Resistensi terhadap Perubahan

8. Resistensi terhadap Perubahan

Sebagai tambahan dari keterbatasan hukum sebagai suatu instrumen perubahan sosial yang didiskusikan dalam seksi sebelumnya, efi kasi hukum (begitu pula mekanisme perubahan lainnya) selanjutnya akan terhambat oleh berbagai kekuatan. Dalam dunia modern, situasi resisten terhadap perubahan lebih banyak terjadi daripada situasi menerima perubahan. Seringkali perubahan dihambat karena perubahan bertentangan dengan nilai-nilai dan kepercayaan tradisional, atau perubahan tertentu menyebabkan biaya besar, dan kadang-kadang orang bertahan terhadap perubahan karena hal itu bertentangan dengan kebiasaannya atau membuatnya merasa ketakutan atau terancam. Walaupun hukum mempunyai keuntungan tertentu dibandingkan dengan agen perubahan lainnya, untuk mengapresiasi peranan hukum di dalam perubahan, adalah sangat membantu untuk mengiden fi kasi beberapa kondisi umum dari resistensi terhadap hal –hal yang berkenaan dengan hukum. Kesadaran terhadap kondisi-kondisi ini adalah suatu prasyarat bagi penggunaan hukum yang lebih efi sien sebagai metode rekayasa sosial.

Literatur sosiologi mengenai berbagai tendensi untuk menghambat perubahan yang secara langsung ataupun dak langsung mempunyai efek terhadap hukum sebagai suatu instrumen perubahan. Maksud dari seksi ini adalah untuk mendiskusikan secara singkat, daripada untuk menganalisis secara mendalam, serangkaian kekuatan yang ber ndak sebagai penghambat perubahan. Demi untuk memperjelas, saya akan memper mbangkan resistensi terhadap perubahan melalui hukum di dalam konteks faktor-faktor sosial, psikologi, budaya, dan ekonomi. Kategori-kategori ini hanyalah ilustrasi belaka, dan perbedaan ini hanyalah untuk maksud analisis belaka, karena banyak faktor ini beroperasi dalam berbagai kombinasi dan intensitas yang berbeda-beda, tergantung kepada besaran dan ruang lingkup dari usaha perubahan tertentu. Jelas bahwa, ada sejumlah tumpang ndih di antara faktor-faktor ini. Mereka itu

dak saling terpisah, dan banyak di antaranya, tergantung kepada dak saling terpisah, dan banyak di antaranya, tergantung kepada

pe kelompok kepen ngan kepada siapa status quo dapat diuntungkan dan dapat disukai. Mahasiswa yang kuliah di universitas negeri mempunyai kelompok kepen ngan dalam pendidikan nggi yang dibayari oleh pajak. Pengacara perceraian (divorce lawyers) membentuk suatu kelompok kepen ngan, dan sejak lama telah berusaha keras untuk mereformasi hukum- hukum perceraian. Dokter-dokter yang dak setuju dengan berbagai macam “obat yang tersosialisasi“ (socialized medicine) membentuk suatu kelompok kepen ngan. Warga dari suatu lokasi tempat nggal (neighborhood) mengembangkan kelompok kepen ngan di dalam lokasi tempat nggalnya. Mereka seringkali mengorganisasi diri untuk menghambat perubahan-perubahan zoning, jalan raya antar negara bagian (interstate highways), konstruksi fasilitas-fasilitas koreksi / lembaga pemasyarakatan, atau penetapan bis untuk anak-anak mereka. Pada kenyataannya hampir semua orang mempunyai kelompok kepen ngan – dari orang-orang kaya yang dengan lembar pengecualian pajak sampai orang-orang miskin dengan check kesejahteraannya.

Kelas sosial (social class). Kelas yang rigid / kaku dan pola-pola kasta pada umumnya cenderung untuk menghambat penerimaan perubahan. Di masyarakat yang sangat terstra fi kasi, orang-orang diharapkan untuk mematuhi dan mengambil aturan-aturan (take orders) dari mereka yang ada pada posisi otoritas atau kekuasaan di atas. Hak-hak preroga f dari strata atas dijaga dengan iriha (jealously guarded) dan usaha-usaha untuk menerapkannya terhadap anggota kelompok sosial ekonomi rendah sering dihambat dan disingkirkan. (resented and repulsed). Sebagai contoh, di bawah sistem kasta yang kaku Kelas sosial (social class). Kelas yang rigid / kaku dan pola-pola kasta pada umumnya cenderung untuk menghambat penerimaan perubahan. Di masyarakat yang sangat terstra fi kasi, orang-orang diharapkan untuk mematuhi dan mengambil aturan-aturan (take orders) dari mereka yang ada pada posisi otoritas atau kekuasaan di atas. Hak-hak preroga f dari strata atas dijaga dengan iriha (jealously guarded) dan usaha-usaha untuk menerapkannya terhadap anggota kelompok sosial ekonomi rendah sering dihambat dan disingkirkan. (resented and repulsed). Sebagai contoh, di bawah sistem kasta yang kaku

Resistensi ideologi. Resistensi perubahan melalui hukum berdasarkan ideologi sangatlah nyata. Contoh bagus untuk kasus ini adalah perlawanan Gereja Katolik untuk legislasi dan keputusan pengadilan yang berkenaan dengan penghilangan beberapa pembatasan terhadap keluarga berencana dan aborsi. Ilustrasi lainnya tentang resistensi ideologi (yang seiring sejalan dengan kelompok kepen ngan) adalah oleh para profesional kedokteran tentang sesuatu yang menyarankan “obat tersosialisasi“ / obat generik, termasuk pengundangan Undang-Undang Pelayanan Medis tahun 1965 (the Medicare Law of 1965) (Allen, 1971: 278-279). Secara umum, asumsi dan interpretasi intelektual dan religius dasar mengenai kekuasaan, moralitas, kesejahteraan, dan keamanan yang ada cenderung agak konsisten dan secara aklamasi usulan perubahan agar dibuang jauh-jauh (Vago, 1980: 229).

Sen men moral. Ketakutan dan kecemasan (fear and apprehension) seringkali berhubungan dengan konsekuensi moral tentang penerimaan sesuatu yang bagus (accep ng something novel). “Di sini resistensi umumnya mempunyai alasan untuk mengklaim bahwa yang baru melanggar dan begitu mengobrak-abrik prinsip atau resep moral, yang dipandang pen ng untuk tetap hidupnya sistem sosial atau kemanusiaan pada umumnya“ (La Piere, 1965: 179). Sebagai contoh, hukum-hukum yang membuat kontrasepsi tersedia, dilawan di beberapa kelompok karena mereka melanggar kesucian hidup. Resistensi terhadap perubahan berdasarkan moral didasarkan fakta bahwa di se ap masyarakat, individu-individu kurang lebih telah tersosialisasi secara efek f ke dalam per mbangan bahwa bentuk-bentuk perilaku (conduct) yang ada , khususnya yang bersifat organisasional, adalah satu-satunya yang benar dan tepat. Dalam hal ini, ide-ide tentang benar dan tepat dimasukkan Sen men moral. Ketakutan dan kecemasan (fear and apprehension) seringkali berhubungan dengan konsekuensi moral tentang penerimaan sesuatu yang bagus (accep ng something novel). “Di sini resistensi umumnya mempunyai alasan untuk mengklaim bahwa yang baru melanggar dan begitu mengobrak-abrik prinsip atau resep moral, yang dipandang pen ng untuk tetap hidupnya sistem sosial atau kemanusiaan pada umumnya“ (La Piere, 1965: 179). Sebagai contoh, hukum-hukum yang membuat kontrasepsi tersedia, dilawan di beberapa kelompok karena mereka melanggar kesucian hidup. Resistensi terhadap perubahan berdasarkan moral didasarkan fakta bahwa di se ap masyarakat, individu-individu kurang lebih telah tersosialisasi secara efek f ke dalam per mbangan bahwa bentuk-bentuk perilaku (conduct) yang ada , khususnya yang bersifat organisasional, adalah satu-satunya yang benar dan tepat. Dalam hal ini, ide-ide tentang benar dan tepat dimasukkan

Oposisi terorganisasi. Kadang-kadang, resistensi individu- individu yang menyebar terhadap perubahan mungkin dapat dimobilisasikan ke dalam oposisi terorganisasi yang dapat berbentuk struktur organisasi formal. Sebagai contoh, Asosiasi Menembak Amerika (the American Ri ffl e Associa on) melawan dikontrolnya penggunaan senjata, atau mungkin disalurkan lewat suatu gerakan sosial, sebagai contoh, ak vitas-ak vitas “pro-life“ akhir-akhir ini (pro-life, kelompok yang dak setuju dengan ndakan aborsi – penerjemah). Dalam masyarakat modern, dengan banyaknya organisasi informal dan formal yang bertentangan satu dengan yang lainnya, berbagai organisasi baru telah mengakibatkan ancaman tertentu bagi status quo. Misalnya, anggota-anggota John Birch Society memperjuangkan berbagai macam perubahan sosial dari integrasi rasial sampai penerimaan dan perlindungan hukum terhadap pornografi . Sejalan dengan John Birch Society, munculnya kembali Ku Klux Klan didasarkan kepada adanya perlawanan publik terhadap perubahan sosial, namun terutama fokus kepada perubahan hubungan-hubungan rasial. Organisasi-organisasi ini dan juga organisasi sejenis telah melawan perubahan yang sedang terjadi, dan walaupun kebanyakan dari mereka telah melawan namun kalah, efek penundaannya sering diperhitungkan. Namun kadang-kadang ke ka oposisi terorganisasi tentang perubahan melalui hukum dak juga terjadi, akibatnya bisa sangat merusak. Sebagai contoh, lebih daripada 6 juta orang Yahudi telah dibunuh di dalam kamp konsentrasi selama Perang Dunia II sebagian karena mereka dak mengorganisasikan perlawanan terhadap perubahan-perubahan pada awal tahun 1930an di masa rezim Jerman Nazi.

Goodwin Watson (1969: 488) berpendapat bahwa “semua kekuatan yang berkontribusi terhadap stabilitas dalam personalitas atau di dalam sistem sosial dapat dianggap sebagai menghambat perubahan“. Diskusi mendetail tentang kekuatan- kekuatan ini jelas ada di luar ruang lingkup dari buku ini. Untuk maksud di dalam buku ini saya hanya akan membahas Goodwin Watson (1969: 488) berpendapat bahwa “semua kekuatan yang berkontribusi terhadap stabilitas dalam personalitas atau di dalam sistem sosial dapat dianggap sebagai menghambat perubahan“. Diskusi mendetail tentang kekuatan- kekuatan ini jelas ada di luar ruang lingkup dari buku ini. Untuk maksud di dalam buku ini saya hanya akan membahas

Kebiasaan (habit). Dari sudut pandang psikologi, suatu asal muasal dari perubahan adalah masalah kebiasaan saja. Ke ka suatu kebiasaan telah terbentuk, operasinya seringkali memuaskan bagi individu-individu. Orang akan menjadi terbiasa berperilaku atau ber ndak dalam tatakrama tertentu dan mereka akan merasa nyaman dengan semua itu. Sekali suatu bentuk perilaku tertentu menjadi ru n dan terbiasa, hal itu akan memberi perlawanan terhadap perubahan. Meyer F. Nimko ff (1957: 62) berpendapat bahwa adat (customs) dari suatu masyarakat adalah kebiasaan kolek f; khususnya ke ka sen men melebihi adat, yaitu adat terlalu lambat ke ka ada perlawanan terhadap suatu ide atau praktek tertentu. Untuk menggambarkan satu contoh, usaha untuk mengenalkan „sistem metriks“ telah menemui perlawanan sengit di Amerika Serikat (sistem metriks adalah pengukuran berat dalam “kg“, panjang dalam “m“, dan volume dalam “liter“; yang berlawanan dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada di Amerika Serikat sebelumnya yaitu berat dalam “pound“ (lbs), panjang dalam“yard“, dan volume dalam “quart“ – penerjemah). Kita telah terbiasa dengan “miles“ dan merasa

dak nyaman dengan “kilometer“; kita lebih suka mengukur dengan satu “quart“ dari sesuatu daripada satu “liter“. Ke ka hukum digunakan sebagai satu instrumen perubahan sosial untuk mengubah adat yang telah ada, adalah sangat mungkin untuk mencapai laju kepatuhan yang dapat diterima akan memerlukan suatu reorientasi ak f terhadap nilai-nilai dan perilaku-perilaku dari sebagian besar populasi yang menjadi target (Zimring dan Hawkins, 1975: 331).

Mo vasi. Penerimaan perubahan melalui hukum juga dipersyaratkan oleh kekuatan mo vasi. Beberapa mo vasi adalah berbentuk budaya, dalam ar kehadirannya atau ke dakhadirannya menjadi ciri dari suatu kebudayaan. Misalnya, kepercayaan agama di beberapa kebudayaan memberikan mo vasi-mo vasi untuk sejenis perubahan tertentu, sementara di kebudayaan yang lainnya movitasi ini terpusat kepada status quo. Jenis-jenis mo vasi lainnya lebih bersifat universal, atau Mo vasi. Penerimaan perubahan melalui hukum juga dipersyaratkan oleh kekuatan mo vasi. Beberapa mo vasi adalah berbentuk budaya, dalam ar kehadirannya atau ke dakhadirannya menjadi ciri dari suatu kebudayaan. Misalnya, kepercayaan agama di beberapa kebudayaan memberikan mo vasi-mo vasi untuk sejenis perubahan tertentu, sementara di kebudayaan yang lainnya movitasi ini terpusat kepada status quo. Jenis-jenis mo vasi lainnya lebih bersifat universal, atau

Keacuhan (ignorance). Keacuhan adalah faktor psikologis lainnya yang berhubungan dengan penghambatan perubahan. Kadang-kadang, keacuhan muncul bersamaan dengan ketakutan akan datangnya hal-hal baru. Hal ini seringkali benar dalam kasus adanya makanan-makanan baru. Beberapa tahun yang lalu, banyak orang beranggapan bahwa buah sitrus / jeruk membawa sejenis asam dalam organ pencernaan. Ke ka terbuk dak benar, resistensi berdasarkan masalah asam ini hilang dengan sendirinya. Keacuhan bisa menjadi salah satu faktor ke dakpatuhan (noncompliance) terhadap hukum yang dirancang untuk mengurangi praktek-praktek diskriminasi. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan (employers) seringkali mengama orang-orang non kulit pu h sebagai kelompok rela f terhadap orang kulit pu h dan kemudian berdasarkan pengamatan tersebut segan untuk merekrut individu yang non kulit pu h (Beeghley, 1978: 242). Keacuhan dak diragukan lagi sebagai faktor yang pen ng dalam prasangka (prejudice) ke ka perilaku yang ada terlalu kuat dan dak lentur (infl exible) yang secara serius merusak persepsi dan per mbangan.

Persepsi. Hukum, menurut rancangan dan maksudnya, cenderung untuk universal. Namun persepsi tentang maksud adanya hukum (intent of the law), adalah selek f menurut variabel-variabel ekonomi, budaya, dan demografi s. Pola unik dari kebutuhan, sikap, kebiasaan, dan nilai-nilai orang diturunkan melalui sosialisasi menentukan apa yang mereka akan perha kan secara selek f, apa yang mereka akan terjemahkan secara selek f, dan apa yang akan mereka lakukan secara selek f. Pada umumnya orang akan lebih bisa menerima ide-ide baru Persepsi. Hukum, menurut rancangan dan maksudnya, cenderung untuk universal. Namun persepsi tentang maksud adanya hukum (intent of the law), adalah selek f menurut variabel-variabel ekonomi, budaya, dan demografi s. Pola unik dari kebutuhan, sikap, kebiasaan, dan nilai-nilai orang diturunkan melalui sosialisasi menentukan apa yang mereka akan perha kan secara selek f, apa yang mereka akan terjemahkan secara selek f, dan apa yang akan mereka lakukan secara selek f. Pada umumnya orang akan lebih bisa menerima ide-ide baru