PENGEMBANGAN LKS FISIKA TERINTEGRASI KARAKTER BERBASIS PENDEKATAN CTL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

(1)

PENGEMBANGAN LKS FISIKA TERINTEGRASI

KARAKTER BERBASIS PENDEKATAN CTL UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Windy Setyorini

4201410054

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

.Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka

tidak bersedih hati (QS Al Baqarah : 112)

K esiapan datang setelah kita bekerja keras, kesempatan datang saat kita mau mencoba, keberuntungan adalah kesiapan yang bertemu dengan kesempatan.

PERSEMBAHAN:

1. U ntuk M amah dan Papah, terima kasih atas kasih sayang, do’a dan pengorbanan yang

tiada henti-hentinya.

2. U ntuk M bah K akung, M bah U ti, Dek Tika, A Hery dan keluarga besar, terima kasih

atas do’a dan semangat yang tak pernah padam.

3. U ntuk Sahabat-sahabat seperjuangan (M una, Heny, I ka, Sasa, Dewi, Ais, Alvi) , terima

kasih atas kebersamaan, segala bantuan dan dukungannya selama ini.

4. U ntuk Teman-teman Pendidikan Fisika 2010, terima kasih atas bantuannya.

5. U ntuk Teman-teman PPL SM PN 1 Semarang dan KK N Desa Brakas, terima kasih untuk semangat dan keceriaan yang sangat indah.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini telah menerima bantuan dari berbagai pihak baik berupa saran, bimbingan maupun kerjasama, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor UNNES. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dekan FMIPA UNNES. 3. Dr. Khumaedi, M.Si. Ketua Jurusan Fisika.

4. Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si, dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

7. Kepala SMP Negeri 1 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian. 8. Kaprawie, A.Md, guru IPA Fisika kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 1

Semarang.

9. Siswa kelas VIII B, VIII H, dan IX E SMP Negeri 1 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014, yang telah menjadi responden penelitian.

10. Teman-teman pendidikan fisika angkatan 2010

Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat


(7)

vii

memberikan manfaat bagi banyak pihak termasuk lembaga, masyarakat dan pembaca.

Semarang, Agustus 2014 Penulis

Windy Setyorini 4201410054


(8)

viii

ABSTRAK

Setyorini, Windy. 2014. Pengembangan LKS Fisika Terintegrasi Karakter Berbasis Pendekatan CTL untuk Meningkatkan Hasil Belajar. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si.

Kata kunci: LKS, karakter, hasil belajar, pendekatan CTL.

Proses pembelajaran IPA di SMP N 1 Semarang masih berpusat pada guru. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal 76 saat mengalami pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa karena siswa tidak dibiasakan menemukan konsep sendiri. Pendekatan CTL membiasakan siswa mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa lebih memahami konsep dan LKS membantu guru membimbing siswa melaksanakan pembelajaran aktif. Namun LKS yang beredar di pasaran dan sering digunakan kurang bermuatan kontekstual dan kurang memenuhi aspek-aspek perkembangan karakter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan serta keefektifan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan untuk mengembangkan karakter dan meningkatkan hasil belajar. Penelitian ini termasuk R & D dan ujicoba pemakaian dilaksanakan dengan pola control group pre-test post-test. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A dan VIII H SMPN 1 Semarang semester genap tahun ajaran 2013/2014 yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Analisis uji deskriptif presentase digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS, perkembangan karakter kelas eksperimen, dan hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis uji t pihak kanan digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Uji gain digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen.

Hasil penelitian menunjukan LKS yang dikembangkan layak digunakan sebagai panduan belajar, dilihat dari hasil analisis uji deskriptif presentase menunjukan skor rata-rata dari masing-masing ahli sebesar 92,73% dengan kategori sangat layak. Hasil analisis uji deskriptif presentase juga menunjukan telah terjadi perkembangan karakter pada kelas eksperimen ditandai dengan peningkatan skor dari 75,70 menjadi 81,95 dengan kategori membudaya untuk karakter rasa ingin tahu dan 84,14 menjadi 87,89 dengan kategori membudaya untuk bersahabat (komunikatif). Rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen mengalami peningkatan,dilihat dari faktor gain sebesar 0,66 dan termasuk dalam kategori sedang. Hasil analisis uji t pihak kanan = 4,88 > = 2,00 yang berarti rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL layak digunakan sebagai panduan belajar yang dapat mengembangkan karakter dan meningkatkan hasil belajar kognitif.


(9)

ix

ABSTRACT

Setyorini, Windy. 2014. Developing Physics Students’ Worksheets Integrated With Character Based on CTL Approach to Improve Learning Outcomes. Final Project, Physics Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. The Advisor Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si.

Keywords: students’ worksheets, character, learning outcomes, contextual teaching and learning (CTL) approach.

Science learning process in SMPN 1 Semarang was still teacher center. It caused the student learning outcomes could not reach the passing grade at least 76 when accepted an active learning process that was student center because the student were not usual to find the concept by their selves. CTL approach habituates student to relate the lesson material with the student real world situation, in order they can be more understand the concept and students’ worksheets helps teacher to guide student do the active learning process. But, students’ worsheets which was cycled in society and often be used consisted less of contextual learning and aspect s of charact er developm ent. The research aims to determine feasibility and effectiveness level of the students’ worksheets integrated with character based on CTL approach that was developed to develop characters and to improve student learning outcomes. This research included to development research and the trial usage was done by using control group pre-test post-test design. The research sample were the eighth grade students from class A and H of SMPN 1 Semarang in the academic year 2013/2014 which were selected by simple random sampling technique. Questionnaire analysis was used to determine students’ worksheets expedience grade, experiment class character development, and experiment-control class psycomotoric learning outcomes. T-test analysis was used to determine was the experiment class cognitive learning outcomes higher than control class. Gain test was used to determine the improvement in cognitive learning outcomes.

The research result showed that students’ worksheets that was developed suitable to be used as the study guide, viewed from the average score from each expert was 92.73% that include as very suitable category. It also showed the characters have been developed in experiment class, signed from the score improvement from 75.70 to 81.95 that include as civilizing category for curiousity and 84.14 to 87.89 that include as civilizing category for friendly (comunicative). The average cognitive learning outcomesof experiment class improved, viewed from the gain factor of 0.66 that include as medium category. The results of the t test analysis tcalculate = 4.88 > ttable = 2.00, which means that an average of

cognitive learning outcomes in experiment class was higher than the students in control class. Based on the research that has been done, it could be concluded that physics students’ worksheets intregated with character based on CTL approach was suitable to be used as the study guide which could develope the characters and improved students’ cognitive learning outcomes.


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Pembatasan Masalah ... 6

1.6 Penegasan Istilah ... 6

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 10

2.2 Karakter Bangsa ... 12

2.3 Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 16

2.4 LKS Terintegrasi Karakter Berbasis Pendekatan CTL ... 19


(11)

xi

2.6 Alat Optik ... 22

2.7 Kerangka Berpikir ... 34

2.8 Hipotesis Penelitian ... 35

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Populasi dan Sampel ... 36

3.3 Variabel Penelitian ... 38

3.4 Prosedur Penelitian ... 38

3.5 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 42

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.7 Analisis Lembar Observasi dan Angket ... 46

3.8 Tahap Uji Coba Instrumen ... 51

3.9 Metode Analisis Data ... 56

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 63

4.2 Hasil Penelitian ... 70

4.3 Pembahasan ... 82

5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 100

5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Contoh Keterkaitan Nilai dan Indikator SMP ... 15

3.1 Persebaran Populasi Peserta Didik Kelas VIII ... 36

3.2 Data Nilai Ulangan Semester Gasal Mata Pelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang ... 37

3.3 Desain Penelitian Pre-test Post-test Controul Group ... 41

3.4 Kriteria Penskoran Angket Validasi Ahli ... 46

3.5 Kriteria Penskoran Angket Perkembangan Karakter ... 46

3.6 Klasifikasi Kriteria Kelayakan LKS ... 48

3.7 Klasifikasi Kriteria Perkembangan Karakter ... 48

3.8 Klasifikasi Kriteria Hasil Belajar Psikomotorik ... 49

3.9 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 52

3.10 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 54

3.11 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 56

4.1 Persentase Penilaian LKS dari Ahli Materi dan Ahli Media ... 70

4.2 Persentase Penilaian LKS dari Guru ... 71

4.3 Persentase Hasil Angket Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 73

4.4 Persentase Hasil Observasi Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 74


(13)

xiii

4.5 Persentase Hasil Angket Perkembangan Karakter Bersahabat

(Komunikatif) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 75

4.6 Persentase Hasil Observasi Perkembangan Karakter Bersahabat (Komunikatif) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

4.7 Hasil Belajar Psikomotorik Kelas Eksperimen ... 77

4.8 Hasil Belajar Psikomotorik Kelas Kontrol ... 78

4.9 Persentase Penilaian Observasi Psikomotorik ... 78

4.10 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 79

4.11 Hasil Uji t Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 81


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Diagram Mata Manusia ... 22

2.2 Cacat Mata Miopi ... 23

2.3 Cacat Mata Hipermetropi ... 24

2.4 Skema Bagian Kamera ... 26

2.5 Diagram Sinar Pembentukan Bayangan tanpa Menggunakan Lup dan dengan Menggunakan Lup ... 27

2.6 Pengamatan Menggunakan Lup dengan Berakomodasi Maksimum dan Tak Berakomodasi ... 29

2.7 Diagram Sinar Pembentukan Bayangan pada Mikroskop ... 30

2.8 Diagram Sinar Pembentukan Bayangan pada Teropong Bintang ... 32

2.9 Kerangka Berpikir ... 34

3.1 Prosedur Penelitian ... 38

4.1 Diagram Penilaian Kelayakan LKS Fisika Terintegrasi Karakter Berbasis Pendekatan CTL dari Keempat Validator ... 72

4.2 Diagram Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 73

4.3 Diagram Perkembangan Karakter Bersahabat (Komunikatif) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 75

4.4 Diagram Hasil Belajar Psikomotorik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 79


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-kisi Instrumen Penilaian LKS Terintegrasi Karakter Berbasis

Pendekatan CTL ... 105

2 Lembar Validasi LKS untuk Ahli Materi ... 107

3 Lembar Validasi LKS untuk Ahli Media ... 116

4 Lembar Validasi LKS untuk Guru ... 121

5 Analisis Lembar Validasi LKS ... 132

6 Kisi-kisi Soal Uji Coba, Soal Uji Coba dan Kunci Jawaban ... 135

7 Daftar Siswa Uji Coba ... 143

8 Analisis Soal Uji Coba ... 144

9 Kisi-kisi Soal Pre-Test Post-Test ... 151

10 Soal Pre-Test Post-Test ... 153

11 Kunci Jawaban Soal Pre-Test Post-Test ... 157

12 Silabus ... 158

13 RPP Kelas Eksperimen ... 163

14 RPP Kelas Kontrol ... 182

15 LKS Kelas Kontrol ... 198

16 Uji Homogenitas Populasi ... 203

17 Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 207

18 Daftar Nilai Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 208


(16)

xvi

19 Uji Normalitas Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen ... 210

20 Uji Normalitas Pre-test dan Post-test Kelas Kontrol ... 214

21 Uji t Pihak Kanan Hasil Belajar Kognitif ... 218

22 Uji Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Kognitif ... 220

23 Lembar Observasi Karakter dan Psikomotorik ... 221

24 Rubrik Penilaian Observasi Karakter ... 224

25 Rubrik Penilaian Observasi Psikomotorik ... 225

26 Analisis Observasi Karakter ... 227

27 Analisis Observasi Psikomotorik ... 233

28 Lembar Angket Perkembangan Karakter ... 241

29 Kisi-kisi Angket Perkembangan Karakter ... 243

30 Analisis Angket Perkembangan Karakter ... 244

31 Foto-foto Penelitian... 250


(17)

1

1.1

Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 39 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003).

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat dicapai, salah satunya dengan pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Suharsimi, 1998: 19). Dalam sistem pembelajaran, metode dan media pembelajaran memegang peran yang sangat penting (Sanjaya, 2011: 147).

SMP Negeri 1 Semarang termasuk sekolah favorit di wilayah Kota Semarang yang sangat menjunjung tinggi karakter. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang selama melakukan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), ditemukan bahwa pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered learning) masih lebih sering


(18)

dilakukan. Metode mengajar yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab dengan menggunakan buku paket sebagai bahan ajar. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, kebanyakan siswa mempelajari materi fisika masih dengan menghapal konsep dan rumus. Sehingga saat diterapkan metode eksperimen yang membimbing siswa untuk menemukan konsep sendiri, siswa masih kesulitan dan hasil belajarnya masih tergolong rendah. Hasil belajar yang rendah ditunjukan oleh nilai rata-rata ulangan harian IPA fisika dari lima kelas (VIII E, VIII F, VIII G, VIII H dan VIII I) tempat peneliti melakukan praktek mengajar selama PPL adalah 71,18 dan masih belum mencapai KKM. Metode mengajar dan bahan ajar yang kurang bervariasi menyebabkan siswa belum mendapatkan kesempatan secara luas untuk mengembangkan karakter dengan mengekspresikan dirinya.

Menurut Mulyasa (2013: 16), pendidikan nasional harus memiliki keterkaitan dengan pembangunan nasional, agar dapat menunjang pembangunan nasional melalui penyediaan sumber daya manusia yang profesional, kompeten, bermutu dan berkarakter, dengan jumlah yang memadai. Namun, pada kenyataannya saat ini sulit untuk mewujudkan bangsa indonesia yang berkarakter. Menurut Hidayat (2013: 121), fenomena sosial seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagai jenis ujian dan gejolak sosial telah mengemuka saat ini. Publik menilai hal ini terjadi karena pendidikan selama ini terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat dan kurang bermuatan karakter. Sehingga saat ini, perlu mengakomodasi


(19)

pendidikan karakter baik melalui pengintegrasian ke dalam mata pelajaran atau perangkat pembelajaran maupun pembudayaan dalam lingkungan sekolah.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003: 2), pendekatan

Contextual Teaching and Learning merupakan alternatif strategi dimana siswa belajar melalui ‘mengalami’ bukan ‘menghapal’ dimana keterampilan datang dari ‘menemukan sendiri’ bukan dari ‘apa kata guru’. Strategi ini diperlukan untuk mendorong siswa menemukan dan membangun sendiri konsep-konsepnya, sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan. Berdasarkan hasil penelitian Yulianti et al. (2010), minat dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan secara signifikan setelah mengalami pembelajaran fisika kontekstual berbatuan jigsaw puzzle competition. Keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning juga dibuktikan oleh hasil penelitian Murtiani et al. (2012), penerapan pendekatan CTL berbasis Lesson Study dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa yang tingkat kemampuannya rendah, sedang dan tinggi pada SMPN Kota Padang.

Menurut Diknas, sebagaimana dikutip oleh Prastowo (2011:203-204), lembar kerja siswa (student work sheet) adalah bahan ajar cetak yang berupa lembaran-lembaran tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa LKS fisika SMP kelas VIII yang beredar di pasaran, ternyata sebagian besar LKS merupakan LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar. LKS tersebut belum menyajikan pembelajaran yang kontekstual dan belum mampu membimbing siswa untuk menemukan konsep sendiri. LKS tersebut juga kurang memenuhi aspek-aspek pengembangan karakter. Sehingga, bentuk LKS yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKS yang


(20)

membantu siswa menemukan konsep. Menurut hasil penelitian Isnaningsih & Bimo (2013), LKS discovery berbasis keterampilan proses sains meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA materi gerak bagi siswa kelas VII C SMP N 1 Jepara.

Dari latar belakang masalah tersebut, perlu dikembangkan LKS yang disesuaikan dengan perkembangan kondisi bangsa sehingga perlu diintegrasikan dengan pendidikan karakter serta digunakan dengan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, maka peneliti membuat penelitian dengan judul “PENGEMBANGAN LKS FISIKA TERINTEGRASI KARAKTER BERBASIS PENDEKATAN CTL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar atas latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana tingkat kelayakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan?

(2) Apakah LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dapat mengembangkan karakter siswa?

(3) Adakah perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang melakukan pembelajaran menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dengan kelas yang menggunakan LKS?


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

(1) Untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan.

(2) Untuk mengetahui apakah LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dapat mengembangkan karakter siswa.

(3) Untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang melakukan pembelajaran menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dengan kelas yang menggunakan LKS sebagai petunjuk praktikum.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Bagi siswa, dapat membantu siswa mengembangkan karakter dan memahami

materi.

(2) Bagi guru, memberikan produk yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif panduan belajar bagi siswa untuk mengembangkan karakter dan meningkatkan hasil belajar IPA (fisika) kelas VIII.

(3) Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan diskusi berbantuan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL.

(4) Bagi institusi, hasil penelitian diharapkan memberikan konstribusi bagi peningkatan kualitas pembelajaran.


(22)

1.5 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap permasalahan dalam penelitian ini perlu diperhatikan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

(1) Dalam penelitian ini yang dikaji adalah efektivitas LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL untuk mengembangkan karakter siswa. (2) Hasil belajar yang dikaji adalah hasil belajar secara kognitif, afektif dan

psikomotorik.

(3) LKS fisika yang dikembangkan mencakup materi alat-alat optik SMP kelas VIII semester 2.

1.6 Penegasan Istilah

1.6.1 Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar kerja siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah (Trianto, 2010: 111). Menurut Diknas, sebagaimana dikutip oleh Prastowo (2011:203-204), lembar kerja siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Menurut Prastowo (2011:208-211), berdasarkan bentuknya LKS dibedakan menjadi 5 macam yaitu LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep, LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan, LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar, LKS yang berfungsi sebagai penguatan dan LKS yang berfungsi sebagai petunjuk eksperimen.


(23)

LKS yang akan dikembangkan dalam penelitian ini termasuk LKS yang membantu siswa menemukan menemukan suatu konsep sekaligus dan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya.

1.6.2 Karakter

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010), karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara bangsa Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai suatu kebajikan berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia. Nilai yang termasuk dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa berjumlah 18 nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.

Karakter yang akan dikembangkan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yakni SMP dan mata pelajaran IPA. Sehingga, karakter yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah rasa ingin tahu dan bersahabat/komunikatif.

1.6.3 Pendekatan contextual teaching and learning (CTL)

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme


(24)

(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

LKS yang disusun dalam penelitian ini berisi kegiatan-kegiatan yang mewujudkan tujuh komponen utama pembelajaran CTL. Pendekatan CTL yang terkandung dalam LKS dilaksanakan dengan metode eksperimen yang diselingi diskusi dan tanya jawab.

1.6.4 Hasil belajar

Menurut Rifa’i & Anni (2009: 85), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Menurut Benyamin S. Bloom, terdapat tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotoric domain) (Rifa’i & Anni, 2009: 85).

Hasil belajar yang akan dikaji adalah pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada ranah kognitif berupa hasil pre test dan post test, pada ranah psikomotorik berupa kinerja ilmiah siswa dan pada ranah afektif berupa karakter yang akan dikembangkan.

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi skripsi dan bagian akhir.

(1) Bagian pendahuluan skripsi, pada bagian ini berisi halaman judul, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.


(25)

(2) Bagian isi skripsi terdiri dari 5 bab, yaitu pendahuluan, landasan teori dan hipotesis, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan penutup. Bab 1 Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab 2 Tinjauan pustaka berisi tentang lembar kerja siswa (LKS), karakter, pendekatan contextual teaching and learning (CTL), hasil belajar, metode ilmiah, alat-alat optik, kerangka berpikir, hipotesis.

Bab 3 Metode penelitian berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, analisis lembar observasi dan angket, tahap uji coba instrumen penelitian dan metode analisis data.

Bab 4 Hasil dan pembahasan

Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab 5 Penutup

Berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian. (3) Bagian akhir, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(26)

10

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. Lembar kegiatan siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Pengaturan awal (advance organizer) dari pengetahuan dan pemahaman siswa diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga situasi belajar siswa menjadi lebih bermakna, dan dapat terkesan dengan baik pada pemahaman siswa, karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu dampak pada kegiatan pembelajaran maka muatan materi setiap lembar kegiatan siswa pada setiap kegiatannya diupayakan agar dapat mencerminkan hal itu (Trianto, 2012: 111).

Menurut Prastowo ( 2011: 206), kegunaan LKS adalah memberi kesempatan pada pendidik agar dapat memancing peserta didik untuk secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas.


(27)

Menurut Prastowo (2011: 208 - 211), berdasarkan bentuknya LKS dibedakan menjadi 5 macam yaitu (1) LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep, (2) LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan, (3) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar, (4) LKS yang berfungsi sebagai penguatan dan (5) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

LKS yang membantu siswa menemukan konsep sesuai dengan prinsip konstruktivisme dimana seseorang akan belajar jika ia aktif mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya. Salah satu cara mengimplementasikannya di kelas adalah dengan mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS, yang memiliki ciri-ciri mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan hasil pengamatan mereka, selanjutnya peserta didik diajak untuk mengkonstruksi pengetahuan yang mereka dapat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Meilia & Wilujeng, LKS berbasis lab. work dalam cooperative learning tipe STAD yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yildirim et al. (2011):

... it was found out that worksheets increase students’ achievement regarding factors affecting chemical equilibrium. In this sense, worksheets can be developed at conceptual basis for other chemistry topics that are difficult to understand. Besides, participant stated that they enjoyed the activity and application was funny. Long-term studies on the basis of worksheets in various subjects can be used to find out their effectiveness in students’ affective behavior.

LKS terdiri dari 6 unsur yaitu (1) judul, (2) petunjuk belajar (petunjuk siswa), (3) kompetensi dasar yang akan dicapai, (4) informasi pendukung, (5)


(28)

tugas-tugas dan (6) langkah-langkah kerja serta penilaian (Prastowo, 2011: 208). Sedangkan menurut Trianto (2012: 112), komponen-komponen LKS meliputi judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi.

Langkah-langkah aplikatif membuat LKS yaitu (1) melakukan analisis kurikulum, (2) menyusun peta kebutuhan LKS, (3) menentukan judul-judul LKS, dan (4) menulis LKS (Prastowo, 2011: 211 – 214).

2.2 Karakter Bangsa

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 11), pada prinsipnya pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.

2.2.1 Pengintegrasian dalam mata pelajaran

Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:


(29)

(1) Mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya.

(2) Memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan.

(3) Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa ke dalam silabus. (4) Mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP. (5) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang

memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.

(6) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku (Kemendiknas, 2010: 18-19).

2.2.2 Pencapaian hasil belajar

Pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil dan berkualitas dari segi proses apabila 75% peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran baik fisik, mental maupun sosial. Proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil dari segi hasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Untuk memenuhi tuntutan tersebut, perlu dikembangkan pengalaman belajar yang kondusif untuk membentuk manusia yang berkualitas tinggi baik mental, moral maupun fisik. Hal ini berarti perlu digunakan sumber belajar yang tidak hanya


(30)

bersifat kognitif, akan tetapi juga bersifat afektif psikomotorik (Mulyasa, 2013: 131).

Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya (Kemendiknas, 2010: 22).

Guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini

(1) BT : Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).


(31)

(2) MT : Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).

(3) MB : Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).

(4) MK : Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten) (Kemendiknas, 2010: 23).

Tabel 2.1 Contoh Keterkaitan Nilai dan Indikator SMP

Mapel Nilai Indikator Berdasarkan Jenjang Kelas

IPA (fisika) Rasa Ingin Tahu Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran.

Bertanya kepada guru dan teman tentang gejala alam yang baru terjadi.

Bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio atau televisi.

Bersahabat (komunikatif)

Bekerja sama dalam kelompok di kelas. Berbicara dengan teman sekelas.

Bergaul dengan teman sekelas ketika istirahat.

Bergaul dengan teman lain kelas.

Berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.


(32)

2.3 Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan CTL dengan metode eksperimen dapat menumbuhkan karakter pada diri siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan kegiatan praktikum merupakan salah satu cara dalam pembelajaran guna membiasakan siswa untuk selalu bekerja ilmiah. Dalam bekerja ilmiah biasanya dilandasi atas keingintahuan dari seseorang terhadap suatu hal. Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan apabila dia memperoleh pengetahuan yang benar mengenai hal yang ia pertanyakan (Suryabrata, 1998: 2-5). Selain itu sesuai dengan hasil penelitian Yulianti et al. (2013), minat dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan secara signifikan setelah mengalami pembelajaran fisika kontekstual berbantuan jigsaw puzzle competition.

Menurut Depdiknas (2003: 10), pembelajaran CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.

Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini (1) Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi


(33)

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik; (3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok); (5) Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran; (6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan; dan (7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Depdiknas, 2003: 10).

Tujuh komponen pendekatan CTL yaitu: (1) Konstruktivisme

Dalam pandangan konstruktivis, ‘strategi memperoleh’ lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

(2) Menemukan

Inquiry merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Siklus

inquiry meliputi observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. Langkah-langkah kegiatan inquiry (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya, dan (4)


(34)

mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya.

(3) Bertanya

Aktivitas bertanya dapat diterapkan hampir pada semua aktivitas belajar, antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dsb.

(4) Masyarakat belajar

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam (1) pembentukan kelompok kecil, (2) pembentukan kelompok besar, (3) mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb.), (4) bekerja dengan kelas sederajat, (5) bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, dan (6) bekerja dengan masyarakat.

(5) Pemodelan

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa inggris, dsb.


(35)

(6) Refleksi

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang beru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa (1) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, (2) catatan atau jurnal di buku siswa, (3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, (4) diskusi, dan (5) hasil karya.

(7) Penilaian yang sebenarnya

Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya. Inilah hakekat penilaian yang sebenarnya. Karakteristik penilaian yang sebenarnya, yaitu (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) bisa digunakan untuk formatif mauoun sumatif, (3) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, (4) berkesinambungan, (5) terintegrasi dan (6) dapat digunakan sebagai feed back (Depdiknas, 2003: 10 - 20).

2.4 LKS Fisika Terintegrasi Karakter Berbasis Pendekatan CTL

LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dimaksud dalam penelitian ini adalah LKS yang menyajikan pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang mewujudkan tujuh komponen utama pembelajaran CTL yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian sebenarnya (Depdiknas, 2003: 10) serta bermuatan karakter yaitu


(36)

menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk secara aktif melakukan internalisasi nilai yakni rasa ingin tahu dan bersahabat (komunikatif) (Kemendiknas, 2010: 18-19). Implementasi karakter melalui LKS memenuhi aspek-aspek pengembangan karakter yang meliputi aspek kognitif, emosional dan perilaku dari kehidupan moral (Samani & Hariyanto, 2012: 169).

Konstruktivisme diwujudkan dalam LKS melalui kegiatan menduga, bertanya diwujudkan dalam LKS dengan mencantumkan kotak pertanyaan untuk menampung pertanyaan-pertanyaan siswa, inkuiri dan masyarakat belajar diwujudkan dalam LKS melalui kegiatan mengumpulkan data, refleksi diwujudkan dalam LKS dengan mencantumkan kotak sudah benarkah dugaanmu? sebagai tempat jawaban siswa mengenai hubungan antara konsep yang ditemukan dari eksperimen dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, pemodelan diwujudkan dalam LKS dengan mencantumkan kalimat-kalimat motivasi dari para ilmuan, penilaian yang sebenarnya diwujudkan melalui observasi aktivitas psikomotorik dan karakter siswa selama melaksanakan pembelajaran menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL.

Pengintegrasian nilai rasa ingin tahu diwujudkan dalam LKS diantaranya dengan mencantumkan permasalahan pada kegiatan menduga, kotak pertanyaan serta kalimat-kalimat motivasi. Pengintegrasian nilai bersahabat (komunikatif) diwujudkan dalam LKS dengan mencantumkan kalimat-kalimat motivasi, kegiatan mengumpulkan data, kegiatan menyimpulkan, kegiatan menjawab permasalahan dan kegiatan mengomunikasikan.


(37)

2.5 Hasil Belajar

Menurut Rifa’i & Anni (2009: 85), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Menurut Benyamin S. Bloom, terdapat tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotoric domain) ( Rifa’i & Anni, 2009: 85).

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation).

Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai. Kategori tujuannya mencerminkan hirarkhi yang bertentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan peserta didikan afektif adalah penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), pembentukan pola hidup (organization by a value complex).

Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf. Ranah psikomotorik berkaitan dengan bekerja ilmiah. Bekerja ilmiah mencakup tiga aspek penting yaitu metode ilmiah, sikap ilmiah dan komunikasi ilmiah. Menurut Sopiah (2009: 14-19), bekerja ilmiah mempunyai beberapa indikator diantaranya adalah perumusan masalah, perumusan tujuan, perumusan prosedur, memilih instrumen, mengumpulkan data, mengolah data, menyimpulkan hasil dan bersikap


(38)

ilmiah. Aspek-aspek tersebut saling mendukung untuk mengembangkan potensi dari siswa atau mahasiswa untuk mengantarkannya menjadi seorang ilmuwan.

2.6 Alat Optik

2.6.1 Mata

Gambar 2.1 Diagram mata manusia (Henry et al., 2009)

Pada Gambar 2.1 tampak skema sederhana dari mata manusia. Lapisan kornea berfungsi sebagai lapisan pelindung. Iris membentuk celah lingkaran yang disebut pupil. Iris mengatur lebar pupil untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke mata. Di tempat yang terang pupil mengecil supaya lebih sedikit cahaya yang masuk ke mata sehingga mata tidak silau. Sedangkan, di tempat yang gelap pupil membesar supaya lebih banyak cahaya yang masuk ke mata. Oleh lensa mata, cahaya yang masuk diteruskan ke retina yang tersusun dari jutaan sel yang peka terhadap rangsangan cahaya. Rangsangan cahaya yang diterima oleh retina ini diubah menjadi sinyal-sinyal yang dikirim sistem syaraf ke otak (Foster, 2011: 74).

Bayangan yang terbentuk di retina bersifat nyata, terbalik dan diperkecil. Agar bayangan selalu terletak pada retina, panjang fokus lensa harus dapat diubah-ubah sesuai dengan jarak benda yang dilihat. Yang berfungsi mengatur


(39)

panjang fokus lensa (kelengkungan lensa) adalah otot siliari. Ketika melihat benda yang jauh, otot siliari mengendur (relaks), sehingga lensa mata lebih pipih dan mata dalam keadaan tak berakomodasi. Sebaliknya, ketika melihat benda yang dekat, otot siliari menegang, sehingga lensa mata lebih cembung, dan mata berada dalam keadaan berakomodasi. Kemampuan berubahnya kelengkungan lensa mata ini disebut daya akomodasi mata (Foster, 2011: 74).

2.6.2 Cacat Mata dan Cara Menanggulanginya

Jangkauan penglihatan mata dalam keadaan tidak berakomodasi disebut titik jauh atau punctum remutum (PR). Untuk mata normal, titik jauh berada pada jarak tak berhingga ( = ∞). Jangkauan penglihatan mata dalam keadaan berakomodasi maksimum disebut titik dekat atau punctum proximum

(PP atau s ). Untuk mata normal, titik dekat berkisar 25 cm. Sebagian orang mengalami ketidaknormalan pada mata, disebut cacat mata(Foster, 2011: 74 -75).

2.6.2.1 Rabun Jauh (Miopi)

Gambar 2.2 Cacat mata miopi (Pratiwi et al., 2008)

Rabun jauh terjadi karena lensa mata tidak dapat memipih sesuai yang diperlukan, sehingga bayangan benda yang sangat jauh jatuh di depan retina, seperti pada Gambar 2.2. Agar dapat melihat benda jauh, penderita miopi


(40)

menggunakan kacamata berlensa cekung (kacamata minus). Kacamata membentuk bayangan di titik jauh mata, kemudian lensa mata membentuk bayangan akhir di retina. Jadi,

= −

Karena benda berada di tak berhingga ( = ∞), persamaan kuat lensa yang diperlukan untuk mata miopi dapat diperoleh dengan mensubstitusikan nilai dan ke persamaan lensa tipis, sehingga dihasilkan:

=

+

= 1 = 1

∞+

1 −

= (2-1)

Keterangan:

= Kuat lensa (dioptri atau 1 ) = Titik dekat mata (m)

Persamaan (2.2) adalah persamaan kuat lensa untuk mata miopi.

2.6.2.2Rabun Dekat (Hipermetropi)

Gambar 1(b) Cacat mata hipermetropi


(41)

Rabun dekat terjadi karena lensa mata tidak dapat mencembung sesuai dengan yang diperlukan, sehingga bayangan benda yang dekat jatuh di belakang retina, seperti Gambar 2.3. Agar dapat melihat benda dekat, penderita hipermetropi menggunakan kacamata berlensa cembung (kacamata plus). Kacamata membentuk bayangan di dekat mata, kemudian lensa mata membentuk bayangan akhir di retina. Jadi,

= − ℎ = −

Persamaan kuat lensa yang diperlukan untuk mata hipermetropi dapat diperoleh dengan mensubstitusikan nilai dan ke persamaan lensa tipis, sehingga dihasilkan:

1

= 1+ 1

= + (2-2)

=

Atau,

= = (2-3)

Jika benda yang ingin dilihat berada pada jarak 25 cm (titik dekat mata normal), berdasarkan persamaan (2-2), diperoleh:

1

= 1− 1 = 1 0.25−

1

= 4− 1

= 4− (2-4)

Keterangan:


(42)

= = Titik dekat mata (m) (Foster, 2011: 75 - 76)

2.6.3 Kamera

Salah satu alat optik yang sederhana adalah kamera. Kamera dan mata memiliki kesamaan pada diagram sinar pembentukan bayangannya. Benda yang diamati oleh kamera dan mata terletak di depan lensa, di depan 2 ( > 2 ), dan bayangan dibentuk di belakang lensa, di antara dan 2 . Bayangan ini adalah bayangan nyata, terbalik dan diperkecil (lihat Gambar 2.4).

Pada bagian depan kamera terdapat sistem lensa dan pada bagian belakang terdapat sebuah film peka yang berfungsi sebagai layar untuk menangkap bayangan yang dibentuk oleh lensa kamera. Kamera memiliki diafragma dan pengatur cahaya (shutter) untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam lensa.


(43)

Jarak fokus lensa kamera adalah tetap, tidak seperti lensa mata. Untuk menyesuaikan jarak benda yang dapat berubah-ubah, jarak lensa terhadap film atau jarak bayangan ′ dapat diubah-ubah. Mengubah-ubah jarak lensa sesuai dengan jarak benda yang difoto agar terbentuk bayangan yang jelas pada film disebut memfokuskan kamera. Memfokuskan kamera dapat dilakukan dengan memutar-mutar cincin pemfokus. Pada kamera, yang berfungsi mengatur banyak cahaya yang mengenai film adalah celah yang dibentuk difragma. Diameter bukaan (celah) tersebut dinamakan aperture (Foster, 2011: 78 -79).

2.6.4 Lup

Sudut penglihatan memiliki batas maksimum, yaitu pada saat benda berada pada titik dekat mata. Jika sudut penglihatan terus diperbesar dengan menggeser benda mendekati mata hingga melewati titik dekat mata, benda akan tampak kabur. Untuk mengatasi masalah kabur ini dapat digunakan lup atau kaca pembesar. Jadi, kegunaan lup adalah untuk mengamati benda-benda berukuran kecil agar tampak jelas dan lebih besar. Lup sebenarnya merupakan lensa cembung yang diletakan antara mata dengan benda yang akan diamati. Lup banyak digunakan oleh tukang arloji untuk melihat komponen-komponen arloji yang berukuran kecil.

Gambar 2.5 Diagram sinar pembentukan bayangan tanpa menggunakan lup dan dengan menggunakan lup (Puspita, 2009)


(44)

Perbesaran anguler pada lup ( ) dihitung dengan membandingkan antara sudut penglihatan dengan menggunakan alat optik ( ) dan sudut penglihatan tanpa menggunakan alat optik (∝) seperti ditunjukan Gambar 2.5 (a) dan 2.5 (b). Maka:

=

∝ (2-5)

Karena sudut ∝ dan sudut adalah sudut kecil, maka perbandingan sudutnya dapat dianggap sebagai perbandingan tangen sudut, sehingga perhitungan perbesaran anguler menjadi:

= tan tan ∝ = ℎ

= (2-6)

Pada kaca pembesar, benda diletakan di antara O dan F, sehingga bayangan yang terbentuk di depan lensa bersifat maya, tegak dan diperbesar (Gambar 2.6 (a)). Supaya benda dapat diamati dengan jelas, jarak lensa terhadap benda diatur sedemikian sehingga bayangan terbentuk di titik dekat pengamat (misalnya 25 cm dari lensa). Ini disebut pengamat menggunakan lup dengan mata berakomodasi maksimum. Agar berakomodasi maksimum, lup membentuk bayangan maya di titik dekat mata, sehingga = − . Dengan menggunakan rumus lensa, diperoleh perbesaran angular lup:


(45)

Jika pengamat ingin mengamati benda menggunakan lup dengan relaks, benda diletakan tepat di titik fokus lensa (titik ), sehingga berkas sinar bias sejajar memasuki mata (Gambar 2.6 (b)). Ini disebut pengamat menggunakan lup dengan mata tidak berakomodasi. Agar tak berakomodasi, lup membentuk bayangan maya di tak hingga, sehingga = ∞. Dengan menggunakan rumus lensa, diperoleh perbesaran angular lup:

= (2-8)

(Foster, 2011: 80 -81)

2.6.5 Mikroskop

Sebuah lensa seperti pada lup, perbesaran bayangan maksimum hanya 20 kali. Mikroskop adalah alat yang mampu melakukan perbesaran hingga ratusan kali, yang digunakan untuk mengamati benda-benda renik atau mikro, seperti virus dan bakteri. Mikroskop terdiri atas dua buah lensa cembung. Lensa yang dekat dengan benda yang diamati (objek) disebut lensa objektif dan lensa yang dekat dengan pengamat disebut lensa okuler. Mikroskop seperti ini disebut mikroskop majemuk. Ada dua cara dalam menggunakan mikroskop, yaitu dengan mata berakomodasi maksimum dan dengan mata tak berakomodasi.

(b) (a)

Gambar 2.6 Pengamatan menggunakan lup dengan berakomodasi maksimum dan dengan tak berakomodasi (Wasis, 2008)


(46)

Perambatan cahaya pada mikroskop ditunjukan oleh Gambar 2.7, prosesnya adalah sebagai berikut,

1. Benda diletakan di depan lensa objektif diantara dan 2 ( < < 2 ).

2. Bayangan yang dihasilkan lensa obyektif digunakan sebagai benda oleh lensa okuler. Agar bayangan dari lensa obyektif diperbesar, maka bayangan ditempatkan di antara O dan .

3. Bayangan akhir yang dibentuk oleh lensa okuler bersifat maya, terbalik dan diperbesar.

Gambar 2.7 Diagram sinar pembentukan bayangan pada mikroskop (Nurachmandani, 2010)

Perbesaran bayangan untuk mata berakomodasi maksimum adalah:

= × (2-9)

Karena,

= + 1


(47)

Atau,

= × + 1 (2-10)

Panjang mikroskop (jarak tubus) dapat dinyatakan:

= ′ + (2-11)

Perbesaran bayangan untuk mata tak berakomodasi adalah:

= ×

Karena,

=

= ′ × Atau,

= × (2-12)

Keterangan:

′ = Jarak bayangan obyektif ′ = Jarak bayangan okuler = Jarak obyektif = Jarak okuler

= Fokus lensa obyektif = Fokus lensa okuler = Perbesaran lensa obyektif = Perbesaran lensa okuler = Perbesaran total L = Jarak tubus


(48)

2.6.6 Teropong

Teropong atau teleskop adalah alat optik yang digunakan untuk melihat benda-benda yang sangat jauh, seperti gunung dan bintang agar tampak lebih dekat dan jelas. Berbeda dengan mikroskop, pada teropong jarak fokus lensa obyektif lebih besar daripada jarak fokus lensa okuler.

Prinsip jalannya sinar pada teropong bintang dapat dilihat pada Gambar 2.8. Karena yang diamati adalah benda-benda angkasa luar, sinar-sinar yang masuk pada teropong adalah sinar-sinar paralel ( = ∞), sehingga bayangan yang dibentuk oleh lensa obyektif terletak di titik fokus lensa obyektif ( ′ =

).

Gambar 2.8 Diagram sinar pembentukan bayangan pada teropong bintang (Wasis, 2008)


(49)

Dengan demikian, panjang teropong dapat ditulis menjadi:

= + (2-13)

Kekuatan pembesaran teleskop ialah pembesaran sudut ′/ , dengan ′ merupakan sudut yang dibentuk oleh bayangan akhir sebagaimana tampak melalui lensa mata dan merupakan sudut yang dibentuk oleh benda apabila benda tersebut dipandang langsung oleh mata telanjang. Dari gambar dapat dilihat bahwa,

tan = − ≈

Dimana telah digunakan pendekatan sudut kecil tan ≈ dan telah dimasukkan tanda negatif untuk membuat positif apabila h negatif. Sudut ′ dalam gambar merupakan sudut yang dibentuk bayangan akhir:

tan ′= ≈ ′

Karena h negatif, ′ negatif, yang memperlihatkan bahwa bayangan terbalik. Kekuatan pembesaran teleskop ini dengan demikian

= = − (2-14)

Keterangan:

= perbesaran teropong = jarak fokus lensa okuler = jarak fokus lensa obyektif

= sudut yang dibentuk oleh benda saat mata telanjang ′ = sudut yang dibentuk oleh bayangan akhir


(50)

2.7 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir pada penelitian ini seperti ditunjukan pada Gambar 2.9 yakni sebagai berikut:

3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.9 Kerangka berpikir Pengembangan LKS Fisika Terintegrasi

Karakter Berbasis Pendekatan CTL

Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan internalisasi nilai Siswa diarahkan untuk dapat

membangun pengetahuannya dengan menemukan sendiri.

1. Guru sering menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.

2. Pembelajaran didominasi oleh guru (teacher centered)

3. Guru tidak menggunakan bahan ajar lain selain buku paket. 4. LKS yang beredar di pasaran

belum membimbing siswa menemukan konsep sekaligus mengembangkan karakter.

1. Siswa lebih banyak menghapal fakta, daripada menemukan sendiri.

2. Hasil belajar fisika tergolong rendah.

3. Proses pembelajaran kurang menarik.

4. Karakter siswa kurang dikembangkan. Fakta

Hasil belajar siswa meningkat dan karakter siswa berkembang


(51)

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan semua uraian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

(1) LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL layak digunakan sebagai panduan belajar siswa.

(2) LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dapat mengembangkan karakter siswa.

(3) Terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang melakukan pembelajaran menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dengan kelas yang menggunakan LKS.


(52)

36

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Semarang Jalan Ronggolawe Semarang Telp. 7606340.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan April-Mei 2014.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang tahun ajaran 2013/2014, yang terdiri atas 9 kelas. Persebaran populasi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Persebaran Populasi Peserta Didik Kelas VIII No Kelas Jumlah Peserta Didik

1 VIII A 32

2 VIII B 32

3 VIII C 32

4 VIII D 32

5 VIII E 30

6 VIII F 32

7 VIII G 32

8 VIII H 32


(53)

Pemilihan siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang sebagai populasi dikarenakan siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang telah memenuhi persyaratan sebagai populasi yang bersifat homogen, berdasarkan hasil uji homogenitas nilai ulangan semester gasal mata pelajaran IPA seluruh siswa kelas VIII. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini, yang terlihat bahwa siswa SMP Negeri 1 Semarang kelas VIII populasinya homogen.

Tabel 3.2 Data Nilai Ulangan Semester Gasal Mata Pelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang

Kelas

Banyaknya

Rata-rata

Uji Homogenitas Peserta

didik χ2 hitung

χ2

Tabel Kriteria

VIII A 32 58,67

VIII B 32 58,59

VIII C 32 60,23

VIII D 32 60,47

VIII E 30 61,83 11,54 15,50 Homogen

VIII F 32 57,73

VIII G 32 60,78

VIII H 32 60,16

VIII I 32 61,09

Berdasarkan hasil uji homogenitas diperoleh χ2hitung (11,54)< χ2tabel (15,50)

yang berarti bahwa kesembilan kelas tersebut merupakan populasi yang homogen.

3.2.2 Sampel dan teknik pengambilan sampel

Anggota populasi bersifat homogen, sehingga sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik simple random sampling. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang tahun ajaran


(54)

2013/2014 yang terdiri atas 2 kelas yaitu kelas VIII A sebagai kelas kontrol dan kelas VIII H sebagai kelas eksperimen.

3.3 Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen).

(1) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan LKS.

(2) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah karakter serta hasil belajar siswa yang menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dan yang menggunakan LKS pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Semarang semester genap tahun ajaran 2013/2014.

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini menekankan pada pengembangan produk berupa LKS terintegrasi karakter dan metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and development). Sugiyono (2012: 409) menggambarkan prosedur pelaksanaan penelitian dan pengembangan (Research and development) seperti Gambar 3.1 dibawah ini:

Potensi dan Masalah Pengumpulan Data Desain Produk Ujicoba Pemakaian Revisi Produk Ujicoba Produk Revisi Desain Validasi Desain Revisi Produk Produksi Massal


(55)

3.4.1 Potensi dan masalah

Pemahaman konsep dalam pelajaran fisika sangat penting untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Pemahaman konsep dapat ditingkatkan dengan membantu siswa agar siswa lebih mudah menemukan konsep, yakni dengan mengambil konsep dari kehidupan sehari-hari. Namun, strategi pembelajaran yang dilakukan belum dapat menghilangkan kebiasaan menghapal siswa, sehingga hasil belajar siswa masih rendah. Selain itu, dewasa ini pendidikan karakter sangat penting untuk ditanamkan pada siswa antara lain melalui pembelajaran di sekolah.

LKS merupakan bahan ajar yang dapat membantu siswa memahami konsep. Namun, sebagian besar LKS yang saat ini beredar di pasaran merupakan LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar. LKS tersebut belum mampu memberikan pembelajaran kontekstual dan belum membimbing siswa untuk menemukan konsep sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan LKS terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan menanamkan karakter bangsa.

3.4.2 Pengumpulan Data

Setelah mengetahui potensi dan masalah, tahap selanjutnya pengumpulan data tentang LKS yang digunakan sebagai referensi merancang desain produk LKS terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang akan dikembangkan.untuk meningkatkan hasil belajar dan karakter siswa.


(56)

3.4.3 Desain Produk

Pada penelitian ini, dikembangkan sebuah produk yaitu LKS terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL. Langkah pertama yang dilakukan adalah analisis kebutuhan berdasarkan silabus, prota dan promes berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dijadikan LKS. Selanjutnya adalah pembuatan LKS terintegrasi karakter. LKS ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta menanamkan karakter bangsa pada siswa. Selain itu penulis juga membuat perangkat pembelajaran dan instrumen yang akan digunakan pada tes validasi dan uji coba produk.

3.4.4 Validasi Desain

Menyerahkan desain LKS terintegrasi karakter kepada ahli materi dan ahli media yaitu dosen, untuk dievaluasi dan divalidasi. Evaluasi atau penilaian dari dosen ahli berbentuk angket dan digunakan untuk mengetahui kelayakan LKS terintegrasi karakter yang akan diujicobakan.

3.4.5 Revisi Desain

Memperbaiki dan menyempurnakan desain LKS terintegrasi karakter yang telah divalidasi oleh ahli untuk diujicobakan dalam skala kecil.

3.4.6 Ujicoba Produk

Ujicoba produk LKS terintegrasi karakter juga dilakukan untuk mengetahui kelayakan LKS tersebut dan memperkirakan tingkat keefektifannya apabila diimplementasikan terhadap siswa kelas VIII. Ujicoba produk berbentuk angket dan dilaksanakan pada guru IPA fisika SMP N 1 Semarang.


(57)

3.4.7 Revisi Produk

Memperbaiki dan menyempurnakan produk LKS terintegrasi karakter berdasarkan saran dan komentar dari guru hingga layak dan sesuai digunakan sebagai panduan belajar mata pelajaran IPA fisika kelas VIII.

3.4.8 Ujicoba Pemakaian

Desain penelitian pada ujicoba pemakaian ditunjukan pada Tabel 3.3. Pada ujicoba pemakaian terdapat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan X, yaitu kelompok yang melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter yang sudah divalidasi. Kelompok kontrol adalah kelompok yang melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan LKS. Data hasil belajar kognitif dari kedua kelas diperoleh dengan memberi pre test dan post test. Data perkembangan karakter dari kedua kelas diperoleh dengan melakukan observasi di setiap pertemuan dan dengan memberi angket perkembangan karakter sebelum dan setelah diberi perlakuan. Data perkembangan psikomotorik dari kedua kelas diperoleh dengan melakukan observasi di setiap pertemuan. Selanjutnya produk direvisi berdasarkan hasil ujicoba pemakaian.

Tabel 3.3 Desain Penelitian Pre-test post-test controul group

Sampel Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir

Kelas eksperimen O1 X O2


(58)

Keterangan:

X = Metode eksperimen menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL

Y = Metode eksperimen menggunakan LKS

O1 dan O3 = karakter dan pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol

O2 dan O4 = karakter dan post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol

3.4.9 Revisi Produk

Memperbaiki dan menyempurnakan LKS terintegrasi karakter yang telah diujicoba berdasarkan kekurangan dan kelebihan dari hasil ujicoba pemakaian.

3.4.10 Produksi Masal

Setelah revisi produk selesai dilakukan, dan hasil ujicoba pemakaian menunjukkan bahwa LKS terintegrasi karakter tersebut efektif dan layak untuk dijadikan sebagai panduan belajar siswa maka LKS dapat dicetak dan digunakan sebagai alternatif panduan belajar siswa di sekolah-sekolah.

3.5 Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran

3.5.1 Tahapan pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen yakni sebagai berikut:

(1) Guru meminta siswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL.

(2) Guru meminta siswa melakukan kegiatan ‘menduga’ dengan menjawab permasalahan yang disajikan dalam LKS pada kotak ‘menduga’.


(59)

(4) Guru meminta siswa menuliskan pertanyaannya pada ‘kotak pertanyaan’ berkaitan dengan permasalahan yang disajikan.

(5) Guru membimbing siswa membuktikan dugaan (hipotesis) nya dengan melakukan kegiatan ‘mengamati’ dan ‘mengumpulkan data’ yang berupa eksperimen sesuai dengan langkah kerja yang ada dalam LKS.

(6) Guru meminta siswa menjawab setiap pertanyaan yang tercantum dalam LKS.

(7) Guru meminta berdiskusi dan menarik kesimpulan dari eksperimen yang telah dilakukan dan menuliskannya pada kotak ‘kesimpulan’.

(8) Guru meminta siswa menuliskan pertanyaannya pada ‘kotak pertanyaan’ apabila masih ada yang kurang jelas berkaitan dengan eksperimen yang dilakukan.

(9) Siswa memperoleh konsep dari eksperimen yang dilakukan, kemudian menghubungkan dengan permasalahan yang disajikan pada kegiatan ‘menduga’. Siswa menuliskan jawaban yang lebih tepat pada kotak ‘sudah benarkah dugaanmu?’.

(10)Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil eksperimennya di depan kelas.


(60)

3.5.2 Tahapan pelaksanaan pembelajaran di kelas kontrol yakni sebagai berikut:

(1) Guru meminta siswa duduk secara berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam LKS.

(2) Guru meminta siswa menjawab permasalahan yang disampaikan oleh guru secara langsung, tanpa menuliskannya dalam LKS.

(3) Guru meminta siswa membuktikan dugaan (hipotesis) nya dengan melakukan eksperimen sesuai dengan langkah kerja yang ada dalam LKS.

(4) Guru meminta siswa menjawab setiap pertanyaan yang tercantum dalam LKS.

(5) Guru meminta siswa untuk berdiskusi dan menarik kesimpulan dari eksperimen yang telah dilakukan dan menuliskannya pada kotak ‘kesimpulan’.

(6) Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil eksperimennya di depan kelas, tanpa harus memperbaiki dan menyampaikan dugaannya terhadap permasalahan yang diberikan di awal pembelaran.

(7) Guru membahas dan meluruskan hasil yang kurang tepat.

3.6 Metode Pengumpulan Data


(61)

3.6.1 Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data mengenai nama peserta didik dan hasil belajar siswa sebelumnya yaitu nilai ulangan akhir semester gasal yang digunakan untuk menguji homogenitas populasi.

3.6.2 Metode Angket

Metode angket digunakan untuk memperoleh data validasi dari dosen/ahli serta uji coba skala kecil produk LKS terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL terhadap guru. Angket evaluasi LKS untuk dosen ahli dan guru berbentuk

check list yang harus diisi dosen ahli dan guru berdasarkan penilaian terhadap aspek-aspek yang terkandung dalam LKS. Selain itu metode angket ini juga digunakan untuk mengukur perkembangan karakter siswa kelas kontrol dan eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Angket perkembangan karakter berupa check list yang harus diisi oleh siswa berdasarkan pengalaman mereka selama mengikuti pembelajaran.

3.6.3 Metode Observasi

Metode observasi dilakukan oleh peneliti dengan bantuan observer.

Observer mengamati aktivitas dan sikap ilmiah siswa selama kegiatan pembelajaran dengan penilaian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.6.4 Metode Tes

Tes diberikan kepada kedua kelas, baik kelas eksperimen dan kelas kontrol pada awal dan akhir pembelajaran. Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bentuk tes yang digunakan


(62)

adalah tes pilihan ganda mengenai pokok bahasan alat optik. Tes yang diujikan berupa pre-test dan post-test.

3.7 Analisis Lembar Observasi dan Angket

Analisis yang digunakan untuk menganalisa lembar observasi dan angket adalah sebagai berikut:

3.7.1 Analisis Angket

Angket digunakan sebagai lembar validasi dosen ahli dan guru untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS fisika terintegrasi karakter. Selain itu, angket juga digunakan untuk mengetahui perkembangan karakter dalam pembelajaran dengan menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL. Angket yang diajukan berbentuk check list yaitu responden hanya tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai dengan pendapat. Angket dalam penelitian ini juga diberi tingkatan-tingkatan nilai untuk setiap alternatif jawaban. Angket yang digunakan menggunakan skala Likert (Sugiyono, 2012: 134 - 135). Nilai tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Angket Validasi Ahli

Jawaban Skor

Sangat baik 5

Baik 4

Cukup 3

Kurang 2


(63)

Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Angket Perkembangan Karakter

Jawaban Skor

Pernyataan positif Pernyataan negatif

Sangat setuju/Selalu 4 1

Setuju/Sering 3 2

Ragu-ragu/Kadang-kadang 2 3

Tidak setuju/Tidak pernah 1 4

Analisis data pada angket menggunakan analisis persentase. Langkah-langkah dalam melakukan analisis angket adalah sebagai berikut:

(1) Mengkuantitatifkan jawaban yang telah didapatkan dari angket yang dibagikan untuk setiap butir pertanyaan

(2) Menghitung persentase butir pertanyaan masing-masing indikator yang ditentukan dengan formula untuk menghitung persentase sebagai berikut:

% = 100%

Keterangan:

n = jumlah total nilai yang diperoleh

N = jumlah jawaban maksimal untuk setiap indikator

(3) Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) = 100% (4) Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) = 25% (5) Menentukan range = 100% - 25% = 75%

(6) Menentukan interval yang dikehendaki = 4 (sangat layak, layak, cukup layak dan kurang layak) untuk kelayakan LKS dan 4 (membudaya, mulai berkembang, mulai terlihat dan belum terlihat) untuk perkembangan karakter (7) Menentukan lebar interval = 75%/4 = 18,75%.


(64)

Berdasarkan perhitungan di atas, maka range persentase dan kriteria kualitatif kelayakan LKS serta perkembangan karakter dapat ditetapkan sebagaimana pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 sebagai berikut:

Tabel 3.6 Klasifikasi Kriteria Kelayakan LKS

Persentase jawaban benar Kriteria

81,25% < skor ≤ 100% Sangat layak 62,50% < skor ≤ 81,25% Layak 43,75% < skor ≤ 62,50% Cukup layak 25% < skor ≤ 43,75% Kurang layak Tabel 3.7 Klasifikasi Kriteria Perkembangan Karakter

Persentase jawaban benar Kriteria

81,25% < skor ≤ 100% Membudaya 62,50% < skor ≤ 81,25% Mulai berkembang 43,75% < skor ≤ 62,50% Mulai Terlihat 25% < skor ≤ 43,75% Belum terlihat

(8) Menafsirkan hasil analisis yang telah dipersentasekan ke dalam kalimat kualitatif sesuai dengan Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.

Hasil akhir dari analisis persentase angket ini menggambarkan klasifikasi kriteria kelayakan LKS dan kriteria perkembangan karakter siswa.

Klasifikasi kriteria kelayakan LKS menggambarkan hasil penilaian dari dosen ahli yang meliputi ahli materi dan ahli media serta guru IPA fisika terhadap kelengkapan aspek-aspek yang terkandung dalam LKS, yakni (1) kriteria sangat layak menjelaskan bahwa LKS telah memenuhi seluruh aspek-aspek yang telah ditetapkan, (2) kriteria layak menjelaskan bahwa LKS hampir memenuhi seluruh aspek-aspek yang telah ditetapkan, (3) kriteria cukup layak menjelaskan ada


(65)

cukup banyak aspek-aspek yang tidak terpenuhi dan (4) kriteria tidak layak menjelaskan hampir semua aspek-aspek tidak terpenuhi.

Klasifikasi kriteria perkembangan karakter menggambarkan kualitas pelaksanaan sikap ilmiah selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL, yakni (1) kriteria membudaya menjelaskan bahwa sangat tinggi kemauan siswa untuk bersikap ilmiah dalam setiap pembelajaran, (2) kriteria mulai berkembang menggambarkan bahwa kemauan siswa untuk bersikap ilmiah dalam setiap pembelajaran tinggi, (3) kriteria mulai terlihat menjelaskan bahwa kemauan siswa untuk bersikap ilmiah dalam setiap pembelajaran rendah dan (4) kriteria belum terlihat menjelaskan bahwa kemauan siswa untuk bersikap ilmiah dalam setiap kegiatan pembelajaran sangat rendah.

3.7.2 Analisis Observasi

Data hasil observasi aktivitas eksperimen merupakan data pendukung yang menunjukkan hasil belajar psikomotorik dan perkembangan karakter siswa. Data hasil observasi ini ditunjukkan dalam tabel untuk mempermudah dalam pembacaan. Kemudian dianalisis untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar psikomotorik siswa yang berupa pelaksanaan metode ilmiah dan sejauh mana perkembangan karakter siswa yang menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dibandingkan dengan yang menggunakan LKS sebagai petunjuk praktikum. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis adalah dengan analisis persentase yang telah dijelaskan sebelumnya (halaman 43).


(66)

Berdasarkan perhitungan analisis persentase, maka range persentase dan kriteria kualitatif perkembangan karakter sama dengan range persentase dan kriteria perkembangan karakter menggunakan angket yang tercantum pada Tabel 3.7. Sementara range persentase dan kriteria hasil belajar psikomotorik berupa metode ilmiah dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Klasifikasi Kriteria Hasil Belajar Psikomotorik

Persentase jawaban benar Kriteria

81,25% < skor ≤ 100% Baik 62,50% < skor ≤ 81,25% Cukup 43,75% < skor ≤ 62,50% Kurang 25% < skor ≤ 43,75% Sangat kurang

(1) Menafsirkan hasil analisis yang telah dipersentasekan ke dalam kalimat kualitatif sesuai dengan Tabel 3.7 dan Tabel 3.8.

Sama dengan penjabaran pada klasifikasi angket kelayakan LKS dan perkembangan karakter, hasil akhir dari analisis persentase lembar observasi ini menggambarkan kriteria perkembangan karakter dan apsek psikomotorik siswa.

Klasifikasi kriteria hasil observasi perkembangan karakter sama dengan klasifikasi kriteria angket perkembangan karakter yakni menggambarkan kualitas pelaksanaan sikap ilmiah selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL.

Klasifikasi kriteria psikomotorik menggambarkan kualitas aspek psikomotorik, yakni (1) kriteria baik menjelaskan bahwa ketepatan dan keaktifan siswa tinggi dalam melakukan eksperimen, (2) kriteria cukup menggambarkan bahwa ketepatan dan keaktifan siswa dalam melakukan eksperimen cukup tinggi, (3) kriteria kurang menjelaskan bahwa ketepatan dan keaktifan siswa dalam


(67)

melakukan eksperimen rendah dan (4) kriteria sangat kurang menjelaskan ketepatan dan keaktifan siswa dalam melakukan eksperimen sangat rendah.

3.8 Tahap Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen digunakan untuk menguji instrumen tes. Adapun tahapan uji coba tersebut adalah sebagai berikut:

3.8.1 Tahap Persiapan Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen tes diujicobakan dilakukan pembatasan materi terlebih dahulu. Materi pelajaran yang digunakan sebagai bahan tes adalah materi alat optik mencakup mata dan cacat mata, kamera, lup, mikroskop dan teropong. Tipe soal yang digunakan adalah tipe soal pilihan ganda. Jumlah butir soal yang diujicobakan terdiri atas 30 butir soal pilihan ganda. Tiap butir soal membutuhkan waktu pengerjaan yang bervariasi, yaitu antara 1-2 menit, sehingga alokasi waktu yang dibutuhkan adalah 60 menit.

3.8.2 Tahap Uji Coba Instrumen

Instrumen diujicobakan pada kelas yang telah mendapatkan materi alat optik. Kelas yang digunakan untuk uji coba instrumen adalah kelas IX E.

Langkah-langkah analisis yang dilakukan untuk soal tes meliputi: validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.

3.8.2.1Validitas Instrumen

Menurut Sugiyono (2010: 348), instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Validitas butir soal dapat diketahui melalui uji coba perangkat tes. Nilai hasil uji coba tes


(68)

dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment, rumus yang digunakan adalah:

(Arikunto, 2002: 72) Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara X dengan Y

X = skor tiap butir soal

Y = skor total

N = jumlah subjek/peserta didik yang diteliti

Kriteria untuk melihat valid atau tidaknya dibandingkan dengan harga r pada tabel product moment dengan taraf signifikansi 5% suatu butir dikatakan valid jika harga rxy>rtabel (Sugiyono, 2010: 357). Hasil analisis validitas soal uji

coba dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba

No Kriteria No Soal Jumlah %

1. Valid 1, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 23, 28, 29, 30

20 66,67%

2. Tidak Valid 2, 7, 9, 17, 20, 22, 24, 25, 26, 27

10 33,33%

3.8.2.2Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan dan ketepatan hasil (Arikunto, 2002: 86). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan


(69)

yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Rumus yang digunkaan untuk mencari reliabilitas soal bentuk pilihan ganda adalah rumus KR 20 (Kuder Richardson), yaitu:

=

−1

− ∑

(Sugiyono, 2010: 359)

Keterangan:

k = jumlah item dalam instrumen

= proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1 = 1-pi

= varians total Rumus varians total, yaitu

=

= ∑ −(∑ ) ( Sugiyono, 2010: 361) Keterangan:

∑ = jumlah skor total

∑ = jumlah kuadrat skor total

n = banyak subyek pengikut tes

Kriteria pengujian reliabilitas yaitu setelah didapatkan harga ri, kemudian

harga ri tersebut dikonsultasikan dengan harga r product moment pada tabel. Jika ri


(70)

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh rhitung=1,02941 dan diketahui

rtabel untuk soal post-test dengan n untuk soal=30 dengan taraf kepercayaan 5%

adalah 0,361. Dengan demikian ri>rtabel berarti instrumen tersebut adalah reliabel.

3.8.2.3Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut:

= (Arikunto, 2002: 208)

Keterangan:

P = taraf kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria tingkat kesukaran soal adalah: 0 ≤ P ≤ 0,30 soal sukar

0,30 < P ≤ 0,70 soal cukup (sedang)

0,70 < P ≤ 1 soal mudah (Arikunto, 2002: 210) Hasil analisis tingkat kesukaran soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.10 di bawah ini

Tabel 3.10 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba

No Tingkat Soal Nomor Soal

1 Mudah 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 11, 15, 18, 20, 21, 26, 29 2 Sedang 6, 9, 12, 13, 16, 17, 19, 22, 23, 24, 25, 27 3 Sukar 10, 14, 28, 30


(1)

Gambar 7 Siswa kelas eksperimen mempresentasikan hasil percobaan

Gambar 8 Siswa memperhatikan penjelasan guru

Gambar 9 Siswa kelas eksperimen bertanya tentang hal-hal yang belum

dipahami

Gambar 10 Siswa kelas eksperimen melakukan post-test dan mengisi angket


(2)

252

Lampiran 32


(3)

(4)

(5)

(6)