disewa itu dipindahkan ke lain tangan, mengingat akan maksud undang-undang tersebut, perkataan dijual dalam Pasal 1576 KUHPerdata itu sudah lazim ditafsirkan secara analogis luas hinga tidak terbatas pada jual beli saja, tetapi juga meliputi lain-lain perpindahan milik, seperti tukar menukar, penghibahan, pewarisan. Pendeknya, perkataan dijual dalam Pasal 1576 KUHPerdata itu ditafsirkan luas hingga menjadi dipindahkan miliknya. 37 Secara umum badan hukum, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing dan juga warga negara asing hanya diperbolehkan dan menguasai tanah, jika hak itu secara tegas dimungkinkan oleh peraturan yang bersangkutaan. Pasal-pasal dalam UUPA untuk badan-badan hukum yaitu: “hanya badan hukum

D. Pengaturan Hukum Tentang Sewa Menyewa RumahBangunan

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

9 111 123

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

4 50 123

Tinjauan Hukum Kekuatan Sertifikat Hak Milik Diatas Tanah Yang Dikuasai Pihak Lain (Studi Kasus Atas Putusan Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Medan NO.39/G.TUN/2006/PTUN.MDN)

4 67 127

Hak Mewaris Bagi Ahli Waris Golongan KeDua (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan Nomor Perkara : 127/PDt.G/2008/PN.Mdn)

0 63 127

Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar Medan (Studi : Kampus I-Jln. Imam Bonjol No. 35 Medan)

4 66 127

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 14

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

0 0 14