meninggal karena kanker vagina di seluruh dunia. Angka insidensinya hanya 0,6 sampai 1 per 100.000 wanita sehingga tidak menjadi prioritas program skrining rutin.
9,10,11,12
2.2.2. ETIOLOGI
Etiologi pasti kanker vagina masih belum diketahui dengan jelas. Adanya hubungan dengan perjalanan penyakit pada kanker serviks dianggap ada peran HPV sebagai penyebabnya.
Walaupun menyerupai perjalanan penyakit seperti pada kanker serviks melalui fase neoplasia intraepitelial, perubahan secara nyata serta progresinya menjadi invasif masih belum banyak
dipahami. Sebanyak 30 pasien dengan kanker vagina memiliki riwayat kanker serviks insitu ataupun invasif yang telah diterapi setidaknya 5 tahun sebelumnya. Adanya riwayat radiasi pada
daerah pelvis sebelumnya diperkirakan menjadi penyebab terjadinya kanker vagina.
9,10,11
2.2.3. GEJALA DAN TANDA
Perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dan keputihan merupakan gejala yang paling umum. Pada tingkat yang lebih lanjut dapat terjadi retensi urin, hematuri, inkontinensia urin, dan
bahkan bisa timbul keluhan tenesmus, konstipasi, atau hematosesia. Kebanyakan lesi berada pada sepertiga atas vagina, biasanya pada daerah apeks atau pada dinding posterior. Secara
makroskopis, lesi biasanya eksofitik, tetapi dapat juga endofitik. Permukaan ulseratif bisa muncul pada tahap lanjut dari penyakit.
9,10,11,12
2.2.4. SKRINING
Pemeriksaan skrining pada pasien setelah dilakukan histerektomi pada kasus tumor jinak tidak bermanfaat, akan tetapi pada pasien dengan riwayat CIN dan riwayat menderita neoplasia
invasif perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dengan tes pap smir.
10,11
2.2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis bisa diarahkan dari hasil pemeriksaan pap smear atau didapatkan dengan biopsi temuan langsung makroskopik lesi tumor pada vagina yang telah dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan histopatologik. Lesi tumor lebih sering ditemukan pada sepertiga proksimal vagina bagian posterior. Harus diperhatikan permukaan dinding vagina pada pemasangan
spekulum yang sering terlewatkan karena hanya akan menilai serviks. Pada pasien dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
pap smear yang abnormal dan tidak dijumpai kelainan kasat mata, dengan adanya perdarahan pervaginam yang tidak jelas sebabnya, pemeriksaan vagina dengan kolposkopi dan penggunaan
cairan Lugol pada vagina akan sangat membantu diagnosis, dan bila diperlukan dapat dilakukan biopsi target. Pada penderita pasca-histerektomi total juga harus diperhatikan keadaan vaginal
vault karena epitel vagina di daerah tersebut masih mempunyai resiko terjadinya kanker.
9,10,11
2.2.6. HISTOPATOLOGI
Paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa yang mencapai 80-95. Selebihnya adalah adenomakrsinoma, melanoma, dan sarkoma.
9,10,11,12,13
2.2.7. DIAGNOSA BANDING
Kanker serviks, kanker vulva, kanker metastasis misal: penyakit trofoblas gestasional.
10
2.2.8. STADIUM
Stadium ditetapkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan bila ada indikasi daat dilakukan sistoskopi, anoskopiproktoskopi, dan rontgen paru. Informasi CT-scan, MRI, dan limfangiografi
tidak digunakan untuk menentukan staging menurut FIGO, tetapi dapat digunakan untuk manajemen terapi selanjutnya. Surgical staging dan reseksi kelenjar getah bening yang
membesar bisa dilakukan pada pasien tertentu. FIGO tidak menyertakan kriteria mikroinvasif pada klasifikasi kanker vagina.
9
Stadium Deskripsi
Stadium I Kanker terbatas pada dinding vagina
Stadium II Invasi kanker ke jaringan sub-vagina, tetapi belum sampai ke dinding panggul
Stadium III Invasi kanker ke dinding panggul
Stadium IV Invasi kanker keluar rongga panggul atau melibatkan mukosa kandung kemih
atau rektum
IVA
Invasi tumor ke daerah sekitarnya mukosa kandung kemih danatau rektum
IVB Metastasis ke organ jauh
Tabel 2.1. Stadium kanker vagina FIGO 2009.
9,11,12,14
2.2.9. TERAPI