BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KANKER DI BIDANG GINEKOLOGI
Pada tahun 2000, dijumpai lebih dari 4,7 juta kasus kanker pada wanita di seluruh dunia, 54 dari dari kasus ini dijumpai di negara berkembang belum berkembang. Tumor ginekologi,
termasuk kanker endometrium, vulva, vagina, dan plasenta, insidensinya bervariasi di seluruh dunia, berkisar 0,6-8 dari seluruh tumor primer pada wanita dan 45 dari seluruh kanker
genital tidak termasuk kanker serviks dan kanker ovarium. Di Kanada, penyakit-penyakit ini merupakan 11 dari seluruh neoplasia pada wanita dan 81 dari seluruh kanker genital.
5
Yaznil 2010 dalam penelitiannya mengenai DVT yang mencakup semua pasien tumor ginekologi di
RSUP H. Adam Malik Medan, baik rawat jalan maupun rawat inap, mendapatkan prevalensi dari kanker endometrium adalah sebesar 2,4, kanker vulva 1, dan PTG penyakit trofoblas ganas
1 dari seluruh tumor ginekologi, dimana ketiga kanker ini hanya menempati 9,4 dari seluruh kanker di bidang ginekologi di RS H. Adam Malik Medan.
8
Walaupun insidensi dan mortalitas dari kanker serviks dan kanker ovarium merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada masyarakat, namun kanker genital lain juga dijumpai
dan juga perlu mendapat perhatian, yaitu kanker vagina, vulva, plasenta, dan endometrium. Karena penyakit neoplastik pada daerah ini jarang, dijumpai sedikit informasi mengenai hal ini,
kebanyakan data yang tersedia adalah dari laporan kasus atau penelitian berbasis rumah sakit.
5
2.2. KANKER VAGINA
2.2.1. EPIDEMIOLOGI
Kanker vagina merupakan jenis kanker yang relatif jarang dari seluruh jenis kanker pada traktus genitalis wanita, dan hanya kurang lebih 1-3 dari seluruh kanker ginekologi.
Kebanyakan kanker vagina terjadi pada penderita pasca menopause. Rata-rata terjadi pada wanita usia 60 tahun. Diperkirakan pada tahun 2011 dijumpai 2.570 kasus baru dan 780 wanita
Universitas Sumatera Utara
meninggal karena kanker vagina di seluruh dunia. Angka insidensinya hanya 0,6 sampai 1 per 100.000 wanita sehingga tidak menjadi prioritas program skrining rutin.
9,10,11,12
2.2.2. ETIOLOGI
Etiologi pasti kanker vagina masih belum diketahui dengan jelas. Adanya hubungan dengan perjalanan penyakit pada kanker serviks dianggap ada peran HPV sebagai penyebabnya.
Walaupun menyerupai perjalanan penyakit seperti pada kanker serviks melalui fase neoplasia intraepitelial, perubahan secara nyata serta progresinya menjadi invasif masih belum banyak
dipahami. Sebanyak 30 pasien dengan kanker vagina memiliki riwayat kanker serviks insitu ataupun invasif yang telah diterapi setidaknya 5 tahun sebelumnya. Adanya riwayat radiasi pada
daerah pelvis sebelumnya diperkirakan menjadi penyebab terjadinya kanker vagina.
9,10,11
2.2.3. GEJALA DAN TANDA
Perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dan keputihan merupakan gejala yang paling umum. Pada tingkat yang lebih lanjut dapat terjadi retensi urin, hematuri, inkontinensia urin, dan
bahkan bisa timbul keluhan tenesmus, konstipasi, atau hematosesia. Kebanyakan lesi berada pada sepertiga atas vagina, biasanya pada daerah apeks atau pada dinding posterior. Secara
makroskopis, lesi biasanya eksofitik, tetapi dapat juga endofitik. Permukaan ulseratif bisa muncul pada tahap lanjut dari penyakit.
9,10,11,12
2.2.4. SKRINING
Pemeriksaan skrining pada pasien setelah dilakukan histerektomi pada kasus tumor jinak tidak bermanfaat, akan tetapi pada pasien dengan riwayat CIN dan riwayat menderita neoplasia
invasif perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dengan tes pap smir.
10,11
2.2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis bisa diarahkan dari hasil pemeriksaan pap smear atau didapatkan dengan biopsi temuan langsung makroskopik lesi tumor pada vagina yang telah dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan histopatologik. Lesi tumor lebih sering ditemukan pada sepertiga proksimal vagina bagian posterior. Harus diperhatikan permukaan dinding vagina pada pemasangan
spekulum yang sering terlewatkan karena hanya akan menilai serviks. Pada pasien dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
pap smear yang abnormal dan tidak dijumpai kelainan kasat mata, dengan adanya perdarahan pervaginam yang tidak jelas sebabnya, pemeriksaan vagina dengan kolposkopi dan penggunaan
cairan Lugol pada vagina akan sangat membantu diagnosis, dan bila diperlukan dapat dilakukan biopsi target. Pada penderita pasca-histerektomi total juga harus diperhatikan keadaan vaginal
vault karena epitel vagina di daerah tersebut masih mempunyai resiko terjadinya kanker.
9,10,11
2.2.6. HISTOPATOLOGI
Paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa yang mencapai 80-95. Selebihnya adalah adenomakrsinoma, melanoma, dan sarkoma.
9,10,11,12,13
2.2.7. DIAGNOSA BANDING
Kanker serviks, kanker vulva, kanker metastasis misal: penyakit trofoblas gestasional.
10
2.2.8. STADIUM
Stadium ditetapkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan bila ada indikasi daat dilakukan sistoskopi, anoskopiproktoskopi, dan rontgen paru. Informasi CT-scan, MRI, dan limfangiografi
tidak digunakan untuk menentukan staging menurut FIGO, tetapi dapat digunakan untuk manajemen terapi selanjutnya. Surgical staging dan reseksi kelenjar getah bening yang
membesar bisa dilakukan pada pasien tertentu. FIGO tidak menyertakan kriteria mikroinvasif pada klasifikasi kanker vagina.
9
Stadium Deskripsi
Stadium I Kanker terbatas pada dinding vagina
Stadium II Invasi kanker ke jaringan sub-vagina, tetapi belum sampai ke dinding panggul
Stadium III Invasi kanker ke dinding panggul
Stadium IV Invasi kanker keluar rongga panggul atau melibatkan mukosa kandung kemih
atau rektum
IVA
Invasi tumor ke daerah sekitarnya mukosa kandung kemih danatau rektum
IVB Metastasis ke organ jauh
Tabel 2.1. Stadium kanker vagina FIGO 2009.
9,11,12,14
2.2.9. TERAPI
Universitas Sumatera Utara
2.2.9.a.PEMBEDAHAN
Pada stadium I yang hanya invasi pada sepertiga proksimal vagina bagian belakang dapat dilakukan vaginektomi radikal pada bagian atas hingga mencapai daerah bebas tumor
setidaknya 1 cm, dan limfadenektomi pelvis. Bila uterus masih ada, dilakukan histerektomi radikal. Pada pasien pasca histerektomi dilakukan vaginektomi radikal dan limfadenektomi
pelvis. Bila hasil operasi free margin dari tumor dan tidak didapatkan anak sebar pada spesimen kelenjar getah bening, maka tidak dilakukan terapi adjuvan.
9,11
Pada wanita muda yang memerlukan terapi radiasi dapat dilakukan transposisi ovarium dan limfadenektomi pada kelenjar yang membesar sebelum tindakan radiasi.
10,11
Pada stadium IVA dengan atau tanpa fistula rektovaginal atau vesikovaginal dapat dipersiapkan untuk kandidat operasi primer eksentreasi dan dapat dikombinasikan dengan diseksi
kelenjar getah bening pelvis dan radiasi preoperatif, dilanjutkan dengan anastomosis rektum bawah, diversi urinari, dan rekonstruksi vagina. Diseksi kelenjar inguinal dilakukan pada tumor
yang telah menginfiltrasi 13 bawah vagina. Pada pasien dengan rekurensi sentral setelah terapi radiasi, tindakan reseksi pembedahan merupakan pilihan satu-satunya.
9,10,11
2.2.9.b.RADIOTERAPI
Radioterapi merupakan terapi pilihan pada hampir semua pasien kanker vagina. Radiasi yang diberikan adalah radiasi eksterna dikombinasi dengan radiasi intrakaviterinterstisial. Pada
pasien dengan lesi tumor superfisial yang kecil stadium III dapat diberikan radiasi intrakaviter saja. Sementara itu, bila lesi tumor lebih besar dan terletak lebih dalam, diberikan radiasi
eksterna dengan dosis 5.000-7.000 cGY, kemudian diberikan radiasi KGB inguinal atau dilanjutkan dengan brakhiterapi untuk mencapai dosis yang cukup. Bila telah dilakukan
histerektomi, cukup dilakukan radiasi silinder superfisial pada vagina. Namun, bila tebal tumor lebih dari 5 mm, diperlukan radiasi interstisial untuk mencapai dosis cukup pada tumor primer.
Belum banyak laporan terapi kombinasi dengan kemoterapi, akan tetapi kombinasi konkuren dengan sisplatin banyak dilaporkan cukup baik hasilnya pada kanker serviks.
9,10,11
Universitas Sumatera Utara
2.2.10. PENGAMATAN LANJUTAN
Pemeriksaan klinis, inspekulo, colok dubur, dilakukan pada setiap kunjungan untuk mencari kemungkinan rekurensi. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan hanya atas indikasi.
Pengamatan lanjutan dilakukan tiap tiga bulan pada tahun pertama dan selanjutnya tiap 4-6 bulan, hingga dilakukan pengamatan lanjutan tiap tahun setelah 5 tahun berikutnya.
10
2.2.11. PROGNOSIS
Angka kelangsungan hidup selama 5 tahun secara keseluruhan pada kanker vagina adalah 52. Meskipun demikian, pada stadium I angka kelangsungan hidup kurang dari 74, lebih
rendah dari kanker serviks dengan stadium yang sama.
9
2.3. KANKER VULVA
2.3.1. EPIDEMIOLOGI
Kanker vulva merupakan jenis kanker yang jarang ditemukan. The International Federation of Gynecology and Obstetrics FIGO 6th Annual Report yang diterbitkan pada tahun
2006 melaporkan bahwa kanker vulva hanya menempati lebih kurang 4 dari kanker ginekologi. Temuan insiden karsinoma insitu vulva meningkat dua kali lipat pada tahun 1980
dari satu dekade sebelumnya, sedangkan insiden kanker invasif vulva tetap sama. Pada tahun 2009 diperkirakan dijumpai 3.580 kasus baru di Amerika Serikat dan 900 kematian akibat kanker
vulva. Penyakit ini seringkali ditemukan pada perempuan pascamenopause.
9,15,16,17
2.3.2. ETIOLOGI
Faktor etiologi terjadinya kanker vulva belum diketahui secara spesifik. Pruritus kronik merupakan fenomena awal yang paling sering mendahului terjadinya kanker invasif. Umumnya
terjadi pada penderita obesitas, hipertensi, diabetes, dan nulipara, dan berkaitan dengan resiko tinggi pada wanita yang mempunyai multiple sexual partner dan merokok. Pada penderita
kanker invasif ditemukan 20 – 60 mengandung HPV, dan ada hubungannya dengan sifilis.
9,16
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. GEJALA DAN TANDA
Kanker vulva dapat tidak menimbulkan gejala, namun kebanyakan lebih kurang 70 pasien mengeluhkan adanya ulkus atau benjolan pada vulva. Dimulai dengan adanya bengkak
atau timbulnya massa di vulva yang sebelumnya dirasakan adanya pruritus yang lama. Kadang- kadang disertai luka dan perdarahan, serta mungkin keluhan disuri. Secara fisik dapat tampak
luka yang ulseratif, leukoplakia atau seperti wart kutil. Sebagian banyak tumbuh di labia mayora, tetapi juga bisa tumbuh primer di labia minora, klitoris, dan perineum. Sebagian tumor
tumbuh secara multifokal. Bila sudah tahap lanjut dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening pada inguinal.
9,15,17
2.3.4. PATOLOGI
Terbanyak sekitar 90 adalah jenis karsinoma sel skuamosa. Jenis lainnya adalah melanoma, karsinoma sel basal, adenokarsinoma, verukosa, dan sarkoma. Kejadian metastasis
pada kelenjar getah bening berkaitan dengan ketebalan tumor, kedalaman invasi ke stroma, invasi vaskuler, dan peningkatan jumlah keratin.
9,15,18
2.3.5. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil histopatologi dengan melakukan biopsi pada lesi. Bila lesi tumor kurang dari 1 cm sebaiknya dilakukan biopsi eksisional. Sebelum dilakukan
tindakan terapi perlu dilakukan evaluasi atau pemeriksaan kolposkopi untuk menilai serviks, vagina, dan vulva, karena meskipun jarang, kemungkinan bisa didapatkan kelainan prainvasif
atau kanker invasif pada organ tersebut. Namun biopsi luas dengan anestesi lokal biasanya cukup adekuat untuk menegakkan diagnosis. Hasil biopsi diharapkan meliputi juga jaringan kulit dan
stroma di sekeliling lesi.
9,15
2.3.6. STADIUM
Stadium klinis yang digunakan adalah klasifikasi TNM yang diadopsi dari FIGO tahun 1969 yang kemudian telah diperbaharui pada tahun 2008. Data stadium didasarkan pada evaluasi
klinis dari tumor primer dan kelenjar getah bening regional dan pemeriksaan skrining metastasis terbatas yang diperlukan. Sulitnya membedakan kecurigaan metastasis kelenjar getah bening
Universitas Sumatera Utara
yang membesar yang mungkin disebabkan oleh proses inflamasi, maka FIGO memperkenalkan surgical staging pada tahun 1988 yang kemudian telah direvisi.
9,16
Stadium Klinis
Stadium I Tumor terbatas di vulva
IA
Invasi stroma 1,0 mm. Tumor terbatas di vulva atau perineum dengan diameter terbesar 2 cm. Tidak ada kelenjar getah bening yang positif.
IB Tumor terbatas di vulva atau perineum, dengan diameter terbesar 2 cm, dan
dengan invasi stroma 1,0 mm. Tidak ada kelenjar getah bening yang positif.
Stadium II Tumor dengan segala ukuran 2 cm, dapat meluas keluar vulva dan perineum
13 distal uretra, 13 distal vagina, danatau meluas sampai ke anus, kelenjar getah bening negatif.
Stadium III Tumor telah menginvasi uretra bawah, vagina, anus, danatau telah
bermetastasis pada kelenjar regional unilateral.
IIIA i Dengan 1 kelenjar positif 5 mm
IIIA ii
Dengan 1 – 2 kelenjar positif 5 mm
IIIB i Dengan 2 kelenjar positif 5 mm
IIIB ii Dengan 3 kelenjar positif 5 mm
IIIC Kelenjar positif ekstrakapsular
Stadium IV Tumor menginvasi 23 proksimal uretra, 23 proksimal vagina, dan metastasis
jauh.
IVA i Tumor telah menginvasi mukosa kandung kemih, mukosa rektum, uretra bagian
atas, atau tumor terfiksir pada tulang, danatau telah bermetastasis pada kelenjar regional bilateral.
IVA ii
Kelenjar getah bening inguino-femoral terfiksir atau ulserasi.
IVB Metastasis jauh termasuk metastasis pada kelenjar pelvis.
Tabel 2.2. Stadium Klinis FIGO untuk kanker vulva 2008
15,16,17
2.3.7. DIAGNOSA BANDING
Kanker vagina, kanker metastasis misalnya: penyakit trofoblas gestasional.
15
2.3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
- Biopsi diagnosis seharusnya berdasarkan biopsi yang representatif
- FNAB fine needle aspiration biopsy pada kelenjar inguinal yang dicurigai - Pap smear serviks
Universitas Sumatera Utara
- Kolposkopi serviks dan vagina - Radiologi
- Foto toraks - Foto pelvis bila ada kecurigaan keterlibatan tulang
- CT Scan bila ada keurigaan kelenjar getah bening pelvis terlibat - Laboratorium : darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, tes gula darah
2.3.9. TERAPI
Terapi standar adalah vulvektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening inguinal groin secara en bloc dengan atau tanpa limfadenektomi pelvik. Sejak dilaporkan oleh Taussig
USA dan Way UK hal tersebut hingga 15 tahun terakhir ini belum ada perubahan yang berarti. Perubahan terutama dimaksudkan untuk mengurangi morbiditas fisik dan psikologis, di
antaranya adalah:
9
- Individualisasi pada setiap kasus - Konservasi vulva pada lesi unifokal
- Menghindari diseksi kelenjar getah bening inguinal pada lesi tumor mikroinvasi - Meninggalkan limfadenektomi pelvik
- Memilih teknik insisi inguinal terpisah - Menghindari diseksi kelenjar getah bening kontralateral pada kelenjar getah bening
ipsilateral yang tidak mengandung anak sebar - Memberikan radioterapi neoajuvan pada stadium lanjut untuk memberikan
kesempatan kemungkinan operasi eksenterasi - Memberikan radioterapi ajuvan pada kasus dengan anak sebar kelenjar getah bening
yang multinodul Penanganan yang dilakukan berdasarkan stadium dari kanker vulva yang ada. Himpunan
Onkologi Ginekologi Indonesia HOGI dalam buku Pedoman Pelayanan Medik Kanker
Universitas Sumatera Utara
Ginekologi edisi kedua pada tahun 2011 memberikan pedoman untuk penanganan kanker vulva sebagai berikut:
15
- VIN III asimtomatik dilakukan penanganan ekspektatif.
- VIN III simtomatik dilakukan penanganan dengan bedah laser atau eksisi lokal. - VIN III lesi vulva in situ dilakukan penanganan dengan bedah laser atau eksisi lokal.
- Stadium IA invasif superfisial dilakukan eksisi lokal luas, tanpa diseksi KGB inguinal.
- Stadium IB dilakukan vulvektomi radikal dengan diseksi KGB inguinal dengan insisi terpisah tripple incisions technique.
- Karsinoma vulva lanjut atau rekurensi : - Jika kelenjar getah bening tidak dapat direseksi, tetapi tumor primer dapat
direseksi, berikan radioterapi pasca vulvektomi. - Jika tumor primer tidak dapat direseksi diberikan terapi kemoradiasi. Bila secara
klinis kelenjar getah bening negatif, pertimbangkan reseksi kelenjar terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan radioterapi.
- Bila vulva dan kelenjar getah bening tidak dapat direseksi, terapi kemoradiasi setelah pembedahan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Penanganan kanker vulva stadium dini
15
Tumor primer stadium dini
Lesi 2cm, KGB klinis - Lesi 2 cm, KGB klinis -
Eksisi lokal radikal Limfadenektomi
inguiofemoral Wedge biopsy
Invasi 1 mm Invasi 1 mm
Biopsi eksisional
Invasi 1 mm Invasi 1 mm
Eksisi lokal radikal Eksisi lokal radikal Limfadenektomi inguinofemoral
unilateral kecuali : -
Diameter garis tengah 1 cm -
Keterlibatan labia minora -
Nodus ipsilateral positif
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Penanganan KGB inguinal + suspicious secara klinis
15
Tersangka KGB + secara klinis
CT Scan Pelvis
Reseksi nodus inguinal makroskopik dan potong beku
Positif Negatif
Reseksi retroperitoneal dari nodus pelvis
makroskopik yang terlihat di CT Scan
Limfadenektomi Inguinofemoral
Terapi radiasi pelvis dan inguinal
Dualebih nodus + atau penyebaran
ekstrakapsular Negatif atau 1
nodus - secara makroskopik
Observasi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Penanganan KGB inguinal + obvious secara klinis
15
Reseksi nodus inguinal makroskopik dan nodus pelvis yang membesar
ketika kemoterapi Radioterapi preoperatf
+- kemoterapi Dapat direseksi secara operasi
Tidak dapat direseksi Nodus terfiksasi atau ulserasi
Radioterapi pasca operasi terhadap inguinal dan pelvis
Reseksi post operatif terhadap residu
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Penanganan kanker vulva stadium lanjut
15
2.3.10. PENGAMATAN LANJUTAN
Pemeriksaan klinis, inspekulo, colok dubur dilakukan pada setiap kunjungan untuk mencari kemungkinan rekurensi. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan hanya atas indikasi.
Pengamatan lanjutan dilakukan tiap tiga bulan pada tahun pertama dan selanjutnya tiap 4-6 bulan, hingga dilakukan pengamatan lanjutan tiap tahun setelah 5 tahun.
15
2.3.11. PROGNOSIS
Bila mendapat terapi yang adekuat umumnya memberikan respons kesembuhan yang cukup baik. Angka kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan pada pasien kanker vulva
70. Melanoma mempunyai prognosis lebih buruk, rata-rata angka kelangsungan hidup 5 tahun hanya 21,7.
15
Reseksi tumor radikal Preoperatif radioterapi + kemoterapi
Tumor dapat direseksi stroma - Reseksi dengan stroma
Tumor primer lokal stadium lanjut
Batas surgikal Reseksi dasar tumor
Lebih dari 5 mm Sempit 5 mm
Positif
Radioterapi postoperatif
Dipertimbangkan radioterapi
Observasi
Universitas Sumatera Utara
2.4. KANKER ENDOMETRIUM
2.4.1. EPIDEMIOLOGI
Kebanyakan neoplasia dari korpus uterus terbentuk di endometrium dan merupakan adenokarsinoma jenis endometrioid. Kanker endometrium merupakan keganasan ketujuh paling
banyak dijumpai pada wanita di seluruh dunia, dengan lebih kurang 190.000 kasus setiap tahunnya. Dan kanker endometrium merupakan kanker ginekologi yang paling sering terjadi di
dunia barat, menempati urutan keempat kanker pada wanita setelah kanker payudara, kolon, dan paru.
5,19,20,21,22,23
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat kanker endometrium merupakan kanker yang terbanyak pada kanker ginekologi. Sekitar 75 dijumpai pada stadium I dimana
angka kelangsungan hidupnya 75 atau lebih.
24
Diperkirakan sekitar 39.000 kasus baru terjadi di Amerika Serikat selama tahun 2002, dan 41.200 kasus baru pada tahun 2006 dengan jumlah
kematian akibat kanker endometrium sebanyak 7.350. Dengan mortalitas sekitar 3,4 per 100.000 wanita diketahui bahwa sebenarnya prognosis kanker ini cukup baik apabila diketahui dan
ditangani dengan tepat. Di Indonesia, penelitian terakhir mendapatkan prevalensi kanker endometrium di RSCM Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun.
19,22,25
Umumnya penderita kanker endometrium berusia sekitar 60 tahun karena 75 kanker ini terjadi selama periode pascamenopause. Namun pada 25 kasus kanker endometrium terjadi
sebelum menopause dan sekitar 5 kasus terjadi di bawah 40 tahun.
19,26
2.4.2. ETIOLOGI
Kebanyakan kasus kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis dari sumber endogen dan eksogen lainnya. Kanker yang
dhubungkan dengan estrogen estrogen dependent ini cenderung untuk berkembang seperti hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik, dan secara umum punya prognosis baik. Sementara
itu, tipe kanker endometrium yang tidak bergantung pada estrogen non-estrogen dependent berkembang sebagai nonhiperplasia, berdiferensiasi jelek, dan lebih agresif.
19,20,27
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. FAKTOR RISIKO 2.4.3.a. FAKTOR RISIKO REPRODUKSI DAN MENSTRUASI
Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda dengan kanker payudara,
usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya hubungan terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang dapat berperan sebagai proteksi.
19,24,25,26
Usia menars dini 12 tahun berhubungan dengan meningkatkan risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian menunjukkan usia saat
menopause mempunyai hubungan langsung terhadap risiko meningkatnya kanker ini. Sekitar 70 dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pascamenopause. Wanita
yang menopause secara alami di atas usia 52 tahun 2,4 kali lebih berisiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun.
19,24,25,26
2.4.3.b. HORMON
Kanker endometrium berhubungan dengan rangsangan estrogen terus menerus. Risiko terjadi kanker endometrium pada wanita-wanita muda berhubungan dengan kadar estrogen yang
tinggi secara abnormal seperti polycystic ovarian disease yang memproduksi estrogen.
19,22
Terapi sulih hormon estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan resiko ini terjadi setelah pemakaian 2-3 tahun. Risiko relatif
tertinggi terjadi setelah pemakaian selama 10 tahun. Belakangan ini, kombinasi estrogen terapi dengan progestin dipercaya dapat melawan efek karsinogenik.
19
Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakai kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi dengan rendah progestin. Sebaliknya, pengguna kontrasepsi
oral kombinasi estrogen-progestin dengan kadar progesteron yang tinggi mempunyai efek protektif dan menurunkan resiko kanker endometrium setelah 1-5 tahun pemakaian.
19,25
Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko kanker endometrium 2- 3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi dengan tamoksifen. Tamoksifen
adalah antiestrogen yang berkompetisi dengan estrogen untuk menduduki reseptor. Berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan di payudara, di endometrium tamoksifen malah bertindak sebagai faktor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
19,21,25
2.4.3.c. OBESITAS
Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan 13-22 kg dari berat badan ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 kali lipat, sedangkan kelebihan di atas 23
kg meningkatkan risiko sampai 10 kali lipat.
19,22,25,26
2.4.3.d. KONDISI MEDIS
Wanita pra-menopause dengan diabetes menyebabkan dua sampai tiga kali lebih besar berisiko terkena kanker endometrium jika disertai dengan obesitas. Kemungkinan tingginya
kadar estrone dan lemak dalam plasma pada wanita diabetes menjadi penyebabnya. Hipertensi menjadi faktor risiko pada wanita pascamenopause dengan obesitas.
19
2.4.3.e. FAKTOR GENETIK
Seseorang dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker endoetrium 2-3 kali lipat. Begitu juga dengan riwayat kanker endometrium
dalam keluarga.
19,25
2.4.4. GEJALA DAN TANDA
Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien kanker endometrium adalah perdarahan pascamneopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi
bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan adalah keluhan yang paling banyak menyertai keluhan utama.
19
2.4.5. SKRINING
Sampai saat ini belum ada metode skrining untuk kanker endometrium. Hanya untuk pasien yang termasuk dalam risiko tinggi seperti Lynch syndrome tipe 2 perlu dilakukan evaluasi
endometrium secara seksama dengan histeroskopi dan biopsi. Pemeriksaan USG transvaginal merupakan tes non invasif awal yang efektif dengan prediksi nilai negatif yang tinggi apabila
Universitas Sumatera Utara
ditemukan ketebalan endometrium kurang dari 5 mm. Pada banyak kasus histeroskopi dengan instrumen yang fleksibel membantu dalam penemuan awal kasus kanker endometrium.
24
2.4.6. DIAGNOSIS
Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan melalui biopsi endometrium atau dilatasi dan kuretase. Kedua cara ini mempunyai false negative rate 5-
10. Bila diagnosisnya meragukan dapat dilakukan kuretase bertingkat dengan bimbingan histeroskopi. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel endometrium berupa logam atau
plastik. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi endometrium karena stenosis servikal atau simptom tetap bertahan walau hasil biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi
dan kuretase DC dengan anestesi. Prosedur DC sampai saat ini merupakan baku emas untuk mendiagnosis kanker endometrium.
19,20,24,25
2.4.7. PATOLOGI
Umumnya 75-80 kasus tipe histologik kanker endometrium adalah endometrial adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang sel-sel
tumornya membentuk struktur seperti kelenjar.
19,21
Terdapat dua jenis kanker endometrium, yaitu adenokarsinoma endometrium tipe I dengan karakteristik berdiferensiasi baik dan invasi secara superfisial. Tipe ini sensitif terhadap
progesteron dan penderita cenderung memiliki prognosis yang baik. Adenokarsinoma endometrium tipe II berdiferensiasi buruk grade 3 atau bertipe histologik yang agresif clear
cell, papillary serous dan berinvasi dalam ke miometrium. Prognosis penderita dengan tipe ini kurang baik dan memiliki angka kelangsungan hidup lebih rendah dibanding penderita tipe I.
19,21
2.4.8. STADIUM
Terdapat dua jenis stadium pada kanker endometrium, yaitu stadium klinik dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan,
sedangkan stadium surgikal untuk menentukan terapi adjuvannya. Kini, penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium surgikal.
19,20
Universitas Sumatera Utara
Stadium Keterangan
Stadium I
Tumor terbatas pada korpus uterus IA G1,G2,G3
Invasi
tidak ada atau kurang dari setengah miometrium IB G1,G2,G3
Invasi sampai setengah atau lebih dari setengah miometrium
Stadium II Tumor menginvasi stroma serviks, tetapi tidak menyebar keluar uterus
IIA G1,G2,G3 Mengenai kelenjar endoserviks
IIB G1,G2,G3 Menginvasi stroma serviks
Stadium III Penyebaran lokal danatau regional dari tumor
IIIA G1,G2,G3 Tumor menginvasi serosa dari korpus uterus danatau adnexa danatau
pemeriksaan sitologi peritoneum positif IIIB G1,G2,G3
Keterlibatan vagina danatau parametrium IIIC G1,G2,G3
Metastasis ke kelenjar getah bening panggul danatau para-aorta IIIC1
Kelenjar getah bening panggul positif IIIC2
Kelenjar getah bening para-aorta positif, dengan atau tanpa kelenjar getah bening panggul positif
Stadium IV Tumor menginvasi kandung kemih danatau mukosa usus, danatau
metastasis jauh IVA G1,G2,G3
Tumor menginvasi kandung kemih danatau mukosa usus IVB
Metastasis jauh, termasuk metastasis intra-abdominal danatau kelenjar getah bening inguinal
Tabel 2.3. Stadium kanker endometrium FIGO 2008.
20,22,24
Keterangan : - Kanker endometrium dibagi atas derajat G sesuai dengan derajat diferensiasi histologi
- G1 = 5 atau kurang gambaran pertumbuhan padat - G2 = 6-50 gambaran pertumbuhan padat
- G3 = 50 gambaran pertumbuhan padat - Keterlibatan kelenjar endoserviks harus diperhatikan hanya pada stadium I dan stadium II
Universitas Sumatera Utara
2.4.9. DIAGNOSIS BANDING
Tumor jinak ovarium, tumor korpus uteri.
24
2.4.10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum tindakan operasi, pemeriksaan yang perlu dilakukan:
24
- Foto toraks untuk menyingkirkan metastasis paru - Tes pap, untuk menyingkirkan kanker serviks
- Pemeriksaan laboratorium yang mencakup darah rutin, faal hati, faal ginjal, elektrolit.
2.4.11. TERAPI
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging surgikal
surgical staging yaitu meliputi histerektomi simpel dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.
19
2.4.11.a. PEMBEDAHAN
Pasien dengan kanker endometrium diobati dengan tindakan histerektomi saja atau histerektomi dan radiasi pasca bedah. Pada stadium dini dengan diferensiasi baik, cukup
dilakukan histerektomi totalis dan salpingo-ooforektomi bilateral. Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan peritoneum, eksplorasi dan palpasi kemungkinan metastasis ke
organ abdomen, histerektomi total, dan salpingo-ooforektomi bilateral, kemudian uterus dibelah untuk melihat kedalaman invasi ke miometrium; bila tidak jelas perlu dilakukan frozen section.
Limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta serta omentektomi parsialis dilakukan berdasarkan kriteria kelompok risiko tinggi. Beberapa ahli hanya melakukan sampel
biopsi pada kelenjar getah bening, terutama pada yang mengalami pembesaran. Kriteria kelompok risiko tinggi yaitu:
19,24
- Infiltrasi ke miometrium lebih dari setengah ketebalan miometrium - Perluasan ke isthmusserviks
- Perluasan ke luar uterus termasuk adneksa
Universitas Sumatera Utara
- Tipe histologi : serosa, sel jernih, skuamousa, atau diferensiasi buruk - Pembesaran kelenjar getah bening pelvis
- Histologi derajat 3 adenokarsinoma Pada stadium II, dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks, prosedur pengangkatan
uterus dilakukan secara radikal histerektomi radikal, dengan salpingo-ooforektomi bilateral, diseksi kelenjar getah bening pelvis, dan biopsi paraaorta bila mencurigakan, biopsi peritoneum,
biopsi omentum omentektomi parsial. Akan tetapi, beberapa ahli tetap melakukan histerektomi total apabila diyakini bahwa keganasan memang berasal dari endometrium bukan dari
endoserviks, dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak terdapat di vagina dan angka kekambuhan yang kurang dari 10.
19,24
Pada stadium III dan IV, dilakukan pembedahan, radiasi, danatau kemoterapi. Sangat dianjurkan untuk melakukan pegangkatan tumor primer walaupun telah terdapat metastasis ke
organ abdomen.
19,24
2.4.11.b. RADIOTERAPI
Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi, angka kelangsungan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 dibanding pasien dengan terapi operasi dan
radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah stadium IA grade 1 atau 2 tidak memerlukan radiasi ajuvan pasca operasi. Radiasi ajuvan diberikan apabila:
19,24
- Penderita stadium IB derajat III IC, derajat 1,2 atau 3, apabila berusia di atas 60 tahun, danatau invasi melebihi setengah miometrium
- Penderita stadium IIA IIB, derajat III - Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi secara tersendiri, tergantung letak
metastasis, dan ajuvan Cisplatin dan Doxorubicin. Perluasan radiasi paraaorta diberikan bila: - Kelenjar getah bening paraaorta positif
- Metastasis luas di daerah adneksa - Infiltrasi 13 bagian luar miometrium disertai histologi derajat 2 atau 3
Universitas Sumatera Utara
- Pasien dengan risiko rendah stadium IA, derajat 1 atau 2 tidak memerlukan radiasi.
2.4.11.c. TERAPI MEDIKAMENTOSA - KEMOTERAPI
Kemoterapi diberikan pada pasien dengan kanker endometrium residif. Cisplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif. Agen kemoterapi lain adalah paclitaxel,
doxorubicin, dan ifosfamide.
19,24
- HORMON
Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan memberikan respon yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin oral sama efektifnya dengan
pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang mengalami kekambuhan memberikan respon terhadap progestin.
19
Hormon yang dapat diberikan yaitu:
24
- Depo-Provera 400 mgIMminggu - Tablet Provera 4 x 200 mghari
- Megestrol asetat Megace 4 x 800 mgoralhari
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Penanganan kanker endometrium
20
2.4.12. PENGAMATAN LANJUTAN
Pengamatan lanjut follow up dilaksanakan 2 bulan sekali pada 2 tahun pertama, selanjutnya setiap 6 bulan pada 3 tahun berikutnya. Setelah 5 tahun, pemeriksaan dilaksanakan 5
tahun sekali. Pemeriksaan terutama ditujukan pada kelenjar getah bening pelvis. Juga diperhatikan timbulnya massa di pelvis, perdarahan pervaginam, dan gangguan respirasi.
Pemeriksaan penanda tumor tidak ada yang spesifik. Pemeriksaan radiologi termasuk CT-Scan MRI dilakukan bila ada indikasi.
24
Universitas Sumatera Utara
2.5. PENYAKIT TROFOBLAS GANAS
2.5.1. EPIDEMIOLOGI
Keganasan ini dapat berasal dari mola hidatidosa dan non-mola hidatidosa. Insiden mola hidatidosa diperkirakan antara 0,26-2,1 setiap 1.000 kehamilan. Mola hidatidosa merupakan
sebagian dari Penyakit Trofoblas Gestasional PTG = Gestational Trophoblastic Disease GTD. Sebanyak 9-20 mola hidatidosa dapat bertransformasi menjadi keganasan Penyakit Trofoblas
Ganas Gestational Trophoblastic Neoplasia GTN.
28
Pada saat ini hampir seluruh kasus penyakit trofoblas ganas dapat diobati tanpa harus kehilangan fungsi reproduksinya. Hal ini dikarenakan kemajuan dari deteksi dini, pemeriksaan
penanda tumor β-hCG yang sensitif dan tersedianya kemoterapi yang sensitif.
28
2.5.2. SKRINING
Pemeriksaan β-hCG merupakan salah satu tumor marker yang cukup sensitif untuk menegakkan diagnosis PTG secara dini. Kewaspadaan yang tinggi terhadap keluhan perdarahan,
sub involusi dari uterus pasca mola hidatidosa, abortus atau pasca kehamilan yang lain dengan ditunjang pemeriksaan β-hCG dapat menegakkan diagnosis dini dari PTG.
28
2.5.3. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan pervaginam, pembesaran rahim setelah kehamilan dan adanya gejala klinis dari metastasis atau komplikasi.
28
2.5.4. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis PTG berdasarkan data klinis dengan atau tanpa histologi. FIGO Oncology Comittee meyimpulkan bahwa diagnosis tumor trofoblas gestasional pasca mola dapat
ditegakkan bila:
28,29,30
- Hasil pemeriksaan hCG pascamola menetap 4 kali berturut-turut selama 3 minggu atau
lebih hari ke 1, 7, 14, 21 pascamola. -
Hasil pemeriksaan hCG menunjukkan kenaikan 10 atau lebih, sekurang-kurangnya selama 2 minggu atau lebih hari ke 1, 7, 14 pascamola.
Universitas Sumatera Utara
- Kadar hCG mentetap selama 3 minggu atau lebih.
- Kadar hCG di atas normal sampai 14 minggu setelah evakuasi.
- Uterus lebih besar dari normal dengan kadar hCG lebih dari normal.
- Perdarahan dari uterus dengan kadar hCG lebih dari normal.
- Kesimpulan hasil pemeriksaan histologis adalah koriokarsinoma, mola invasif, atau
PSTT. -
Adanya metastasis tanpa adanya daerah primer dengan peningkatan hCG Beberapa jenis tumor trofoblas gestasional yaitu : koriokarsinoma klinis, mola invasif
MI, koriokarsinoma, dan plasental site trofoblastic tumor PSTT.
29,30,31,32
2.5.5. KORIOKARSINOMA KLINIS
Penggunaan istilah ini masih menimbulkan kontroversi. Sebagian setuju dengan adanya bentuk klinis ini, tetapi sebagian lain memakai istilah persistent trophoblastic disease. Yang
dimaksud dengan pengertian koriokarsinoma klinis adalah bila pada penderita pasca mola secara klinis danatau dari laboratorium didapatkan adanya tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan
trofoblas tanpa diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA.
29
Diagnosis koriokarsinoma klinis ditegakkan bila dijumpai:
29
- Minggu ke-
4 pascaevakuasi kadar β hCG 1.000 mIUml, atau -
Minggu ke-6 pascaevakuasi kadar β hCG 100 mIUml, atau
- Minggu ke-
8 pascaevakuasi kadar β hCG 30 mIUml Berdasarkan kriteria di atas, diagnosis ditegakkan tanpa pemeriksaan patologi anatomis
kecuali spesimen dapat diambil tanpa harus mengorbankan fungsi reproduksi penderita.
29
Pengelolaan koriokarsinoma klinis sama dengan pengelolaan koriokarsinoma yakni dikelola seperti TTG dengan menggunakan skor prognostik WHO sebagai panduan pemberian
kemoterapi.
29
Universitas Sumatera Utara
2.5.6. MOLA INVASIF
Gambaran umum mola invasif adalah adanya invasi ke miometrium akibatnya dapat terjadi perforasi atau perdarahan hebat dari uterus. Mola invasif dibedakan dari koriokarsinoma
dari adanya gambaran vili. Secara histopatologis mayoritas terdiri atas sel-sel trofoblas intermediet yang dapat dibedakan dari sel-sel sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas secara
imunohistokimia.
29
Mochizuki mengemukakan bahwa mola invasif sebagian besar terjadi dalam kurun waktu 6 bulan pasca mola. Walaupun jarang menimbulkan metastasis, pengelolaannya sama seperti
pada koriokarsinoma.
29,33
2.5.7. PLACENTAL SITE TROPHOBLASTIC TUMOR PSTT
PSTT berasal dari jaringan trofoblas di tempat implantasi plasenta mempunyai sifat-sifat klinik yang berbeda dari koriokarsinoma. Walaupun ukuran tumornya besar, pada PSTT kadar β-
hCG tidak dapat dipakai sebagai tolak ukur pemantauan keberhasilan pengobatan yang andal karena tumor ini mayoritas berasal dari sel-sel trofoblas intermediate yang menghasilkan hCG
lebih rendah daripada sel-sel sinsitio trofoblas. Di samping itu, PSTT lebih resisten terhadap kemoterapi sehinga sering diperlukan terapi kombinasi dengan pemberian serta dosis yang lebih
intensif.
29
2.5.8. KORIOKARSINOMA
Penyakit trofoblas ganas sifatnya unik karena prognosis tidak hanya bergantung kepada luasnya penyakit secara anatomis, tetapi juga pada adanya faktor-faktor prognostik. Sistem
staging yang dipergunakan pada keganasan-keganasan lain tidak berlaku untuk penyakit ini karena pada sebagian besar kasus diagnosis tidak ditegakkan atas dasar gambaran histologis,
tetapi dengan menggunakan parameter-parameter klinis dan biokimia.
29
Metastasis ke organ-organ yang jauh dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bahkan dapat terjadi tanpa disertai adanya penyakit primernya baik pada uterus maupun adneksa.
Staging pada penyakit trofoblas gestasional harus menyertakan faktor-faktor prognosis sebagai tambahan dari penilaian manifestasi penyakit secara anatomis.
29
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan tabel resiko yang disusun berdasarkan penyebaran penyakit secara anatomis dan faktor-faktor prognostik memungkinkan pengelompokan penderita berdasarkan skor yang
berbeda-beda. Sebagai panduan untuk pemakaian kemoterapi kombinasi pada pasien-pasien dengan resiko tinggi bertujuan untuk mengurangi kemungkinan resistensi terhadap obat.
29
2.5.9. STADIUM STAGING
Sistem staging saat ini untuk tumor trofoblas gestasional menggabungkan staging anatomis tabel 2.4 dan suatu sistem skoring prognostik tabel 2.5. Diharapkan bahwa sistem
staging ini dapat mendukung perbandingan data yang objektif pada berbagai senter.
34
Stadium Kriteria
Stadium I Penyakit terbatas pada korpus uterus
Stadium II Tumor menyebar keluar uterus, tetapi terbatas pada struktur genital adnexa,
vagina, ligamen latum
Stadium III Tumor menyebar ke paru-paru, dengan atau tanpa adanya keterlibatan traktus
genital
Stadium IV Metastasis ke tempat lain
Tabel 2.4. Stadium tumor trofoblas gestasional FIGO
28,34
2.5.10. SISTEM SKORING PROGNOSTIK
Sebagai tambahan terhadap stadium anatomis, penting untuk mempertimbangkan variabel lain untuk prediksi kecenderungan resistensi obat dan untuk membantu dalam pemilihan
kemoterapi yang tepat. Suatu sistem skoring prognostik, berdasarkan kepada suatu sistem yang pertama kali dibuat oleh Bagshawe, dapat dipercaya untuk memprediksi potensi terjadinya
resistensi kemoterapi.
34
WHO menetapkan sistem skoring dengan beberapa parameter dengan skor diberikan 0-4. Risiko rendah bila skor 6 atau kurang dan risiko tinggi bila skor 7 atau
lebih.
28
Universitas Sumatera Utara
Faktor Resiko Skor
1 2
4 Umur tahun
40 40
- -
Kehamilan terdahulu Mola
Abortus Aterm
Interval dari kehamilan bulan
4 4-6
7-12 13
Kadar hCG sebelum terapi IUL
10
3
10
3
– 10
4
10
4
– 10
5
10
5
Ukuran tumor terbesar termasuk uterus
3 – 4 cm 5 cm
Letak metastase Paru
Ginjal limpa Gastrointestinal
hepar Otak
Jumlah metastase -
1 – 4 5 – 8
8
Kemoterapi yang digunakan sebelumnya
- -
Kemoterapi tunggal
2 atau lebih kemoterapi
Tabel 2.5. Sistem skoring berdasarkan kepada faktor prognostik
28,31,34
2.5.11. DIAGNOSIS BANDING
Kanker endometrium, hiperplasia endometrium, abortus.
28
2.5.12. PEMERIKSAAN PENUNJANG
28
- Pemeriksaan hCG serum secara serial
- Pemeriksaan darah lengkap, termasuk hitung darah tepi, platelet, PT, PTT, fibrinogen, kreatinin, dan tes fungsi hati
- Foto rontgen toraks - MRI atau CT-scan otak apabila ada kecurigaan metastasis di otak
- CT-scan hepar jika ada indikasi - Kuretase harus dilakukan jika ada perdarahan yang berasal dari uterus. Biopsi pada
tempat metastasis sangat berbahaya karena timbulnya perdarahan banyak pada tempat biopsi
Universitas Sumatera Utara
- T4 dan tes fungsi tiroid lainnya atas indikasi
2.5.13. PENATALAKSANAAN
Jika skor prognostik 7 atau lebih, pasien dikategorikan sebagai risiko tinggi dan membutuhkan kombinasi kemoterapi dengan pembedahan ataupun radioterapi untuk mencapai
remisi. Pasien dengan stadium I biasanya memiliki skor dengan risiko rendah, dan pasien-pasien dengan stadium IV memiliki skor dengan risiko tinggi, sehingga perbedaan di antara risiko
rendah dan risiko tinggi berlaku atau diterapkan kebanyakan pada pasien-pasien dengan stadium II atau III.
31,34
2.5.13.a. PTG RISIKO RENDAH
Kemoterapi yang digunakan pada PTG risiko rendah, skor WHO kurang dari 6, FIGO stadium I, II, dan III:
28
- Metotreksat 0,4 mgkgBB IM tiap hari selama 5 hari, diulang tiap 2 minggu - Metotrekast 1,0 mgkgBB selang satu hari sampai 4 dosis dengan ditambahkan
Leukovorin 0,1 mgkgBB 24 jam setelah MTX, diulang tiap 2 minggu - Metotreksat 50 mgm
2
diberikan secara mingguan - Actinomycin-D 1,25 mgm
2
diberikan tiap 2 minggu - Actinomycin-D 12 µgkgBB IV tiap hari selama 5 hari diulang tiap 2 minggu.
Protokol ini digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati - Metotreksat 250 mg infus selama 12 jam, diulang tiap 2 minggu
- Kemoterapi dilanjutkan 1 atau 2 kali setelah kadar hCG normal
2.5.13.b. PTG RISIKO TINGGI
Kemoterapi yang digunakan pada PTG risiko tinggi, FIGO stadium I, II, dan III dengan skor WHO lebih dari atau sama dengan 7 atau stadium IV:
28
- Terapi primer adalah EMA-CO Etoposide, MTX, Actinomycin – Cyclophosphamide dan Oncovin Vincristine
- Jika respon kurang baik atau resisten alternatif lain adalah :
Universitas Sumatera Utara
o MA – PA Etoposide, MTX, Actinomycin – Cisplatin dan Adriamycin
o EMA – EP Etoposide, MTX, Actinomycin – Etoposide Platinum
- Jika EMA-EP resisten dapat diberikan alternatif : o
Paclitaxel – Cisplatin o
Paclitaxel – Etoposide o
Paclitaxel – 5FU o
ICE Iphosphamid, Cisplatin, dan Etoposide o
Regimen BEP Bleomycin, Etoposide, Cisplatin
2.5.13.c. PLASENTAL SITE TROPHOBLASTIC TUMOR PSTT
Pengelolaannya terpisah dari PTG yang lain. Terapi dilakukan secara kombinasi baik dengan operasi maupun kemoterapi.
28
2.5.14. PENGAMATAN LANJUTAN
Pengamatan lanjutan untuk penderita PTG dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan hCG tiap minggu hingga kadarnya mencapai normal. Setelah itu dilakukan setiap
bulan selama 6 bulan, selanjutnya tiap 2 bulan sampai 6 bulan berikutnya untuk meyakinkan hCG benar-benar normal.
28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Algoritma penanganan tumor trofoblastik neoplasia. GTN=gestational trophoblastic neoplasia; hCG=human chorionic gonadotropin; RT=radiation therapy.
34
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif yang menggunakan data sekunder. Analisis antar variabel dilakukan dengan metode analisis univariat dan bivariat.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan April 2013 hingga Juli 2013.
3.3. POPULASI PENELITIAN
Populasi penelitian adalah semua pasien kanker vagina, kanker vulva, kanker endometrium, dan PTG, baik pasien rawat jalan maupun rawat inap, di Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan, pada pasien yang didiagnosa mulai bulan Januari 2008 hingga Desember 2012.
3.3.a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker vagina, kanker vulva, kanker endometrium, dan PTG yang telah ditegakkan diagnosanya oleh divisi onkologi-
ginekologi berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan atau kadar β-hCG untuk PTG
pasien di RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari 2008 hingga Desember 2012.
3.3.b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang belum atau tidak ditegakkan diagnosanya oleh divisi onkologi-ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
3.4. VARIABEL PENELITIAN