8
Gambar 3 diatas menjelaskan kriteria yang digunakan dalam pembangunan berkelanjutan yaitu 3-P. Arti dari 3-P adalah planet, profits, dan person. Hal ini berarti keberlanjutan tersebut harus
mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pada Gambar 3 menunjukkan bagaimana integrasi dari nilai lingkungan, nilai ekonomi, dan nilai sosial menghasilkan
kehidupan yang sejahtera bagi manusia. Nilai lingkungan diaplikasikan dengan menjaga keutuhan ekosistem, daya dukung alam, dan keanekaragaman hayati. Nilai ekonomi diaplikasikan melalui
peningkatan pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan pemerataan ekonomi. Nilai sosial diaplikasikan dengan menjaga identitas budaya, pemberdayaan, kemudahan akses, keseimbangan, dan
keadilan. Tiga elemen tersebut harus berjalan simultan. Ketimpangan pembangunan akan terjadi apabila perkembangan aspek yang satu lebih tinggi dari aspek yang lain. Selain itu, peranan teknologi
dalam pembangunan berkelanjutan tidaklah dapat diabaikan dan dikesampingkan Setiadi, 2005. Berikut ini disampaikan tiga buah contoh inovasi sistem yang lebih rinci dalam rangka
teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan Mulder, 2006. 1. Mengubah penggunaan sumber energi primer dan peningkatan efisiensi energi dalam sistem
produksi. 2. Mengubah sumber bahan baku dan penggunaan kembali produk yang tidak termanfaatkan.
3. Menghindari terjadinya produk samping by-product dan emisi. Produksi bersih merupakan strategi baru yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi ramah
lingkungan dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan Susanto, 2007.
2.5 Penelitian Terdahulu
ICIP 1998 telah melakukan penelitian tentang penggunaan teknologi produksi bersih di industri kayu lapis. Beberapa peluang telah teridentifikasi dan dapat direkomendasikan menggunakan
pangkalan data ICIP tersebut. Peluang-peluang yang direkomendasikan kepada perusahaan memberikan manfaat bagi peningkatan nilai tambah kayu dan biaya implementasinya. Rekomendasi
yang pernah diberikan ICIP, termasuk daur ulang limbah cair dan penghematan energi. ICIP 2001 melakukan kajian produksi bersih pada industri kayu lapis. Kajian ini adalah hasil
evaluasi di beberapa industri kayu lapis di Indonesia. Tujuan kajian untuk mengusulkan suatu program produksi bersih yang akan : 1 mengurangi jumlah bahan beracun, bahan baku, dan energi
yang dipakai dalam proses pengolahan, 2 mendemonstrasikan nilai ekonomi dan manfaat bagi lingkungan dari metode produksi bersih pada industri kayu lapis, dan 3 meningkatkan efisiensi
operasi dan kualitas produk. Tim pengkaji terdiri dari seorang tenaga ahli pada industri kayu lapis dan seorang tenaga ahli produksi bersih serta empat orang konsultan lokal.
Secara keseluruhan, kajian mengidentifikasi dua puluh satu peluang produksi bersih. Tergantung pada pilihannya, biaya implementasi berkisar antara Rp 679,500,000 sampai Rp
2,929,000,000 dengan penghematan tahunan berkisar antara Rp 2,849,000,000 sampai dengan Rp 5,956,000,000 per tahun. Bilamana diimplementasikan, perubahan-perubahan ini dapat mengurangi
pemakaian kayu gelondongan, mengurangi pemakaian lem sekitar 130 ton sampai 1600 ton per tahun, mengurangi biaya pengolahan air limbah karena berkurangnya lem yang menjadi limbah sekitar 5 ton
sampai 36 ton pertahun, mengurangi pemakaian energi, serta meningkatkan kualitas produk. Nurendah 2006 melakukan penelitian tentang strategi peningkatan kinerja industri kayu lapis
melalui pendekatan ekoefisiensi. Hasil analisis dari matrik IFE-EFE memberikan gambaran bahwa perusahaan kayu lapis menempati posisi kuadran II, yaitu pada posisi tumbuh dan membangun.
Analisis juga dilakukan menggunakan LCA life cycle analysis yang memberikan gambaran bahwa perusahaan kayu lapis memberikan kontribusi dampak potensi pengasaman lingkungan, potensi
penipisan sumber energi, dan potensi nutrifikasi. Hasil analisis produksi bersih menunjukkan bahwa
9
perusahaan kayu lapis hanya menerapkan satu dari 32 rekomendasi ICIP Indonesian Cleaner Industrial Production Program.
Indrasti et al. 2007 telah melakukan penelitian dengan studi kasus 3 industri kayu lapis, yaitu PT. Wijaya Tri Utama Plywood Indonesia, PT. Sumalindo Lestari Jaya, dan PT. Kayu Lapis
Indonesia. Penelitian ini difokuskan pada proses produksi kayu lapis, penggunaan bahan baku dan energi, serta jenis limbah yang dihasilkan dari proses produksi kayu lapis. Dari data yang didapat
bahwa terdapat empat jenis limbah, yaitu limbah cair, padat, gas, dan B3. Seluruh jenis limbah yang dihasilkan akan sangat membahayakan bagi lingkungan jika pembuangannya tanpa melalui
pengolahan. Dalam penelitian ini dijelaskan berbagai sistem pengelolaan lingkungan industri kayu lapis, yaitu dengan pendekatan proaktif preventive approache dan pendekatan kuratif end of pipe
approache. Sistem pendekatan proaktif menggunakan strategi produksi bersih. Penelitian ini menjelaskan banyak informasi tentang produksi bersih seperti keuntungan, opsi, dan peningkatan
efisiensi melalui produksi bersih. Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2008 melakukan penelitian tentang panduan
penerapan ekoefisiensi industri kayu lapis. Panduan ini memuat tentang proses produksi kayu lapis dan tahapan yang harus dilalui jika industri kayu lapis akan menerapkan prinsip ekoefisiensi.
Keberhasilan penerapan ekoefisiensi pada industri kayu lapis ditentukan oleh banyak pihak khususnya departemen yang terkait langsung dengan produksi dan pihak manajemen pengambil keputusan
karena industri kayu lapis umumnya adalah industri besar yang membutuhkan investasi cukup besar. Panduan ini juga memberikan informasi penerapan ekoefisiensi melalui perangkat good housekeeping.
Melalui penerapan perangkat, industri kayu lapis dapat melakukan orientasi, perencanaan, pelaksanaan ekoefisiensi secara bertahap, konsisten, dan berkelanjutan.
10
III. METODE PENELITIAN