Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA YBM BRI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menciptakan umat manusia dan segala apa yang ada di bumi dan langit serta diantara keduanya. Karena itu Dialah pemilik mutlak segala isi bumi, isi langit dan diantara keduanya itu, tidak ada sekutu dalam pemilikannya. Seperti yang tertera dalam al-Quran surat Yunus : 55 ☺ ☺ ﻮ : Artinya: “Ingatlah sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan dibumi. Ingatlah sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya”. 1 Yunus 10 : 55. 1 Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia , Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002, h.157. Dia menciptakan segala isi bumi ini bagi kepentingan kehidupan seluruh umat manusia, ciptaanNya. Hal ini tertera dalam al-Quran surat Al-Baqarah : 29 ☺ ☺ ☺ ⌧ ةﺮﻘ ا : Artinya:“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju langit lalu dijadikannya tujuh langit, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”.al-Baqarah 2 : 29. Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda materi. Manusia cenderung untuk mengumpulkan dan menguasai harta benda tersebut tanpa batas, sampai ia menemui ajalnya. Kerakusan dan ketamakan manusia dalam dan menguasai harta benda tersebut, kadang-kadang melampaui batas, melebihi nafsu binatang, yang dapat menurunkan martabat nilai-nilai kemanusiaannya. 2 Dalam rangka menciptakan, menjaga dan memelihara kemaslahatan hidup serta martabat kehormatan manusia, Allah SWT menciptakan syariat yang mengatur tata cara mendapatkan dan memanfaatkan harta benda. Tata aturan ini antara lain syariat zakat. 2 Ibid. h. 158. Harta benda tidak boleh hanya dinikmati oleh pemilik nisbi harta tersebut, namun juga harus dinikmati oleh orang lain, sesuai dengan cara yang telah diatur oleh Allah SWT. Pada setiap pemilikan seseorang, selalu ada hak orang lain didalamnya, jadi fungsi sosial haq al-jama’ah, karena pada dasarnya harta itu diperuntukkan bagi kepentingan seluruh umat manusia. Pemanfaatan harta tersebut disamping bisa dirasakan oleh pemiliknya, juga bisa dirasakan oleh manusia lainnya. Karena harta benda itu diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka Allah SWT menentukan cara pemanfaatan harta tersebut, agar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Cara pemanfaatan harta benda itu ialah melaui zakat, infak, sadaqah, wakaf, kurban, wasiat. Dengan demikian maka zakat merupakan salah satu bentuk ibadat maaliyah, yaitu bentuk ibadat yang dilakukan melalui pengeluaran atau pemanfaatan harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Zakat sebagai bentuk ibadat amaliyah mempunyai kedudukan sebagai salah satu rukun Islam atau sendi- sendi Islam, disamping rukun Islam lainnya yaitu syahadatain, shalat, shaum, dan haji. Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah SWT bagi kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki harta benda sampai batas nishab zakat kaya, ada yang memiliki harta benda tapi tidak sampai batas nishab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta benda, atau harta benda yang dimilikinya itu tidak mampu memenuhi keperluan hidupnya mustahiq zakat seperti fuqara, masakin dan seterusnya. Menurut konsep syariah, dalam setiap rezeki yang diperoleh seseorang, melekat hak orang-orang miskin. Prinsip inilah yang merupakan cirri khas dari syariah Islam yang menekankan pada prinsip keadilan dan kemaslahatan seluruh umat. Hal ini berbeda dengan prinsip yang digunakan dalam konsep ekonomi barat, yang menganggap bahwa hak milik bersifat absolute, dapat dipertahankan terhadap setiap orang kapan saja dan bersifat mengikuti orang yang memilikinya droit de suit. 3 Tidak seluruh hak milik itu merupakan kekuasaan absolute dari pemiliknya, tetapi sebagian dari hak milik tersebut adalah hak orang lain dank arena itu wajib diberikan kepada fakir miskin. Tujuan dari konsep zakat ini adalah untuk membersihkan harta yang dimiliki oleh seseorang itu dari unsure-unsur negatif yang melekat pada harta itu, dan juga merupakan konsep untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendistribusian aset dari pihak yang mampu kepada golongan ekonomi lemah. Hal ini merupakan konsep pencapaian kesejahteraan bersama. Gerakan zakat di Indonesia dimulai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga amil zakat sejak berdirinya Dompet Dhuafa pada tahun 1993. Sebelumnya memang sudah lebih dulu ada BAZIS DKI yang dikelola Pemda DKI namun belum merupakan gerakan masyarakat, atau YDSF Surabaya yang berbasis masjid dan jamaah. Kelahiran lembaga-lembaga amil zakat professional dan kiprahnya yang semakin massif di masyarakat selanjutnya mendorong lahirnya FOZ forum zakat 3 Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syar’iah Menyongsong Berlakunya UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU. No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007, h. 125. yang merupakan asosiasi lembaga-lembaga zakat di Indonesia. Bangunan gerakan zakat semakin lengkap dengan lahirnya IMZ pada akhir tahun 2000 yang berfungsi mendorong kinerja lembaga dan melahirkan amil zakat professional. Saat ini muncul nama-nama lembaga yang dikenal dimasyarakat seperti Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat, DPU Daarut Tauhid, YDSF, Al-Azhar, dll. 4 Dengan lahirnya berbagai lembaga yang mengelola harta ZIS, maka timbul suatu pertanyaan, apakah pelaksanaan ZIS selama ini telah dikelola secara efektif dan seefisien mungkin oleh lembaga-lembaga yang ada. Sehingga indikasi yang timbul adalah kerancuan-kerancuan didalam pengelolaan zakat dan tidak jarang terjadi perbenturan kepentingan dan keinginan hawa nafsu dalam mendistribusikan harta zakat. Di Indonesia, peranan organisasi pengelola zakat telah diatur dalam Undang- undang. Munculnya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat telah memberikan kepastian hukum terhadap status organisasi pengelola zakat. Dalam Undang-undang tersebut dikenal dua macam oraganisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat BAZ yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat LAZ yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan adanya organisasi pengelola zakat maka pengaturan penarikan dan distribusi zakat dapat lebih dikelola. 4 Artikel diakses pada 13 februari 2008 dari http: Www.id.wikipedia.orgwikiZakat-46k- Tembolok , Organisasi pengelola zakat dalam tugasnya hanya memiliki dua fungsi yaitu pengumpul dana dan penyalur dana. Untuk bisa melaksanakan keduanya menurut Keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, sebuah organisasi pengelola zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1 berbadan hukum. 2 memiliki data muzakki dan mustahiq. 3 memiliki program kerja. 4 memiliki pembukuan. 5 melampirkan surat persyaratan bersedia diaudit. Dalam pengelolaan zakat maka organisasi pengelola zakat harus mengelolanya dengan amanah, professional dan transparan. Ketiga hal tersebut oleh Institut Manajemen Zakat disebut dengan “Good Organization Governance”. 5 Dalam rangka mengelola dan memberdayakan potensi zakat sebagai kekuatan ekonomi masyarakat, maka keberadaan institusi zakat sebagai lembaga publik yang ada di masyarakat menjadi sangat penting. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yusuf Qardawi: “Zakat bukan hanya sekedar kemurahan individu, melainkan sistem tata sosial yang dikelola oleh negara melalui aparat tersendiri. Aparat ini mengatur 5 Fossei kita “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http:www.mail archive.comfosseiyahoogroups.commsg01325.html-16k-Tembolok. semua permasalahannya, mulai dari pengumpulan dari para wajib zakat hingga pendistribusiannya kepada mereka yang berhak”. 6 Kesadaran akan pentingnya mengelola dana zakat, infak, dan shadaqah secara professional sebenarnya sudah lama muncul sejak lama. Hal ini karena kaum muslim sadar bahwa potensi ekonomi zakat muslim Indonesia sangat besar. Namun, belum terdapat sebuah upaya sistematik untuk mengelola potensi ekonomi yang demikian besar itu. Dengan demikian, dana zakat yang demikian besar itu tidak terkelola dengan baik. Zakat, infak, shadaqah sebagian besar hanya didistribusikan secara tradisional sehingga dana-dana itu hanya dimanfaatkan secara konsumtif oleh para mustahik. 7 Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pengelolaan yang mampu mendayagunakan seluruh potensi zakat. Sedang untuk mendistribusikan dan mengelola dana zakat tersebut diperlukan penanganan konsep manajemen yang tepat dengan memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola pelaksana sistem zakat. Pada prinsipnya, zakat harus diterima secara langsung oleh mustahik. Meskipun demikian, memang diperlukan suatu kebijakan dan kecermatan dalam mempertimbangkan kebutuhan nyata dari mereka, termasuk kemampuan mereka dalam menggunakan dana zakat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan 6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: “Studi Komparatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Quran dan Hadits” , Bandung : Penerbit Mizan, 1999, cet ke 5 h. 18. 7 Kusmana, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, Jakarta : IAIN Indonesian Social Equity Project, 2006, h. 23-24. hidupnya, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi mustahik zakat, tetapai mungkin menjadi pemberi zakat muzakki. Jadi, zakat diarahkan untuk bukan semata-mata keperluan sesaat yang sifatnya konsumtif. Seyogianya mustahik tidak diberi zakat lalu dibiarkan tanpa ada pembinaan yang mengarah pada peningkatan yang telah disebutkan tadi. Sebenarnya, bila kita memperhatikan keadaan fakir miskin maka tetap ada zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinan melaksanakan zakat produktif. Contohnya, seperti anak-anak yatim, maka zakat konsumtif tidak bisa dihindari, mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq lainnya. Kemudian bagi mereka yang masih kuat bekerja dan bisa mandiri dalam menjalankan usaha, maka menurut hemat penulis, dapat ditempuh dengan cara memberi modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan dikembangkan. 8 Kini, setelah adanya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat secara professional. Maka dikampanyekanlah zakat produktif untuk membangun ekonomi mustahik yang diharapkan suatu saat bisa menjadi muzakki, bukan mustahik lagi. Pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Maka pada 8 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet 3 h. 22-23. tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS. Yayasan Baitul Maal BRI berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairaat dalam mengangkat martabat mustahik penerima zakat. Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai muslimmuslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”. Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional berusaha mengimplementasikan visi pengelolaan yang amanah, profesional, dan berkesesuaian dengan syariat Islam. Eksistensi Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia dapat dilihat dari keberhasilan penghimpunan dan penyaluran dana ZIS, jangkauan dalam pendistribusian dan program kerja dalam mengangkat martabat mustahik. Dari uraian diatas, penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah