PENGEMBANGAN LKS FISIKA MATERI PEMANTULAN DAN PEMBIASAN CAHAYA TERINTEGRASI KARAKTER DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

(1)

PEMANTULAN DAN PEMBIASAN CAHAYA

TERINTEGRASI KARAKTER DENGAN

PENDEKATAN SAINTIFIK

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Dwi Ristiyani

4201410013

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 153)

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10)

“Sabar itu ada batasnya, ikhlas itu tak terbatas”

PERSEMBAHAN

Segala puji kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, karya ini saya persembahkan untuk:

Bapak Supargo dan Ibu Ngarsini tercinta, terima kasih atas segala kasih sayang, do’a dan pengorbanan yang tiada henti.

Kak Sutee dan Mas Josi, terimakasih untuk do’a, motivasi, dan bantuannya. Teman seperjuanganku (Bagus, Erindra, Ayu, Arista, Sartiyah, Firdha, Badrul, dan Anggi) terimakasih atas semangat dan bantuannya.

Teman-teman Sejuk Kos.

Teman-teman Pendidikan Fisika 2010.


(6)

vi

“Pengembangan LKS Fisika Materi Pemantulan dan Pembiasan Cahaya

Terintegrasi Karakter dengan Pendekatan Saintifik”.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Khumaedi, M.Si., ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Sarwi, dosen wali yang telah memberikan arahan selama menempuh studi.

5. Dra. Dwi Yulianti, M.Si., dosen pembimbing yang telah memberikan ide, bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 6. Seluruh dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada

penulis selama menempuh studi.

7. Drs. Setiya Purwoko, M.Pd., kepala SMA Negeri 1 Rembang yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.

8. Dwi Ratih Yuliawati, S.Pd., guru Fisika kelas X MIA SMA Negeri 1 Rembang yang telah membantu dan membimbing penulis selama melakukan penelitian.


(7)

vii

tahun ajaran 2013/2014 yang kooperatif selama penelitian berlangsung. 11. Bapak, Ibu, dan Kakakku yang telah memberikan dukungan dan motivasi

serta doa restu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar Pendidikan Fisika 2010, terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya.

13. Keluarga Hima Fisika 2011 dan 2012, KMJF 2013, dan ESC terimakasih atas kebersamaan, kekeluargaan dan pengalamanya.

14. Teman-teman PPL SPEGA Semarang dan KKN “Laskar Konservasi”.

Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi saya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, Agustus 2014


(8)

viii

Negeri Semarang. Dosen Pembimbing: Dra. Dwi Yulianti, M.Si. Kata Kunci: Pengembangan, LKS, karakter, pendekatan saintifik.

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang SMA dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Tahapan-tahapan pendekatan saintifik meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Menurut Permendikbud No. 64 Tahun 2013 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah, salah satu tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang SMA adalah peserta didik diharapkan dapat mengembangkan sikap rasa ingin tahu, jujur, tanggung jawab, logis, kritis, analitis, dan kreatif. Agar tujuan tercapai, maka dipilih panduan pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Salah satu materi yang diberikan pada siswa kelas X SMA adalah pemantulan dan pembiasan cahaya. Kementerian Pendidikan Nasional telah melakukan program pencanangan pendidikan karakter secara nasional pada tanggal 2 Mei 2010. Proses pengembangan nilai karakter dilakukan melalui semua mata pelajaran, tak terkecuali fisika. Penelitian ini menghasilkan produk berupa LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter berpendekatan saintifik. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan LKS, mengetahui tingkat kelayakan dan keterbacaannya, mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif, serta mengetahui perkembangan karakter siswa. Karakter yang dikembangkan adalah jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah R & D (Research and Development). Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimental Design berbentuk nonequivalent control group design. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Rembang. Populasi penelitian adalah siswa kelas X MIA. Sampel penelitian adalah siswa kelas X MIA 5 sebagai kelas kontrol dan X MIA 6 sebagai kelas eksperimen. Prosedur penelitian meliputi: (1) pendahuluan, (2) rancangan, dan (3) pengembangan. LKS diuji kelayakan dan keterbacaan dengan menggunakan angket kelayakan serta tes rumpang. Data pemahaman konsep siswa fisika siswa diperoleh dari hasil pre-test dan post-test. Data perkembangan karakter siswa diperoleh melalui angket dan observasi. Hasil uji kelayakan menunjukkan bahwa LKS sangat layak digunakan sebagai panduan pembelajaran fisika. Hasil uji keterbacaan menunjukkan bahwa LKS mudah dipahami. LKS dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Siswa yang mendapatkan pembelajaran berpanduan LKS mengalami peningkatan pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran tanpa LKS. LKS juga dapat mengembangkan karakter siswa, khususnya karakter jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif.


(9)

ix

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Penegasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Skripsi ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 10

2.2 Pendidikan Karakter ... 14

2.3 Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) ... 18

2.4 Tinjauan Materi Pemantulan dan Pembiasan Cahaya ... 21

2.5 Kerangka Berpikir ... 26

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian... 28

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 28

3.1.2 Subjek Penelitian ... 28

3.2 Desain Penelitian ... 28

3.3 Prosedur Penelitian ... 29

3.3.1 Tahap Define atau Studi Pendahuluan ... 29

3.3.2 Tahap Design atau Rancangan ... 29


(10)

x

3.4.4 Metode Observasi ... 34

3.5 Metode Analisis Data ... 34

3.5.1 Analisis Uji Coba Tes Pilihan Ganda ... 34

3.5.2 Analisis Kelayakan LKS ... 38

3.5.3 Analisis Keterbacaan LKS... 38

3.5.4 Analisis Perkembangan Karakter ... 39

3.5.5 Analisis Peningkatan Hasil Belajar ... 40

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Susunan LKS ... 42

4.2 Kelayakan LKS ... 44

4.2.1 Aspek Isi ... 45

4.2.2 Aspek Penyajian ... 46

4.2.3 Aspek Kebahasaan ... 48

4.2.4 Aspek Kegrafikan ... 49

4.3 Keterbacaan LKS ... 50

4.4 Hasil Belajar Kognitif ... 50

4.5 Perkembangan Nilai Karakter... 53

4.5.1 Hasil Analisis Karakter ... 53

4.5.2 Pembahasan Pengembangan Nilai Karakter Siswa ... 55

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 60

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

xi

4.1 Analisis Aspek Kelayakan LKS ... 44

4.2 Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 51

4.3 Rata-rata Perkembangan Karakter Siswa Melalui Angket ... 54


(12)

xii

2.2 Cermin Cembung ... 24

2.3 Hukum Pemantulan pada Cermin Cembung ... 24

3.1 Skema Alur Penelitian ... 31

4.1 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Isi ... 45

4.2 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Penyajian ... 46

4.3 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Kebahasaan ... 48

4.4 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Kegrafikan ... 49

4.5 Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 51

4.6 Grafik Hasil Belajar Kognitif ... 52

4.7 Perbandingan Karakter Siswa Sebelum dan Setelah Pembelajaran ... 55


(13)

xiii

2 Rubrik Instrumen Validasi... 73

3 Daftar Reviewer Kelayakan LKS (Guru Fisika SMA) ... 78

4 Daftar Responden Uji Coba Skala Kecil... 79

5 Daftar Responden Uji Coba Skala Besar ... 80

6 Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 81

7 Soal Uji Coba ... 83

8 Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 92

9 Analisis Soal Uji Coba ... 93

10 Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal ... 98

11 Contoh Perhitungan Reliabilitas Instrumen ... 101

12 Contoh Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 102

13 Contoh Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 103

14 Angket Uji Kelayakan ... 105

15 Rubrik Instrumen Uji Kelayakan ... 108

16 Analisis Angket Uji Kelayakan ... 113

17 Soal Uji Keterbacaan ... 118

18 Kunci Jawaban Soal Uji Keterbacaan ... 122

19 Analisis Uji Keterbacaan ... 123

20 Soal Pre-test dan Post-test ... 124

21 Kunci Jawaban Soal Pre-test dan Post-test... 130

22 Daftar Nilai Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen ... 131

23 Daftar Nilai Pre-test dan Post-test Kelas Kontrol ... 132

24 Uji Normalitas Nilai Pre-test Kelas Eksperimen ... 133

25 Uji Normalitas Nilai Pre-test Kelas Kontrol ... 134

26 Uji Normalitas Nilai Post-test Kelas Eksperimen... 135

27 Uji Normalitas Nilai Post-test Kelas Kontrol ... 136


(14)

xiv

33 Kisi-kisi Lembar Angket Karakter Siswa ... 142

34 Lembar Angket Perkembangan Karakter Siswa ... 143

35 Analisis Angket Karakter Awal ... 146

36 Analisis Angket Karakter Akhir ... 151

37 Silabus ... 156

38 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 160

39 Dokumentasi Penelitian ... 165

40 Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 167

41 Surat Ijin Penelitian ... 168


(15)

1

1.1

Latar Belakang

Pada saat ini, kurikulum yang diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Menurut Permendikbud No. 69 Tahun 2013, kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Pada proses pembelajaran fisika di sekolah, guru dituntut harus lebih inovatif. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan, pelaksanaan serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Menurut Permendikbud No. 64 tahun 2013 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah, salah satu tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang SMA


(16)

adalah peserta didik diharapkan dapat mengembangkan sikap rasa ingin tahu, jujur, tanggung jawab, logis, kritis, analitis, dan kreatif. Salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan melakukan kegiatan eksperimen, diskusi kelompok, diskusi kelas, dan presentasi. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat aktif dalam menemukan konsep fisika. Agar tujuan tercapai, maka dipilih panduan berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Menurut hasil penelitian Fitriyati et al. (2013) tentang pengembangan LKS fisika SMA kelas X semester 2 dapat digunakan sebagai alternatif sumber belajar dan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari fisika secara mandiri. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Asyhari et al. (2013) menunjukkan bahwa penggunaan LKS dalam pembelajaran memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Selain itu, Suyanti (2012) menegaskan bahwa penggunaan media pembelajaran LKS mempengaruhi naiknya prestasi belajar siswa.

Kementerian pendidikan dan kebudayaan telah mencanangkan program pendidikan karakter secara nasional pada tanggal 2 Mei 2010. Salah satu program utamanya dalam rangka meningkatkan mutu proses dan output pendidikan adalah penerapan pendidikan karakter diseluruh jenjang pendidikan, mulai dari jenjang pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal sampai perguruan tinggi. Salah satu upaya ke arah tersebut adalah perbaikan sistem pendidikan dengan mengintegrasikan pendidikan karakter ke setiap mata pelajaran, tidak terkecuali mata pelajaran fisika SMA. Pencanangan tersebut diperkuat dengan Permendikbud No.69 tahun 2013 tentang kurikulum SMA-MA, salah satu karakteristik pelaksanaan kurikulum 2013 adalah


(17)

mengembangkan keseimbangan antara pengetahuan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual serta psikomotorik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Musyarofah et al. (2013) menunjukkan bahwa pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan prestasi belajar serta menumbuhkan kebiasaan bersikap ilmiah pada siswa.

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran cabang dari IPA yang mempelajari tentang fenomena alam. Menurut Permendikbud No.69 tahun 2013, salah satu materi yang diberikan pada kelas X SMA adalah pemantulan dan pembiasan cahaya. Pemantulan dan pembiasan cahaya merupakan salah satu materi yang penerapannya banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mempermudah siswa memahami materi tersebut, digunakan proses belajar mengajar yang melibatkan siswa untuk memahami dan mempraktikan secara langsung, yaitu melalui diskusi dan eksperimen. Untuk mewujudkan hal tersebut diterapkan sebuah pendekatan pada pelaksanaan pembelajaran yang sesuai, yaitu pendekatan saintifik.

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran fisika pada jenjang SMA (Permendikbud, 2013). Tahapan dalam pendekatan saintifik tersebut berdampak positif terhadap kemampuan soft skill


(18)

peseta didik (Fauziah et al., 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran membawa iklim berpikir rasional yakni mendasarkan kesimpulan pada kecerdasan, logika, dan bukti empirik (Sujarwanta, 2012).

Salah satu sekolah yang sudah mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran adalah SMA Negeri 1 Rembang. Hasil observasi di SMA Negeri 1 Rembang menunjukkan bahwa sebagian besar pembelajaran fisika menggunakan metode ceramah dan siswa kurang aktif dalam menemukan konsep fisika. Untuk melibatkan siswa menemukan konsep fisika secara aktif, dibutuhkan panduan berupa Lembar Kerja Siswa (LKS).

Dari uraian yang dipaparkan dalam latar belakang ini, penelitian tentang

“Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Fisika Materi Pemantulan dan Pembiasan Cahaya Terintegrasi Karakter dengan Pendekatan Saintifik” perlu

dilakukan.

1.2

Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana wujud Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik?

2. Bagaimana tingkat kelayakan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan?


(19)

3. Bagaimana tingkat keterbacaan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan?

4. Seberapa besar peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan?

5. Seberapa besar pengembangan karakter siswa setelah menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik.

2. Mengetahui tingkat kelayakan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan.

3. Mengetahui tingkat keterbacaan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan.

4. Mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan.


(20)

5. Mengetahui seberapa besar perkembangan karakter siswa setelah menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan.

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat membantu memberikan kontribusi dalam implementasi kurikulum 2013 di lapangan.

2. Mampu menjadi pedoman oleh guru dalam mengembangkan panduan belajar pada pembelajaran fisika sehingga menjadikan pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan bagi peserta didik.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan dapat dimanfaatkan sebagai panduan belajar fisika di SMA.

4. Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif peserta didik.

1.5

Penegasan Istilah

1. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teori


(21)

atau praktek (Prastowo, 2012: 204). Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah LKS pendamping materi fisika yang disusun secara sistematis untuk membantu kegiatan belajar mengajar.

2. Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional (2011) menjelaskan bahwa pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Pendidikan karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengembangan karakter jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif pada aspek moral knowing (pengetahuan yang baik) dan aspek moral feeling (merasakan dengan baik), serta pada aspek moral action (perilaku yang baik). 3. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)

Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran mencakup komponen mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta (Kemendikbud, 2013).


(22)

1.6

Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yang dapat dirinci sebagai berikut:

(1) Bagian Awal

Bagian ini berisi halaman judul, persetujuan pembimbing, pernyataan keaslian tulisan, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

(2) Bagian Isi

Bagian isi terdiri dari: BAB 1 Pendahuluan

Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Berisi tentang kajian teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini, meliputi konsep tentang penulisan LKS, pendidikan karakter, pendekatan saintifik, serta tinjauan materi pemantulan dan pembiasan cahaya. Dalam bab ini dituliskan pula kerangka berpikir.

BAB 3 Metode Penelitian

Berisi tentang penentuan lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, serta metode analisis data.

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

Memaparkan hasil penelitian meliputi tersedianya LKS fisika dengan pendekatan saintifik yang telah diuji kelayakan dan keterbacaan, besarnya tingkat


(23)

keterbacaan, kelayakan, dan perkembangan karakter, serta peningkatan hasil belajar kognitif siswa kelas X SMA Negeri 1 Rembang setelah diberi LKS fisika dengan pendekatan saintifik. Selanjutnya dilakukan pembahasan berupa penafsiran hasil penelitian dan mengintegrasikan hasil penelitian ke dalam teori yang telah ada.

BAB 5 Penutup

Berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran bagi peneliti selanjutnya. (3) Bagian Akhir


(24)

10

2.1 Lembar Kerja Siswa (LKS)

Salah satu panduan belajar yang digunakan siswa dalam pembelajaran adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Depdiknas, 2008: 13). Penelitian yang dilakukan oleh Celikler (2010), menyatakan bahwa penggunaan LKS pada kelas eksperimen terbukti meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar yang signifikan jika dibandingkan dengan kelas kontrol dengan pembelajaran tradisonal. Pada penelitian eksperimen Yildirim et al. (2011) terhadap 44 siswa kelas XI SMA menunjukkan bahwa kelas eksperimen berbantuan LKS berbasis inkuiri memiliki hasil belajar yang signifikan antara pre-test dan post-test jika dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis inkuiri efektif meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus membantu siswa memperoleh keterampilan proses ilmiah.

LKS dapat digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Menurut hasil penelitian Taslidere (2013) menunjukkan bahwa penggunaan LKS bermanfaat bagi pemahaman konseptual tugas awal optika geometris siswa yang diberikan oleh guru. Selain itu, LKS bisa meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa dalam mempelajari fisika, interaktif, dan mengembangkan nilai karakternya, serta dapat dijadikan sebagai salah satu bahan


(25)

ajar oleh guru dan sumber belajar oleh siswa (Amelia et al., 2013). Sedangkan menurut Prastowo (2012), fungsi LKS antara lain:

1) sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik;

2) sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan;

3) sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta 4) memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arafah et al. (2012) menunjukkan bahwa produk LKS berbasis berpikir kritis dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Sedangkan hasil penelitian Isnaini et al. (2012) menunjukkan bahwa LKS fisika model inferensi logika dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa.

Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak hanya berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Menurut Depdiknas (2008: 23-24), Lembar Kerja Siswa (LKS) akan memuat paling tidak: (1) judul, (2) KD yang akan dicapai, (3) waktu penyelesaian, (4) peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, (5) informasi singkat, (6) langkah kerja, (7) tugas yang harus dilakukan, dan (8) laporan yang harus dikerjakan.

Terdapat beberapa jenis LKS yang biasa digunakan siswa pada proses pembelajaran. Berdasarkan jenisnya, Sunyono (2008) membagi LKS menjadi dua macam, yaitu (1) LKS eksperimen, merupakan lembar kerja yang melibatkan kegiatan eksperimen untuk menemukan dan mengembangkan konsep serta


(26)

mencakup semua aspek keterampilan proses, (2) LKS non eksperimen, merupakan lembar kerja berisi pedoman untuk menemukan dan mengembangkan konsep tanpa melibatkan kegiatan eksperimen, melainkan kegiatan diskusi, tanya jawab, dan hanya mencakup keterampilan proses tertentu.

LKS yang digunakan di satuan pendidikan sangat beragam. Jenis LKS yang banyak digunakan pada pembelajaran sains adalah LKS eksperimen. Menurut Johnstone & Shuaili (2001), LKS eksperimen dapat dibagi menjadi empat macam, yakni:

1) LKS ekspositori, yang mempunyai karakteristik:

a) hasil pengamatan sudah ditetapkan dan diketahui guru maupun siswa, b) pendekatan bersifat deduktif, dan

c) prosedur percobaan dirancang oleh guru;

2) LKS berbasis inkuri, yang mempunyai karakteristik: a) hasil pengamatan belum ditetapkan,

b) pendekatan bersifat induktif, dan

c) prosedur percobaan dirancang oleh siswa; 3) LKS discovery, yang mempunyai karakteristik:

a) hasil pengamatan sudah ditetapkan dan hanya diketahui oleh guru, b) pendekatannya bersifat induktif, dan

c) prosedur telah dirancang oleh guru; serta

4) LKS berbasis masalah, yang mempunyai karakteristik:

a) hasil pengamatan sudah ditetapkan dan hanya diketahui oleh guru, b) pendekatan bersifat deduktif, dan


(27)

c) prosedur percobaan dirancang dan dikembangkan oleh siswa.

LKS dibuat agar dapat memberikan kemudahan bagi guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar sehingga kompetensi yang diinginkan dalam pembelajaran mudah dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menyiapkan dan membuat LKS sendiri. Menurut Depdiknas (2008) langkah-langkah penyusunan LKS adalah sebagai berikut.

1. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS.

2. Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutannya juga dapat dilihat. Sekuensi LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan.

3. Menentukan judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan berdasarkan kompetensi dasar, materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi tersebut tidak terlalu besar.

4. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) merumuskan kompetensi dasar;

(b) menentukan alat penilaian; (c) menyusun materi; dan


(28)

(d) memperhatikan struktur LKS.

2.2

Pendidikan Karakter

Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1995: 231). Sedangkan pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kemendiknas, 2010: 1). Selaras dengan hal tersebut, Samani & Hariyanto (2012: 45) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Menurut Lickona, sebagaimana dikutip oleh Khusniati (2012), karakter yang baik atau good character terdiri atas proses psikologis knowing the good, desiring the good, and doing the good habit of the main, habit of the heart, and habit of the action.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 berbunyi pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang


(29)

demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Karakter bangsa adalah modal dasar membangun peradaban tingkat tinggi, masyarakat yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerja sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh, dan memiliki etos kerja tinggi akan menghasilkan sistem kehidupan sosial yang teratur dan baik. Berdasarkan Kemendiknas (2011: 1) pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action).

Upaya penanaman karakter di sekolah yaitu dengan mengintegrasikan pendidikan karakter pada proses pembelajaran. Menurut penelitian Halstead & Taylor sebagaimana dikutip oleh Enggayanti (2013) terhadap sekolah-sekolah di Inggris menunjukkan bahwa nilai karakter disajikan dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter diselenggarakan sebagai program lintas kurikuler (integrated subject), yakni pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri, namun merupakan materi yang diintegrasikan secara berkelanjutan pada semua mata pelajaran. Sewell & College (2003) juga menyatakan bahwa pendidikan karakter diintegrasikan pada proses pembelajaran hingga menjadi kultur dan budaya di sekolah.


(30)

Pengembangan karakter di sekolah diperlukan agar peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Beberapa prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa di sekolah antara lain prinsip berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dimulai dari awal sampai akhir peserta didik berada di satuan pendidikan. Pengembangan pendidikan karakter melalui semua mata pelajaran, artinya proses pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan di setiap mata pelajaran, serta dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler. Pada pelaksanaannya, nilai-nilai pendidikan karakter tidak diajarkan tapi dikembangkan, artinya bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa tidak dijadikan sebagai pokok bahasan, tetapi diintegrasikan ke dalam materi yang diajarkan.

Integrasi pendidikan karakter pada proses pembelajaran berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian Benninga et al. (2003) terhadap 681 Sekolah Dasar di California menunjukkan bahwa sekolah dengan tingkat penerapan pendidikan karakter yang tinggi cenderung memiliki prestasi akademik lebih baik dibandingkan sekolah lain yang kurang atau tidak menerapkan pendidikan karakter.

Kemendiknas mengidentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai


(31)

prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Nilai-nilai karakter yang diintegrasikan dalam LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya ini adalah jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif. Untuk mengetahui tingkat perkembangan karakter siswa, maka dibutuhkan indikator dari masing-masing nilai karakter tersebut, seperti yang disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Indikator Karakter yang Diintegrasikan

Nilai Indikator

Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

- Tidak mencontek.

- Melaporkan hasil eksperimen secara benar (jujur) baik tulisan maupun lisan.

Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

- Merapikan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

- Datang tepat waktu. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

- Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.

- Mengamati fenomena yang berkaitan dengan materi pelajaran. Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

- Memberi dan mendengarkan pendapat dalam kerja kelompok di kelas.

- Memberi dan mendengarkan pendapat dalam diskusi di kelas.


(32)

2.3

Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan dengan pendekatan saintifik (scientific approach). Sujarwanta (2012) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen, maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan. Pendekatan saintifik mengkaji cara-cara untuk mendapatkan pengetahuan baru yang dipelajari dengan menggunakan proses yang sistematis.

Kemendikbud dalam diklat guru tentang implementasi kurikulum 2013 menyebutkan bahwa tahapan pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Mengamati

Kegiatan mengamati sangat bermanfaat untuk memenuhi rasa ingin tahu siswa. Melalui kegiatan mengamati, siswa akan mencari informasi atau gambaran tentang objek yang diamati. Melalui kegiatan mengamati, siswa juga dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang diamati dengan materi pembelajaran yang diberikan oleh guru.

2. Menanya

Siswa diharapkan dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan objek yang diamati. Guru harus mampu menginspirasi siswa untuk mau dan mampu menanya. Kegiatan menanya dapat membangkitkan rasa ingin


(33)

tahu siswa terhadap materi pembelajaran. Kegiatan menanya juga dapat menginspirasi siswa untuk aktif belajar.

3. Mencoba

Kegiatan mencoba bertujuan agar siswa memperoleh hasil belajar yang nyata. Kegiatan mencoba merupakan keterampilan proses untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode ilmiah. Kegiatan mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan pada siswa.

4. Mengolah, Menyajikan, dan Menyimpulkan

Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan mencoba, siswa diharapkan mampu mengolah data tersebut. Data yang diperoleh dari kegiatan mencoba dapat disajikan secara tertulis ataupun lisan. Pada kegiatan akhir, siswa diharapkan memperoleh kesimpulan dari kegiatan yang telah dilakukan. Kegiatan menyimpulkan dapat dilakukan secara berkelompok, atau bisa juga secara individu. Guru memberikan informasi agar siswa mengetahui dengan tepat bahwa kesimpulan yang didapatkan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.

5. Mencipta

Siswa yang telah mempelajari dan memahami konsep dari materi pembelajaran diharapkan mampu menciptakan produk. Kegiatan mencipta bertujuan untuk mengembangkan keterampilan pada siswa.

Tahapan-tahapan dalam pendekatan ilmiah lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional (Kemendikbud, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian Fauziah et al. (2013) yang menunjukkan bahwa tahapan


(34)

dalam pendekatan saintifik berdampak positif terhadap kemampuan soft skill peseta didik. Selain itu, hasil penelitian Sujarwanta (2012) menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran membawa iklim berpikir rasional yakni mendasarkan kesimpulan pada kecerdasan, logika, dan bukti empirik.

Tujuan pembelajaran dalam pendekatan saintifik menurut Permendikbud (2013) adalah:

1) untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa;

2) untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik;

3) terciptanya kondisi pembelajaran yang membuat siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan;

4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi;

5) untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah; dan

6) untuk mengembangkan karakter siswa.

Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar


(35)

lebih dari 90 persen setelah 2 hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen (Wieman, 2007: 15).

2.4 Tinjauan Materi Pemantulan dan Pembiasan Cahaya

2.4.1 Pemantulan Cahaya

Proses Terjadinya Pemantulan

Ketika cahaya menimpa permukaan benda, sebagian cahaya dipantulkan, sisanya diserap oleh benda dan diubah menjadi energi panas. Jika benda tersebut transparan seperti kaca atau air, sebagian diteruskan. Untuk benda-benda yang sangat mengkilat seperti cermin berlapis perak, lebih dari 95 persen cahaya bisa dipantulkan. Hukum pemantulan menurut Giancoli (2001: 244) dinyatakan bahwa sudut datang sama dengan sudut pantul.

Hukum pemantulan berbunyi:

1) sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar,

2) sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r).

Ada dua jenis pemantulan, yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur. Pemantulan teratur jika berkas-berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan halus dipantulkan juga sebagai sinar sejajar. Sedangkan pemantulan baur jika berkas-berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan kasar dipantulkan ke segala arah (berkas-berkas tidak sejajar satu sama lain).

Pemantulan pada Cermin Datar

Sifat-sifat Bayangan pada Cermin Datar 1. Maya.


(36)

2. Sama besar dengan bendanya (perbesaran = 1).

3. Tegak dan menghadap berlawanan arah terhadap bendanya. 4. Jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan dari cermin.

Pembentukan Bayangan oleh Cermin Sferis

Cermin lengkung yang umum berbentuk sferis, yang berarti cermin tersebut akan membentuk sebagian dari bola. Cermin sferis disebut cembung jika pantulan terjadi pada permukaan luar bentuk sferis sehingga pusat permukaan cermin menggembung ke luar menuju orang yang melihat. Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihat.

Bagian-bagian dari sebuah cermin cekung ditunjukkan pada Gambar 2.1. Titik O yaitu titik pusat bidang cermin. Titik P yaitu titik pusat kelengkungan cermin. R, yaitu jari-jari kelengkungan cermin. Sumbu utama yaitu garis yang melalui titik pusat kelengkungan dan titik pusat bidang cermin. Titik F yaitu titik fokus atau titik api cermin yang terletak di tengah antara titik P dan titik O. f, yaitu jarak fokus cermin dari titik F ke titik O.


(37)

Besar jarak fokus (f) adalah setengah dari jari-jari kelengkungan cermin (R). Dengan demikian, menurut Tipler (1998: 485) berlaku persamaan:

(2-1)

Bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung dapat lebih besar atau lebih kecil daripada ukuran bendanya. Jika ukuran bayangan lebih besar daripada ukuran benda, dikatakan bayangan diperbesar. Jika ukuran bayangan lebih kecil daripada ukuran benda, dikatakan bayangan diperkecil. Perbesaran linear didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan dan tinggi benda (Tipler, 1998: 488).

(2-2)

Keterangan:

M = perbesaran linear

h’ = tinggi bayangan h = tinggi benda

Hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s’), dan jarak fokus (f) untuk cermin lengkung (cekung ataupun cembung) adalah:

(2-3)

Pada cermin cembung, bagian depan cermin (bagian yang mengkilap) adalah permukaan luar irisan bola (Gambar 2.2).Pada cermin cembung titik pusat kelengkungan P dan titik fokus cermin F terletak di bagian belakang cermin. Oleh karena itu, jari-jari kelengkungan R dan jarak fokus cermin f bertanda negatif (misal R = -10 cm dan f = -5 cm).


(38)

Hukum pemantulan pada cermin cembung ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Cermin cembung adalah bagian dari irisan sebuah bola dengan garis PO sebagai

sumbu utama

Gambar 2.3 Hukum pemantulan pada cermin cembung (sudut pantul = sudut datang)

2.4.2 Pembiasan Cahaya

Proses Terjadinya Pembiasan

Ketika cahaya mengenai bidang batas antara dua medium, cahaya akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan cahaya ketika cahaya mengenai bidang batas antara dua medium inilah yang disebut pembiasan cahaya.

Hukum Snell menurut Giancoli (2001: 258) dituliskan:

(2-4)

Hukum I Snellius berbunyi: sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.


(39)

Hukum II Snellius berbunyi: jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat, sinar dibelokkan mendekati garis normal. Jika kebalikannya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat, sinar dibelokkan menjauhi garis normal.

2.4.3 Indeks Bias

Perbandingan laju cahaya di udara hampa dengan laju v pada materi tertentu disebut indeks bias (Giancoli, 2001: 257).

(2-5)

Keterangan:

c = cepat rambat cahaya dalam udara (3 x 108 m/s) v = cepat rambat cahaya dalam medium

Ketika cahaya lewat dari satu medium ke medium lainnya, cahaya akan dibiaskan karena cepat rambat cahaya berbeda dalam kedua medium. Secara matematis dapat ditulis

atau (2-6)

Ketika cahaya lewat dari satu medium ke medium lainnya, frekuensi cahaya tidak berubah, sehingga f1 = f2 = f. Karena hubungan v = f berlaku untuk

kedua medium, maka

dan (2-7)

Hubungan antara panjang gelombang dan indeks bias dapat ditulis


(40)

Pantulan Internal Sempurna Serat Optik

Apabila cahaya melintas dari suatu materi ke yang lainnya di mana indeks biasnya lebih kecil (katakanlah, dari air ke udara), cahaya dibelokkan menjauhi normal. Pada sudut datang tertentu, sudut bias akan 90 dan dalam hal ini berkas bias akan berhimpitan dengan permukaan. Sudut datang di mana hal ini terjadi disebut sudut kritis . Menurut Giancoli (2001: 260), persamaan sudut kritis dapat ditulis sebagai berikut.

maka (2-9) Dua syarat terjadinya pemantulan sempurna pada bidang batas antara dua medium adalah:

(1) sinar harus datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat; dan (2) sudut datang lebih besar daripada sudut kritis.

2.5 Kerangka Berpikir

Dunia pendidikan di Indonesia saat ini masih mendapat sorotan tajam, mengingat rendahnya mutu atau kualitas pendidikan khususnya dibidang sains. Hal ini dapat dilihat pada data yang diperoleh TIMSS (Trend International Mathematics and Sciences Study) tahun 2011 yang menunjukkan bahwa skor prestasi sains siswa di Indonesia masih berada di bawah skor rata-rata internasional. Berdasarkan hal tersebut, salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar adalah dengan memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik. Pelaksanaan pendekatan saintifk menuntut siswa untuk aktif


(41)

dalam menemukan konsep. Salah satu panduan yang dapat menuntun siswa untuk aktif dalam menemukan konsep adalah Lembar Kerja Siswa (LKS).

LKS yang digunakan sebagai panduan belajar dalam penelitian ini merupakan LKS yang sudah dilakukan uji kelayakan meliputi aspek isi, penyajian, kebahasaan, dan kegrafikan. Uji kelayakannya dilakukan oleh guru fisika SMA sehingga didapatkan informasi tentang kelayakan LKS tersebut. Selain itu dilakukan pula uji keterbacaan LKS pada siswa sehingga didapatkan informasi tingkat keterbacaan LKS fisika. Pembelajaran berpanduan LKS menjadikan siswa terlibat langsung untuk memahami dan mempraktikkan konsep fisika, sehingga siswa akan benar-benar memahami materi yang diajarkan.

Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Berdasarkan dari tujuan pendidikan nasional tersebut, menunjukkan bahwa pentingnya pengembangan potensi akademik siswa dan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa pada siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, pada 2 Mei 2010 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa salah satu program utama dalam rangka meningkatkan mutu proses dan output pendidikan adalah penerapan pendidikan karakter di semua mata pelajaran, tidak terkecuali mata pelajaran fisika SMA.


(42)

28

3.1

Lokasi dan Subjek Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Rembang berlokasi di Jalan Gajah Mada 5 Rembang.

3.1.2 Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIA SMA Negeri 1 Rembang tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 218 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas X MIA 5 yang berjumlah 29 siswa sebagai kelas kontrol dan siswa kelas X MIA 6 yang berjumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Research and Development. Uji coba kelompok besar menggunakan Quasi Experimental Design berbentuk Nonequivalent Control Group Design. Desain penelitian ini menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tidak dipilih secara random. Menurut Sugiyono (2010: 116), pola desain tersebut adalah sebagai berikut:

Keterangan:

O1 = nilai pre-test kelas eksperimen

O1 X O2


(43)

O2 = nilai post-test kelas ekperimen

O3 = nilai pre-test kelas kontrol

O4 = nilai post-test kelas kontrol

X = pembelajaran menggunakan LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini mencakup tiga tahap, yaitu define atau studi pendahuluan, design atau rancangan, dan develop atau pengembangan. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dirinci seperti berikut.

3.3.1 Tahap Define atau Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan tahap persiapan sebelum penelitian. Tahap ini terdiri dari: (1) studi lapangan berupa observasi untuk mengetahui kondisi siswa, proses pembelajaran, dan panduan belajar yang digunakan; (2) studi literatur yang meliputi analisis kurikulum 2013 mata pelajaran fisika untuk kelas X MIA, telaah materi fisika, pendekatan saintifik, pembuatan LKS, dan karakter. 3.3.2 Tahap Design atau Rancangan

Tahap rancangan dalam penelitian ini dimulai dengan menyusun materi pemantulan dan pembiasan cahaya. Setelah itu, menyusun LKS dengan pendekatan saintifik. LKS disusun dengan mengacu pada kurikulum dan disisipi dengan pendidikan karakter melalui petunjuk dan langkah kerja, tujuan serta indikator keberhasilan. LKS yang sudah disusun kemudian dikonsultasikan kepada pakar yaitu dosen pembimbing.


(44)

3.3.3 Tahap Develop atau Pengembangan

3.3.3.1 Validasi Pakar

LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang telah disusun divalidasi oleh pakar. Hasil penilaian validator digunakan sebagai perbaikan dan penyempurnaan produk sebelum diuji cobakan.

3.3.3.2 Uji Coba Skala Kecil

Uji coba skala kecil LKS fisika terdiri dari uji keterbacaan dan uji kelayakan. Uji keterbacaan menggunakan tes rumpang yang dilakukan pada siswa, bertujuan untuk mengetahui bahwa LKS mudah dipahami atau tidak. Uji kelayakan dilakukan pada guru fisika yang bertujuan untuk mengetahui bahwa LKS layak atau tidak digunakan sebagai panduan pembelajaran.

3.3.3.3 Uji Coba Skala Besar

Uji coba skala besar dilakukan setelah melakukan perbaikan LKS berdasarkan hasil uji coba skala kecil. Pada uji coba skala besar, siswa mendapatkan pembelajaran berpanduan LKS. Sebelum mendapatkan pembelajaran berpanduan LKS, siswa mengerjakan soal pre-test untuk mengetahui tingkat pemahaman awal terhadap materi pemantulan dan pembiasan cahaya. Siswa juga mengisi angket karakter sebelum pembelajaran agar diketahui tingkat karakter awal yang tertanam dalam diri siswa. Pada akhir pembelajaran siswa mengerjakan soal post-test dan mengisi angket karakter, sehingga melalui uji coba skala besar didapatkan informasi mengenai besar peningkatan hasil belajar kognitif siswa serta besar perkembangan karakter pada siswa.


(45)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

--- DEFINE

--- DESIGN

--- DEVELOP

Gambar 3.1. Skema Alur Penelitian

Observasi dan menganalisis kurikulum 2013 materi pemantulan dan pembiasan cahaya

untuk kelas X MIA

Merancang LKS dengan pendekatan saintifik mengacu pada RPP dengan disisipi pendidikan

karakter yang disusun dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami

Validasi pakar tentang LKS fisika

- Uji coba skala kecil

- Uji keterbacaan LKS pada siswa - Uji kelayakan LKS pada guru fisika

- Uji

Melakukan perbaikan LKS fisika

Validasi pakar

Melakukan uji coba LKS fisika pada siswa kelas X MIA SMA N 1 Rembang

LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya yang siap digunakan sebagai panduan

belajar dalam pembelajaran Melakukan analisis


(46)

3.4

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode tes, metode angket, metode dokumentasi, dan metode observasi.

3.4.1 Metode Tes

Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes klos (tes rumpang) dan tes pilihan ganda.

3.4.1.1 Tes Klos (Tes Rumpang)

Tes klos digunakan untuk mengetahui tingkat keterbacaan LKS, sehingga diperoleh informasi bahwa LKS saintifik terintegrasi karakter mudah dipahami siswa atau tidak. Tes klos diuji menggunakan validitas isi yaitu mengkonstruksi tes berdasarkan materi pemantulan dan pembiasan cahaya yang diajarkan. Menurut Harisson sebagaimana dikutip oleh Widodo (1993: 142-143) bahwa tes rumpang memiliki beberapa karakteristik yang salah satunya adalah tidak perlu adanya analisis butir. Tes klos berupa bacaan berbentuk paragraf dan terdapat 30 kata yang dihilangkan.

3.4.1.2 Tes Pilihan Ganda

Tes pilihan ganda dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pemantulan dan pembiasan cahaya setelah menggunakan LKS. Tes pilihan ganda terdiri dari 40 butir soal yang diujicobakan terhadap siswa yang sudah mendapatkan materi pemantulan dan pembiasan cahaya. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda butir soal, sehingga dapat ditentukan 20 butir soal yang siap digunakan sebagai pre-test dan post-test.


(47)

3.4.2 Metode Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS dan perkembangan karakter siswa setelah menggunakan LKS. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas logis (logical validity). Pengujian validitas logis angket menggunakan teknik judgment expert. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan cara konsultasi dengan dosen pembimbing selaku ahli.

3.4.2.1 Angket Uji Kelayakan

Angket uji kelayakan digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS sehingga didapatkan informasi bahwa LKS fisika ini layak atau tidak digunakan sebagai panduan belajar. Kisi-kisi angket uji kelayakan LKS ditinjau dari dimensi isi, penyajian, kebahasaan, dan kegrafikan. Angket ini terdiri dari 25 butir pernyataan yang diisi oleh guru fisika sebagai responden. Sistem penskoran yang digunakan menggunakan skala Likert. Dalam penelitian ini, skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 pilihan, yaitu Sangat Baik dengan skor 5, Baik dengan skor 4, Kurang Baik dengan skor 2, dan Tidak Baik dengan skor 1.

3.4.2.2 Angket Perkembangan Karakter

Angket karakter digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan karakter pada siswa setelah menggunakan LKS, sehingga didapatkan informasi bahwa LKS fisika ini layak atau tidak digunakan sebagai panduan belajar yang mampu mengembangkan karakter. Angket perkembangan karakter terdiri dari 30 butir pernyataan yang diisi oleh siswa kelas X MIA SMA Negeri 1 Rembang sebelum dan sesudah menggunakan LKS fisika untuk mengembangkan karakter. Sistem


(48)

penskoran yang digunakan menggunakan skala Likert. Dalam penelitian ini, skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS) dengan skor 4, Setuju (S) dengan skor 3, Tidak Setuju (TS) dengan skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 1 untuk pernyataan positif dan skor sebaliknya untuk pernyataan negatif.

3.4.3 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan dokumen atau data-data yang mendukung penelitian, yaitu daftar nama siswa, nilai rapor fisika, data-data guru yang menjadi reviewer kelayakan LKS, dan foto pelaksanaan penelitian. 3.4.4 Metode Observasi

Metode observasi digunakan sebagai pembanding hasil dari angket perkembangan karakter siswa. Observasi dilakukan untuk mengetahui karakter jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif pada siswa. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi perkembangan karakter yang berisi indikator-indikator yang dijadikan sebagai acuan penilaian. Observasi dilakukan oleh ketua dari masing-masing kelompok yang menilai perkembangan karakter dari anggotanya, sedangkan ketua kelompok dinilai oleh observer.

3.5

Metode Analisis Data

3.5.1 Analisis Uji Coba Tes Pilihan Ganda

3.5.1.1 Validitas

Persamaan untuk menghitung validitas menurut Arikunto (2007: 79) adalah sebagai berikut.


(49)

Keterangan:

= koefisien korelasi biserial

= rerata skor dari siswa yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya

= rerata skor total

= standar deviasi dari skor total

= proporsi siswa yang menjawab benar = proporsi siswa yang menjawab salah (1- )

Nilai yang diperoleh disesuaiakan dengan rtabel. Jika maka

soal dikatakan valid. Dari 40 soal yang diujicobakan, 23 soal dinyatakan valid, yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 14, 16, 17, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, dan 35.

3.5.1.2 Reliabilitas

Reliabilitas soal pilihan ganda dapat dihitung dengan rumus K-R. 20. Persamaan untuk menghitung reliabilitas menurut Arikunto (2007: 100) adalah sebagai berikut.

∑ Keterangan:

= reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (1-p) ∑ = jumlah hasil perkalian antara p dan q


(50)

n = banyaknya item

S2 = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Setelah diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga rtabel. Suatu

instrumen dikatakan reliabel apabila .

3.5.1.3 Taraf Kesukaran

Persamaan untuk menghitung taraf kesukaran menurut Arikunto (2007: 208) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto (2007: 210), indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut.

Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P = 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P = 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah

Analisis yang dilakukan menunjukkan soal nomor 2, 4, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 22, 27, 29, 30, 34, dan 37 tergolong soal mudah, soal nomor 1, 3, 5, 9, 10, 14, 17, 25, 28, 32, 33, dan 40 tergolong soal sedang, kemudian soal nomor 18, 20, 22, 24, 26, 31, 35, 36, 38, dan 39 tergolong soal sukar.


(51)

3.5.1.4 Daya Pembeda

Daya pembeda soal disebut indeks diskriminasi. Persamaan untuk menghitung daya pembeda menurut Arikunto (2007: 213) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

DP = daya pembeda

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2007: 218) adalah sebagai berikut: 0,00 ≤ DP ≤ 0,20 = jelek

0,21 ≤ DP ≤ 0,40 = cukup 0,41 ≤ DP ≤ 0,70 = baik 0,71 ≤ DP ≤ 1,00 = baik sekali

Penggunaan persamaan di atas menunjukkan soal nomor 5, 6, 7, 8, 12, 13, 18, 20, 22, 23, 30, 34, 36, 37, 38, 39, dan 40 memiliki daya pembeda jelek, soal nomor 2, 4, 9, 11, 15, 19, 21, 26, 27, 32, 33, dan 35 memiliki daya pembeda cukup, soal nomor 1, 10, 14, 16, 17, 24, 25, 28, 29, dan 31 memiliki daya pembeda baik, sedangkan soal nomor 3 memiliki daya pembeda baik sekali.


(52)

20 diantara 40 soal uji coba kemudian dipakai untuk pre-test dan post-test, yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 9, 11, 14, 17, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, dan 35.

3.5.2 Analisis Kelayakan LKS

Tingkat kelayakan LKS dihitung dengan mencari persentase. Menurut Sudijono (2008: 43) untuk memperoleh persentase dari suatu nilai dapat menggunakan persamaan sebagai berikut.

Keterangan:

p = angka persentase

f = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah skor maksimum

Kriteria tingkat kelayakan LKS: 21% < p ≤ 40% = kurang layak 41% ≤ p ≤ 60% = cukup layak 61% ≤ p ≤ 80% = layak

81% ≤ p ≤ 100% = sangat layak 3.5.3 Analisis Keterbacaan LKS

Menurut Sudijono (2008: 43) untuk mengetahui tingkat keterbacaan teks LKS dihitung dengan persamaan berikut.

Keterangan:


(53)

p = angka persentase

f = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah skor maksimum

Menurut Rankin & Culhane sebagaimana dikutip oleh Suryadi (2007) tingkat keterbacaan LKS menggunakan tes klos adalah sebagai berikut.

< 40% = rendah (sukar dipahami)

40% - 60% = sedang (telah memenuhi syarat keterbacaan) > 60% = tinggi (mudah dipahami)

3.5.4 Analisis Perkembangan Karakter

Perkembangan karakter siswa dihitung dengan mencari persentase. Menurut Sudijono (2008: 43) untuk memperoleh persentase dari suatu nilai dapat menggunakan persamaan sebagai berikut.

Keterangan:

p = angka persentase

f = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah skor maksimum

Kriteria perkembangan karakter siswa menurut Kemendiknas (2010: 24) adalah sebagai berikut.

81,25% - 100% = membudaya 62,5% - 81,24% = mulai berkembang 43,75% - 62,49% = mulai terlihat 25% - 43,74% = belum terlihat


(54)

3.5.5 Analisis Peningkatan Hasil Belajar Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis terdistribusi normal atau tidak. Menurut Sudjana (2005: 273), uji normalitas menggunakan rumus:

Keterangan:

X2 = chi kuadrat

Ei = frekuensi yang diharapkan

Oi = frekuensi pengamatan

k = jumlah kelas interval

Jika X2 yang diperoleh berada pada daerah penerimaan Ho, maka data tersebut terdistribusi normal.

Uji-t

Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS digunakan uji-t. Menurut Sugiyono (2007: 122) uji-t dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

x1 = nilai rata-rata pre-test


(55)

s1 = simpangan baku pre-test

s2 = simpangan baku post-test

s12 = variansi data pre-test

s22 = variansi data post-test

Uji Gain

Menurut Savinainen & Scott sebagaimana dikutip oleh Wiyanto (2008: 86) untuk melihat besarnya peningkatan hasil belajar siswa digunakan uji gain dengan persamaan sebagai berikut:

<g> = Keterangan:

<g> = faktor gain

<Spre> = skor rata-rata tes awal (%)

<Spost> = skor rata-rata tes akhir (%)

Kriteria faktor gain <g>: g 0,7 = tinggi 0,3 g < 0,7 = sedang g < 0,3 = rendah


(56)

42

4.1 Susunan LKS

LKS fisika yang disusun meliputi materi pemantulan dan pembiasan cahaya, terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik. LKS tersebut merupakan salah satu panduan belajar yang disajikan dalam bentuk buku cetak yang di dalamnya memuat unsur-unsur pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, dan menyimpulkan. LKS ini disusun berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi dasar kurikulum 2013.

LKS yang dikembangkan terdiri dari 34 halaman yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan akhir. Bagian pendahuluan berisi halaman depan, kata pengantar, daftar isi, petunjuk penggunaan LKS, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, karakter yang dikembangkan beserta indikatornya. Sedangkan bagian isi berisi sub topik berupa pertanyaan-pertanyaan konsep yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang disertai gambar untuk memudahkan siswa memvisualisasikan materi serta kegiatan eksperimen yang dituntun menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong siswa menemukan konsep dan berpikir kritis yang dapat mengembangkan karakter. Bagian akhir berisi rangkuman, evaluasi, daftar pustaka, dan lembar observasi karakter. Tes evalusi berguna untuk mengukur kemampuan siswa memahami materi yang terdapat pada LKS. Hal ini sesuai dengan Depdiknas


(57)

(2008: 8) yang menyatakan bahwa bahan ajar yang baik terdiri dari petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pembelajaran, informasi pendukung, latihan soal, dan evaluasi. Begitu juga LKS yang dikembangkan berisi petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pembelajaran, informasi pendukung, latihan soal, dan evaluasi. Huruf yang digunakan adalah tipe Cambria (Headings) dengan ukuran 12, 24, 26, dan 48, Times New Rowman ukuran 8 dan 12, dan Comic Sans MS ukuran 12 dan 20.

Halaman depan terdiri dari judul dan gambar peristiwa pemantulan dan pembiasaan cahaya dalam kehidupan sehari-hari serta kolom nama kelompok dan nama siswa. Tampilan halaman depan yang berisi judul dan gambar dibuat berwarna serta menggunakan huruf yang unik bertujuan untuk menarik minat sekaligus memberi kesan yang baik dan indah bagi siswa.

Penyajian materi pada LKS menggunakan pendekatan saintifik. Unsur saintifik dimunculkan melalui penyusunan alur penemuan konsep. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing kemampuan berpikir sehingga mereka dapat mengikuti alur saintifik pada LKS. Siswa diajak untuk mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, dan menarik kesimpulan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat the National Science Teachers Association (2004), yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran sains adalah memfokuskan pada keterampilan penyelidikan, menemukan, untuk semua anak, merangsang minat sains serta mengembangkan warga negara yang berliterasi ilmiah.

LKS dengan pendekatan saintifik mengintegrasikan pendidikan karakter jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif. Karakter tersebut dimunculkan


(58)

melalui petunjuk kerja dan kegiatan eksperimen. Keempat karakter tersebut diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran melalui LKS agar dapat berkembang serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

4.2

Kelayakan LKS

Berdasarkan analisis data, didapatkan persentase kelayakan LKS sebesar 90,54 % dari total indikator yang dikembangkan, artinya LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dihasilkan termasuk dalam kriteria sangat layak. Hasil uji kelayakan LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Analisis Aspek Kelayakan LKS

No Aspek Kelayakan Persentase (%) Kriteria

1 Isi 89,50 Sangat Layak

2 Penyajian 92,67 Sangat Layak

3 4

Kebahasaan Kegrafikan

87,99 92,00

Sangat Layak Sangat Layak

Rata-rata skor 90,54 Sangat Layak

Analisis angket uji kelayakan menunjukkan bahwa LKS yang dikembangkan termasuk kriteria sangat layak. Analisis dari aspek isi, penyajian, kebahasaan, dan kegrafikan menunjukkan kriteria sangat layak. Perolehan ini menunjukkan bahwa LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik sangat layak digunakan sebagai panduan belajar siswa SMA.


(59)

4.2.1 Aspek Isi

Aspek isi terdiri dari unsur kesesuaian, keakuratan, dan materi pendukung pelajaran. Hasil analisis unsur kelayakan isi disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Isi

Aspek isi memperoleh kriteria sangat layak. Hal ini dikarenakan penyajian materi LKS disesuaikan dengan KI dan KD mata pelajaran fisika kurikulum 2013 untuk siswa kelas X MIA SMA. Penyajian materi LKS juga memperhatikan prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan sebagaimana dianjurkan oleh Depdiknas (2008: 6). Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitannya dengan pencapaian KI dan KD. Prinsip konsistensi atau keajegan artinya materi pembelajaran secara konsisten merujuk pada kompetensi-kompetensi dan indikator yang telah ditetapkan. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya memadai, yakni tidak terlalu sedikit maupun terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga untuk mempelajarinya. Materi LKS diperoleh

88% 96% 89% 84% 86% 88% 90% 92% 94% 96% 98% Kesesuaian Materi Keakuratan Materi Materi Pendukung Pelajaran Sk o r


(60)

dari rujukan buku SMA yang sudah teruji validitas dan kredibilitasnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa materi ini sudah memenuhi prinsip kecukupan.

4.2.2 Aspek Penyajian

Aspek penyajian terdiri dari teknik, kelengkapan, dan penyajian pembelajaran. Hasil analisis ketiga unsur tersebut disajikan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Penyajian

Aspek penyajian memperoleh kriteria sangat layak. Hal ini dikarenakan teknis penyajian LKS sudah baik. Materi disajikan secara runtut dari konsep umum pengertian cahaya sampai konsep yang lebih khusus yaitu aplikasi pemantulan dan pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Materi juga disajikan secara sistematis yaitu mulai dari pendahuluan, isi, dan penutup. Penyajian materi juga bersifat interaktif dan partisipatif, sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar mandiri. Menurut Prastowo (2012: 205-206), salah satu fungsi LKS adalah sebagai bahan ajar yang meminimalkan pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik. Hasil penelitian Fitriyati et al. (2013) juga menunjukkan bahwa penggunaan LKS dapat meningkatkan motivasi siswa

84%

97.33%

90%

75% 80% 85% 90% 95% 100%

Teknik Penyajian Kelengkapan Penyajian

Penyajian Pembelajaran

Sk

o


(61)

dalam mempelajari fisika secara mandiri. Penyajian materi dan kegiatan dalam LKS mengarahkan pada penemuan sendiri suatu konsep.

Kelengkapan penyajian LKS terdiri dari judul, petunjuk penggunaan LKS, kompetensi dasar yang harus dicapai, tujuan pembelajaran, indikator karakter, informasi yang berkaitan dengan pembelajaran, langkah-langkah kegiatan, soal evaluasi, dan petunjuk untuk melaporkan hasil kegiatan dengan cara presentasi di depan kelas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Prastowo (2012: 208), LKS terdiri atas enam unsur utama meliputi judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.

Penyajian LKS menggunakan komposisi ukuran dan jenis huruf yang tepat. Penulisan judul menggunakan huruf cetak tebal ukuran 20, sedangkan isi LKS menggunakan jenis dan ukuran huruf yang lebih kecil yakni Comic Sans MS 12 pt dan Cambria (Headings) 12 pt. Gambar yang disajikan pada LKS juga disesuaikan dengan substansi yang ingin dicapai sehingga pesan tersampaikan secara efektif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2009: 91), huruf yang dicetak tebal atau miring memberikan penekanan pada kata kunci atau judul serta warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian siswa untuk informasi yang penting. Proporsi antara tulisan dan gambar sudah seimbang, artinya gambar tidak terlalu kecil maupun besar. Gambar terlalu kecil dapat menyulitkan pembaca saat menganalisanya, sedangkan gambar yang besar dapat menyerap perhatian terlalu banyak, sehingga siswa tidak fokus pada tulisan.

LKS dilengkapi fakta tentang gejala alam dan fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pemantulan dan pembiasan cahaya. Menurut


(62)

Zion & Sadeh (2007), fenomena alam yang menarik dapat memprovokasi kemampuan berpikir dan merangsang rasa ingin tahu siswa.

4.2.3 Aspek Kebahasaan

Aspek kebahasaan terdiri dari keterbacaan dan kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hasil analisis kedua unsur tersebut disajikan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Kebahasaan

Aspek bahasa memperoleh kriteria sangat layak. Hal ini dikarenakan bahasa yang digunakan pada LKS sesuai dengan tingkat kemampuan siswa SMA, mudah dipahami, dan memiliki struktur kalimat yang jelas. Penyusunan materi juga memperhatikan aturan penulisan yakni ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Hal ini sesuai penelitian Suryadi (2007) bahwa bahasa merupakan faktor yang penting dalam pengembangan media atau bahan ajar.

90%

84%

81% 82% 83% 84% 85% 86% 87% 88% 89% 90% 91%

Keterbacaan Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang Baik

dan Benar

Sk

o


(63)

LKS yang dikembangkan terdiri dari dua sub topik yaitu pemantulan dan pembiasan. Proses pembelajaran dilaksanakan secara berurutan dari sub topik pemantulan kemudian pembiasan. Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2008: 15) bahwa urutan penyajian bahan ajar sangat penting untuk menghindarkan siswa kesulitan dalam mempelajarinya.

4.2.4 Aspek Kegrafikan

Aspek kegrafikan terdiri dari ukuran/format LKS dan desain bagian isi. Hasil analisis kedua unsur tersebut disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hasil Analisis Unsur Kelayakan Kegrafikan

Aspek kegrafikan memperoleh kriteria sangat layak karena LKS menggunakan ukuran yang sesuai yaitu A4 (210 x 297) mm. Pemilihan kertas ukuran tersebut bertujuan agar LKS mudah digunakan oleh siswa. Hal ini sesuai dengan Prastowo (2012: 217) yang menyatakan bahwa LKS sebaiknya menggunakan ukuran kertas yang dapat mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jenis dan ukuran huruf juga sudah sesuai yaitu Comic Sans

92% 92%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Ukuran/Format LKS Desain Bagian Isi

Sk

o


(64)

MS 12 pt dan Cambria (Headings) 12 pt sehingga mudah dibaca oleh siswa. Menurut Arsyad (2009: 89), ukuran huruf yang baik untuk teks (buku teks atau buku penuntun) adalah 12 pt.

4.3

Keterbacaan LKS

Tingkat keterbacaan LKS diukur menggunakan tes klos (tes rumpang). Tes klos berupa bacaan yang telah dihilangkan beberapa bagian kata sehingga menjadi rumpang. Pengisian bagian yang rumpang dapat memunculkan aktivitas membaca secara alamiah dan normal yang disebut keterbacaan. Hasil analisis data diperoleh skor keterbacaan sebesar 81,67 %. Berdasarkan kriteria, maka LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik termasuk dalam kategori mudah dipahami oleh siswa.

Skor keterbacaan (readability) cukup tinggi karena penyajian materi LKS menggunakan bahasa yang sesuai kemampuan siswa SMA, mudah dipahami, dan memiliki struktur kalimat yang jelas. Selain itu, penulisan materi LKS juga menggunakan jenis dan ukuran huruf yang disesuaikan aturan tipografi. Hal ini sesuai penelitian Suryadi (2007) yang menyatakan bahwa tingkat keterbacaan dipengaruhi oleh faktor bahasa dan rupa. Faktor bahasa menyangkut pilihan kata, susunan kalimat, dan unsur tata bahasa yang lain. Faktor rupa menyangkut tata huruf (tipografi) yang mencakup jenis dan ukuran huruf, kerapatan baris, dan unsur tata rupa lain.

4.4

Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif didapatkan melalui tes tertulis. Tes tertulis dilaksanakan sebelum dan setelah melakukan pembelajaran menggunakan LKS


(65)

fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik. Hasil belajar kognitif dianalisis menggunakan uji gain dan uji-t. Uji gain digunakan untuk mengetahui signifikansi peningkatan hasil belajar. Uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar sebelum dan setelah pembelajaran menggunakan LKS.

Hasil post-test kedua kelas diuji perbedaan dua rata-rata dan menunjukkan bahwa kelas ekperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hasil belajar kognitif siswa disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.5 sebagai berikut.

Tabel 4.2 Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Siswa

Kelas Rata-rata

Pre-test

Rata-rata

Post-test

Kriteria Peningkatan

Kontrol 36,38 73,96 Sedang

Eksperimen 43,28 82,03 Sedang

Gambar 4.5 Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Siswa

Berdasarkan data dapat dilihat bahwa pemahaman konsep siswa meningkat setelah mendapatkan pembelajaran. Pada kelas eksperimen diperoleh faktor gain sebesar 0,68 sedangkan pada kelas kontrol 0,59 sehingga dapat dikatakan bahwa

36.38 73.96 43.28 82.03 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Pre-Test Post-Test

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen


(66)

peningkatan pemahaman konsep fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya berada dalam kriteria sedang. Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran tanpa LKS. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yildirim et al. (2011) yang menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan LKS lebih baik daripada tanpa LKS. Selain itu, Suyanti (2012) menegaskan bahwa penggunaan media pembelajaran LKS mempengaruhi naiknya prestasi belajar siswa.

Rata-rata nilai pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen adalah 43,28 dan 82,03. Perbandingan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan setelah menggunakan LKS fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan saintifik disajikan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik Hasil Belajar Kognitif

Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa. Nilai post-test menunjukkan hasil belajar kognitif siswa lebih besar daripada nilai pre-test. Selain itu, berdasarkan uji gain,

25 55 43,28 55 100 82,03 0 20 40 60 80 100 120

Nilai Terendah Nilai Tertinggi Rata-rata

J um la h Sk o r Pre-Test Post_test


(67)

dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan hasil belajar kognitif walaupun berada pada kriteria sedang. Peningkatan hasil belajar ini menunjukkan bahwa LKS efektif digunakan sebagai panduan belajar fisika pada siswa kelas X MIA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Celikler (2010) yang menyatakan bahwa penggunaan LKS pada kelas eksperimen terbukti meningkatkan partisipasi dan hasil belajar yang signifikan dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran tradisonal.

Peningkatan hasil belajar karena pembelajaran dilakukan melalui pendekatan saintifik, siswa akan termotivasi untuk menemukan jawaban dari persoalan yang ada pada LKS sehingga akan lebih mudah menguasai materi. LKS berpendekatan saintifik terbukti efektif meningkatkan hasil belajar sekaligus membantu siswa memperoleh keterampilan proses ilmiah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yildirim et al. (2011) yang menyatakan bahwa LKS lebih efektif meningkatkan hasil belajar sekaligus membantu siswa memperoleh keterampilan proses ilmiah seperti melakukan percobaan, mencatat serta menganalisa data, dan sebagainya. Selain itu, hasil belajar siswa meningkat karena pengintegrasian karakter pada LKS yang dikembangkan, hal ini sesuai pendapat Benninga et al. (2003) yang menyatakan bahwa pengintegrasian pendidikan karakter memberi pengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar.

4.5

Perkembangan Nilai Karakter

4.5.1 Hasil Analisis Karakter

Karakter yang dikembangkan pada penelitian ini adalah jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif. Data perkembangan karakter didapatkan melalui


(68)

dua cara yaitu angket dan observasi. Observasi karakter dilakukan karena angket tidak selalu mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Azwar (2013: 96), meskipun pernyataan sikap yang diperoleh dari suatu skala sikap merupakan indikator yang paling dapat diandalkan, namun tidaklah berarti bahwa skala sikap selalu dapat dipercaya sepenuhnya dan dapat dengan jitu mencerminkan sikap yang sesungguhnya. Observasi karakter siswa dilakukan oleh ketua dari masing-masing kelompok yang menilai perkembangan karakter dari anggota kelompoknya. Perkembangan karakter dari ketua kelompok dinilai oleh observer. Penilaian karakter oleh sesama siswa lebih efektif dilakukan karena ketua dari masing-masing kelompok lebih memahami teman sekelasnya dan pelaksanaan pembelajaran tidak terlalu banyak dihadiri oleh observer.

Besarnya perkembangan karakter siswa dianalisis menggunakan uji gain. Secara umum, hasil analisis karakter siswa disajikan pada Tabel 4.3, Gambar 4.7, dan Tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.3 Rata-rata Perkembangan Karakter Siswa Melalui Angket Karakter yang

dikembangkan

Sebelum pembelajaran

(%)

Kriteria Setelah pembelajaran

(%)

Kriteria Gain

Jujur 76,43 Mulai

berkembang

78,52 Mulai berkembang

Rendah Disiplin 76,95 Mulai

berkembang

80,47 Mulai berkembang

Rendah Rasa ingin tahu 73,14 Mulai

berkembang

75,79 Mulai berkembang

Rendah Komunikatif 80,39 Mulai

berkembang


(69)

Gambar 4.7 Perbandingan Karakter Siswa Sebelum dan Setelah Pembelajaran Tabel 4.4 Perkembangan Karakter Siswa Melalui Observasi

Karakter yang dikembangkan Persentase Kriteria

Jujur 81,25% Membudaya

Disiplin 89,58% Membudaya

Rasa ingin tahu 80,21% Mulai berkembang

Komunikatif 79,17% Mulai berkembang

4.5.2 Pembahasan Pengembangan Nilai Karakter Siswa

Berdasarkan hasil analisis perkembangan karakter secara keseluruhan, terlihat bahwa nilai karakter meningkat dari sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran. Ada empat aspek karakter yang dikembangkan pada penelitian ini, yaitu jujur, disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif.

4.5.2.1.Jujur

Perkembangan karakter jujur diukur berdasarkan 3 indikator, yaitu (1) tidak melihat jawaban LKS kelompok lain, (2) mencatat data pengamatan sesuai hasil percobaan, dan (3) mengemukakan pendapat sesuai keyakinan diri. Hasil

76.43 76.95

73.14 80.39 76.98 78.52 80.47 75.39 81.95 79.22 68 70 72 74 76 78 80 82 84 Sk o r Sebelum Pembelajaran Setelah Pembelajaran


(1)

H. Penilaian

1. Mekanisme dan Prosedur

Penilaian dilakukan dari proses dan hasil. Penilaian proses dilakukan melalui lembar observasi peserta didik, observasi karakter peserta didik, dan laporan tertulis.

2. Aspek dan Instrumen Penilaian

a. Instrumen observasi peserta didik menggunakan lembar pengamatan dengan fokus utama pada aktivitas dalam kelompok.

b. Instrumen observasi karakter peserta didik menggunakan angket c. Instrumen tes menggunakan lembar soal tes tertulis pilihan ganda

Rembang, April 2014 Guru Praktikan

Dwi Ristiyani NIM 4201410013 Kegiatan Inti

1) Guru membagi kelas menjadi 6 kelompok

2) Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) Fisika materi pemantulan dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter 3) Setiap kelompok bertanya kepada guru tentang materi yang

belum dipahami

4) Guru memberikan jawaban dari pertanyaan siswa

100 menit

Penutup 1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik 2) Guru bersama-sama dengan peserta didik menyimpulkan hasil

pembelajaran hari ini.


(2)

Lampiran 39

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Siswa mengerjakan soal pre-test

Gambar 2. Siswa mengerjakan LKS


(3)

Gambar 4. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Gambar 5. Siswa melakukan kegiatan menanya


(4)

Lampiran 40


(5)

Lampiran 41


(6)

Lampiran 42