11
cangkang merupakan sumber energi yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga
secara signifikan akan menurunkan emisi Rephi,2007.
Kelapa sawit dan produk turunannya merupakan sumber devisa bagi negara ini, karena perlu adanya upaya untuk memelihara dan mengembangkan
kesinambungan peningkatan kelapa sawit sebagai sumber daya alam yang potensial. Tingginya permintaan minyak sawit oleh masyarakat dunia, membuat
Indonesia mengikrarkan rencana mengembangkan perkebunan kelapa sawit yang terbesar dan bertekat menjadi penghasil minyak sawit di dunia. Dalam kurun
waktu lima tahun terakhir kelapa sawit di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan. hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakatpetani atau pelaku
perkelapasawitan bersemangat mengembangkan tanaman kelapa sawit. Sampai dengan saat ini luas areal kelapa sawit 8,4 juta hektar dengan produksi CPO
sebesar 19,8 juta ton yang tersebar hampir di seluruh provinsi wilayah Indonesia. Dimana tahun 2006 produksi 17.350.848 ton, tahun 2007 produksi 17.664.725
ton, tahun 2008 produksi sebesar 17.539.788 ton, tahun 2009 produksi sebesar 19.324.293 ton dan pada tahun 2010 produksi sebesar 19.760.001 ton.
Rephi,2007.
2.1.2. Tinjauan Ekonomi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai yang sangat penting bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terutama tampak pada kebutuhan akan minyak nabati.
Banyak tanaman lain yang dapat dijadikan sumber minyak nabati, seperti kelapa, kacang kedele dan lain-lain. Namun demikian kelapa sawit adalah penyumbang
minyak nabati terbesar di dunia. Di kawasan Asia Tenggara, kebutuhan minyak
Universitas Sumatera Utara
12
nabati sebagian besar diperoleh dari minyak sawit, sedangkan kelapa hanya menyumbangkan sekitar 13 saham minyak sawit.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa minyak kelapa sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Beberapa keunggulan
minyak sawit antara lain sebagai berikut : 1 Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO
menjadi sumber minyak nabati termurah. Produksi minyak sawit tinggi yaitu 3,2 tonHa, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga
matahari masing-masing 0,34; 0,51; 0,57, dan 0,53 tonHa. 2 Sifat intergreablenya cukup menonjol dibandingkan dengan minyak nabati
lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun nonpangan.
3 Sekitar 80 dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak
terutama minyak yang harganya murah minyak sawit. 4 Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak
bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik,
yaitu : • Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah.
• Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.
Universitas Sumatera Utara
13
Semua kegiatan dilapangan akan bermuara pada panen atau produksi TBS dan semua kegiatan di pabrik akan bermuara pada produksi CPO dan inti sawit. Suatu
sistem yang tersusun rapi harus disiapkan mulai dari pemanenan, pengumpulan TBS, transportasi ke pabrik, pengolahannya, penimbunan hasil sampai pemasaran
atau penjualannya. Jika salah satu mata rantai terputus atau tertunda maka akan berpengaruh terhadap seluruh proses.
Secara historis pertumbuhan produksi minyak sawit dunia selama dua dasawarsa terakhir ini mengalami kenaikan sekitar 7,3 pertahun. Perkembangan minyak
sawit dunia ini sangat dipengaruhi oleh produksi minyak sawit Negara Malaysia dan Indonesia yang memberikan kontribusi sebesar 80 dari produksi dunia.
Berdasarkan data oil word diperkirakan produksi CPO lima tahun ke depan akan meningkat tapi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi masyarakat dunia.
Sehingga kondisi seperti ini akan membawa kondisi investasi menjadi baik. Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasai oleh Malaysia dengan penguasaan 50
market dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30 penguasaan pasar dunia.
Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama CPO dunia dengan menguasai lebih dari 80 pangsa pasar. Negara-negara produsen lainnya, seperti
Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dikatakan hanya menjadi pelengkap. Malaysia menempati peringkat teratas
dengan volume produksi pada 2003 mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut ramalan Oil World, volume produksi CPO Indonesia
pada 2010 bakal mencapai 12 juta ton. Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja volume produksi CPO Indonesia sudah mencapai
Universitas Sumatera Utara
14
11,5 juta ton. Itu sebabnya banyak kalangan optimistis volume produksi CPO Indonesia bakal segera mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di
Malaysia yang kian terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas.
Produksi minyak sawit CPO di dalam negeri diserap oleh industri pangan terutama industri minyak goreng dan industri non pangan seperti industri
kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar paling besar adalah industri minyak goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk
yang berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan terutama minyak goreng. Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton
dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton 74 . Kebutuhan untuk memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak
sawit.
Berbagai hasil penelitian mengenai integrasi pasar kelapa sawit yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :
Analisis Integrasi Pasar CPO Dunia dengan Pasar CPO, Minyak Goreng, dan TBS Domestik Serta Pengaruh Tarif Ekspor CPO dan Harga BBM Dunia oleh Yunita
2007. Menggunakan metode pengolahan Vector Auoregression VAR. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pasar CPO dunia terintegrasi dengan pasar
CPO, minyak goreng, dan TBS domestik. Pasar CPO dunia berperan sebagai penentu harga, sedangkan pasar domesik berperan sebagai pengikut harga. Pada
pasar domestik, terjadi integrasi pasar antara pasar CPO dengan pasar TBS domestik. Dimana pasar CPO domestik adalah penentu harga bagi pasar TBS
domestik. Tarif ekspor CPO yang ditetapkan pemerintah ternyata tidak berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa tarif
Universitas Sumatera Utara
15
ekspor yang berlaku tidak efektif, karena tarif ekspor yang tinggi dapat meminimumkan penghasilan produsen dan eksortir CPO, serta petani, harga BBM
dunia berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi.
Penelitian Arifandi 2008, menunjukkan bahwa ketika harga CPO Internasional naik sebesar 1 , maka harga CPO Domestik naik sebesar 0,983 , sedangkan
harga minyak goreng Domestik naik sebesar 1,016 . Jaldi 2007, menunjukkan bahwa 1 perubahan harga sebesar 1 di tingkat pemasar akan mengakibatkan
perubahan harga sebesar -0,34 di tingkat produsen pada kegiatan pemasaran CPO ekspor PTPN IV. Hal ini disebabkan, karena adanya peningkatan input,
seperti harga bahan baku TBS, harga solar dan upah tenaga kerja dalam pembuatan CPO dan lemahnya posisi tawar PTPN IV, serta hal-hal yang bersifat
politis, yaitu hubungan diplomatik indonesia dengan negara pengimpor CPO. 2 perubahan harga sebesar 1 di tingkat pemasar akan mengakibatkan perubahan
harga sebesar 0,59 di tingkat produsen pada kegiatan pemasaran CPO Domestik PTPN IV. Hal ini disebabkan, karena adanya kenaikkan input, seperti bahan baku
TBS, harga solar pabrik dan upah tenaga kerja dalam pembuatan CPO dan lemahnya posisi tawar PTPN IV.
2.2. Landasan Teori