Suatu data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rata-ratanya tidak berubah. Langkah pertama yang dilakukan dengan menghitung nilai-nilai autokorelasi dari
deret data asli. Apabila nilai tersebut turun dengan cepat ke atau mendekati nol sesudah nilai kedua atau ketiga menandakan bahwa data stasioner di dalam bentuk
aslinya. Sebaliknya, apabila nilai autokorelasinya tidak turun ke nol dan tetap positif menandakan data tidak stasioner.
Apabila data yang menggunakan model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang
umum dipakai adalah metode pembedaan
differencing
, yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya
dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili data yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses
differencing
. Karena data stasioner tidak mempunyai unsur
trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Apabila tetap tidak stasioner dilakukan pembedaan pertama lagi. Untuk kebanyakan
tujuan praktis, suatu maksimum dari dua pembedaan akan mengubah data menjadi deret stasioner.
2.7.4 Identifikasi Model
Langkah selanjutnya setelah data deret waktu stasioner adalah menetapkan model ARIMA
p,d,q
yang cocok tentatif, yaitu menetapkan berapa
p
,
d
, dan
q
. Jika pada pengujian stasioneritas dilakukan tanpa proses pembedaan
differencing
d maka diberi nilai 0, dan jika melalui pembedaan pertama maka bernilai 1 dan seterusnya.
Pada identifikasi model data times series yang stationer digunakan: 1.
ACF atau
Autocorrelation Function
yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu ke
t
dengan pengamatan pada waktu- waktu sebelumnya.
2. PACF atau
Partial Autocorrelation Function
yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke
t
dengan pengamatan-pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya.
Dalam memilih berapa
p
dan
q
dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi
autocorrelation
dan
partial autocorrelation correlogram
dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Pola Autokolerasi dan Autokorelasi Parsial
Autocorrelation Partial autocorrelation
ARIMA tentative
Menuju nol setelah lag
q
Menurun secara bertahap Bergelombang
ARIMA 0,
d,q
Menurun secara bertahapbergelombang
Menuju nol setelah lag
q
ARIMA
p,d
,0
Menurun secara bertahap bergelombang sampai lag
q
masih berbeda dari nol
Menurun secara bertahap bergelombang sampai lag
p
masih berbeda dari nol
ARIMA
p,d,q
Pada umumnya, peneliti harus mengindentifikasi autokorelasi yang secara eksponensial menjadi nol. Jika autokorelasi secara eksponensial melemah menjadi nol
berarti terjadi proses AR. Jika autokorelasi parsial melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Jika keduanya melemah berarti terjadi proses ARIMA
Arsyad, 1995.
2.7.5 Penaksiran Parameter Model
Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya parameter- parameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara
yang terbaik. Terdapat dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter- parameter terbaik dalam mencocokkan deret berkala yang sedang dimodelkan
Makridakis,1999 yaitu sebagai berikut : 1.
Dengan cara mencoba-coba menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter
yang akan ditaksir yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa sum of squared residuals.
2. Perbaikan secara iteratif memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan
program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Sebagai contoh untuk keperluan estimasi maka model
ARIMA 2,1,0
diubah menjadi:
2.19
Universitas Sumatera Utara
Nilai estimasi parameter ,
diperoleh dengan menyelesaikan perhitungan berikut:
2,20
2.7.6 Uji Diagnostik Uji diagnostik yaitu memeriksa atau menguji apakah model telah dispesifikasi secara
benar atau apakah telah dipilih
p, d,
dan
q
yang benar. Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model:
1. Jika model dispesifikasi dengan benar, maka kesalahannya harus random atau
merupakan suatu proses antar error tidak berhubungan, sehingga fungsi autokolerasi dari kesalahan tidak berbeda dengan nol secara statistik. Jika tidak
demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga dan diperiksa. Jika pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa kesalahannya random, spesifikasi model
yang lain bisa juga diduga dan diperiksa untuk dibandingkan dengan spesifikasi benar yang pertama.
2. Dengan menggunakan
modified Box-Pierce Ljung-Box Q statistic
untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan
statistik itu adalah: 2.21
dengan,
Q
= hasil perhitungan statistik Box-Pierce
n
= banyaknya data asli
r
k
= nilai koefisien autokorelasi time lag
k m
= jumlah maksimum time lag yang diinginkan Jika model cukup tepat, maka statistik
Q
akan berdistribusi χ
2
. Jika nilai
Q
lebih besar dari nilai tabel
Chi-Square
dengan derajat kebebasan
m-p-q
dimana
p
dan
q
masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai
Q
lebih kecil dari nilai pada tabel
Chi-Square
, model
Universitas Sumatera Utara
belum dianggap memadai. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada
selanjutnya dengan model yang baru.
3. Dengan menggunakan
t
statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik
adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan
spesifikasi dengan model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu
adalah model dengan koefisien lebih sedikit prinsip
parsimony
. 4.
Mempelajari nilai sisa
residual
untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa galat yang tertinggal sesudah
dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh,
diharapkan akan ditemukan model yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata.
2.7.7 Peramalan dengan Model ARIMA Apabila model memadai maka model tersebut dapat digunakan untuk melakukan
peramalan. Sebaliknya, apabila model belum memadai maka harus ditetapkan model yang lain yang lebih tepat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan perolehan data kemudian penganalisaan data dengan metode pemulusan
smoothing
eksponensial dan metode ARIMA Box-jenkins khususnya dalam bidang peramalan. Setelah dianalisa kemudian dibandingkan nilai
MAPE dari hasil peramalan dengan menggunakan kedua metode tersebut sehingga dapat diketahui metode mana yang paling baik digunakan dalam peramalan.
3.1 Contoh Data Deret Berkala yang Digunakan