Analisis Permintaan Daging Sapi di Sumatera Utara

kg Jiwa per kapita kg kg 2001 6,916,214.23 11,722,397.00 0.59 2002 6,871,303.50 11,847,075.00 0.58 -0.01 1.69 2003 6,896,431.42 11,890,399.00 0.58 - 2004 7,031,548.80 12,123,360.00 0.58 - 2005 9,984,609.18 12,326,678.00 0.81 0.23 39.66 2006 10,367,665.08 12,643,494.00 0.82 0.01 1.23 2007 9,625,778.25 12,834,371.00 0.75 -0.07 8.54 2008 12,911,893.83 13,042,317.00 0.99 0.24 32.00 2009 13,645,837.58 13,248,386.00 1.03 0.04 4.04 2010 14,129,204.94 13,456,385.66 1.05 0.02 1.94 Total 7.78

0.46 68.64

Rata-rata 0.778

0.05 7.63

Sumber : Disnakkeswan Prop.Sumut 2011; BPS Prop.Sumut 2011; Diolah Dibandingkan dengan target swasembada daging sapi yang dicanangkan pemerintah yaitu 2 kg per tahun pada tahun 2010, angka konsumsi daging sapi Sumatera Utara inipun masih jauh Untuk mencapai target pemerintah tersebut, paling tidak kebutuhan akan ternak sapi harus ditingkatkan 2 kali lipat dari keadaan pada tahun 2010 ini.

4.4. Analisis Permintaan Daging Sapi di Sumatera Utara

Berdasarkan perhitungan SPSS 18 for Windows Lampiran 3 - Tabel Correlations terdapat hubungan yang kuat antara permintaan daging dengan harga daging 0.947; antara permintaan daging dengan harga ayam 0,881; permintaan daging dengan harga telur 0.878; permintaan daging dengan pendapatan per kapita 0.937; permintaan daging dengan jumlah penduduk 0.960. Hanya variabel harga ikan yang tidak mempunyai pengaruh dengan jumlah permintaan daging 0.500. Santoso 2010 menyatakan bahwa besarnya hubungan koefisien korelasi tersebut berkisar antara -1 sampai dengan 1, dimana nilai 1 dan -1 memiliki hubungan yang sempurna. Dengan demikian urutan keeratan dari tertinggi hingga terendah adalah: jumlah penduduk, harga daging, pendapatan per kapita, harga telur dan harga ayam. Lampiran 3 - Tabel Corelations memperlihatkan bahwa tingkat signikansi sig2-tailed koefisien korelasi dua sisi diukur dari probabilitas menghasilkan angka 0.000 atau praktis 0 nol. Karena probabilitas jauh diangka 0.01 maka terbukti korelasi sangat nyata . Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 18 for windows Lampiran 3 - Tabel Model Universitas Sumatera Utara Summary, diketahui bahwa permintaan daging secara simultan dapat dijelaskan hampir secara sempurna = 97.9 persen R square = .979 oleh jumlah penduduk, harga daging, pendapatan per kapita, harga telur, harga ayam dan harga ikan. Sedangkan sisanya 2.1 persen ditentukan oleh varibel lain yang tidak termasuk dalam perhitungan. Lampiran 3-Tabel Model Summary memperlihatkan bahwa Standar Error of the Estamet dari variabel permintaan daging QDt adalah 727.328, lebih kecil dari Standard Deviation-nya yaitu 2916.944 Lampiran 2 - Tabel Descriptive Statistics. Karena lebih kecil dari standard deviasi maka model regresi yang dihasilkan lebih bagus dalam bertindak sebagai prediktor permintaan daging dari pada rata-rata permintaan daging itu sendiri Santoso,2010. Uji Anova atau F test Lampiran 3 - Tabel Anova didapat bahwa nilai F adalah 23.626 dengan tingkat signifikansi 0,013. Karena probabilitas 0,013 lebih kecil dari 0,05 maka model regresi ganda bisa dipakai untuk memprediksi permintaan daging. Atau bisa dikatakan bahwa variabel harga daging sapi; harga ayam; harga telur; pendapatan per kapita; jumlah penduduk ; dan harga ikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel jumlah permintaan daging sapi. Lampiran 3 - Tabel Cofficients, memperlihatkan bahwa model persamaan linier permintaan daging QD adalah : QD = – 275803.858 – 0.660HD + 0.323HA – 13.860HT + 1.477HI – 0.001PK + 0.025JP Dimana : QD = Jumlah permintaan daging Ton HD = Harga daging sapi Rpkg HA = Harga daging ayam Rpkg HT = Harga telur Rpbutir HI = Harga Ikan Rpkg PK = Pendapatan per kapita Rp JP = Jumlah penduduk Jiwa Koefisien dari harga daging sapi HD pada taraf nyata P=20 adalah –0,660. Hal ini berarti apabila harga daging sapi naik Rp.1.000 per kg maka jumlah permintaan daging sapi akan turun 660 ton, demikian sebaliknya. Hal ini dasar teorinya sesuai dengan Hukum Permintaan law of demand menyebutkan bahwa, jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun, dan ketika harganya turun maka jumlah permintaannya akan naik. Jadi dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan berhubungan secara negatif terhadap harga. Koefisien dari harga daging ayam HA adalah 0,323, hal ini berarti apabila harga daging ayam naik Rp.1.000 Universitas Sumatera Utara per kg maka permintaan akan daging sapi akan naik sebesar 323 ton, demikian sebaliknya. Dalam hal ini dapat dikatakan daging ayam merupakan barang subitusi substitutes atau pengganti dari daging sapi. Hal ini berarti ada kecenderungan masyarakat akan beralih dari mengkonsumsi daging sapi ke mengkonsumsi daging ayam apabila harga daging sapi naik atau harga daging ayam turun. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Kariyasa 2005 menyebutkan bahwa, daging ayam merupakan barang komplementer pelengkap dari daging sapi, sementara komoditas ikan, telur dan daging kambing merupakan barang subsitusi dari daging sapi. Sifat subsitusi dan komplementer ini berbeda-beda disetiap daerah dan sangat tergantung dari spesifikasi lokasi sesuai pengamatan Sudayanto et al. 1995 Koefisien harga telur HT adalah –13,860, hal ini berarti meningkatnya harga telur sebesar Rp. 100 per butir maka akan menurunkan permintaan daging sebesar 1.386 ton. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa telur merupakan barang pelengkap complementer dari daging sapi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Kariyasa 2005 menyebutkan bahwa, daging ayam merupakan barang komplementer dari daging sapi, sementara komoditas ikan, telur dan daging kambing merupakan barang subsitusi dari daging sapi. Sifat subsitusi dan komplementer ini berbeda-beda disetiap daerah dan sangat tergantung dari spesifikasi lokasi sesuai pengamatan Sudaryanto et al. 1995. Koefisien harga ikan HI adalah 1,477 , hal ini berarti apabila harga ikan naik Rp.1.000 per kg maka permintaan daging sapi akan naik 1.477 ton, demikian sebalikya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ikan merupakan barang subsitusi substitutes atau pengganti dari daging sapi. Artinya apabila harga daging sapi meningkat maka sebagian masyarakat akan beralih mengkonsumsi ikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kariyasa 2005 yang menyatakan bahwa komoditas ikan, telur dan daging kambing merupakan barang subsitusi dari daging sapi. Kondisi ini dikarenakan beberapa kabupatenkota di Sumatera Utara merupakan penghasil ikan laut yang tinggi. Daerah penghasil ikan di pesisir pantai Barat adalah kota Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah dan daerah penghasil ikan di pantai Timur adalah kota Tanjung Balai Kabupaten Asahan. Koefisien dari pendapatan per kapita PK adalah –0,001, hal ini berarti bahwa apabila pendapatan per kapita naik Rp. 1.000.000 maka permintaan daging sapi akan turun sebesar 1.000 ton, demikian pula sebaliknya. Seharusnya secara teori dengan Universitas Sumatera Utara meningkatnya pendapatan perkapita, maka akan meningkatkan jumlah konsumsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa daging sapi merupakan barang inferior inferior good, artinya kenaikan pendapatan masyarakat tidak secara otomatis meningkatkan konsumsi. Daging sapi belumlah merupakan komoditas utama bagi sebagian besar masyarakat, tetapi masih merupakan barang mewah sehingga belum banyak dikonsumsi masyarakat secara umum. Hal ini sejalan hasil penelitian Soedjana 1994 yang menyimpulkan bahwa secara umum semakin tinggi pendapatan, permintaan terhadap daging sapi semakin tidak responsif. Dengan kata lain bahwa proporsi pengeluaran konsumsi daging sapi cenderung menurun dengan meningkatnya pendapatan. Hasil penelitian Sudaryanto et al. 1955 melaporkan bahwa untuk kasus di Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, daging sapi masih merupakan barang mewah. Dimana pendapatan per kapita penduduk masih relatif rendah, sehingga perubahan pendapatan yang relatif rendah tersebut belum mampu meningkatkan permintaan masyarakat terhadap daging sapi. Permintaan daging sapi hanya mengalami peningkatan pada waktu-waktu tertentu saja seperti pada saat hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Koefisien jumlah penduduk JP adalah 0,025, hal ini berarti meningkatnya jumlah penduduk sebesar 1.000 jiwa maka akan meningkatkan permintaan akan daging sebesar 25 ton. Hal sesuai dengan teori ekonomi bahwa pertambahan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap permintaan, dengan kata lain peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan semakin banyak masyarakat yang mengkonsumsi daging sehingga akan meningkatkan permintaan akan daging. Hal ini sejalan dengan pendapat Putong 2005 yang menyebutkan bahwa, dalam jangka panjang konsumsi produk dari sektor pertanian termasuk peternakan bertambah secara alami, artinya pertambahan itu bukan karena semakin tingginya daya beli masyarakat melainkan karena pertambahan jumlah penduduk. Tabel 9. Hubungan antara Variabel dan Tanda Koefisien dari Model Permintaan Daging di Sumatera Utara Variabel Notasi Parameter Analisis Sig Dugaan Regresi Ganda Permintaan Daging Sapi QDt 1 Harga Daging Sapi HDt a1 - n 2 Harga Daging Ayam HAt a2 + tn 3 Harga Telur HTt a3 - tn Universitas Sumatera Utara 4 Harga Ikan HIt a4 + n 5 Pendapatan Per Kapita PKt a5 - tn 6 Jumlah Penduduk JPt a6 + n Keterangan : + = Nilai 0 – = Nilai n = nyata pada taraf 20 tn = tidak nyata pada taraf 20 Hasil penelitian Priyanto 2003 yang menggunakan data agregat nasional juga menghasilkan kesimpulan yang sama. Dimana peningkatan penduduk 1 persen mampu meningkatkan permintaan daging 4.12 persen dalam jangka pendek, 3.27 persen dalam jangka panjang. Kondisi demikian terjadi karena sampai saat ini konsumsi per kapita protein masyarakat Indonesia masih jauh dari target yang diharapkan. Secara ringkas pada Tabel 9 akan diberikan hubungan antara variabel dan tanda koefisien model permintaan daging di Sumatera Utara. Taraf signifikansi significance levels Lampiran 3-Tabel Coefficients memperlihatkan bahwa kita melakukan Uji t untuk menguji sigfikansi konstanta dan variabel terikat permintaan daging sapi. Dari tabel tersebut terlihat nilai sig ada diatas 0.05. Hal ini berarti tak satupun varibel bebas dapat secara individu dapat mempengaruhi secara signifikan jumlah permintaan daging. menunjukkan angka 20, artinya hasil penelitian ini ada kemungkinan sebanyak 0.20 =20 secara kebetulan benar. Jadi, jika ada 100 data, maka ada 20 data hanya secara kebetulan saja benar. Atau taraf kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 yang bisa diyakini. Dalam penelitian sosial dan ekonomi para ahli sepakat bahwa taraf kepercayaan 80 masih dapat digunakan.

4.5. Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara Selama periode