22
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya; f.
Orang yang terkait dengan ijab qabul tidak sedang ihram haji atau umrah;
g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihindari minimum empat orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita
dan dua orang saksi.
45
3. Tujuan Pernikahan
Pernikahan itu pada dasarnya suci dan mulia, ia mengandung manfaat yang banyak dalam kehidupan ini baik untuk dunia maupun untuk
akhirat.
46
Untuk membangun rumah tangga ideal tersebut, harus melalui ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran
islam.
47
Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah mewujudkan mahligai rumah tangga yang sakinah, yang selalu dihiasi
mawaddah dan rahmah.
48
Abdullah Nasheh dalam buku Abdul Qadir Jailani 1995 menyatakan hikmah atau tujuan perkawinan antara lain sebagai berikut:
a. Untuk memelihara populasi manusia.
45
Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 5-6
46
Sidi Nazah Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga keluarga yang sakinah,Jakarta: Pedomaan Ilmu Jaya, 1993, h. 26
47
Hasanuddin AF, Perkawinan dalam perspektif Al-Qur an Nikah Talak Cerai Ruju , Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011, h. 12
48
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, Yogyakarta: Darussalam, 2004, h. 19.
23
Dengan perkawinan, manusia dapat melangsungkan kelanjutan jenis keturunannya, dengan jalan berkembang biak dan saling
berhubungan satu dengan lainnya. b. Untuk memelihara keturunan.
Dengan perkawinan anak-anak senantiasa dapat berbangga dengan garis keturunan orang tua mereka. Dengan garis keturunan ini,
pertanggungjawaban pendidikan akhlak dan pemeliharaan dari segala bentuk kebejatan.
c. Menyelamatkan masyarakat dari kerusakan akhlak. Dengan perkawinan, masyarakat dapat diselamatkan dari
kerusakan akhlak dan mengamankan setiap individu dari kerusakan pergaulan.
d. Menyelamatkan masyarakat dari bermacam-macam penyakit. Dengan perkawinan, masyarakat dapat diselamatkan dari
bermacam-macam penyakit seperti penyakit sipilis, raja singa, dan penyakit keturunan yang dapat mengancam orang-orang dewasa dan
anak-anak. e. Untuk menenteramkan jiwa setiap pribadi.
Perkawinan dapat menenteramkan jiwa suami dan istri. Mereka saling melindungi dan menenteramkan serta membahagiakan.
f. Untuk menjalin kerja sama suami istri dalam membina keluarga dan
mendidik anak-anak.
24
Dengan kerja sama yang harmonis di antara suami istri, bahu membahu, untuk mencapai hasil baik.
g. Menyuburkan rasa kasih sayang ibu dan bapak. Dari perasaan kasih sayang ini, lahirlah perasaan yang saling
member dan menerima satu dengan lainnya. Dengan akal yang sehat dan perasaan yang halus, sebagai hasil kasih sayang, akan mampu
dipelihara keturunan yang mulia dan cerdik.
49
Tujuan pernikahan sebagaimana yang diungkapkan di atas termaktub secara jelas dalam firman Allah Swt:
Surat An-Nisa ayat 1
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.
Surat Ar-Rum Ayat 21:
49
Abdul Qadir Jailani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilm, 1995, h.43
25
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir
4. Administrasi Perkawinan
Secara terminologi yang disebut “ Administrasi” adalah mengurus, mengatur, mengelola.
50
Menurut The Liang Gie, yang dimaksud dengan administrasi suatu prosedur penyelenggaraan oleh administratur secara
teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
51
Administrasi atau dalam hal ini pencatatan perkawinan diberlakukan di hampir semua Negara muslim di dunia, meskipun berbeda
satu sama lain dalam penekanannya. Menurut Khoiruddin Nasution, aturan pencatatan perkawinan di Negara-negara muslim dapat dibagi menjadi tiga
kelompok. Pertama, kelompok Negara yang mengharuskan pencatatan dan memberikan sanksi akibat hukum bagi mereka yang melanggar,
seperti halnya di Brunei Darussalam, Singapura, Iran, India, Pakistan, Yordania, dan Republik Yaman. Sementara yang kedua, Negara-negara
yang menjadikan pencatatan hanya sebagai syarat administrasi dan tidak memberlakukan sanksi atau denda bagi yang melanggar, seperti Filipina,
Lebanon, Maroko, dan Libya. Ketiga, Negara yang mengharuskan
50
Faried Ali, Teori dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, h. 19.
51
Mustofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, Jakarta: kencana, 2005, h. 50