Universitas Sumatera Utara
sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-
kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Mulyana, 2005: 238
Lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi ialah bahasa karena hanya bahasalah yang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan, fakta dan opini, hal yang kongkret
dan yang abstrak, pengalaman yang sudah lalu dan kegiatan yang akan datang, dan sebagainya. Tanpa penguasaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimana pun baiknya tak akan dapat
dikomunikasikan kepada orang lain secara tepat.
2.2.3 Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai
daripada komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada.
Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan Hardjana 2003: 26.
Komunikasi Nonverbal adalah kebalikan dari komunikasi verbal yaitu proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi
Nonverbal menggunakan kial gestur, gerak, isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, dan bisa juga menggunakan penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan
sebagainya, simbol-simbol lambang serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, gaya berbicara dan lain sebagainya. Tetapi para ahli dibidang komunikasi
nonverbal biasanya mendefinisikan “tidak menggunakan kata” dan tidak menyamakan komunikasi nonverbal dengan komunikasi nonlisan. Misalnya tulisan tidak dianggap sebagai
komunikasi nonverbal karena menggunakan kata-kata meskipun tidak secara langsung. Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian
saman yaitu : Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang
disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk
menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.
Universitas Sumatera Utara
Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-
saring semua gerak ini adalah bahasa Gayo. Selain itu, ada 2 baris orang yang menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan harmonis. Dalam Tari
Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat supaya Tari Saman menarik. Padaumumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki dan jumlahnya harus
ganjil. Dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan.
Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern
menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan dan menyanyikan
syair-syair tari Saman. Kostum atau busana khusus saman terbagi menjadi tiga bagian yaitu: 1.
Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.
2. Pada badan: baju pokok baju kerawang baju dasar warna hitam, disulam benang putih,
hijau dan merah, bagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek celana dan kain sarung.
3. Pada tangan: topong gelang, sapu tangan. Begitu pula halnya dalam penggunaan warna,
menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan kekompakan,
kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan. Meskipun komunikasi verbal dan nonverbal memiliki perbedaan-perbedaan, namun
keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya tindak komunikasi yang efektif. Fungsi dari lambang-lambang verbal maupun nonverbal adalah untuk memproduksi makna yang
komunikatif.
Secara historis, kode nonverbal sebagai suatu multi saluran akan mengubah pesan verbal melalui enam fungsi: pengulangan repetition, berlawanan contradiction, pengganti
substitution, pengaturan regulation, penekanan accentuation dan pelengkap complementation. Dalam tahun 1965, Paul Ekman menjelaskan bahwa pesan nonverbal akan
mengulang atau meneguhkan pesan verbal. Misalnya dalam suatu lelang, kita mengacungkan
Universitas Sumatera Utara
satu jari untuk menunjukkan jumlah tawaran yang kita minta, sementara secara verbal kita mengatakan satu.
Pesan-pesan nonverbal juga berfungsi untuk mengkontradiksikan atau menegaskan pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindirian-sindiran tajam. Kadang-kadang, komunikasi
nonverbal mengganti pesan verbal. Misalnya, kita tidak perlu secara verbal menyatakan kata menang, namun cukup hanya mengacungkan dua jari kita membentuk huruf `V victory yang
bermakna kemenangan.
Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal. Pesan-pesan nonverbal berfungsi untuk mengendalikan sebuah interaksi dalam suatu cara yang sesuai dan
halus, seperti misalnya anggukan kepala selama percakapan berlangsung. Selain itu, komunikasi nonverbal juga memberi penekanan kepada pesan verbal, seperti mengacungkan kepalan tangan.
Dan akhirnya fungsi komunikasi nonverbal adalah pelengkap pesan verbal dengan mengubah pesan verbal, seperti tersenyum untuk menunjukkan rasa bahagia kita. Pemikiran yang sama
juga diungkapkan oleh Samovar Sunarwinadi, 1993:7-8bahwa dalam suatu peristiwa komunikasi, perilaku nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan Bahasa verbal:
a. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal.Misalnya
menyatakan terima kasih dengan tersenyum. b.
Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Misalnya menyatakan arah tempat dengan menjelaskan Perpustakaan Universitas Terbuka terletak di belakang
gedung ini, kemudian mengulang pesan yang sama dengan menunjuk arahnya.
c. Tindak komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal, misalnya mengatakan maaf
pada teman karena tidak dapat meminjamkan uang; dan agar lebih percaya, pernyataan itu ditambah lagi dengan ekspresi muka sungguh-sungguh atau memperlihatkan saku atau
dompet yang kosong.
d. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal. misalnya menyatakan rasa
haru tidak dengan kata-kata, melainkan dengan mata yang berlinang-linang. Dalam perkembangannya sekarang ini, fungsi komunikasi nonverbal dipandang sebagai
pesan-pesan yang holistik, lebih dari pada sebagai sebuah fungsi pemrosesan informasi yang sederhana. Fungsi-fungsi holistik mencakup identifikasi, pembentukan dan manajemen kesan,
muslihat, emosi dan struktur percakapan. Karenanya, komunikasi nonverbal terutama berfungsi mengendalikan controlling, dalam arti kita berusaha supaya orang lain dapat melakukan apa
yang kita perintahkan. Hickson dan Stacks menegaskan bahwa fungsi-fungsi holistik tersebut dapat diturunkan dalam 8 fungsi, yaitu pengendalian terhadap percakapan, kontrol terhadap
perilaku orang lain, ketertarikan atau kesenangan, penolakan atau ketidaksenangan, peragaan informasi kognitif, peragaan informasi afektif, penipuan diri self-deception dan muslihat
terhadap orang lain.
Komunikasi nonverbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Keduanya, komunikasi
verbal dan nonverbal, kurang dapat beroperasi secara terpisah, satu sama lain saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif
.
Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Simbol
Pengertian Simbol Secara etimologis, simbol symbol, berasal dari kata Yunani “symballein” yang berarti melemparkan bersama sesuatu benda, perbuatan dikaitkan dengan
suatu ide. Biasanya symbol terjadi berdasarkan metonimi metonymy, yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya misalnya kaca mata untuk seseorang yang
berkaca mata dan metafora metaphor, yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan misalnya kaki gunung, kaki meja,
berdasarkan kias pada kaki manusia Sobur 2003:155.
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu lainnya yakni semacam tanda, lukisan,
perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu Mulyana,2010:92. Simbol melibatkan tiga unsur, yakni symbol itu sendiri, satu rujukan
atau lebih dan hubungan antara symbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Hartako dan Rahmanto dalam Sobur, 2003:157 membedakan symbol
menjadi:
1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur, sebagai lambang
kematian. 2.
Simbol kultural yang melatar belakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam budaya Jawa.
3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruan karya
seorang pengarang.
Banyak yang selalu mengartikan simbol sama dengan tanda. Sebetulnya, tanda berkaitan langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih intensif
setelah dihubungkan dengan objek. Dengan kata lain, simbol lebih substantif dari pada tanda. Dalam konsep Pierce, simbol merupakan salah satu kategori tanda sign, sehingga simbol
diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri sobur, 2003:158.
Seperti Pierce, Ogden dan Richards juga menggunaklan istilah simbol dengan pengertian yang kurang lebih sama dengan simbol dalam wawasan Pierce. Dalam pandangan Ogden dan
Richards, simbol memiliki hubungan asosiatif dengan gagasan atau referensi serta referan atau acuan dunia. Sebagaimana dalam wawasan Pierce, hubungan ketiga butir tersebut bersifat
Universitas Sumatera Utara
konvensional. Hubungan antara simbol, thought of reference pikiran atau referensi, dengan referent
acuan dapat digambarkan melalui bagan semiotic triangle dalam Sobur, 2003:159 :
Gambar 1
Semiotic Triangle Ogden dan Richards
Pikiran atau referensi
Simbol
Acuan Sumber: Sobur 2004
Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula terbuahkan referensi : hasil
penggambaran maupun konseptualisai acuan simbolik. Referensi dengan demikian merupakan gambaran hubungan antara tanda kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia
acuan yang membuahkan satuan pengertian tertentu Sobur,2003: 159.
Simbol atau tanda dijadikan sebagai bahan analisis dimana didalam tanda terdapat makna sebagai bentuk pikiran atau referensi pesan yang dimaksud. Tanda cenderung berbentuk visual
atau fisik yang ditangkap oleh manusia. Acuan atau objek merupakan konteks sosial yang dalam implementasi dijadikan sebagai aspek pemaknaan atau yang dirujuk oleh tanda tersebut.
Pemikiran yaitu orang yang menggunakan simbol atau tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau makna yang ada pada pikiran atau benak seseorang tentang objek yang dirujuk dari
sebuah tanda yang telah diberikan.
2.2.5 Interaksionisme Simbolik