PENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SI
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 1 WIH PESAM
MELALUI PEMBELAJARAN KOPERATIF
TIPE BERTUKAR PASANGAN
SEMESTER GANJIL
TAHUN PELAJARAN 2013-2014
Oleh :
Dra. INNI HIKMATIN, M.Pd NIP : 19610713 198603 2 001
Diajukan untuk memenuhi Syarat kenaikan golongan dari IV/b ke IV/c
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
KABUPATEN BENER MERIAH
(2)
iii
KATA PENGAN TAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala Puji bagi Allah SWT penulis sampaikan atas Rahmat Karunia dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah dengan judul PENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 1 WIH PESAM MELALUI PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE
BERTUKAR PASANGAN SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2013-2014.
Karya ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk kenaikan golongan dari IV/b ke IV/c. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelsaikan penulisan ini. O leh karena itu pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun spirituil hingga terwujudnya karya ilmiah ini, semoga Allah SWT memberikan balsan yang setimpal padanya.
Akhir kata penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penulisannya, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaannya di masa yang akan datang, terutama dari para pembaca, khususnya bagi pecinta ilmu pengetahuan. Amiin Ya Rabbal Alamiin.
Redelong, November 2013 Penulis,
Dra. INNI HIKMATIN, M.Pd NIP.196107131986032001
(3)
ABSTRAK
Inni Hikmatin, Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 1 Wih Pesam Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Bertukar Pasangan Pada Pokok Bahasan Lingkaran Semester Ganjil Tahun pelajaran 2013-2014”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas VIII A SMPN 1 Wih Pesam pada materi Lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan dapat ditingkatkan. Jenis penelitian ini adalah Penenlitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP N 1 Wih Pesam Tahun Pelajaran 2013-2014 Semester Ganjil. Objek penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada pokok bahasan Lingkaran.
Instrument yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah tes hasil belajar dan lembar observasi. Dari data yang diperoleh dilakukan analisis data dalam beberapa tahap yaitu, reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari pelaksanaan siklus I dan II untuk melihat hasil belajar siswa pada pokok bahasan Lingkaran.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa 6 orang dari 21 siswa atau 28.6% yang telah mencapai ketuntasan belajar pada tes awal, dan 16 orang dari 21 siswa atau 76.19 % yang telah mencapai ketuntasan belajar pada tes hasil belajar I, selanjutnya 18 orang dari 21 siswa atau 85.71 % yang telah mencapai ketuntasan belajar pada tes hasil belajar II. Dengan demikian masih terdapat siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar pada setiap siklus yaitu, 15 orang siswa atau 71.43% pada tes awal, 5 orang siswa atau 23.8% pada tes hasi belajar I dan 3 orang siswa atau 14.29% pada tes hasil belajar II.
Hasil belajar siswa telah mengalami peningkatan pada setiap siklus dan telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar. Maka disimpulkan pembelajaran model kooperatif tipe Bertukar Pasangan pada pokok bahasan Lingkaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
(4)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan jumlah waktu yang tersedia semakin terbatas. Kemajuan tekonologi menyebabkan siswa perlu dibekali dengan keterampilan-keterampilan khusus yang dapat digunakan dan mampu menampakkan dirinya, mengatur serta mengarahkan dirinya untuk belajar secara mandiri sepanjang hayat.
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas Manusia Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan Sain (IPTEKS).
Perkembangan IPTEKS saat ini telah memudahkan orang untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia. Untuk tampil unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, diperlukan kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika. Karena, matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang menpelajarinya terampil berpikir rasional. Seperti yang di ungkapkan oleh Ansari (2009:1) bahwa :
(5)
2 “Matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat dan jelas satu sama lainnya serta pola pikir yang bersifat diduktif. Selain itu, matematika merupakan alat bantu yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi yang sifatnya abstrak menjadi konkrit melalui bahasa dan ide matematika serta generalisasi, untuk memudahkan pemecahan masalah.”
Matematika juga merupakan alat bantu yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi yang sipatnya abstrak menjadi kongkrit melalui bahasa dan ide matematika serta generalisasi untuk memundahkan pemecahan masalah. Santoso (dalam noraidah, 2009) mengungkapkan : “Matematika adalah satu jalan untuk menuju pemikiran yang jelas, tepat dan teliti yang melandasi semua ilmu pengetahuan dan filsafat. Bahkan keberhasilan suatu Negara tergantung dari kemajuan matematikanya”.
Namun, Kenyataannya kualitas pendidikan matematika di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator hasil belajar, antara lain dalam ujian Nasionan (UN), temuan sejumlah penelitian dan kontes internasional matematika. Hasil penelitian PISA (Programe for International Student Asessment) yang dilakukan tahun 2006 kualitas pembelajaran Indonesia dalam bidang matematika berada pada peringkat 50 dari 57 negara. Sedangkan hasil penelitian TIMMS (Trends In International Matematics and Scienc Study) tahun 2007 kualitas pembelajaran Indonesia dalam bidang Matematika
berada pada pringkat 36 dari 48 Negara.
(http://www.sampoernafoundation.org/id/facts/fakta-dan-statistic.html)
Rendahnya kualitas pendidikan matematika tersebut disebabkan oleh be rbagai faktor yang meliputi siswa itu sendiri, guru, metode pembelajaran maupun lingkungan belajar yang saling berhubungan satu sama lain. Rohani (2004:20) mengatakan bahwa : “Guru bisa merupakan faktor penghambat dalam melaksanakan penciptaan suasana yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar”.
(6)
3 Rendahnya prestasi belajar matematika juga dipengaruhi oleh kurangnya partisipasi siswa dikelas. Hal ini sangat menghambat siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Partisipasi ini berhubungan erat dengan kemampuan komunikasi siswa. Rendahnya kemampuan komunikasi matematika megakibatkan siswa sulit untuk memahami dan mencerna soal-soal yang diberikan sehingga mereka tidak bisa memecahkan masalah tersebut. Seorang siswa yang memeliki kemampuan komunikasi yang baik akan dapat dengan mudah mengambil langkah- langkah untuk menyelesaikan sebuah persoalan matematika. (Haryaningsi, 2008:2).
Senada dengan hal di atas Bruner (dalam Lubis, 2005:431) mengatakan bahwa ; “Pengajaran dan belajar dilakukan dengan memakai bahasa sebagai sarana utama. Selain sarana bagi guru untuk memberikan informasi kepada siswa. Bahasa juga perlu untuk merumuskan secara lengkap semua konsep-konsep dan dalil-dalil matematika. Dalam kelas matematika, sarana utama bagi murid untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman ide matematika adalah bahasa.”
Banyak masalah yang dihadapi guru pada saat proses pembelajaran berlangsung. Terutama untuk soal-soal cerita seperti penerapan persamaan kuadrat, fungsi kuadrat, dan pertidaksamaan kuadrat. Siswa sering tidak memahami apa informasi yang terkandung dalam soal cerita tersebut, sehingga mereka sulit untuk menyusun langkah-langkah penyelesaiannya. Hal ini karena mereka mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika dari apa yang dibacanya.
Pernyataan diatas menyatakan bahwa salah satu kesulitan mempelajari matematika adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa. Untuk mengantisipasi hal tersebut, model pembelajaran matematika di kelas perlu direformasi. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi, tetapi sebagai pendorong siswa belajar agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas
(7)
4 seperti berkomunikasi dalam matematika. Sollyvan (dalam Ansari,2009:3) mengatakan: “salah satu tugas guru saat ini adalah memberi kebebasan berkomunikasi untuk
menjelaskan idenya dan mendengarkan ide temannya”. Komunikasi dalam pembelajaran
matematika menjadi sesuatu yang diperlukan seperti yang di ungkapkan oleh Lindquis (dalam http://www.mellyizal.blogspot.com/komunikasi- matematika.html)
Jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan ide.
Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal- hal yang kurang dalm jaringan gagasan siswa. Hal senada juga disampaikan Barudi (dalam Ansari, 2009:4) :
“Sedikitnya ada dua alas an penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan didalam kalangan siswa. Pertama, mathematic as languace, artinya matematik tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thingking). Alat untuk menentukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas tepat dan cermat. Kedua, mathematic learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa.”
Proses pembelajaran matematika perlu membiasakan siswa memberikan argument atas setiap jawabannya dan memberikan tanggapan kepada jawaban temannya sebagai bentuk aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika.
Pendapat tentang pentingnya komunikasi matematika juga diusulkan NCTM (dalam http://www.mellyizal.blogspot.com/komunikasi- matematika.html) Menyatakan
(8)
5 bahwa : Program pembelajaran matematika sekolah harus memberikan kesempata n kepada siswa untuk :
a) Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking, mereka melalu komunikasi b) mengkomunikasikan mathemathical thingkin mereka secara logis dan jelas kepada
teman-temannya guru dan orang lain.
c) menganalis dan menilai mathematical thingking dan strategi yang dipakai orang lain
d) menggunakan bahsa metematika untuk mengekspresikan ide- ide matematika secara benar
Peningkatan kemampuan komunikasi siswa tersebut membutuhkan strategi pembelajaran yang lelbih tepat, efektif dan menarik sehingga siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran. salahsatu ciri pembelajaran efektif menurut suitno (dalam Inayah,2007 ;4) adalah guru menerapkan pola kooperatif, interaktiv termasuk cara belajar kelompok.
Pola belajar kooperatif mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesame siswa. Pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan yang dapat membantu siswa untuk mengasah kemampuan komunikasi. Sehingga dengan model pembelajaran tersebut siswa mampu meningkatkan kemampuan komunikasinya terutama dalam soal cerita dengan langkah- langkah yang tepat.
Model pembelajaran coperatif tipe bertukar pasangan memadukan antara kemampuan siswa membaca dan menuliskan kembali dengan susuanan yang tepat. Membaca dalam hal ini bukan sekedar melafalkan kata demi kata tetapi harus mampu
(9)
6 memahami ide, mengamati data yang tersirat, megaitkan informasi dan menalarkan masalah yang ada. Hal ini sangat sesuai dengan aspek komunikasi yang di dalamnya termasuk kemampuan membaca dan menulis dalam matematika bertukar pasangan juga member kesempatan bagi siswa untuk dapat mengkomunikasikan ide matematikanya dalam kelompok baik secara lisan maupun tulisan.
Materi lingkaran dipilih karena banyak dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kejadian yang berhubungan dengan materi tersebut misalnya jari-jari ban sepeda,luas permukaan sumur, volume benda ruang yang beralaskan lingkaran, dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Peningkatan Hasil Belajar Sis wa kelas VIII A SMP Negeri 1 Wih Pesam Melalui Model Pe mbelajaran Kooperatif Tipe Bertukar Pasangan Pada Pokok Bahasan Lingkaran Se mester Ganjil Tahun pelajaran 2013 -2014.
1.2. Indentifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat di identifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1. kualitas pendidikan Indonesia khususnya matematika masih rendah
2. Kurangnya partisipasi siswa di kelas sehingga selama pembelajaran siswa cenderung pasif dan hanya menerima informasi dari guru
3. Kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah
(10)
7 1.3. Pembatasan masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan pada pokok bahasan lingkaran di kelas VIII SMP Negeri 1 Wih Pesam, semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.
1.4. Rumusan masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematiks siswa pada pokok bahasan lingkaran kelas VIII SMP Negeri 1 Wih Pesam semester ganjil tahun pelajaran 2013-20134
2. Bagaiman tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasngan pada pokok bahasan
lingkaran kelas VIII A SMP Negeri 1 Wih Pesam tahun pelajaran 2013-2014.
1.5. Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar
pasangan dapat meningkatkan keamampuan komunikasi matematika siswa baik lisan mauipun tulisan pada pokok bahasan lingkaran kelas VIII di SMP Negeri 1 Wih Pesam semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.
(11)
8 2. Menentukan tingkat pencapaian komunikasi matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan dapat meningkatkan keamampuan komunikasi matematika siswa baik lisan mauipun tulisan pada pokok bahasan lingkaran kelas VIII di SMP Negeri 1 Wih Pesam semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.
1.6. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian dia atas, maka hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut :
1 Sebagai bahan masukan bagi guru untuk meningkatkan pengetahuan dalam pembelajaran matematika dimasa mendatang
2. Sebagai bahan masukan bari guru SMP Negeri 1 Wih Pesam dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa
3. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan diharapkan kemampuan komunikasi matematika siswa meningkat
4. Hasil penelitian ini di harapkan dapat meningkatan mutu pendidikan, khususnya perestasi beljar matematika di SMP Negeri 1 Wih Pesam, sehingga tercapainya peningkatan hasil belajar siswa dalam matematika.. 5. Sebgai bahan studi banding yang relefan di kemudian hari
(12)
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Pengertian belajar
Belajar adalah suatu proses Perubahan tingkah laku individu dari tak tahu menjadi tahu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Belajar merupakan pengetahuan melalui latihan (Hamalik, 2001:28). Melalui belajar, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap dan kebiasaan akan terbentuk menuju ke arah sempurna.
Selanjutnya, Slameto (2003;2) mengatakan bahwa : “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan sekarang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi lingkungannya”.
Athur t. Jersild (dalam Sagala, 2009;12) menyatakan bahwa : “modification of behavior
throught experience and training” yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan.
Selanjutnya, Sujana nana (dalam Noraidah, 2009 ; 6) berpendapat bahwa : Belajar bukan pula menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, daya
kreasinya dan lain aspek yang ada pada individu”.
Dalam belajar, bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
(13)
10
Pendapat yang lain tentang pengertian belajar juga diungkapkan oleh Lester D. Crow (dalam Sagala, 2009 ; 13) yaitu : belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya dan kemudian mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri.
Dari berbagai pendapat para ahli tentang pengertian belajar di atas dapat dipahami bahwa belajar itu adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar melalui berbagai pengalaman sehingga terjadi perubahan yang progresif dalam diri individu.
2.1.2. Hakekat Matematika
Matematika secara harfiah berasal dari kata mathema. Dalam bahasa Yunani diartikan sebagai science, ilmu pengetahuan, atau belajar. Matematika lahir dan berkembang karena adanya keinginan manusia untuk mensistematiskan pengalaman hidupnya, menatanya, dan membuatnya mudah dimengerti, supaya dapat meramalkan dan bila mungkin mengendalikan pristiwa yang akan terjadi pada masa depan. (P.Hiltan dalam Gunawan, 2007).
Jujun S Sumantri (dalam http://mellyirzal.blogspot.com) mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambing- lambang matematika bersipat artivisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tampa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Pada hakekatnya matematika berkenaan dengan ide- ide yang abstrak, dimana susunan materi harus berturut, saling terikat satu sama lain dan tidak terjadi pertentangan konsep antara yang satu dengan yang lainnya. Ambarita 2007 menjelaskan ada beberapa karakteristik (cirri-ciri khusus) matematika yaitu :
(14)
11
b. bertumpu pada kesepakatan c. berpola piker deduktif
d. memiliki simbul yang kosong dari arti e. memperhatikan semesta pembicaraan f. konsisten dalam sistemnya
2.1.3. Pengertian belajar Matematika
Matematika merupakan cabang ilmu yang spesifik yang mempelajari objek-objek yang abstrak. Objek matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip yang semuanya berperan dalam membentuk pola pikir yang matematis dan logis. Pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang konkrit menuju abstrak. Walaupun objek dari matematika itu adalah abstrak, tetapi guru harus mampu menyajikan hal- hal yang kongkrit agar lebih mudah dipahami peserta didik.
Z.P Dienes (dalam http://hafismuaddab.wordpress.com) berpendapat bahwa : Setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada siswa dalam bentuk kongkrit.
Proses pembelajaran matematika di sekolah harus dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang komplek. Hal ini dikarenakan matematika tersusun dari konsep-konsep yang hirarkis, ketat, terstruktur, logis dan sistematis oleh karena itu belajar matematika tidak boleh melompat- lompat tetapi harus tahap demi tahap dari ide yang sederehana ke ide yang lebih komplek. Robert Gagne (dalam http://hapizmuaddab.wordpress.com) mengungkapkan :
Belajar matematika harus didasarkan kepada pandangan bahwa tahap belajar yang lebih tinggi berdasarkan atas tahap yang lebih rendah.
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang rangkaian-rangkaian pengertian (konsep) dan rangkaian pertanyaan-pertanyaan (sipat,teorema,dalil,prinsip). Untuk mengungkapkan tentang pengertian dan pernyataan diciptakan lambang- lambang, nama- nama istilah dan perjanjian-perjanjian (fakta). Konsep
(15)
12
yaitu pengertian abstrak yang memungkinkan seseorang dapat membedakan suatu objek dengan yang lain.
2.1.4. Komunikasi Matematika
2.1.4.1. Pengertian Komunikasi Matematika
Kata komunikasi (Bahasa Inggris : Comunication) Berasal dari kata kerja latin
“Communicare” yang berarti berbicara bersama, beruding, dan konsultasi satu sama lain. Kata ini erat hubungannya dengan kata latin “communitas”, yang tidak hanya berarti
komunitas/masyarakat sebagai suatu kesatuan, tetapi juga berarti ikatan berteman dan rasa keadilan dalam hubungan antara orang-orang satu sama lain.
Komunikasi secara umum dapat diuraikan sebagai suatu peristiwa saling menyampaikan pesan yang berlangsung dalam suatu komunitas dan konteks budaya. Dalam ilmu komunikasi dikenal tiga bentuk komunikasi yaitu komunikasi linier (komunikasi satu arah), komunikasi relational dan komunikasi multi arah.
Komunikasi dalam matematika dikenal sebagai komunikasi multi arah yang sangat erat kaitannya dengan keterampilan siswa dalam berkomunikasi. NCTM (1989) mengemukakan matematika sebagai alat komunikasi yang merupakan pengembangan bahasa dan simbul untuk mengkomunikasikan ide matematika.
Menurut Sudrajat (dalam http://mellyirzal.blogspot.com)
Komunikasi matematika adalah suatu penyampaian materi dimana sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa yang mendapatkannya sendiri melalui bacaan, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa diperlukan standar evaluasi. Adapun standar evaluasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa menurut Ansari (2009) adalah :
(16)
13
1. menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi dan menggambarkannya dalam bentuk visual
2. memahami, menginterprestasi dan menilai ide matematika yang disajikan dalam tulisan lisan atau berbentuk visual.
3. menggunakan kosakata, bahasa, notasi dan struktur matematika untuk menyatakan ide, menggambarkan hubungan dan pembuatan model.
2.1.4.2. Aspek komunikasi matematika
Menurut Baroody (dalam Ansari,2009:11) ada lima aspek komunikasi yaitu representasi (representing), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi (discussing) dan menulis (writing).
1. Representasi (Representing)
Representasi adalah : 1. Bentuk baru sebagai hasil dari translasi dari suatu masalah atau ide 2. Translasi suatu diagram atau model fisik kedalam symbol atau kata-kata (NCTM, 1989) represntasi dapat membantu anak menjelaskan koncep atau ide dan memudahkan anak mendaat strategi pemecahan.
2. Mendengar (Listening)
Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu diskusi. Siswa tidak mampu berkomentar dengan baik apabila tidak mampu mengambil intisari dari suatu topik diskusi. Pentingnya mendengar secara kritis juga dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban pertanyaan.
3. Membaca (Reading)
Membaca adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Membaca aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraph-paragrah yang diperkirakan mengandung jawaban relepan dengan pertanyaan.
(17)
14
Diskusi merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa. Untuk itu diskusi perlu dilatihkan kepada siswa. Siswa mampu dalam satu diskusi apabila mempunyai kemampuan membaca, mendengar dan keberanian memadai. Diskusi juga dapat menguntungkan pendengar karena memberikan wawasan baru baginya.
5. Menulis (writing)
Menulis adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir, karena melalui berpikir siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktifitas yang kreatif.
Ada beberapa kegunaan dan keuntungan dari menulis :
1. Summaries, yaitu siswa disuruh merangkum pelajaran dalam bahasa mereka sendiri yang dapat membantu siswa memfokuskan pada konsep-konsep kunci dalam suatu pelajaan
2. Question, yaitu siswa disuruh membuat pertanyaan sendiri dalam tulisan. Kegiatan ini berguna untuk membantu siswa merefleksikan pada pokus yang tidak mereka pahami.
3. explanation, yaitu siswa disuruh menjelaskan prosedur penyelesaian dan bagaimana menghindari suatu kesalahan. Kegiatan ini berguna untuk mempercepat refleksi, pemahaman dan penggunaan kata-kata yang tepat.
4. Defenation, yaitu siswa disuruh menjelaskan istilah- istilah yang muncul dalam bahasa sendiri.
5. repot, yaitu siswa disuruh secara individu maupun kelompok untuk menulis laporan.
(18)
15
Secara umum aspek-aspek komunikasi di atas dikelompok kedalam dua jenis komunikasi yaitu komunikasi secara lisan (talking) dan komunikasi secara tulisan (writing). Talking seperti membaca (reading), mendengan (listening), diskusi (discussing). Sedangkan writing seperti representasi dan mengungkapkan ide matematika kedalam bentuk grafik/gambar, tabel persamaan ataupun bahasa sehari- hari
Komunikasi lisan dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling dialog (interasi) yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas atau kelompok kecil dan terjadi pengalihan pesan berisi tentang materi matematika yang sedang dipelajari baik antar guru dengan siswa maupun antar siswa itu sendiri. Sedangkan komunikasi tulisan adalah kemampuan atau keterampilan siswa dalam menggunakan kosa kata- nya, notasi, dan struktur matematika baik dalam bentuk penalaran, koreksi, maupun dalam pemecaha masalah.
2.1.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Matematika
Faktor-faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematika adalah : 1. Pengetahuan Prasyarat
Pengetahuan prasyarat (prior knowledge) merpakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu sa ja bervariasi sesuai kemampuan dari siswa itu sendiri.
2. Kemampuan Membaca, Diskusi dan Menulis
Membaca merupakan aspek penting dalam pencapaian kemampuan komunikasi siswa. Membaca memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika karena kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif. Apabila kepada siswa diberi tugas membaca, mereka akan melakukan elaborasi (pengembangan) apa yang telah dibaca. Ini berarti mereka memikikan gagasan, contoh-contoh, gambaran dan konsep-konsep lain yang berhubungan .
(19)
16
Pengenalan kembali informasi atau struktur teks melalui membaca keras merupaka alat bantu bagi pemahaman isi teks, dan membuat catatan penting dari hasil bacaan dapat meningkatkan dasar pengetahuan siswa, bahkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan keterampilan menulis.
Diskusi berperan dalam melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi lisan. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan, dapat dilakukan latihan eratur seperti presentasi di kelas oleh siswa, berdisusi dalam kelompok dan menggunakan permainan matematika.
Kemampuan membaca dan berdiskusi, kemampuan lain yang berkonstribusi terhadap kemampuan komunikasi adalah menulis. Menulis adalah proses bemakna karena sis wa secara aktif membangun hubungan antara yang dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Menulis membantu siswa menyampaikan ide- ide dalam pikirannya ke dalam bentuk tulisan.
3. Pemahama Matematika (Mathematical K nowledge)
Adalah tingkat atau level pengetahuan siswa tentang konsep, prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesai terhadap soal atau masalah yang disajikan. 2.1.4.4. Krite ria Pemberian Skor untuk Mengukur Komuniksai Matematika Sis wa
Pemberian skor dapat diatur sesuai dengan bobot permasalahan dan kriteria jawaban yang diinginkan oleh guru. Cai, Lane dan Jacabesin (dalam Ansari, 2009:78)
mengemukakan kriteria pemberian skor kemampuan komuniksai matematik melalui “Holistic Scoring Rubrics” seperti tampak pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria pemberian Skor Komunikasi Matematika Level
4
Memberikan jawaban dengan jelas dan lengkap, penjelasan atau diskripsi tidak ambigu (bermakna ganda), dapat memasukkan suatu diagram yang tepat, dan lengkap; mengkomunikasikan secara efektif kepada audien; mengajukan argument pendukung yang kuat dan dapat diterima secara logis dan lengkap; dapat memasukkan contoh-contoh dan kontra contoh-contoh
Level 3
Memberikan jawaban hampir lengkap dengan penjelasan atau diskripsi yang masuk akal; dapat memasukkan diagram yang hampir tepat dan lengkap; secara umum mampu mengkomuniksaikan secara efektif kepada audien; mengajukan argument untuk pendukung yang dapat
(20)
17
diterima logis, tetapi mengandung beberapa kesalahan kecil. Level
2
Membuat kemajuan berarti, tetapi penjelasan atau diskripsi agak ambigu atau kurang jelas; dapat membuat suatu diagram yang kurang betul atau kurang jelas; komuniksai atau jawaban agak-agak samar atau sulit diinterprestasi; argument kurang lengkap atau mungkin didasarkan pada premis yang tidak dapat diterima secara logis.
Level 1
Gagal memberi jawaban lengkap namun mengandung beberapa unsur yang benar; memasukkan suatu diagram tidak jelas da n sulit untuk diinterprestasi; penjelasan atau deskripsi menunjukkan alur yang tidak benar.
Level 0
Komunikasi tidak efektif, dapat membuat diagram dengan lengkap tetapi tidak mencerminkan situasi soal; kata-kata tidak merefleksikan soal.
Beranjak dari kriteria pemberian skor seperti yang telah disajikan dalam tabel 2.1, maka diberikan kriteria pemberian skor kemampuan komunikasi matematik siswa berdasarkan kategori kualitatif dan kuantitatif seperti tampak pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematika.
NILAI Kategori Kualitatif Kategori Kuantitatif Representasi
4 Jawaban lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan
bermacam- macam jawaban benar yang berbeda
Penjelasn secara matematika masuk akal dan benar, meskipun kekurangan dari segi bahasa
Kosa kata atau bahasa sehari-hari
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
Menggambar
Membentuk persamaan aljabar atau model matematik, kemudian melakukan perhitungan secara lengkap dan benar
Model
matematik atau persamaan
3 Jawaban hampir lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan
bermacam- macam jawaban benar yang berbeda
penjelasan secara matematika masuk akal dan benar, namun ada sedikit kesalahan
Kosa kata
Melukiskan diagram gambar atau tabel secara lengkap namun ada sedikit kesalahan
Menggambar
Menggunaka persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan peritungan, namun ada sedikit kesalahan
Persamaan Aljabar
2 Jawaban sebagian lengkap dan benar
Penjelasan secara matematika masuk akal namun hanya sebagian lengkan dan benar
(21)
18
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
Menggambar
Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika pdan melakukan perhitungan, namun hanya sebagian benar dan lengkap.
Persamaan Aljabar
1 Jawaban
sama-rsamar dan
procedural
Menunjukkan pemahaman yang terbatas baik itu isi tulisan, diagram, gambar atau tabel maupun penggunaan model matematika dan perhitungan
Kosa kata, Menggambar, dan
Pemahaman
0 Jawaban salah dan tidak cukup detil
Jawaban yang diberikan menunjukkan tidak memahami konsep, sehingga tidak cukup detil informasi yang diberikan
Kosa kata, Menggambar, dan Persamaan
2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan sekumpulan strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen an Kauchak, dalam Trianto, 2007;42). Pembelajaran kooperatif disusun dalam usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa sert memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang bersifat heterogen kemampuan, je nis kelamin, suku/ras. Selama bekerja dalam kelompok tugas anggota kelompok adalah saling membantu teman untuk mencapai ketuntasan belajar.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting (Ibrahim, dalam Inayah, 2007;17) yaitu:
(22)
19
Hasil belajar akademikPembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.
1. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Efek penting yang kedua ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidak mampuan
2. Pengembangan keterampilan sosial
Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi
Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2007;48). Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3. Fase pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase – 1
Menyampaikan tujuan dan memotiasi siswa
Guru menyampaian semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase – 2
Menyampaikan Informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase – 3
Megorganisasikan siswa ke dalam kelompok
kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase – 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Fase – 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajar atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase – 6
Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga dapat mempelajar keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
(23)
20
Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut menurut Lungren (dalam Trianto, 2007;46) antara lain :
1. Ketermpilan tingkat awal
a) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya,
b) Mengambil giliran dan berbagi tugas berarti menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok
c) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan konstribusi
d) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan pendapat/persepsi; 2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah
a) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahi anda secara energik menyerap informasi;
b) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut
c) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda; d) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa
jawaban tersebut benar.
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain: mengelaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.
(24)
21
Model pembelajaran kooperatif memiliki cirri-ciri yang berbeda dengan model lainnya. Arends, 1997 (dalam Trianto, 2007;47) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi ajar;
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang dan rendah;
3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam;
4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu. 2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Bertukar Pasangan
Pembelajaran koperatif tipe bertukar pasangan termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Suyatno, 2009;68). Model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan merupakan sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi dan Sekolah Dasar. Namun Perkembangannya bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika. Stavin (dalam Sharan, 2009;45) mengatakan bahwa mengadaptasi struktur dalam model pembelajaran bertukar pasangan memungkinkan untuk memajukan kefektifan dan kepraktisan pengajaran matematika sesuai dengan kebutuhan individu.
Dalam model pembelajaran bertukar pasangan, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dalam hal jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing- masing siswa merasa cocok satu sama lain. Dengan pembe lajaran
(25)
22
kooperatif diharapkan para siswa dapat meningkatkan cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.
2.1.7. Komponen-komponen dalam pembelajaran bertukar pasangan
Model pembelajaran bertukar pasangan menurut Slavin (dalam Inayah, 2007;4) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain : (1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa;(2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu.(3) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4) Team Study, yaitu tahapa tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya; (5) Team Scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhail dalam menyelesaikan tugas; (6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok; (7) Facts test, yaitu pelaksanaan tes atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; (8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran.
Adapun langkah- langkah kegiatan pokok model pembelajaran bertukar pasangan (Suyatno, 2009;128) adalah:
1.Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukan pasangan nya atau siswa menunjukan pasangannya)
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. 3. Setelah selesai setiap pasangannya bergabung dengan satu pasangan yang lain
(26)
23
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing- masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula
6.Pasangan semula mempresentasikan hasil diskusi yang telah dikukuhkan 7.Guru memberikan tugas / latihan individu
8. Guru mengarahkan siswa memberikan kesimpulan 9.Guru memberikan peng hargaan pada pasangan yg terbaik 10. Penutup
Dari setiap langkah di atas dapat kita perhatikan dengan jelas 3 fase dalam proses pembelajaran koperaif tipe bertukar pasangan sebagai berikut : (http://s1pgsd.blogspot.com)
a) Fase pertama,
Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemua selama eksplorasi. Pengenalan bias di dapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b) Fase kedua,
Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam
(27)
24
situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c) Fase ke tiga,
Publikasi. Pada fase ini siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersipat sebagai suatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argument.
2.1.8.Penerapan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan Untuk Meningkatkan komunikasi sis wa.
Model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan adalah model pembelajaran yang menggabungkan kemampuan membaca dan kemudian menuangkan ide-ide pokok dari apa yang dibaca ke dalam tulisan. Model bertukar pasangan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, karena model bertukar pasangan dapat memfasilitasi aspek-aspek komunikasi matematika seperti membaca dan menulis.
Agar dapat mewujudkan pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa maka guru membuat Lembar Aktivitas Siswa (LAS) untuk memicu keaktifan siswa dalam pembelajaran. Adapun langkah- langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran tipe bertukar pasangan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa adalah sebagai berikut :
1. Guru menerangkan secara garis besar pokok bahasan persamaan kuadrat kepada siswa. Pada penelitian ini digunakan LAS yang berisi materi dan soal yang akan diajarkan pada setiap pertemuan.
(28)
25
2. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa melalui penerapan model bertukar pasangan
3. Guru membentuk pasangan pasangan belajar siswa yang heterogen yang beranggotakan 2 orang
4. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik
5. Setiap anggota pasangan bekerja dan berkolaborasi berdasarkan kegiatan pokok Bertukar Pasangan
6. Guru mengawasi kerja pasangan dan memberikan bantuan kepada kelompok yang kurang memahami
7. Guru meminta kepada perwakilan pasangan untuk menyajikan hasil kerja pasangan nya sementara guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator
8. Guru memberikan tugas/PR secara individual
9. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya
10. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal, sekaligus bersama dengan siswa membuat rangkuman materi.
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Bertukar Pasangan
Secara umum Saifullah, 2003 (dalam http://slpgsd.blogspot.com) mengungkapkan kelebihan dari model pembelajaran kooperatif Bertukar Pasangan sebagai berikut :
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak
2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak
3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama
4) Pembelajaran terpadu dapat menumbuh kembangkan keterampilan berpikir anak 5) Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermamfaat)
(29)
26
6) Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa ke arah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna
7) menumbuh kembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain
2.1.9. Tujuan Pembelajaran Matematika di SMP
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya. Matematika berfungsi dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggambarkan bilangan-bilangan dengan symbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat memberikan kejelasan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jelas bahwa matematika sangat berperan dalam kehidupan siswa sehingga siswa dapat berfikir untuk menemukan konsep yang merupakan inti dari matematika.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta berlaku dimanapun dan kapanpun.
Adapun tujuan khusus pengajaran matematika di SMP menurut Depdiknas (2004 : 6) adalah :
a. Untuk melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyidikan, eksplorasi, ekperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsisten.
b. Untuk mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengn mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin ta hu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
(30)
27
d. Untuk mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan kegiatan.
Berdasarkan kutipan di atas jelaslah bahwa tujuan mempelajari matematika di sekolah adalah untuk merangsang peserta didik agar mampu berpikir logis, analisis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah. Mengingat pentingnya matematika dalam berbagai bidang kehidupan, maka perlu diperhatikan metode, strategi dan mutu pengajaran bidang studi matematika.
2.1.10. Pembelajaran Berdasarkan Instruksional Pada Materi Lingkaran a. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Instruksional
Menurut Muhaidi (2003 : 550), “Pembelajaran berdasarkan instruksional (PBI)
adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial
dari materi pelajaran”.
Pembelajaran ini mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membimbing peserta didik mencapai keterampilan dengan perintah-perintah dari guru. ”Pembelajaran berdasarkan instruksional penggunaannya pada tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah termasuk
belajar” (Arends, 2008 : 44).
Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan instruksional adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memberikan perintah-perintah melalui lembar kerja dan dialog. Pembelajaran berdasarkan instruksional tidak dapat dilaksanakan
(31)
28
tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
b. Keunggulan Pembelajaran Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Instruksional
Keunggulan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berdasarkan instruksional adalah sebagai berikut :
1. Siswa dapar berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan menumbuhkan dan sekaligus menanamkan sifat inkuiri
2. Mendukung kemampuan pemecahan masalah siswa
3. Memberikan wahana interaksi antar siswa dan dengan guru
4. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas.
c. Kelemahan Pembelajaran Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Instruksional.
Semua model pembelajaran pasti memiliki keunggulan dan kelemahan, kelemahan Model pembelajaran berdasarkan instruksional adalah:
1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama
2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara seperti ini 3. Tidak semua topik cocok dengan model seperti ini.
d. Langkah- langkah Penggunaan Model Pembelajaran Berdasarkan Instruksional
Secara garis besar langkah- langkah penggunaan model pembelajaran berdasarkan instruksional terdiri dari :
1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya 2. Dari dat yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorgasir, dan
(32)
29
3. Siswa menyusun prakiraan dari data yang dianalisanya 4. Prakiraan yang dibuat siswa, diperiksa oleh guru. 5. Guru membuat soal tambahan
e. Materi Lingkaran di SMP.
1. Pengertian Lingkaran
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berhubungan dengan lingkaran, seperti : cincin, roda ban mobil, roda ban motor, dan lain sebagainya. Lingkaran adalah kumpulan titik yang berjarak sama terhadap suatu titik tertentu yang disebut dengan titik pusat lingkaran.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa lingkaran adalah kumpulan titik-titik yang berjarak sama terhadap titik pusat. Titik pusat lingkaran berada di tengah-tengah lingkaran, sebagaimana dapat kita lihat pada gambar di atas.
2. Bagian-bagian Lingkaran
A B B
Gambar 2.1
Gambar Bagian Suatu Lingkaran menghubungkan dua titik pada lingkaran dan melewati titik pusat. AP dan PB adalah jari- jari lingkaran.
.P
P
Gambar di atas menunjukkan bagian- bagian suatu lingkaran, yang
menunjukkan lingkaran dengan titik pusat P dan biasanya dinamakan lingkaran P. AB adalah diameter (garis tengah) lingkaran, yaitu ruas garis yang
(33)
30 P
P F
C D
E
Gambar 2.2 Gambar Tali Busur
Gambar di atas adalah gambar tali busur, yaitu ruas garis yang menghubungkan dua titik pada lingkaran, yaitu titik C dan D. Garis lengkung CED dan CFD disebut busur lingkaran, yaitu garis lengkung yang melalui titik-titik pada lingkaran.G
Gambar Juring Lingkaran
Dari gambar di atas, daerah yang dibatasi oleh garis PG, PH dan garis lingkaran GIH disebut juring lingkaran (juring PGH) yaitu daerah lingkaran yang dibatasi oleh sebuah busur lingkaran dan dua buah jari-jari. Sedangkan titik PJ disebut apotema tali busur ke pusat lingkaran.
K L
Gambar 2.4
Gambar Tembereng Lingkaran P
(34)
31
Pada gambar di atas, menunjukkan suatu daerah yang dibatasi oleh ruas garis KL dan garis lengkung KML. Daerah tersebut dinamakan tembereng lingkaran (tembereng KML), yaitu suatu daerah lingkaran yang dibatasi oleh sebuah tali busur dan sebuah busur lingkaran.
3. Pengertian Keliling Lingkaran dan Pendekatan Nilai π
Keliling lingkaran adalah jarak yang ditempuh suatu partikel yang bergerak sepanjang lingkaran dari suatu titik ke titik itu kembali. Perbandingan keliling lingkaran dan garis
tengah disebut π (dibaca fi). Dengan demikian didapat bahwa :
= π, dengan K adalah keliling lingkaran dan d adalah diameter lingkaran.
4. Pendekatan N ilai π = , atau π = 3,14
Bilangan π tidak dapat dinyatakan secara tepat dalam pecahan biasa atau pecahan
desimal. Bilangan π adalah suatu bilangan irasional dan berada di antara 3,141 dan 3,142. Oleh karena itu didalam perhitungan keliling dan luas lingkaran kita menggunakan nilai
pendekatan bagi π yaitu : 3,141592654…
Jika dibulatkan sampai 4 desimal maka diperoleh π = 3,1416
Jika dibulatkan sampai 3 desimal maka diperoleh π = 3,142
Jika dibulatkan sampai 2 desimal maka diperoleh π = 3,14.
Pecahan bila dinyatakan dalam pecahan decimal hasilnya sama dengan
3,142857143…., untuk itu nilai pendekatan bagi π dipersyaratkan cukup sampai 2 angka
(35)
32
5. Rumus Keliling Lingkaran
Dari perbandingan keliling lingkaran (K) dan diameter (d), kita dapat menyatakan rumus keliling lingkaran : K = π d atau K= 2 π r.
Contoh : hitunglah keliling sebuah roda dengan :
a. Diameter 7 cm b. Jari-jari 10 cm
Penyelesaian :
a. K = πd,
Ambillah π = , maka didapat :
K = x 7 = 22 cm
b. K = 2 π r
Ambillah π = 3,14, maka didapat : K = 2 (3,14) (10)
K = 62,8 cm
6. Luas Lingkaran
Luas lingkaran adalah luas daerah yang dibatasi oleh busur lingkaran. Rumus luas lingkaran adalah : L = πr2atau L = ¼ πd2.
Contoh :
Hitunglah luas lingkaran dengan jari- jari 7 cm ! Penyelesaian :
Luas = πr2
(36)
33
7. Hubungan Sudut Pusat, Panjang Busur, dan Luas Juring
Sudut pusat lingkaran adalah sudut yang dibentuk oleh dua jari-jari suatu lingkaran. Pada setiap lingkaran perbandingan besar sudut pusat sama dengan perbandingan panjang busur di depan sudut pusat dan sama dengan perbandingan luas juringnya. Dari uraian tersebut dapat dituliskan secara matematika, bahwa :
=
Contoh :
Dari gambar berikut, jika panjang CD adalah 2 cm. hitunglah : 1. Panjang busur BC B
2. Panjang busur AC 900 600 C A 300 D
3. Keliling lingkaran. O
Penyelesaian :
1.
=
= 4
2.
,
minsalkan panjang busur AC = y, maka :=
= 10
3.
,
minsalkan keliling lingkaran = b, maka :(37)
34
=
= 24 …………(kedua ruas dikalikan x2)
2.2 Kerangka Konseptual
Pembelajaran matematika saat ini lebih di arahkan kr\epada kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong siswa belajar aktif baik secara mental, fisik maupun sosial. Guru sebagai fasilitator dan motifator, memberikan kesempatan kepada siswa sehingga mereka dapat belajar seluas- luasnya serta membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan konstrutivisme bahwa para siswa perlu diberi kesempatan menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, dan guru membimbing siswa keyingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Slavin, 1994), salah satu bewntuk belajar adalah pembelajaran yang dapat menggunakan paham konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran yang dilakukan selama ini menghasilkan siswa yang kurang mandiri. tidak berani memberikan pendapat, dan sulit untuk mengkomunikasikan ide- ide matematikanya baik ke bentuk lisan maupun tulisan. padahal komuniksasi matematika sangat berperan dalam memahami konsep matematika.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika diantaranya proses belajar yang kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide matematika. untuk itulah perlu dirancang suatu kegiatan proses belajar yang kondusif yang memberikan kesempatan untuk siswa mengembangkan kemampua n komuniksai matematika. Salah satu alternatif pembelajaran inovatif yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berkomuniksai dan proses interaksi antar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan(cooperative Integrated reading and composition)
Model kooperatif tipe Bertukar pasangan adalah model pembelajaran dengan kelompok diskusi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
(38)
aspek-35
aspek komunikasi dalam dirinya seperti kemampuan membaca, memahami soal, mengungkapkan ide dalam tulisan maupun lisan serta memahami dan merepresentasikannya kepada orang lain.
Model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan memadukan kemampuan siswa membaca dan menulis dalam susunan yang tepat untuk memahami persoalan matematika. Dengan pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar Pasangan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika sehingga suasana belajar tidak lagi membosankan dan menjenuhkan siswa.
2.3. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah
“Dengan pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan kemampuan komunikasi matematika siswa pada pokok bahasan Lingkaran di kelas VIII SMP Negeri 1 Wih Pesam tahun pelajaran 2013-2014 akan meningkat.”
(39)
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SMP Negeri 1 Wih Pesam pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013-2014 kelas delapan (VIIIA )
3.2 Subjek dan Objek penelitian 3.2.1. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. A SMP Negeri 1 Wih Pesam Tahun Pelajaran 2013-2014
3.2.2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematika siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat dengan model pembelajaran kooperatif fipe bertukar Pasangan kelas VIII A SMP Negeri 1 Wih Pesam
3.3 Jenis dan Pendekatan penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memaparkan proses dan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
3.4 Defenisi Ope rasional
1. Pembelajaran kooperatif tipe Bertukar pasangan adalah bentuk pembelajaran kelompok terpadu yang memadukan antara kemampuan membaca dan menulis dengan cara menyusun kembali ide- ide yang diperoleh dengan susunan yang tepat sehingga siswa lebih mudah untuk memahami dan mencari solusi untuk permasalahan yang ditemukan.
(40)
37 2. Komunikasi matematika merupakan kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide- ide
matematikanya kedalam bentuk lisan maupun tulisan. Kemampuan komunikasi meliputi kemampuan membaca, menulis, diskusi, mendengar serta menjelaskan kembali kedalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.
3.5 Alat Pengumpul Data 1. Tes
Tes dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan komunikasi matematika siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model Bertukar Pasangan dilakukan. Tes diberikan sebanyak 3 kali yaitu tes awal sebelum pelaksanaan tindakan I, Tes Hasil Belajar I setelah Siklus I, dan Tes Hasil Belajar II setelah siklus II. Tes yang diberikan berupa uraian (essay test) yang terdiri dari 4 soal. Pada tes awal, 2 soal pada tes hasil belajar 1, dan 3 soal pada tes hasi belajar 2.Sebelum . 2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa dalam kaitannya dengan komunikasi matematika. Wawancara difokuskan pada tes yang dikerjakan siswa. Jadi, wawancara dilakukan setelah hasil tes diperiksa dan siswa yang diwawancarai adalah siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dalam penelitian ini jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas (ingided interview) dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja tetapi merujuk kepada data yang dibutuhkan .(Arikunto, 2006;156)
3. Observasi
Data tentang situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakannya tindakan diambil dengan menggunakan lembar observasi. observasi dilakukan oleh guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Observer bertugas mengamati aktivitas dan peningkatan kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran yang berpedoman pada lembar
(41)
38 observasi yang telah disediakan. Keaktifan siswa yang diamati yaitu: membaca materi, mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru, mencatat penjelasan dari guru atauteman, aktif dalam diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan ide/pendapatnya, dan partisipasi dalam mengerjakan tugas kelompok.
Adapun indikator komunikasi siswa yang akan di amati oleh observer adalah sebagai berikut: representasi, mendengarkan, berbicara, membaca dan menuliskan gagasan/pendapat. Hasil observasi tersebut akan digunakan guru untuk dianalisis.
3.6. Prosedur Analisis
Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian dirancang kedalam beberapa tahap yang merupakan suatu siklus. Karena keterbatasan guru, maka penelitian ini direncanakan akan dilakukan dalam dua siklus. Akan tetapi jika setelah siklus kedua belum tercapai peningkatan kemampuan komunikasi matematika yang signifikan, maka akan dilanjutkan ke siklus berikutnya. Kriteria keberhasilan setiap siklus adalah ketercapaian kriteria tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa. Presedur penelitian tindakan kelas untuk setiap siklusnya meliputi: Permasalahan, Alternatif pemecahan (perencanaan tindakan), Pelaksanaan Tindakan, Observer, Evaluasi dan Refleksi. Dalam penelitian ini setiap siklus berisi dua kali pertemuan.
3.6.1. Siklus I
Permasalah I
Permasalahan awal yang diduga penulis dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah. Dugaan ini berdasarkan hasil seleksi penerimaan siswa baru khususnya pada pelajaran matematika.
(42)
39
Perencanaan Tindakan I
Alternatif pemecahan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa pada materi prasyarat, maka dirancang alternatif pemeca han yang berisi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematikanya.
Pelaksanaan tindakan I
Pada tahap pelaksanaan semua yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian harapan agar dapat diperoleh hasil yang baik dapat terwujud. Guru melaksanakan pembelajaran harus sesuai dengan skenario yang telah disusun. Pada akhir tindakan I diberikan post test untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi siswa setelah pemberian tindakan I.
Observasi I
Observasi dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Dalam penelitian ini guru mata pelajaran Matematika SMP Negeri 1 Wih Pesam bertindak sebagai observer. Observasi dilakukan terhadap aktivitas yang berhubungan dengan ko munikasi matematika siswa dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah dirancang.
Analisis Data I
Data yang diperoleh dari tes, observasi dan wawancara kemudian dianalisis dalam tahap-tahap berikut :
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari hasil tes, angket, wawancara, dan observasi diseleksi dan ditata dengan mengelompokkan kedalam beberapa kategori dan mengorganisasikannya menjadi informasi yang bermakna.
(43)
40 Setelah data yang terkumpul direduksi, selanjutnya data dipaparkan (dita mpilkan) secara sederhana dalam bentuk paparan naratif agar data tersebut lebih jelas dan mudah dipahami.
c. Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis secara persentase untuk memperoleh peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa. Hasil analisis dari setiap siklus di bandingkan apakah ada peningkatan yang signifikan.
d. Penyimpulan
Kegiatan yang dilakukan adalah mengambil intisari atau menarik kesimpulan terhadap hasil dari data-data yang diperoleh.
a. Tes
Dari hasil jawaban tes, maka diperoleh data untuk tingkat kemampuan komunikasi siswa. Untuk mengetahui persentase tingkat kemapuan komunikasi siswa secara individual digunakan rumus :
TKK = x 100%
Keterangan :
TKK = Tingkat Kemampuan Komunikasi B = Skor Perolehan Siswa
N = Skor Total
Kriteria Kemampuan Komunikasi yang digunakan adalah : 90% - 100% = Kemampuan sangat tinggi
80% - 89% = Kemampuan tinggi 65% - 79% = Kemampuan sedang 55% - 64% = Kemampuan rendah
(44)
41 0% - 54% = Kemampuan sangat rendah
Selamjutnya untuk mengetahui persentase tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa secara klasikal digunakan rumus ;
PKK = x 100%
Keterangan :
PKK = Presentase Kemampuan Komunikasi
X = Jumlah Siswa yang kemampuan komunikasinya > 65% N = Jumlah siswa seluruhnya
b. Observasi
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa yang berhubungan dengan komunikasi matematika dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa. Analisis yang digunakan adalah analisis persentase dengan rumus sebagai berikut :
P = x 100%
Keterangan :
P = Persentase pelaksanaan setiap Indikator S = Jumlah skor Perolehan untuk Setiap Indikator N = Jumlha Skor Total
Dengan Kriteria :
65% < T < 100% (Tingkat Komunikasi Tinggi) 0% < T < 65% (Tingkat Komunikasi Rendah)
Refleksi I
Pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap tuntas tidaknya pelaksanaan tindakan I. Refleksi didasarkan pada data yang diperoleh dari hasil observasi, tes dan
(45)
catatan-42 catatan guru serta observer. Jika siklus I belum mencapai ketuntasan, maka guru akan melanjutkan ke siklus II.
3.6.2. Siklus II
Siklus II dilaksanakan di kelas yang sama dengan siklus I, dalam waktu yang berbeda. Seperti halnya siklus yang pertama, tahap-tahap siklus keduapun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Permasalahan II
Permaslahan siklus kedua diperoleh dari hasil refleksi pada siklus I. Permaslahan tersebut diidentifikasi dari hasil catatan guru selama pelaksanaan siklus I.
Perencanaan Tindakan II
Guru membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleklsi pada siklus pertama.
Pelaksanaan Tindakan II
Guru melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Bertukar pasangan berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.
Observasi II
Guru melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran kooperatif dengan tipe bertukar pasangan
Analisis Data II
Data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan II dianalisis seperti tahapan analisis pada siklus I.
Refleksi
Guru melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menganalisis serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan
(46)
43 dalam peningkatan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika siswa di SMP Negeri 1 Wih Pesam
(47)
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data pada bab IV dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu:
1. Setelah pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan , nilai rata-rata siswa masih 75,48 dengan tingkat ketuntasan belajar 76,19 % (tercapai) dan setelah dilaksanakan siklus II, maka nilai rata-rata siswa menjadi 79,90 dengan tingkat ketuntasan 85.71% (tercapai dan meningkat)
2. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Bertuka Pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan Lingkaran
5.2 SARAN
1. Bagi siswa kelas VIII A SMP N 1 Wih Pesam yang belum mencapai ketuntasan belajar hendaknya lebih banyak berlatih dalam menyelesaikan soal-soal dan ikut berperan aktif dalam pembelajaran
2. Bagi guru khususnya guru matematika SMP N 1 Wih Pesam hendaknya selalu berupaya meningkatkan hasil belajar siswa dan mempertimbangkan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan sebagai alternatif pembelajaran 3. Bagi kepala sekolah SMP N 1 Wih Pesam hendaknya dapat mengkoordinasikan
(48)
60 meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan guru-guru matematika di sekolah tersebut
4. Bagi peneliti lanjutan hendaknya melakukan penelitian yang sama yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan dengan pokok dan subjek penelitian yang lain.
(49)
DAFTAR PUSTAKA
_____________(2009). Konsep dan Makna pempelajaran. Bandung : Alfabeta Arikunto S (2006). Prosedur Penelitian (Suatu prndekatan dan praktek). Jakarta Das Irsyad (2004). Belajar untuk Belajar. Bukit Tinggi : Usaha Ikhlas
Edisi 2 boston : Allyn andf Bacon.
Hamalik Oemar (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Harya N ingsih, Sri Ika. (2008). Mengembangkan kemampuan komunikasi dalam http://hafismuaddab.wordpress.com.
http://mellyirzal.blogspot.com/komunikasi- matematika.html.
Majid Abdul (2006). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
pemecahan masalah matematika siswa melalui belajar dalam kelompok kecil. FMIPA UNNES.
Riduan (2004). Belajar mudah penelitian. Bandung : Alfabeta
Sagala, Syaiful (2003). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung : Alfabeta Siswanto (2009). Theory and Application ot Matematics. Solo : Tiga Serangkai Slavin E Robert (1996). Cooperative Learning Theory, Research and Pratice Syahbuddin (2002). Penelitian tindakan kelas. Malang : Universitas Negeri Tilaar H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta : Aneka
Cipta
Wardhani Igak (2008). Penelitian tindakan kelas. Jakarta : Universitas Terbuka Wiranatapura Udin (2008). teori belajar dan pembelajaran. Jakarta : Universitas
(1)
41 0% - 54% = Kemampuan sangat rendah
Selamjutnya untuk mengetahui persentase tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa secara klasikal digunakan rumus ;
PKK = x 100% Keterangan :
PKK = Presentase Kemampuan Komunikasi
X = Jumlah Siswa yang kemampuan komunikasinya > 65% N = Jumlah siswa seluruhnya
b. Observasi
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa yang berhubungan dengan komunikasi matematika dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa. Analisis yang digunakan adalah analisis persentase dengan rumus sebagai berikut :
P = x 100% Keterangan :
P = Persentase pelaksanaan setiap Indikator S = Jumlah skor Perolehan untuk Setiap Indikator N = Jumlha Skor Total
Dengan Kriteria :
65% < T < 100% (Tingkat Komunikasi Tinggi) 0% < T < 65% (Tingkat Komunikasi Rendah)
Refleksi I
Pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap tuntas tidaknya pelaksanaan tindakan I. Refleksi didasarkan pada data yang diperoleh dari hasil observasi, tes dan
(2)
catatan-42 catatan guru serta observer. Jika siklus I belum mencapai ketuntasan, maka guru akan melanjutkan ke siklus II.
3.6.2. Siklus II
Siklus II dilaksanakan di kelas yang sama dengan siklus I, dalam waktu yang berbeda. Seperti halnya siklus yang pertama, tahap-tahap siklus keduapun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Permasalahan II
Permaslahan siklus kedua diperoleh dari hasil refleksi pada siklus I. Permaslahan tersebut diidentifikasi dari hasil catatan guru selama pelaksanaan siklus I.
Perencanaan Tindakan II
Guru membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleklsi pada siklus pertama.
Pelaksanaan Tindakan II
Guru melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Bertukar pasangan berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.
Observasi II
Guru melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran kooperatif dengan tipe bertukar pasangan
Analisis Data II
Data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan II dianalisis seperti tahapan analisis pada siklus I.
Refleksi
Guru melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menganalisis serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan
(3)
43 dalam peningkatan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika siswa di SMP Negeri 1 Wih Pesam
(4)
59 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data pada bab IV dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu:
1. Setelah pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan , nilai rata-rata siswa masih 75,48 dengan tingkat ketuntasan belajar 76,19 % (tercapai) dan setelah dilaksanakan siklus II, maka nilai rata-rata siswa menjadi 79,90 dengan tingkat ketuntasan 85.71% (tercapai dan meningkat)
2. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Bertuka Pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan Lingkaran
5.2 SARAN
1. Bagi siswa kelas VIII A SMP N 1 Wih Pesam yang belum mencapai ketuntasan belajar hendaknya lebih banyak berlatih dalam menyelesaikan soal-soal dan ikut berperan aktif dalam pembelajaran
2. Bagi guru khususnya guru matematika SMP N 1 Wih Pesam hendaknya selalu berupaya meningkatkan hasil belajar siswa dan mempertimbangkan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan sebagai alternatif pembelajaran 3. Bagi kepala sekolah SMP N 1 Wih Pesam hendaknya dapat mengkoordinasikan
(5)
60 meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan guru-guru matematika di sekolah tersebut
4. Bagi peneliti lanjutan hendaknya melakukan penelitian yang sama yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Bertukar Pasangan dengan pokok dan subjek penelitian yang lain.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
_____________(2009). Konsep dan Makna pempelajaran. Bandung : Alfabeta Arikunto S (2006). Prosedur Penelitian (Suatu prndekatan dan praktek). Jakarta Das Irsyad (2004). Belajar untuk Belajar. Bukit Tinggi : Usaha Ikhlas
Edisi 2 boston : Allyn andf Bacon.
Hamalik Oemar (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Harya N ingsih, Sri Ika. (2008). Mengembangkan kemampuan komunikasi dalam
http://hafismuaddab.wordpress.com.
http://mellyirzal.blogspot.com/komunikasi- matematika.html.
Majid Abdul (2006). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
pemecahan masalah matematika siswa melalui belajar dalam kelompok kecil. FMIPA UNNES.
Riduan (2004). Belajar mudah penelitian. Bandung : Alfabeta
Sagala, Syaiful (2003). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung : Alfabeta Siswanto (2009). Theory and Application ot Matematics. Solo : Tiga Serangkai Slavin E Robert (1996). Cooperative Learning Theory, Research and Pratice
Syahbuddin (2002). Penelitian tindakan kelas. Malang : Universitas Negeri Tilaar H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta : Aneka
Cipta
Wardhani Igak (2008). Penelitian tindakan kelas. Jakarta : Universitas Terbuka Wiranatapura Udin (2008). teori belajar dan pembelajaran. Jakarta : Universitas