Pemberdayaan zakat modern pada Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI)

(1)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.

Jakarta, 08 Ramadhan 1429 H 08 september 2008 M Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

1. Ketua : Drs. A. Basiq Djalil, SH, MA. (...) NIP. 150 169 102

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag. MH (...) NIP. 150 285 972

3. Pembimbing I : Dr. A. Sudirman Abbas, MA (...) NIP. 150 294 051

4. Pembimbing II: Alimin, M.Ag. (...) NIP. 150 299 473

5. Penguji I : Sri Hidayati, M.Ag. (...) NIP. 150 282 403

6. Penguji II : Dra. Hj. Halimah Ismail. (...) NIP. 150 075 192


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 September 2008


(3)

KATA PENGANTAR

ِﻢﻴِﺣﱠﺮ ا

ِﻦَﻤْﺣﱠﺮ ا

ِﻪﱠ ا

ِﻢْﺴِﺑ

Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, Shalawat serta salam kita mohonkan kepada Allah semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu istiqomah.

Skripsi ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan segala kemampuan penulis dan berkat dukungan dari berbagai pihak alhamdulillah tugas ini dapat terselesaikan. Salam ta’dzim dan ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orangtuaku tercinta Bpk H. Buchori bin H. Abdul Ghani dan Ibu Hj. Mayati binti H. Abul Hasan, juga buat kakak-kakakku Lilis Hariyanti dan suami Rahardi, Rahmawati dan suami Restu Hendarsyah, S.Komp dan adikku Yuliana, tak lupa pula keponakan-keponakanku Muhammad Wildan Al-Dzaky, Nayla Haura Zahida, Muhammad Fadhlan Al-Dzaky, yang senantiasa memberikan inspirasi dalam segala hal dan mampu memberikan harapan serta semangat hidup tersendiri.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum


(4)

2. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah Bapak Drs.H. A. Basiq Djalil, SH, MA dan Sekretaris Jurusan Bapak Kamarusdiana, S.Ag. MH.

3. Pembimbing Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. dan bapak Alimin, M.Ag. yang telah memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat kepada penulis.

4. Semua Dosen Fakultas Syariah dan Hukum beserta petugas akademik, juga pimpinan dan karyawan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia.

6. Bapak H. Moh. Nasir Tajang selaku Ketua Pelaksana Harian Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia dan Ahmad Faqih selaku Staf Pendayagunaan, yang telah membantu penulis memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi.

7. Neng Vera Fachriyah

8. Teman-teman mahasiswa AKI angkatan 2004/2005………..

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi penulis dan pembaca sekalian umumnya.

-Amin Ya Rabbal A’lamin.

Jakarta : 15 September 2008 15 Ramadhan 1429

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………9

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………...10

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan………...11

E. Sistematika Penulisan………...12

BAB II : TINJAUAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Zakat………..13

B. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam………..15

C. Beberapa Ketentuan Umum Tentang Zakat Dalam Hukum Islam………....22

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI) A. Profil YBM BRI………..43

B. Struktur Organisasi YBM BRI………50

C. Sumber dan Penggunaan Dana YBM BRI………..56

D. Kendala-kendala Yang Dihadapi YBM BRI………...59


(6)

MODERN YBM BRI

A. Strategi Dalam Menghimpun Dana ZIS………..61 B. Program Pendayagunaan

Melalui Efektifitas Pengelolaan Dana ZIS………..63 C. Pemberdayaan Zakat Modern YBM BRI

Ditinjau Dari Hukum Islam………...72

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan………..81

B. Saran-Saran………..82

DAFTAR PUSTAKA……….83 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(7)

PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menciptakan umat manusia dan segala apa yang ada di bumi dan langit serta diantara keduanya. Karena itu Dialah pemilik mutlak segala isi bumi, isi langit dan diantara keduanya itu, tidak ada sekutu dalam pemilikannya. Seperti yang tertera dalam al-Quran surat Yunus : 55

)

/

: (

Artinya: “Ingatlah sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan dibumi. Ingatlah sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya”.1(Yunus / 10 : 55).

1

Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h.157.


(8)

Dia menciptakan segala isi bumi ini bagi kepentingan kehidupan seluruh umat manusia, ciptaanNya. Hal ini tertera dalam al-Quran surat Al-Baqarah : 29

)

ةﺮﻘ ا

/

:

(

Artinya:“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju langit lalu dijadikannya tujuh langit, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”.(al-Baqarah / 2 : 29).

Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda (materi). Manusia cenderung untuk mengumpulkan dan menguasai harta benda tersebut tanpa batas, sampai ia menemui ajalnya. Kerakusan dan ketamakan manusia dalam dan menguasai harta benda tersebut, kadang-kadang melampaui batas, melebihi nafsu binatang, yang dapat menurunkan martabat nilai-nilai kemanusiaannya.2 Dalam rangka menciptakan, menjaga dan memelihara kemaslahatan hidup serta martabat kehormatan manusia, Allah SWT menciptakan syariat yang mengatur tata cara mendapatkan dan memanfaatkan harta benda. Tata aturan ini antara lain syariat zakat.

2


(9)

Harta benda tidak boleh hanya dinikmati oleh pemilik (nisbi) harta tersebut, namun juga harus dinikmati oleh orang lain, sesuai dengan cara yang telah diatur oleh Allah SWT. Pada setiap pemilikan seseorang, selalu ada hak orang lain didalamnya, jadi fungsi sosial (haq al-jama’ah), karena pada dasarnya harta itu diperuntukkan bagi kepentingan seluruh umat manusia. Pemanfaatan harta tersebut disamping bisa dirasakan oleh pemiliknya, juga bisa dirasakan oleh manusia lainnya.

Karena harta benda itu diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka Allah SWT menentukan cara pemanfaatan harta tersebut, agar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Cara pemanfaatan harta benda itu ialah melaui zakat, infak, sadaqah, wakaf, kurban, wasiat. Dengan demikian maka zakat merupakan salah satu bentuk ibadat maaliyah, yaitu bentuk ibadat yang dilakukan melalui pengeluaran atau pemanfaatan harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Zakat sebagai bentuk ibadat amaliyah mempunyai kedudukan sebagai salah satu rukun Islam atau sendi-sendi Islam, disamping rukun Islam lainnya yaitu syahadatain, shalat, shaum, dan haji.

Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah SWT bagi kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki harta benda sampai batas nishab zakat (kaya), ada yang memiliki harta benda tapi tidak sampai batas nishab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta benda, atau harta benda yang dimilikinya itu tidak mampu memenuhi keperluan hidupnya (mustahiq zakat seperti fuqara, masakin dan seterusnya).


(10)

Menurut konsep syariah, dalam setiap rezeki yang diperoleh seseorang, melekat hak orang-orang miskin. Prinsip inilah yang merupakan cirri khas dari syariah Islam yang menekankan pada prinsip keadilan dan kemaslahatan seluruh umat. Hal ini berbeda dengan prinsip yang digunakan dalam konsep ekonomi barat, yang menganggap bahwa hak milik bersifat absolute, dapat dipertahankan terhadap setiap orang kapan saja dan bersifat mengikuti orang yang memilikinya (droit de suit).3

Tidak seluruh hak milik itu merupakan kekuasaan absolute dari pemiliknya, tetapi sebagian dari hak milik tersebut adalah hak orang lain dank arena itu wajib diberikan kepada fakir miskin. Tujuan dari konsep zakat ini adalah untuk membersihkan harta yang dimiliki oleh seseorang itu dari unsure-unsur negatif yang melekat pada harta itu, dan juga merupakan konsep untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendistribusian aset dari pihak yang mampu kepada golongan ekonomi lemah. Hal ini merupakan konsep pencapaian kesejahteraan bersama.

Gerakan zakat di Indonesia dimulai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga amil zakat sejak berdirinya Dompet Dhuafa pada tahun 1993. Sebelumnya memang sudah lebih dulu ada BAZIS DKI yang dikelola Pemda DKI namun belum merupakan gerakan masyarakat, atau YDSF Surabaya yang berbasis masjid dan jamaah. Kelahiran lembaga-lembaga amil zakat professional dan kiprahnya yang semakin massif di masyarakat selanjutnya mendorong lahirnya FOZ (forum zakat)

3

Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syar’iah Menyongsong Berlakunya UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU. No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 125.


(11)

yang merupakan asosiasi lembaga-lembaga zakat di Indonesia. Bangunan gerakan zakat semakin lengkap dengan lahirnya IMZ pada akhir tahun 2000 yang berfungsi mendorong kinerja lembaga dan melahirkan amil zakat professional. Saat ini muncul nama-nama lembaga yang dikenal dimasyarakat seperti Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat, DPU Daarut Tauhid, YDSF, Al-Azhar, dll.4

Dengan lahirnya berbagai lembaga yang mengelola harta ZIS, maka timbul suatu pertanyaan, apakah pelaksanaan ZIS selama ini telah dikelola secara efektif dan seefisien mungkin oleh lembaga-lembaga yang ada. Sehingga indikasi yang timbul adalah kerancuan-kerancuan didalam pengelolaan zakat dan tidak jarang terjadi perbenturan kepentingan dan keinginan hawa nafsu dalam mendistribusikan harta zakat.

Di Indonesia, peranan organisasi pengelola zakat telah diatur dalam Undang-undang. Munculnya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat telah memberikan kepastian hukum terhadap status organisasi pengelola zakat. Dalam Undang-undang tersebut dikenal dua macam oraganisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan adanya organisasi pengelola zakat maka pengaturan penarikan dan distribusi zakat dapat lebih dikelola.

4

Artikel diakses pada 13 februari 2008 dari http:// Www.id.wikipedia.org/wiki/Zakat-46k-Tembolok,


(12)

Organisasi pengelola zakat dalam tugasnya hanya memiliki dua fungsi yaitu pengumpul dana dan penyalur dana. Untuk bisa melaksanakan keduanya menurut Keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, sebuah organisasi pengelola zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) berbadan hukum.

2) memiliki data muzakki dan mustahiq. 3) memiliki program kerja.

4) memiliki pembukuan.

5) melampirkan surat persyaratan bersedia diaudit.

Dalam pengelolaan zakat maka organisasi pengelola zakat harus mengelolanya dengan amanah, professional dan transparan. Ketiga hal tersebut oleh Institut Manajemen Zakat disebut dengan “Good Organization Governance”.5

Dalam rangka mengelola dan memberdayakan potensi zakat sebagai kekuatan ekonomi masyarakat, maka keberadaan institusi zakat sebagai lembaga publik yang ada di masyarakat menjadi sangat penting. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yusuf Qardawi: “Zakat bukan hanya sekedar kemurahan individu, melainkan sistem tata sosial yang dikelola oleh negara melalui aparat tersendiri. Aparat ini mengatur

5

(Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http://www.mail archive.com/fossei@yahoogroups.com/msg01325.html-16k-Tembolok.


(13)

semua permasalahannya, mulai dari pengumpulan dari para wajib zakat hingga pendistribusiannya kepada mereka yang berhak”.6

Kesadaran akan pentingnya mengelola dana zakat, infak, dan shadaqah secara professional sebenarnya sudah lama muncul sejak lama. Hal ini karena kaum muslim sadar bahwa potensi ekonomi zakat muslim Indonesia sangat besar. Namun, belum terdapat sebuah upaya sistematik untuk mengelola potensi ekonomi yang demikian besar itu. Dengan demikian, dana zakat yang demikian besar itu tidak terkelola dengan baik. Zakat, infak, shadaqah sebagian besar hanya didistribusikan secara tradisional sehingga dana-dana itu hanya dimanfaatkan secara konsumtif oleh para mustahik.7

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pengelolaan yang mampu mendayagunakan seluruh potensi zakat. Sedang untuk mendistribusikan dan mengelola dana zakat tersebut diperlukan penanganan konsep manajemen yang tepat dengan memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola pelaksana sistem zakat.

Pada prinsipnya, zakat harus diterima secara langsung oleh mustahik. Meskipun demikian, memang diperlukan suatu kebijakan dan kecermatan dalam mempertimbangkan kebutuhan nyata dari mereka, termasuk kemampuan mereka dalam menggunakan dana zakat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan

6

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: “Studi Komparatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Quran dan Hadits”, (Bandung : Penerbit Mizan, 1999), cet ke 5 h. 18.

7

Kusmana, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian Social Equity Project, 2006), h. 23-24.


(14)

hidupnya, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi mustahik zakat, tetapai mungkin menjadi pemberi zakat (muzakki).

Jadi, zakat diarahkan untuk bukan semata-mata keperluan sesaat yang sifatnya konsumtif. Seyogianya mustahik tidak diberi zakat lalu dibiarkan tanpa ada pembinaan yang mengarah pada peningkatan yang telah disebutkan tadi.

Sebenarnya, bila kita memperhatikan keadaan fakir miskin maka tetap ada zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinan melaksanakan zakat produktif. Contohnya, seperti anak-anak yatim, maka zakat konsumtif tidak bisa dihindari, mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq lainnya. Kemudian bagi mereka yang masih kuat bekerja dan bisa mandiri dalam menjalankan usaha, maka menurut hemat penulis, dapat ditempuh dengan cara memberi modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan dikembangkan.8

Kini, setelah adanya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat secara professional. Maka dikampanyekanlah zakat produktif untuk membangun ekonomi mustahik yang diharapkan suatu saat bisa menjadi muzakki, bukan mustahik lagi.

Pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Maka pada

8

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), cet 3 h. 22-23.


(15)

tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS.

Yayasan Baitul Maal BRI berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairaat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.

Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional berusaha mengimplementasikan visi pengelolaan yang amanah, profesional, dan berkesesuaian dengan syariat Islam. Eksistensi Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia dapat dilihat dari keberhasilan penghimpunan dan penyaluran dana ZIS, jangkauan dalam pendistribusian dan program kerja dalam mengangkat martabat mustahik. Dari uraian diatas, penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penulisan skripsi ini akan dibatasi pada masalah seputar pemberdayaan zakat yang dikelola oleh Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) yang


(16)

sejalan dengan perkembangan zaman dewasa ini dan manfaatnya terhadap masyarakat. Dengan melihat hal tersebut di atas, maka ada beberapa hal yang perlu untuk diangkat kepermukaan sebagai rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu :

1. Bagaimana upaya YBM BRI dalam menjalankan programnya baik dalam hal penghimpunan maupun pendayagunaan dana zakat?

2. Bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat?

3. Apakah penghimpunan dan pengelolaan zakat YBM BRI sesuai dengan Hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui Upaya YBM BRI dalam menghimnpun dan mendayagunakan dana zakat.

2. Mengetahui manfaat pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat.

3. Mengetahui kesesuaian pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dengan hukum Islam.

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini merupakan latihan teknis dalam membandingkan teori-teori yang diperoleh pada masa perkuliahan dengan aplikasi yang sebenarnya terjadi, terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Dan bagi


(17)

penulis merupakan suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan serta meningkatkan khasanah keilmuan.

2. Mengetahui kiprah Lembaga Amil Zakat dalam upaya memberdayakan perekonomian masyarakat.

D. Metode Penelitian dan Teknis Penulisan

1. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan cara observasi ke YBM BRI dengan melakukan wawancara kepada pengurus atau person yang berkompeten dengan persoalan yang diteliti.

2. Sebagai data primer, penulis mengacu pada data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten di YBM BRI berupa dokumen-dokumen tertulis, dan sebagai data sekunder penulis melakukan penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Setelah data terkumpul, penulis menganalisa data yang ada. Dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan tentang pengelolaan dan pendistribusian ZIS di YBM BRI dan analisa tentang zakat dalam peranannya terhadap masyarakat, kemudian melakukan analisa data melalui proses induktif yaitu proses pengambilan kesimpulan dari khusus ke umum.

4. Adapun teknik penulisan mengacu pada buku-buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kecuali terjemahan ayat-ayat


(18)

al-Quran dan Hadits Nabi SAW, dalam penulisannya diketik dengan satu spasi walaupun kurang dari enam baris. Begitu juga dengan sistematika penulisan daftar pustaka, sumber dari al-Quran ditulis pada urutan pertama, kemudian disusul dengan sumber berikutnya sesuai dengan urutan alphabet.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan sitematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, dengan susunan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis menerangkan secara garis besar mengenai latar belakang penelitian yang merupakan alasan pemilihan judul, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknis penulisan, sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM, dalam ini penulis menerangkan pengertian zakat, kedudukan zakat dalam hukum Islam, beberapa ketentuan umum tentang zakat dalam hukum Islam.

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA, dalam bab ini penulis menerangkan profil YBM BRI, struktur organisasi YBM BRI, sumber dan penggunaan dana ZIS YBM BRI, kendala-kendala yang dihadapi YBM BRI.

BAB IV : ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN YBM BRI, dalam bab ini penulis menerangkan, strategi dalam menghimpun dana ZIS,


(19)

Program Pendayagunaan melalui efektifitas pengelolaan dana ZIS, pemberdayaan zakat modern YBM BRI ditinjau dari hukum Islam.


(20)

BAB II

TINJAUAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Zakat

Kata zakat merupakan masdar dari fiil madhi (kata kerja lampau)

ﻰآز

dan fiil

mudhori (kata kerja sedang atau akan datang) yang

ﻰآﺰ

secara etimologis berarti berkah, tumbuh, bertambah, bersih dan baik. Sesuatu yang dikatakan “zaka” berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu “zaka” berarti orang itu baik.9

Makna dari kata “zaka” (sebagaimana digunakan dalam al-Quran) adalah suci dari dosa. Jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut Islam harta yang dizakati menjadi suci dan menjadi berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan muzakki).10

Zakat menurut syara : Al-Mawardi berpendapat dalam kitab Al-Hawi :

ﺎﻄ

صْﻮ ْ

ف

ْوأ

صْﻮ ْ

لﺎ

ْ

صْﻮ ْ

ْ

ﺬ ﻷ

ْ ا

ةﺎآﱠﺰ ا

ﺔ ْﻮ ْ

“Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu”.11

9

A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta : PP. Al-Munawwir, 1984). 10

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut : Dar al-Kutub al-Limiyah, tth), Juz II, h. 433. 11

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang, PT.Pustaka Rizki Putra, 1999), h. 3-5.


(21)

Sayid Sabiq, mendefinisikan :

ﻰ ﺎ

ﷲا

ﻖﺣ

نﺎ ﻻا

ﻪ ﺮ

ا

ةﺎآﺰ ا

ء

اﺮﻘ ا

ﻰ إ

“Zakat adalah nama bagi harta yang dikeluarkan oleh seseorang dari haq Allah Ta’ala kepada orang-orang fakir”.12

Lili Bariadi dalam bukunya zakat dan wirausaha mendefinisikan :

ﺔ ﻮ

ف

ﺎ ا

ﻰ إ

صﻮ

لﺎ

صﻮ

رﺪﻘ

ا

ﻂ اﺮ

“Zakat adalah nama (sebutan) bagi sejumlah harta tertentu yang wajib

dikeluarkan oleh seorang muslim kepada yang berhak menerimanya”.13

Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan” demikian Nawawi mengutip pendapat Wahidi.14

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa : “Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang Muslim atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.15

12

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut : Dar al -Ihya, 1973), Jilid 1, h. 397.

13

Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta :Centre For Entreneurship Development, 2005), h. 6.

14

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999), h. 34. 15

Departemen Agama RI, Undang-undang RI, Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 1 ayat 2.


(22)

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar nampaknya terdapat kesamaan dalam mendefinisikan makna dari kata zakat, meskipun redaksinya berbeda tetapi intinya sama.

B. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga. Sebagai sebuah rukun Islam maka dalam pelaksanaannya merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surat At Taubah : 103

) ﺔ ﻮ ا / : (

Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”.

Dalam rukun Islam, zakat mempunyai karakteristik ibadah yang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena zakat memiliki dua aspek ibadah yaitu aspek vertikal (habluminallah) dan aspek horizontal (habluminannas). Aspek vertikal yaitu aspek perintah Allah kepada manusia untuk melaksanakan kewajibannya. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka akan mendapat dosa.


(23)

Bahkan menurut Qardawi, orang yang tidak membayar zakat akan digolongkan kepada golongan kafir. Sedangkan aspek horizontal adalah aspek hubungan dengan sesama manusia. Dalam QS At Taubah ayat : 60 dijelaskan tentang siapa saja yang berhak menerima zakat. “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus (amil) zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”.16

Berdasarkan ayat tersebut, telah dijelaskan bahwa pertama kali orang yang berhak menerima zakat adalah golongan fakir. Hal ini jelas menunjukkan dimensi sosial yang ada dalam zakat. Mengingat pentingnya zakat dalam sistem perekonomian Islam (disamping riba) maka tidak heran kalau perintah zakat dalam al-Quran sebanyak 30 kali kata zakat dalam bentuk ma’rifat (khusus) dan sebanyak 27 kali disandingkan dengan shalat. Selain itu, contoh kejadian yang tercatat dalam sejarah Islam telah membuktikan bahwa orang yang tidak membayar zakat harus diperangi. Dalam beberapa riwayat sahabat disebutkan, seorang Abu Bakar As-Shidieq yang lembut dan penuh kasih sayang, ketika menjadi khalifah yang pertama kali beliau lakukan adalah memerangi orang yang ingkar terhadap zakat.

16

(Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http://Www.mail-archive.com/fossei@yahoogroups.com/msg01325.html-16k-Tembolok.


(24)

“Beliau berpendapat, kalau suatu kaum sudah berani melalaikan kewajiban membayar zakat yang merupakan salah satu fundamen Islam, mereka akan berani melalaikan kewajiban lainnya.

Marcel A. Boisard mengungkapkan bahwa, zakat merupakan penegasan kembali kenyataan bahwa semua harta benda yang dimiliki manusia hanya memiliki hak guna saja, karena itu zakat tak lebih dari mengembalikan sebagian harta itu kepada pemiliknya yang asli (Allah), demi menghindarkan diri dari penderitaan yang akan ditimbulkan kelak di akhirat.17

Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqoh fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketikan Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 Hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah Negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi system pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat presentase zakat untuk barang yang berbeda-beda.18

17

HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), cet I h. 65. 18

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007), h. 233.


(25)

Sama halnya dengan shalat, zakat penyebutannya dalam banyak ayat al-Quran selalu dirangkaikan dengan shalat, pada dasarnya dan dalam kenyataannya juga merupakan ibadah yang disyariatkan Allah kepada para nabi/rasul Nya yang lain jauh sebelum nabi Muhammad saw dengan kalimat lain, sama dengan rukun-rukun Islam yang lain khususnya shalat, zakat telah memiliki lika-liku sejarah yang sangat panjang. Memang tidaklah mudah untuk menelusuri sejarah panjang pensyariatan zakat ini, tetapi yang sudah pasti, sejumlah ayat al-Quran dengan jelas mengisyaratkan kepada kita bahwa kewajiban zakat juga telah disyariatkan kepada nabi-nabi/rasul-rasul Allah terdahulu sebelum nabi Muhammad saw. Ayat-ayat al-Quran di bawah ini secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mengisyaratkan sejarah panjang pensyariatan zakat.

) ةﺮﻘ ا / : (


(26)

Artinya: “Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu) : “jangalah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin; serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (orang lain). Tegakkanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. Kemudian, kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil (saja) daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”. (al-Baqarah : 2 / 83).

) ﺔ ﻮ ا

/

: (

Artinya: “Hai orang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani, itu benar-benar memakan harta orang-orang lain dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih (dari Allah)”. (at-Taubah : 9 / 34).19

Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah swt yang terdapat dalam QS At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan pentingnya zakat untuk diambil, maka pelaksanaannya bukanlah sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban yang bersifat otoritatif (ijbari), zakat tidaklah seperti shalat, puasa dan

19

Muhammad Amin Suma, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, (Jakarta : Kholam Publishing 2007), cet ke 1, hal 106-107.


(27)

ibadah haji yang pelaksanaannya diserahkan kepada individu masing-masing, tapi juga disertai keterlibatan aktif para petugas yang amanah, jujur, terbuka dan professional yang disebut amil. Asas pelaksanaan zakat tidak mengabaikan sifat dan kedudukan zakat itu sendiri sebagai ibadah madha yang harus dilaksanakan atas dasar keikhlasan dan ketakwaan seseorang terhadap Allah swt.

Seruan untuk berzakat sebetulnya sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad saw, dengan diturunkannya ayat yang secara eksplisit dan jelas mengisyaratkan kepastian adanya syariat zakat tertuang dalam firman Allah swt.

) ةﺮﻘ ا / : (

Artinya: “Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk”. (al-Baqarah : 2 / 43).

Namun banyak terjadi pengingkaran pensyariatan zakat terhadap umat-umat sebelum Nabi Muhammad hingga pada zaman Nabi Muhammad dan sesudahnya. Kemudian mendorong khalifah Abu Bakar pengganti Nabi Muhammad mengambil keputusan untuk memerangi para pembangkang zakat. Kebijakan Nabi Muhammad dan khalifah Abu Bakar tentang pengelolaan dana zakat kemudian dikembangkan oleh para khalifah yang menggantikannya yakni Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Bahkan di zaman Umar Bin Khatab dan khususnya


(28)

Ustman, administrasi pengelolaan zakat mencapai puncak kemajuan dan kejayaan seiring dengan kemajuan tata administrasi Islam diberbagai bidang.20

Di zaman pemerintahan Khulafaur Rasyidin yaitu dimasa Abu Bakar memegang laju pemerintahan Negara Islam, beliau bertindak tegas terhadap golongan orang-orang yang enggan membayar zakat. Beliau telah memerintahkan bala tentaranya untuk memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat diseluruh semenanjung tanah arab dan merampas harta benda mereka. Langkah Abu Bakar telah berjaya menarik lebih orang yang berkemampuan untuk membayar zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Seterusnya langkah tersebut membawa kejayaan untuk mengukuhkan kedudukan ekonomi orang-orang Islam diman sumber zakat adalah salah satu faktor yang penting di dalam fungsinya untuk membangun masyarakat Islam.

Berbagai hadis shahih dari Rasulullah saw menunjukkan bahwa zakat diambil dari orang-orang kaya di suatu negeri dan diberikan kepada orang-orang fakir dari penduduk negeri itu. Jika tidak ditemukan orang yang berhak mendapatkan zakat di tempat itu, maka melihat kepada negeri yang lebih dekat.

Abu Ubaid berkata bahwa dalam masalah itu adalah hadis Rasulullah saw dalam wasiatnya kepada Muadz ketika beliau mengutusnya ke Yaman untuk mengajak mereka masuk ke dalam Islam dan mengerjakan shalat. Rasul berkata, “jika mereka mengingkarkan keIslamannya, maka katakan kepada mereka bahwa Allah

20

Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), h. 69.


(29)

mewajibkan kepada kalian untuk menzakatkan harta-harta kalian yang diambil dari orang-orang kaya diantara kalian dan dibagikan kepada orang-orang fakir”. Ini tidaklah bertentangan, para petugas pengumpul zakat membawa kepada Rasulullah saw sebagian zakat yang mereka ambil karena bagian penerima zakat adalah delapan kelompok. Pengembalian zakat kepada orang-orang fakir hanya merupakan bagian zakat mereka saja bukan selainnya, karena terkadang penduduk suatu negeri adalah orang-orang kaya, yang tidak ditemukan di dalamnya orang-orang fakir yang berhak mendapatkan zakat.21

C. Beberapa Ketentuan Umum Tentang Zakat Dalam Hukum Islam 1. Syarat Wajib Zakat

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah : 1) Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya,

baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

2) Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.

3) Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

21

Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan dan Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2007), h. 253.


(30)

4) Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame manusia.

5) Mencapai nisab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.

6) Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.22

2. Dasar Hukum Zakat

Zakat dalam al-Quran disebut sebanyak 82 kali, ini menunjukkan hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara lain :

) ةﺮﻘ ا

/ : (

Artinya: "Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan".

22

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomin Islam : Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Prees, 1998), cet 1 h. 41.


(31)

) ﺔ ﻮ ا

/ : (

Artinya: "Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang Mengetahui".23

Agama Islam telah menyatakan dengan tegas, bahwa zakat merupakan salah satu rukun dan fardhu yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang hartanya sudah memenuhi kriteria dan syarat tertentu. Otoritas fikih Islam yang tertinggi, Alquran dan Hadis menyatakan hal tersebut dalam banyak kesempatan. Jumhur ulama pun sepakat, bahwa zakat merupakan suatu kewajiban dalam agama yang tak boleh diingkari (Ma’lim min al-Din bi al-Dharurah). Artinya, siapa yang mengingkari kewajiban berzakat, maka ia dihukum telah kufur terhadap ajaran Islam.24

Semua ulama sepakat dalam menetapkan zakat sebagai salah satu dari kelima arkan al-Islam. Adapun tentang dasar hukumnya, banyak dijumpai ayat al-Quran dan matan hadis yang mamarintahkan kewajiban zakat. Ayat di bawah ini menunjukkan hal itu :

23

Lili Bariadi, Zakat dan Wirausaha, h. 7-8. 24


(32)

☺ ☺

) ةﺮﻘ ا

/

: (

Artinya: “Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu; dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk untuk kemudian kamu menafkahkan daripadanya (kepada orang lain), padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (al-Baqarah / 2 : 267).25

Menurut catatan sejarah, pensyariatan atau tepatnya pewajiban zakat kepada nabi Muhammad saw dan kaum muslimin baru disyariatkan pada tahun 2 atau ke-3 Hijriah. Adapun dasar hukum zakat di dalam hadis-hadis rasul Allah saw diantaranya :

1) Dari Ibni Abbas r.a., sesungguhnya nabi saw pernah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, kemudian dia (Mu’adz) membacakan hadis itu secara lengkap, dan di dalamnya dinyatakan bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka

25


(33)

sedekah terhadap harta kekayaan mereka, yang dipungut / diambil dari orang-orang kaya mereka (untuk) kemudian didistribusikan kepada orang-orang-orang-orang fakir yang ada di tengah-tengah mereka”.

2) Dari Ibn Umar r.a., dia berkata, rasul Allah saw mewajibkan (pengeluaran) zakat fitrah, (dengan ketentuan) satru takaran (sha’) kurma atau satu takaran gandum, (bagi setiap orang) budak maupun merdeka, laki-laki maupun erempuan, dan kecil (anak-anak) maupun besar (dewasa) dari semua kaum Muslimin; dan rasul memerintahkan agar zakat fitrah itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar rumah untuk melakukan shalat (Id).26

3) Dari Ibn Abbas r.a., dia berkata, rasul Allah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai (sarana) penyucian bagi orang yang puasa dari (kemungkinan) permainan dan rafats (berkata/berbuat keji), dan (dalam rangka) memberikan makan kepada orang-orang miskin. Siapa yang membayarkan zakat fitrahnya sebelum shalat Id, maka zakat fitrahnya diterima; dan siapa yang membayarkannya usai pelaksanaan shalat Id, maka pembayarannya itu dikategorikan ke dalam sedekah biasa sebagaimana sedekah-sedekah yang lain pada umumnya.

3. Jenis-Jenis Zakat

26


(34)

Secara umum zakat terbagi menjadi dua : pertama, zakat yang berhubungan dengan badan atau disebut zakat fithrah. Kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat maal.27

a. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, sudah dewasa maupun masih remaja, anak-anak, kanak-kanak, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun, jika mereka menjumpai bagian akhir bulan Ramadhan (sebelum terbenamnya matahari) dan awal bulan syawal (sesudah terbenamnya matahari akhir bulan Ramadhan), serta memiliki kemampuan untuk membayarkan zakat fitrah, mereka wajib membayarkannya. Dengan demikian zakat fitrah merupakan kewajiban agama yang merata bagi setiap orang Islam.28

Dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat penjelasan pasal 13 disebutkan bahwa: “Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan, oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari raya Idul Fitri”.29

Zakat ini disebut zakat al-fithr sehubungan dengan mengeluarkannya yaitu waktu berbuka (al-fithr) setelah selesai puasa pada bulan Ramadhan, dan disebut

27

Lili Bariadi, h. 9. 28

M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, (Jakarta : PT Al-Mawardi Prima, 2003), h. 96

29

Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h. 172.


(35)

zakat fithrah, karena dikaitkan dengan diri (al-fithrah) seseorang, bukan dengan hartanya.30

Zakat fitrah dinamakan juga zakat an-nafs, artinya zakat untuk menyucikan jiwa pada akhir bulan Ramadhan, yaitu dengan mengeluarkan sebagian bahan makanan yang dapat mengeyangkan menurut ukuran yang ditentukan oleh syara. Allah berfirman di dalam Al-Quran :

) ﻰ ﻷا

/

: -(

Sungguh menanglah orang-orang yang telah membersihkan dirinya, serta

menyebut nama Allah kemudian ia mendirikan shalat”.31

Banyaknya zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah satu sha (kira-kira 3,5 liter), zakat fitrah itu wajib atas seseorang baik itu untuk dirinya, maupun untuk keluarga yang menjadi tanggugannya seperti anak dan istrinya, begitu pula pembantu yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah tangga.32

b. Zakat Maal (Harta)

Zakat maal adalah kadar harta kekayaan yang wajib dikeluarkan oleh seseorang dari hartanya untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak

30

Lahmuddin Nasution, Fiqh (Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, tth), h. 168. 31

Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h. 536

32


(36)

menerimanya. Karena menyimpan (memiliki) harta (uang, emas, dsb), yang cukup dengan syarat-syaratnya.33

Menurut Muhammad Daud Ali, zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.34

Menurut Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dalam penjelasan pasal 11, zakat maal adalah “bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim, atau badan yang dimiliki orang orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya”.35

Zakat maal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki harta atau kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah mencapai nishab, kepemilikannya sempurna, cukup haul (berlalu waktu satu tahun).36

Zakat harta (maal) terdiri dari 5 macam , yaitu :

1) Zakat emas dan perak

Nishab kewajiban mengeluarkan zakat emas adalah 20 dinar atau 85 gram emas murni (1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni), dan zakat perak adalah

33

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 34

Lili Bariadi, h. 10. 35

Usman, Hukum Islam, h.172.

36

Gustian Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 10.


(37)

200 dirham atau setara dengan 672 gram perak. Apabila seseorang telah memiliki emas seberat 85 gram atau memiliki perak seberat 672 gram, maka telah wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.37 Allah berfirman :

) ﺔ ﻮ ا :

/

(

Artinya: “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."

2) Hasil pertanian

Nishab hasil pertanian adalah 5 washq atau setara dengan 750 kg. Namun, kadar yang harus dikeluarkan dalam menunaikan zakatnya terbagi kepada dua bagian, yaitu pertama apabila pertanian itu diairi dengan air hujan atau sungai, maka zakan yang harus dikeluarkannya sebesar 10%, kedua apabila pertanian itu diairi dengan cara disiram, maka zakat yang harus dikeluarkannya sebesar 5%.

3) Harta Perniagaan dan Perusahaan

Harta dari hasil perniagaan melalui perdagangan, industri, jasa, dan sejenisnya bila telah sampai pada nishab wajib pula untuk dizakati. Nishab dari harta hasil

37

A. Djazuli, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), Ed. 1, Cet. 1 h. 44.


(38)

perniagaan ini di qiyaskan pada nishab emas, yakni 85 gram sebesar 2,5%. Apabila sebuah perniagaan pada akhir tahun atau tutup buku telah memiliki harta kekayaan (modal dan keuntungan) senilai 85gram, maka perniagaan itu telah wajib untuk mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari seluruh harta perniagaan.38

4) Hasil Peternakan

Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang telah dipelihara setahun di tempat pengembalaan dan tidak dipekerjakan sebagai tenaga pengangkutan dan sebagainya, dan sampai nishabnya. Ternak yang dizakati di Indonesia adalah kambing atau biri-biri, sapid an kerbau. Nishab (a) kambing atau biri-biri adalah 40 ekor. 40 sampai 120, zakatnya 1 ekor kambing, 121 sampai dengan 200, zakatnya 2 ekor, 201 sampai 300, zakatnya 3 ekor. Selanjutnya setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya tambah 1 ekor kambing. Nishab (b) sapi adalah 30 ekor. 30 sampai 49, zakatnya 1 ekor sapi berumur dua tahun lebih, 40 sampai 59, zakatnya 1 ekor sapi berumur dua tahun lebih, 60 sampai 69, zakatnya 2 ekor sapi berumur satu tahun lebih, 70 sampai 79, zakatnya 2 ekor sapi, 1 ekor berumur setahun dan 1 ekor lagi berumur dua tahun lebih. Selanjutnya setiap tambahan 30 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur setahun lebih dan seterusnya. Nishab (c) kerbau, sama dengan sapi, demikian juga kadar zakatnya.39

5) Hasil Tambang dan Barang Temuan

38

Ibid, h. 44. 39


(39)

Dalam kitab-kitab (fikih) Islam barang tambang yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak saja. Demikian juga dengan barang temuan yang wajib dizakati terbatas pada emas dan perak saja. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang-barang tambang adalah setiap kali barang itu selesai dibersihkan (diolah). Nishab (a) barang tambang adalah sama dengan nishab emas (96 gram) dan perak (672 gram), kadarnya pun sama, yaitu dua setengah persen. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap kali orang menemukan barang tersebut. Nishab (b) barang temuan sama dengan nishab emas dan perak, demikian juga kadarnya.40

4. Orang- Orang Yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat terbagi atas delapan golongan. Sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam al-Quran surah At-Taubah / 9 : 60, dengan firmannya :

40


(40)

) ﺔ ﻮ ا

/

: (

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, orang-orang kafir yang tertarik kepada Islam, hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang berjuang fii sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

1) Golongan Pertama dan Kedua (Fakir dan Miskin)

Seperti yang telah disebutkan, sasaran (masarif) zakat sudah ditentukan dalam Surah Taubah, yaitu delapan golongan. Yang pertama dan yang kedua, fakir dan miskin. Mereka itulah yang pertama diberi saham harta zakat oleh Allah. Ini menunjukkan, bahwa sasaran pertama zakat ialah hendak menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam.

Abu Yusuf, pengikut Abu Hanifah, dan Ibn Qasim pengikut Malik berpendapat, bahwa kedua golongan itu (fakir dan miskin) sama saja.41

Tetapi pendapat Jumhur, justru berbeda. Sebenarnya keduanya adalah dua golongan tapi satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang dalam kekurangan dan dalam kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir dan ahli fikih berbeda pendapat pula dalam menentukan secara definitiv arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga dalam menentukan apa makna kata itu.

41


(41)

Pemuka ahli tafsir, Tabari menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan fakir, yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak minta-minta. Sedang yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan minta-minta.

Pengertian fakir menurut mazhab Hanafi ialah orang yang tidak memiliki apa-apa dibawah nilai nishab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang dimiliki mencapai nishab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah tangga, barang-barang, pakaian, buku-buku sebagai keperluan pokok sehari-hari.42 Sedang pengertian miskin menurut (mazhab Hanafi) ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa. Inilah pendapat yang masyhur.

Para ulama Hanafi masih berbeda pendapat mengenai penentuan nishab yang dimaksud, yakni apakah nishab uang tunai sebanyak dua ratus dirham atau nishab yang sudah dikenal dari harta apapun juga. Jadi golongan mustahik zakat dalam arti fakir atau miskin menurut mereka ialah ; (a) yang tidak punya apa, (b) yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan, (c) yang memiliki mata uang kurang dari nishab, (d) yang memilliki kurang dari nishab selain mata uang, seperti empat ekor unta atau tiga puluh sembilan ekor kambing yang nilainya tak sampai dua ratus dirham.

Ada lagi bentuk lain yang masih diperselisihkan, yakni : barangsiapa memiliki nishab selain mata uang seperti lima ekor unta atau empat puluh ekor kambing dan

42


(42)

nilainya tidak mencapai nishab dalam keadaan tunai.43 Ada juga yang mengatakan, boleh menerima zakat, tapi juga diharapkan mengeluarkan zakat. Yang lain berkata, ia termasuk kaya dan harus mengeluarkan zakat, tak boleh menerima zakat.

Menurut ketiga Imam, fakir dan miskin itu adalah mereka yang kebutuhannya tak tercukupi. Yang disebut fakir, ialah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya : sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri ataupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya. Misalnya orang memerlukan sepuluh dirham perhari, tapi yang ada hanya empat, tiga atau dua dirham.

2) Golongan Ketiga (Amil Zakat)

Amil adalah lembaga atau badan hukum yang mengurusi zakat. Tentu saja badan ini mempergunakan pribadi untuk melaksanakan tugasnya.44 Para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat.

Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakat, kemudian mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka, serta besar

43

Qardawi, Ibid. h. 513. 44

Pemerintah DKI Jakarta, Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta : Bazis DKI Jakarta, 1987), cet ke-4, h. 74.


(43)

biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya.

Menurut Afzalurrahman mendefinisikan amil sebagai pengumpul (collector) yang meliputi semua pegawai baik pengumpul, distributor, akuntan, pengawas, yang mengurusi administrasi dan pengelolaan zakat.45 Tentunya para petugas ini dipilih dari mereka yang dikenal jujur dan amanah, memiliki kemampuan pengelolaan serta melaksanakan tugas dengan transparani dan tanggung jawab yang tinggi.

Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) hendaknya dia seorang muslim, karena zakat itu urusan kaum muslimin, maka

Islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka. Dari uraian tersebut dapat dikecualikan tugas yang tidak berkaitan dengan soal pemungutan dan pembagian zakat misalnya penjaga gudang dan sopir. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dibolehkan dalam urusan zakat menggunakan amil bukan muslim berdasar atas pengertian umum dari kata “Al ‘amilina alaiha”, sehingga termasuk didalamnya pengertian kafir dan muslim. Juga harta yang diberikan kepada amil itu adalah upah kerjanya. Oleh karena itu tidak ada halangan baginya untuk mengambil upah tersebut seperti upah-upah lainnya dan dianggap sebagai toleransi yang baik. Akan tetapi yang lebih utama hendaklah segala kewajiban Islam hanya ditangani oleh orang Islam lagi. Ibnu Qudamah berkata : “Setiap pekerjaan yang memerlukan syarat amanah (kejujuran) hendaknya disyaratkan

45

Afzalurrahman, Doktrin ekonomi Islam Jilid III (Economic Doctrines Of Islam), terjemahan, Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h. 301.


(44)

Islam bagi pelakunya seperti menjadi saksi. Karena itu urusan kaum muslimin, maka pengurusannya tidak dapat diberikan kepada orang kafir, seperti halnya urusan-urusan lain. Orang yang bukan ahli zakat tidak boleh diserahi urusan zakat, seperti halnya kafir musuh. Karena orang kafir itu tidak akan dapat dipercaya.46 “Bertalian dengan hal itu, Umar berkata : “Janganlah engkau serahkan amanah itu kepada mereka, karena mereka telah berbuat khianat kepada Allah.” Umar telah menolak seorang Nasrani yang dipekerjakan oleh Abu Musa sebagai penulis zakat. Karena zakat itu adalah rukun Islam yang utama.

b) hendaklah petugas zakat itu seorang mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal fikirannya.

c) petugas zakat itu hendaklah orang jujur, karena ia diamanati harta kaum Muslimin. Janganlah petugas zakat itu orang yang fasik lagi tak dapat dipercaya, misalnya ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau ia akan berbuat sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin, karena mengikuti keinginan hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan.

d) memahami hukum-hukum zakat. Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Sebab bila ia tidak mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya, dan akan lebih banyak berbuat kesalahan. Masalah zakat membuatkan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakat dan yang tidak wajib dizakat. Juga urusan zakat memerlukan ijtihad terhadap masalah yang timbul untuk diketahui hukumnya.

46


(45)

Apabila pekerjaan itu menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan, maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya.

e) kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi bila tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja.

f) amil zakat disyaratkan laki-laki. Sebagian ulama mensyaratkan amil zakat itu harus laki-laki. Mereka tidak membolehkan wanita dipekerjakan sebagai amil zakat, karena pekerjaan itu menyangkut urusan sedekah.

3) Golongan Keempat (Muallaf)

Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah, mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka terhadap kaum Muslimin atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin dari musuh.47

47


(46)

Golongan ini dikatakan juga sebagai golongan yang dipandang negara bahwa jika mereka diberi zakat maka keyakinan mereka akan Islam akan semakin bertambah.48

Sebagian besar dari dana zakat telah digunakan untuk disumbangkan kepada kelompok ini pada zaman Rasulullah saw tetapi jumlah tersebut telah dikurangi pada jaman khalifah Abu Bakar. Namun demikian, khalifah kedua, yaitu ‘Umar dan penerusnya telah menghentikan pembelanjaan (anggaran) ini ketika Islam telah semakin kuat dan sejak saat itu anggaran untuk kelompok ini telah dimasukkan ke dalam dana zakat. Tetapi jika diperlukan suatu bantuan untuk orang-orang yang baru memeluk Islam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga mereka mampu mandiri, atau untuk menarik mereka agar mereka cenderung kepada agama Islam, atau terus mengganggu keamanan negara, pengunaan dana zakat tersebut dapat dihidupkan kembali.49

Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa zakat dalam pandangan Islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan secara pribadi, tetapi juga tugas penguasa atau mereka yang berwenang mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara perseorangan.

48

Taqiyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (An Nidhamul Iqtishad Fil Islam), terjemahan M. Maghfur Wachid, (Surabaya : Risalah Gusti, tth, 1999), cet ke 4 h. 257.

49


(47)

4) Golongan Kelima (Riqab)

Mereka yang masih dalam perbudakan, dinamai riqab. Disebutkan dalam Muntaqal Akhbar ; golongan ini meliputi golongan mukatab yaitu, budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan untuk dimerdekakan.

Menurut tiga Imam yaitu, Hanafi, Hanbali, dan Syafi’I riqab adalah hamba yang dijanjikan tuannya bahwa ia boleh menebus dirinya.50 Fungsi dana zakat baginya adalah untuk memerdekakan dirinya. Ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Islam dalam rangka menghapuskan perbudakan.

Untuk riqab ditambahkan pengertian lain yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang dan nelayan keci dari hisapan lintah darat, pengijon, rentenir.51

Meskipun penggunaan dana zakat untuk keperluan ini telah lama dihapus, dana ini boleh diadakan kembali (asalkan tujuannya tidak bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah) dengan membantu pengrajin dan pengusaha kecil untuk membangun industri kecil mereka sendiri daripada membiarkan mereka terus bekerja sebagai buruh. Ini bukan saja membantu mereka menjadi pemilik industri mereka sendiri, tetapi juga memberi tambahan yang besar terhadap kekayaan negara .52 5) Golongan Keenam (Gharimin)

50

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hal 185-197. 51

Daud Ali, Sistem Ekonomin Islam. h. 68. 52


(48)

Gharimin ialah mereka yang mempunyai hutang, tak dapat lagi membayar hutangnya, karena telah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya, mereka yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri, mereka yang berhutang karena kemaslahatan umum, dan kemaslahatan bersama yang lain, seperti mendamaikan persengketaan, menjamu tamu, memakmurkan masjid, membuat jembatan dan lain-lain.

Hanya mereka yang berhutang untuk kemaslahatan diri, baru boleh meminta hak ini, bila mereka sendiri telah fakir, telah jatuh miskin tak sanggup lagi membayarnya.

Adapun mereka yang berhutang karena kemaslahatan umum, maka ia boleh minta dari bagian ini buat pembayaran hutangnya, guna mendamaikan orang yang berselisih umpamanya. Dan berhutang karena kemaslahatan bersama seperti mendirikan jembatan, sama hukumnya walaupun dia orang kaya, dengan berhutang lantaran kemaslahatan sendiri. Dan ahli fiqih mensyaratkan hutang yang diperbuat itu, jangan dengan jalan maksiat melainkan apabila telah diketahui, bahwa ia telah bertaubat dari maksiatnya.53

6) Golongan Ketujuh (Fii Sabilillaah)

Makna sabilillaah (jalan Allah) adalah jalan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fii sabilillaah disini adalah berperang. Bagian zakat untuk

53


(49)

fiisabilillaah diberikan kepada para relawan yang berperang dan tidak mendapatkan gaji tetap dari pemerintah.54

Fisabilillaah meliputi banyak perbuatan, meliputi berbagai bidang perjuangan dan amal ibadah, baik segi agama pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian, termasuk mendirikan rumah sakit, penerbitan mushhaf dan sebagainya.55

Salah satu perkara paling penting dalam kategori fii sabilillaah pada zaman kita adalah menyiapkan dan mengirim para da’i ke negeri-negeri kafir, melalui lembaga-lembaga yang terorganisir untuk menyiapkan dana yang cukup bagi mereka. Demikian pula membiayai sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan selainnya, sehingga tercapailah kemaslahatan umum.

Rasulullah saw juga menjadikan haji dan umrah sebagai fii sabilillah. Keduanya disamakan dengan seorang yang berjuang di jalan Allah swt berdasarkan hadis Mi’qal al-Asadiyah, “Bahwa suaminya ingin menyedekahkan unta mudanya di jalan Allah swt, sedangkan ia ingin menunaikan umrah. Ia meminta kepada suaminya unta tersebut dan suaminya menolak. Kemudian, perempuan tersebut datang menemui Nabi dan menceritakan hal itu. Nabi memerintahkan suaminya untuk memberikan unta itu kepada isterinya,” dan Nabi berkata, “Haji dan umrah termasuk fii sabilillah”. Sebagian berpendapat bahwa fii sabilillah mencakup segala

54

Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan Zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor, Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 158.

55


(50)

kemaslahatan umat Islam dan semua aspek kebaikan seperti mengkafani jenazah, membangun benteng, membangun masjid.56

7) Golongan Kedelapan (Ibnu Sabil/Musafir)

Ibnu Sabil ialah, segala mereka yang kehabisan belanja dalam perjalanan dan tak dapat mendatangkan belanjanya dari kampungnya, walaupun ia orang yang berharta dikampungnya.

Begitu juga dinamakan ibnu sabil adalah orang yang jauh dari keluarganya atau berada dirantau orang, yang telah kehabisan belanja atau kehabisan perbekalannya.57

Para ulama sepakat bahwa musafir yang jauh dari negerinya boleh menerima zakat dengan jumlah yang cukup untuk membantunya sampai ketujuan jika harta yang dibawanya tidak cukup, mengingat sifat kefakiran yang menimpanya.

Mereka mensyaratkan bahwa perjalanan itu untuk ketaatan atau bukan dalam rangka maksiat. Lalu mereka berbeda pendapat jika perjalanan itu untuk perkara yang mubah. Pendapat yang terpilih dikalangan Syafi’iyah adalah ia boleh menerima zakat, meskipun perjalanan tersebut untuk sekedar rekreasi.58

Pada masa sekarang ini cakupan Ibnu Sabil bukan hanya orang yang penting dalam perjalanan saja, tetapi juga mencakup pengertian seperti untuk pelajar yang diberikan beasiswa guna kelancaran pendidikannya bahkan pemberian zakat untuk

56

Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi,), h. 249-250. 57

Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h. 558.

58


(51)

beasiswa sangatlah positif karena dengan pendidikan tersebut umat Islam dapat mengeksploitasikan kemampuannya dan kekuatan dirinya.59

59

Sofwan Idris, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Jakarta : PT Cita Putra Bangsa, 1992), cet ke-1 h. 168.


(52)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA

A. Profil Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia60 1. Sejarah Singkat Berdirinya YBM BRI

Pada tahun 1990-an semangat ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia kian beranjak naik, demikian pula semangat untuk melaksanakan ajaran-Nya. Contohnya, kewajiban membayar zakat yang sekian lama rukun Islam nomor empat ini termajinalkan, sehingga aspek sosial yang terkandung di dalamnya tak mempunyai arti sedikitpun, kini masyarakat sudah mulai sadar mengeluarkan zakat bahkan sebagian besar mengerti bahwa di dalam zakat terdapat potensi besar yang bisa dikembangkan, khususnya bagi delapan ashnaf (golongan) yang berhak menerima zakat. Kondisi ini ditandai dengan bermunculnya lembaga-lembaga pengelola ZIS di berbagai perusahaan swasta maupun BUMN.

Semangat ke-Islaman dan kesadaran akan besarnya potensi zakat, infaq dan shadaqah tersebut juga terjadi di komunitas lingkungan BRI. Pada tahun 1992 dengan diprakarsai oleh Bapak Winarto Soemarto yang waktu itu menjabat sebagai salah satu direksi telah melakukan langkah-langkah dasar dengan memasukkan zakat sebagai

60


(53)

salah satu bagian dari program kerja BAPEKIS. Waktu itu dinamai seksi sosial dan zakat.

Namun perkembangan selanjutnya sampai menjelang masuk tahun 2000 belum optimal, hal ini disebabkan salah satunya adalah belum dikelola secara khusus dan dengan pekerja yang khusus pula.

Selanjutnya pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Disamping itu tuntutan profesionalisme dan besarnya permasalahan yang melingkupi pengelolaan ZIS, maka pada tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS.

Dalam proses awal upaya optimalisasi zakat di lingkungan BRI dan sebelum disepakati untuk mendirikan Yayasan tersendiri yang khusus mengelola zakat, BAPEKIS berkonsultasi dengan para tokoh zakat yang terdiri dari Bapak Eri Sodewo (CEO Dompet Dhuafa Republika), Bapak KH. Dr. Didin Hafiduddin (Ahli Zakat dan Dewan Syariah DD Republika), Bapak Dr. Said Agil Husain Al Munawar (Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah), disamping itu mengadakan kunjungan ke BAMUIS BNI 46.61

61

Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang


(54)

Hasil dari konsultasi tersebut dirumuskan oleh BAPEKIS dan dikonsultasikan ke direksi BRI. Para direksi sangat merespon usulan tersebut dan meminta BAPEKIS untuk segera menyiapkan segala persyaratan pendirian Yayasan.62

Maka pada tanggal 10 Agustus 2001 para direksi yang terdiri dari Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu HJ. Gayatri Rawit Angreni (Direktur), pengurus BAPEKIS BRI KANPUS, Pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang dinamai Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai Ketua Yayasan.

Pada waktu disepakati pendirian YBM BRI dalam hitungan menit pada waktu itu terkumpul dana sebesar Rp 122.000.000,- (seratus dua puluh dua juta rupiah) yang diperuntukkan untuk dana abadi Yayasan.

Setelah pendirian Yayasan, langkah selanjutnya yang ditempuh BAPEKIS adalah membuat Surat Edaran yang isinya himbauan kepada semua pekerja muslim

dimaksud dengan Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.

62

Adapun maksud dan tujuan didirikannya YBM Bank Rakyat Indonesia tersebut antara lain adalah : Menghimpun Dana Zakat, Infak, Shadaqah dari pegawai PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero), Lembaga-lembaga PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan masyarakat pada umumnya serta pegawai anak perusahaan lingkungan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan mengelola dana tersebut menurut cara-cara yang sah serta menyalurkan kepada yanf berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam dan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, Menyalurkan Dana ZIS yang dihimpun oleh Badan Pembina Kerohanian Islam Bank Rakyat Indonesia (BAPEKIS BRI) sesuai dengan hukum Islam yang berlaku di Negara Republik Indonesia.


(55)

BRI untuk mengisi Surat Kuasa pemotongan gaji untuk zakat dan infaq dengan tim konseptor yang terdiri dari Bapak H. Sarwono Sodarto, Bapak H. Purwanto, Bapak H. Prayogo Sedjati mewakili pengurus BAPEKIS dan Bapak Misbahul Munir dan H. Ahmad Mujahid sebagai pelaksana. Dan sebagai bentuk dukungan dan rasa kepedulian yang tinggi Surat Edaran tersebut ditandatangani oleh para direksi.

Menyikapi Surat Edaran tersebut berbagai komentarpun mengalir dari para pekerja BRI, baik yang sangat mendukung maupun yang sangat keberatan. Bentuk keberatan tersebut ada yang melalui lisan bahkan sampai ada yang menulis surat keberatan. Tapi perlu digarisbawahi, bahwa keberatan para pekerja tersebut pada intinya bukan keberatan tentang kewajiban zakat itu sendiri atau keberatan terhadap keberadaan YBM BRI, tapi lebih kepada mereka sudah menyalurkan langsung kepada mustahik dan adanya kekhawatiran tidak optimalnya penyaluran.

“Keberatan tersebut harus dijawab dengan prestasi dan dengan kinerja yang baik. Yang penting niat kita baik, ikhlas dan untuk mengemban amanat saudara-saudara kita yang lemah. Insya Allah, semuanya akan berakhir dengan baik. Segala rintangan dan keberatan harus dianggap sebagai cobaan untuk meningkatkan syiar zakat dan untuk berbuat yang terbaik”. Demikian sikap yang diambil para pendiri YBM BRI dalam menyikapi keberatan tersebut.

Perkembangan selanjutnya setelah dana terkumpul relativ besar, pengurus BAPEKIS memutuskan untuk merebut orang yang khusus dan sudah berpengalaman mengelola dana zakat dan kegiatan sosial lainnya dan memberikan otonomi penuh kepada YBM BRI untuk mengelola dana ZIS tersebut.


(56)

Dalam jangka satu tahun, tepatnya pada tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. SK 445. 63 dengan pengukuhan tersebut berarti YBM BRI sudah mendapat legalitas untuk mengelola dana zakat, infaq, shadaqah tidak hanya terbatas dari zakat pekerja BRI tetapi juga dari masyarakat luar di seluruh Indonesia. Dan dengan pengukuhan tersebut YBM BRI menjadi salah satu dari 14 Lembaga Zakat di seluruh Indonesia yang berskala Nasional.

Dengan didirikannya Yayasan Baitul Maal BRI, diharapkan dapat melengkapi lembaga-lembaga yang telah ada lebih dulu. Seraya berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairaat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.

2. Visi Dan Misi YBM BRI

Yang menjadi visi YBM BRI adalah menjadi pengelola ZIS terkemuka di Indonesia yang amanah, profesional dan sesuai dengan syariat Islam.64

63

Aspek Legal : 10 Agustus 2001 para direksi, pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS mendirikan YBM BRI dengan Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH, Tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. Sk 445.

64

Dalam pelaksaan kegiatannya, Lembaga Amil Zakat YBM BRI dilakukan secara professional dan transparan dengan diaudit laporan keuangannya oleh akuntan publik. Disamping


(57)

Adapun Misi YBM BRI adalah :

1) Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat Islam pada umumnya.

2) Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna dan berhasil guna. 3) Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG.

3. Keunggulan Berzakat Melalui YBM BRI

1. Menyalurkan zakat dengan efisien, efektif, dan menjangkau daerah-daerah yang terpencil dan minus di seluruh Indonesia

a. Memfungsikan BRI Cabang dan Unit sebagai mitra salur yang tersebar diseluruh pelosok Nusantara.

b. Melibatkan seluruh pekerja BRI muslim seluruh Indonesia dalam program “Agen Sosial” dalam bentuk merekomendasikan, monitoring dan membina mustahik yang ada dilingkungan tempat tinggal para pekerja.

c. Prioritas daerah-pemanfaatan Peran Kanwil / Kanins / Kanca / Unit BRI seluruh Indonesia.

2. Pembinaan yang Berkesinambungan dan Terukur

a. Merekomendasikan binaan YBM BRI untuk mendapatkan KTA (Kredit Tanpa Anggunan).

berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan syariat Islam dengan Pembina Syariah Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.


(58)

b. Pengenalan binaan pada proses permodalan dari perbankan (membina usaha kecil menjadi bankable).

c. Mengikutkan binaan usaha YBM BRI untuk mengikuti pelatihan usaha kecil yang diadakan Kantor Cabang BRI.

3. Mewujudkan masyarakat seimbang dari segi ekonomi, rohani, duniawi, dan ukhrawi.

a. Mustahik yng dapat dibantu YBM BRI adalah yang mendapatkan rekomendasi dari masjid sebagai jamaah aktif.

b. Dibina langsung baik yang berkenaan dengan keagamaan maupun manajemen usaha oleh pekerja BRI yang merekomendasikan.

c. Dibina dan dimonitor oleh masjid yang merekomendasikan mustahik tersebut. 4. Transparan dan Kesesuaian dengan Syariah

a. Pengawasan Internal melalui dewan pengawas. Cara kerja :

1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.

2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.

3) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.

4) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syari’ah. b. Diaudit Akuntan Publik.


(59)

1) Melakukan Pencatatan, pendokumentasian dan pengarsipan transaksi dana ZIS.

2) Melakukan pemeriksaan Pengelolaan dana ZIS apakah telah sesuai dengan ketentuan syariah dan prinsip akuntansi yang berlaku.

3) Penerbitan laporan keuangan berkalayang diaudit oleh lembaga. c. Pengawas Syariah melalui Pembina Syariah.

Cara Kerja :

1) Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah.

2) Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif terutama dalam pelaksanaan fatwa Dewan Syari’ah Nasional serta memberikan pengarahan / pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah.

3) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syari’ah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syari’ah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional.

B. Struktur Organisasi YBM BRI

Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat, Lembaga Amil Zakat memiliki struktur organisasi. Berikut struktur organisasi pada YBM BRI, tugas dan fungsinya.


(1)

Pedoman Wawancara

Tanya : Kapan didirikannya YBM BRI dan apa yang melatarbelakangi berdirinya?

Jawab : Pada tahun 1990-an semangat ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia kian beranjak naik, demikian pula semangat untuk melaksanakan ajaran-Nya. Contohnya, kewajiban membayar zakat yang sekian lama rukun Islam nomor empat ini termajinalkan, sehingga aspek sosial yang terkandung di dalamnya tak mempunyai arti sedikitpun, kini masyarakat sudah mulai sadar mengeluarkan zakat bahkan sebagian besar mengerti bahwa di dalam zakat terdapat potensi besar yang bisa dikembangkan, khususnya bagi delapan ashnaf (golongan) yang berhak menerima zakat. Kondisi ini ditandai dengan bermunculnya lembaga-lembaga pengelola ZIS di berbagai perusahaan swasta maupun BUMN.

Semangat ke-Islaman dan kesadaran akan besarnya potensi zakat, infaq dan shadaqah tersebut juga terjadi di komunitas lingkungan BRI. Pada tahun 1992 dengan diprakarsai oleh Bapak Winarto Soemarto yang waktu itu menjabat sebagai salah satu direksi telah melakukan langkah-langkah dasar dengan memasukkan zakat sebagai salah satu bagian dari program kerja BAPEKIS. Waktu itu dinamai seksi sosial dan zakat.

Namun perkembangan selanjutnya sampai menjelang masuk tahun 2000 belum optimal, hal ini disebabkan salah satunya adalah belum dikelola secara khusus dan dengan pekerja yang khusus pula.

Selanjutnya pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Disamping itu tuntutan profesionalisme dan besarnya permasalahan yang melingkupi pengelolaan ZIS, maka pada tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS.

Dalam proses awal upaya optimalisasi zakat di lingkungan BRI dan sebelum disepakati untuk mendirikan Yayasan tersendiri yang khusus mengelola zakat, BAPEKIS berkonsultasi dengan para tokoh zakat yang terdiri dari Bapak Eri Sodewo (CEO Dompet Dhuafa Republika), Bapak KH. Dr. Didin Hafiduddin (Ahli Zakat dan Dewan Syariah DD Republika), Bapak Dr. Said Agil Husain Al Munawar (Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah), disamping itu mengadakan kunjungan ke BAMUIS BNI 46.

Hasil dari konsultasi tersebut dirumuskan oleh BAPEKIS dan dikonsultasikan ke direksi BRI. Para direksi sangat merespon usulan tersebut dan meminta BAPEKIS untuk segera menyiapkan segala persyaratan pendirian Yayasan.


(2)

Maka pada tanggal 10 Agustus 2001 para direksi yang terdiri dari Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu HJ. Gayatri Rawit Angreni (Direktur), pengurus BAPEKIS BRI KANPUS, Pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang dinamai Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai Ketua Yayasan.

Pada waktu disepakati pendirian YBM BRI dalam hitungan menit pada waktu itu terkumpul dana sebesar Rp 122.000.000,- (seratus dua puluh dua juta rupiah) yang diperuntukkan untuk dana abadi Yayasan.

Setelah pendirian Yayasan, langkah selanjutnya yang ditempuh BAPEKIS adalah membuat Surat Edaran yang isinya himbauan kepada semua pekerja muslim BRI untuk mengisi Surat Kuasa pemotongan gaji untuk zakat dan infaq dengan tim konseptor yang terdiri dari Bapak H. Sarwono Sodarto, Bapak H. Purwanto, Bapak H. Prayogo Sedjati mewakili pengurus BAPEKIS dan Bapak Misbahul Munir dan H. Ahmad Mujahid sebagai pelaksana. Dan sebagai bentuk dukungan dan rasa kepedulian yang tinggi Surat Edaran tersebut ditandatangani oleh para direksi.

Menyikapi Surat Edaran tersebut berbagai komentarpun mengalir dari para pekerja BRI, baik yang sangat mendukung maupun yang sangat keberatan. Bentuk keberatan tersebut ada yang melalui lisan bahkan sampai ada yang menulis surat keberatan. Tapi perlu digarisbawahi, bahwa keberatan para pekerja tersebut pada intinya bukan keberatan tentang kewajiban zakat itu sendiri atau keberatan terhadap keberadaan YBM BRI, tapi lebih kepada mereka sudah menyalurkan langsung kepada mustahik dan adanya kekhawatiran tidak optimalnya penyaluran.

“Keberatan tersebut harus dijawab dengan prestasi dan dengan kinerja yang baik. Yang penting niat kita baik, ikhlas dan untuk mengemban amanat saudara-saudara kita yang lemah. Insya Allah, semuanya akan berakhir dengan baik. Segala rintangan dan keberatan harus dianggap sebagai cobaan untuk meningkatkan syiar zakat dan untuk berbuat yang terbaik”. Demikian sikap yang diambil para pendiri YBM BRI dalam menyikapi keberatan tersebut.

Perkembangan selanjutnya setelah dana terkumpul relativ besar, pengurus BAPEKIS memutuskan untuk merebut orang yang khusus dan sudah berpengalaman mengelola dana zakat dan kegiatan sosial lainnya dan memberikan otonomi penuh kepada YBM BRI untuk mengelola dana ZIS tersebut.

Dalam jangka satu tahun, tepatnya pada tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. SK 445. dengan pengukuhan tersebut berarti YBM BRI sudah mendapat legalitas untuk mengelola dana zakat, infaq, shadaqah tidak hanya terbatas dari zakat pekerja BRI tetapi juga dari masyarakat luar di seluruh Indonesia. Dan dengan pengukuhan tersebut YBM BRI menjadi salah satu dari 14 Lembaga Zakat di seluruh Indonesia yang berskala Nasional.


(3)

Dengan didirikannya Yayasan Baitul Maal BRI, diharapkan dapat melengkapi lembaga-lembaga yang telah ada lebih dulu. Seraya berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairaat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.

Tanya : Siapa sajakah pendirinya?

Jawab : Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu HJ. Gayatri Rawit Angreni (Direktur), pengurus BAPEKIS BRI KANPUS, Pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang dinamai Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai Ketua Yayasan.

Tanya : Berapa jumlah karyawan Bank BRI?

Jawab : Saat ini jumlah karyawan Bank BRI sekitar 45 ribu karyawan muslim.

Tanya : Salah satu sumber dana ZIS pada YBM BRI adalah berasal dari karyawan BRI, lalu bagaimana dengan karyawan non muslim apakah mereka dikenakan wajib zakat sebagaimana karyawan muslim?

Jawab : Untuk karyawan non muslim tidak diwajibkan untuk menyalurkan dananya ke YBM BRI kalaupun ada sumbangan dana yang berasal dari karyawan itu dikategorikan sebagai sumbangan kemanusiaan.

Tanya : Apa yang menjadi program YBM BRI sebagai bukti bahwa pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat itu efektif?

Jawab :

1. Hadir di Tengah Musibah

YBM BRI selalu berusaha berada di lokasi musibah untuk meringankan beban korban yang terkena musibah. Baik tim langsung dari Jakarta maupun melalui Kantor Wilayah, Kantor Cabang, maupun Kantor Unit BRI di seluruh pelosok Nusantara.

Selama ini, YBM BRI telah ikut membantu saudara-saudara yang ditimpa musibah mulai dari bencana akibat gelombang tsunami di Aceh, banjir di Riau, banjir bandang dan longsor di Bohorok, banjir bandang di Jember, longsor di Banjarnegara, hingga gempa di Nabire. Tidak terhitung peristiwa bencana akibat kebakaran di berbagai daerah, juga banjir dan gempa di seluruh pelosok Indonesia.

Bantuan yang diberikan pun beragam. Mulai dari bantuan makanan. Peralatan masak, layanan kesehatan, serta berbagai kebutuhan lainnya di tengah bencana. Kami bersama dengan seluruh jajaran BRI selalu siap memberi bantuan kepada korban bencana.


(4)

5. Menjawab Kebutuhan Masyarakat

Banyak saudara kita yang menderita karena ketidakmampuan fisiknya. Ada yang tidak bisa melihat karena katarak atau terserang berbagai jenis penyakit ganas seperti tumor dan berbagai penyakit mengerikan lainnya. YBM BRI selalu berupaya membantu mereka berupa bantuan biaya operasi.

Mereka yang sakit atau punya penyakit berat tak lepas dari sasaran bantuan YBM BRI. Cukup banyak frekuensi operasi orang sakit yang dibiayai YBM BRI. Mulai dari operasi bibir sumbing, tumor, bahkan berbagai penyakit berat lainnya.

Pelayanan gizi kepada masyarakat juga menjadi bagian dari kegiatan YBM BRI untuk membantu kesehatan masyarakat, terutama di daerah yang mengalami gizi buruk. Dan tak kalah pentingnya adalah pelayanan kesehatan Cuma-Cuma yang secara periodik dilakukan di daerah-daerah yang membutuhkan.

6. Mendukung Pendidikan

Biaya pendidikan merupakan salah satu fokus perhatian YBM BRI. Sebab, pendidikan merupakan wahana untuk memperbaiki generasi mendatang. Bentuk bantuan pendidikan yang diberikan terutama adalah beasiswa bagi siswa dari keluarga tidak mampu.

Selain bantuan pendidikan kepada siswa, YBM BRI juga memberi bantuan kepada sekolah. Bentuknya juga beragam mulai dari perlengkapan belajar hingga sarana fisik penunjang pendidikan seperti bangunan ruang kelas, perpustakaan, dan kebutuhan lainnya.

7. Memberdayakan Masyarakat

Upaya pemberdayaan masyarakat juga menjadi bagian aktivitas YBM BRI. Bantuan diberikan berupa modal usaha bagi para pedagang kecil, petani, peternak, atau usaha produktif lainnya. Bantuan tentu diberikan dengan perhitungan dan kriteria yang memenuhi syarat sesuai dengan peruntukan dana yang diamanahkan.

Bantuan bukan hanya modal usaha melainkan juga kesempatan berpameran serta bentuk bantuan lainnya yang bisa meningkatkan kemandirian para penguasaha kecil dan mikro. Dengan bantuan ini diharapkan banyak masyarakat yang bisa berusaha dan hidup mandiri. Sehingga mereka, yang semula masuk kriteria mustahik, dengan usahanya tersebut bisa berubah menjadi muzakki.

Tanya : Apa Visi dan Misi YBM BRI? Jawab :

Visi

Adalah menjadi pengelola ZIS terkemuka di Indonesia yang amanah, profesional dan sesuai dengan syariat Islam.


(5)

Adapun Misi YBM BRI adalah :

4) Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat Islam pada umumnya.

5) Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna dan berhasil guna. 6) Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG. Tanya : Prestasi apa saja yang telah diraih oleh YBM BRI?

Jawab : Pemenang I Zakat Award 2004 kategori Pendayagunaan Zakat

Pemenang II Zakat Award 2004 kategori Penghimpunan Dana Tertinggi Pemenang II Zakat Award 2005 kategori Pendayagunaan Zakat.

Tanya : Apakah dana ZIS pada YBM BRI bisa untuk membantu kegiatan mahasiswa seperti KKN / Seminar?

Jawab : Kegiatan KKN / seminar yang orientasinya bersifat sosial YBM BRI berpartisipasi, tentunya dengan mengajukan proposal kegiatan yang akan dilaksanakan dan menyerahkan laporan seusai kegiatan dilaksanakan.

Tanya : Apa yang menjadi indikator bahwa pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat itu efektif?

Jawab : Melihat dari jangkauan kepada mustahik yang menjadi sasaran yang sesuai dengan al-Quran dan Sunnah.

Tanya : Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan zakat?

Jawab : Pengelolaan dana zakat dikelola secara sistematis untuk disalurkan kepada mustahui.

Tanya : Terhadap siapakah sasaran pemberdayaan zakat tersebut?

Jawab : Yang menjadi sasaran pemberdayaan zakat adalah delapan ashnaf yang telah dijelaskan oleh al-Quran dan Sunnah.

Tanya : Apa tujuan dari pemberdayaan zakat tersebut?

Jawab : Tujuan pemberdayaan zakat tersebut adalah untuk merubah kondisi seseorang yang tadinya mustahik menjadi muzakki.


(6)

Jakarta, 10 Juli 2008

Yang Diwawancarai Pewawancara

Ahmad Faqih Abdul Barri