Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Indeks Prestasi IP Pada Mahasiswa S1 Keperawatan Semester 1 Hasil penelitian menunjukkan rata-rata Indeks Prestasi IP semester 1 mahasiswa yakni 3,37 dengan standard deviasi yakni 0,38. Nilai maksimum yang diperoleh mahasiswa adalah 4,00, minimum 2,25 dan Confidence Interval CI adalah 3,30-3,44. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5.3. berikut ini. Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Prestasi IP Pada Mahasiswa S1 Keperawatan Semester 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 Variabel Mean Median SD Min-Mak 95 CI Indeks Prstasi IP 3,37 3,36 0,38 2,25-4,00 3,30-3,44

II. Analisis Bivariat

Pada penelitian ini analisis bivariat menggunakan korelasi pearson’s product moment yaitu untuk mengetahui derajat keeratan hubungan dan juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik. Apakah dua variabel tersebut memiliki derajat yang kuat atau lemah, dan apakah hubungan kedua variabel tersebut berpola negatif atau positif. Hasil penelitian menunjukkan pada Adversity Quotient AQ memiliki rata- rata 141,04; standard deviasi 11,75; standard error 1,15; 95 CI 138,76-143,33; dengan p value 0,660 dengan sampel n 104. Sedangkan pada prestasi belajar, rata- rata adalah 3,37; standard deviasi 0,38; standard error 0,37; 95 CI 3,30-3,44. Dengan nilai r 0, 04. Dengan demikian dapat disimpulkan hubungan AQ dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang lemah, artinya belum tentu semakin tinggi AQ akan meningkat pula prestasi dan begitu pula sebaliknya. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara Adversity Quotient AQ dengan prestasi belajar. Hasil tersebut dapat dilihat dalam tabel 5.4. berikut ini: Tabel 5.4. Analisis Korelasi Adversity Quotient AQ Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa S1 Keperawatan semester 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 Variabel Mean SD SE 95 CI P value n r - Adversity Quotient AQ - Prestasi Belajar 141,04 3,37 11,75 0,38 1,15 0,37 138,76-143,33 3,30-3,44 0,66 104 0,04

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian bila dilihat dari karakteristik berdasarkan umur pada tabel 5.1. sebanyak 63 orang berumur 18 tahun. Bertambahnya umur mempengaruhi aspkek fisik dan psikologis seseorang dimana pola pikir semakin bertambahnya umur akan semakin matang Mubarak, 2007. Namun, pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata AQ antara responden yang berumur 17-18 tahun dengan responden yang berumur 19-20 tahun yakni masing- masing 50. Hal ini dikarenakan rentang umur yang terlalu kecil yakni 17-18, dan 19-20 tahun. Dari segi psikologi perkembangan, usia 17–18 tahun berada pada periode masa remaja akhir, masa remaja akhir adalah masa yang berada pada perubahan baik fisik maupun psikologis anak Hurlock, 2002. Masa remaja merupakan masa periode penting dari beberapa periode lainnya karena berpengaruh terhadap sikap dan prilaku pada masa yang akan datang. Masa remaja sebagai periode perubahan. Terdapat perubahan yang bersifat universal pada periode ini yaitu meningginya emosi karena tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi dan lebih menonjol pada masa awal periode akhir remaja. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan dari kelompok sosial sehingga menimbulkan masalah baru. Ketiga, terjadi perubahan minat dan pola perilaku, sehingga nilai-nilai juga berubah, keempat, sebagian besar remaja bersifat ambivalen, artinya, remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka takut bertanggung jawab, akibatnya kemampuan mereka diragukan untuk mengatasi tanggung jawab tersebut Hurlock, 2002. Masa remaja dikaitkan dengan ciri sebagai usia yang bermasalah. Terdapat dua alasan mengapa hal demikian, Pertama, sepanjang masa kanak-kanak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja meyakini dirinya dapat bersikap mandiri, sehingga mereka menolak bantuan orang tua dan guru. Ciri berikutnya adalah remaja adalah masa mencari indentitas. Identitas yang dicari berupa usaha untuk menunjukkan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah mereka anak-anak atau dewasa,dan apakah ia akan berhasil atau gagal. Masa remaja menimbulkan ketakutan, artinya, terjadi steriotipe yakni anggapan bahwa remaja adalah anak yang tidak rapih, yang tidak percaya, cenderung merusak, takut bertanggung jawab, bersikap tidak simpatik sehingga menyebabkan orang dewasa harus mengawasi dan membimbing lebih ekstra. Masa remaja merupakan masa yang tidak realistik. Artinya, remaja cenderung melihat dunia melalui kaca merah jambu. Ia hanya melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan bukan kepada kenyataan Hurlock, 2002. Perubahan psikologis anak tidak terlepas dari campur tangan orang tua dan guru. Terkadang pola pendidikan atau asuhan yang diberikan kepada anak dalam beberapa hal akan berbeda yakni antara anak laki-laki dan perempuan. Pada penelitian ini, jenis kelamin responden antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki nilai yang signifikan. Pada tabel 5.1. menunjukkan mayoritas responden adalah perempuan yakni sebanyak 90 orang. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Dweck Stoltz, 2000 yang menyatakan bahwa wanita lebih menganggap sebuah kesulitan merupakan hal yang tetap, sedangkan pria menganggap bahwa suatu kesulitan itu adalah hal yang sederhana. Namun, jika ditinjau dari tugas perkembangan serta pola kepribadian remaja dalam psikologi menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki tugas kepribadian yang sama. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata AQ pada mahasiswa S1 keperawatan adalah 141,04, dengan median adalah 140,50. Nilai minimum yang diperoleh adalah 119 dengan maksimum adalah 166. AQ memiliki empat dimensi penyusunnya yakni Control, Origin and ownership, Reach, dan Endurance. Jika ditinjau dari aspek control yang didapa tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap control diri antara siswa SMA dan MA Rosemary, 2008. Mereka yang AQ-nya lebih tinggi memiliki kendali yang lebih besar atas peristiwa hidup dibandingkan AQ yang lebih rendah Stoltz, 2000. Mereka yang memiliki dimensi C yang lebih rendah ini cenderung berfikir: “ini diluar jangkauan saya, tidak ada yang bisa saya lakukan sama sekali, dst…”. Origin and Ownership merupakan suatu keadaan dimana seseorang dapat mengendalikan dirinya sendiri dalam menghadapi situasi tanpa memandang penyebabnya. Dimensi ini memiliki tiga indikator, pertama, mampu mengakui kesalahan dirinya dalam belajar. Kedua, mampu belajar dari kesalahan, dan terakhir, mampu mengakui akibat dari kesalahn dalam kegiatan belajar.