BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Usaha Peternakan Sapi Potong di Sumatera Utara
Menurut laporan dari Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Propinsi Sumatera Utara, sasaran populasi sapi potong tahun 2011 adalah sebanyak 423.936 ekor, atau naik
1.5 persen dari tahun sebelumnya 417.894 ekor. Upaya peningkatan jumlah ini dilakukan dengan berbagai program seperti, Sarjana Membangun Desa SMD, Lembaga Masyarakat
Mandiri LMD, Bantuan Ternak Langsung BTL ke masyarakat, serta penyebaran ternak dari pemerintah propinsi ke daerah berpotensial.
Tabel 3. Usaha Peternakan Sapi Rakyat di Sumatera Utara
Gambaran Peternakan Sapi Potong Jumlah
Persentase 1. Tujuan Usaha :
Penggemukan 20 26
Budidaya 42 55
Penggemukan + Budidaya 15 19
Total 77 100
2. JenisBangsa Sapi : Lokal PO dan Bali
20 26 Brahman Cross BX
37 48 Lokal + BX
20 26 Total
77 100 3. Sumber Bakalan :
Daerah sekitar 3 4
DinasFeedlot 27 35
Lokal + DinasFeedlot 47 61
Total 77 100
4. Jumlah Ternak : Jantan
267 23 Betina
901 77 Total 1168 100
5. Pakan : Hijauan
32 42 Hijauan + Konsentrat
45 58 Total
77 100 6. Sistem Penjualan :
Penimbangan 62 81
Taksir BB 15 19
Total 77 100
7. Lokasi Penjualan : Ps.Hewan
54 70 RPH
23 30 Total
77 100 8. Inseminasi Buatan :
Pernah 66 86
Tidak Pernah 11 14
Total 77 100
Bagi peternak di Sumatera Utara budaya memelihara ternak, khususnya sapi potong adalah merupakan warisan turun-temurun. Hal ini terlihat jelas di pedesaan yang
Universitas Sumatera Utara
berdekatan dengan lokasi perkebunan, hampir semua responden peternak sapi potong mempunyai kemampuan beternak berdasarkan pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan.
Sistem pemeliharaannya masih tergolong sederhana dan tradisional ekstensif. Biasanya pada pagi hingga siang ternak digembalakan di padang rumput disekitar perkebunan, dan
pada sore hari ternak dibawa kembali ke kandang. Tujuan beternak umumnya 55 adalah untuk memperoleh anakan sapi budidaya, 26 persen untuk penggemukan serta 19
persen kombinasi keduanya. Rata-rata periode pemeliharaan lebih dari satu tahun untuk setiap ekor ternak
Para peternak umumnya sudah tergabung dalam kelompok tani-ternak yg merupakan persyaratan mendapatkan bantuan ternak dan bantuan penyuluhan dari Dinas
Peternakan setempat. Rata-rata kepemilikan ternak sapi adalah 16 ekor per kelompok dengan komposisi jantan dan betina adalah 23 persen dan 77 persen. Sumber bakalan
berasal dari daerah sekitar atau sapi lokal 4, bantuan dari Dinas Peternakan 35, serta kombinasi keduanya 61. Jenis sapi yang dipelihara umumnya 48 berasal dari
persilangan antara sapi lokal dan sapi impor secara Inseminasi Buatan IB. Sapi betina yang dijadikan induk umumnya jenis Peranakan Ongole PO dengan semen beku dari
jenis Simmental, Limousine, Brahman, Angus dan Ongole. Pengembang-biakan ternak umumnya 86 telah menerapkan teknologi IB dengan bantuan petugas inseminator dari
Dinas Peternakan setempat. Bahkan 38 persen responden telah melakukan IB lebih dari dua kali. Angka service per conception SC adalah 2.17 dan rata-rata calvin rate CR
adalah 40–42. Pertemuan dengan inseminator dilakukan setiap awal bulan, pertemuan dengan kelompok akseptor dilakukan setiap bulan. Pertemuan evaluasi IB dilakukan 2 kali
dalam setahun. Porsi terbesar pakan ternak adalah hijauan dari rumput, batang jagung, legum dan
limbah tanaman pangan seperti jerami padi dan lainnya. Sumber pakan berasal dari lahan perkebunan dan lahan pertanian milik peternak. Penggunaan konsentrat sebagai pakan
tambahan telah diberikan oleh 58 persen responden. Pakan tambahan umumnya berupa berupa dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit, ampas tahu, bungkil kedelai dan
gaplek. Pemasaran ternak umumnya 70 dilakukan dengan cara peternak menjual ternak
di Pasar Hewan PH kepada pedagang pengumpul ditingkat desa. Hanya 30 peternak
Universitas Sumatera Utara
yang menjual sapi langsung ke Rumah Potong Hewan RPH. Sistem penjualan umumnya 81 dengan penimbangan berat hidup dan hanya 19 pesen responden yang menjual
dengan cara penaksiran berat badan.
4.2. Permintaan dan Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara