Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

3. Bagaimana potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing sektor hotel Kota Yogyakarta? 4. Seberapa besar kontribusi dan efektifitas Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD Kota Yogyakarta periode 2005-2009?

1.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis potensi sektor hotel dalam perekonomian Kota Yogyakarta dilihat dari pertumbuhan dan sektor basis di Kota Yogyakarta periode 2005- 2009. 2. Menganalisis kontribusi sektor hotel terhadap perekonomian Kota Yogyakarta periode 2005-2009. 3. Menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing sektor hotel Kota Yogyakarta. 4. Menganalisis kontribusi dan efektifitas pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD Kota Yogyakarta periode 2005-2009.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi, daya saing dan kontribusi pajak sektor hotel di Kota Yogyakarta, dan bermanfaat untuk: a. Bagi Penulis Merupakan suatu kesempatan untuk menerapkan teori-teori ekonomi yang diperoleh di bangku perkuliahan ke dalam praktek-praktek yang sesungguhnya serta sebagai syarat dalam memperoleh gelar S1. b. Bagi Pengusaha Dari penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengusaha sektor hotel untuk mengelola usahanya dengan lebih efektif. c. Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengembangkan sektor hotel sebagai salah satu pendukung kegiatan pariwisata sehingga dapat berkembang di masa yang akan datang.

1.4. Ruang Lingkup

Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis Potensi, Dayasaing, dan Pajak Sektor Hotel dalam Perekonomian Kota Yogyakarta periode 2005-2009 ini dilakukan pada kepariwisataan khususnya sektor hotel Kota Yogyakarta saja. Pembahasan melingkupi kegiatan usaha hotel yang merupakan subsektor pariwisata. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode Shift Share SS dan Location Quotient LQ, analisis dayasaing hotel dengan Porter’s Diamond serta analisis kontribusi pajak hotel Kota Yogyakarta melalui pendekatan analisis kontribusi dan efektivitas perpajakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Definisi

Kepariwisataan Menurut Sihite 2000 istilah pariwisata berasal dari bahasa Sanskerta yang secara etimologi bahasa berasal dari dua suku kata yaitu pari dan suku kata wisata. Pari berarti banyak atau berkali-kali, berputar-putar atau lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan atau berpergian. Berdasarkan uraian tersebut pariwisata diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali. Dalam hal ini secara lengkap diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha dan mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi pemanfaatan waktu luang untuk istirahat, santai dan bersenang-senang guna mengembalikan dan meningkatkan kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani sebagai akibat dan aktivitas pekerjaan sehari-hari atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, di jelaskan bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pengusaha. Menurut Cooper 1993, pariwisata adalah serangkaian kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan, keluarga, atau kelompok dari tempat tinggal asalnya ke berbagai tempat lain dengan tujuan melakukan kunjungan wisata dan bukan untuk bekerja atau mencari penghasilan di tempat tujuan. Kunjungan yang dimaksud bersifat sementara dan pada waktunya akan kembali pada tempat tinggal semula. Hal tersebut memiliki dua elemen penting yaitu, perjalanan itu sendiri dan tinggal sementara di tempat tujuan dengan berbagai aktivitas wisatanya.

2.1.2. Definisi Wisatawan

Istilah wisatawan berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya atau kedudukannya seseorang. Secara sederhana, wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan. Secara lengkap World Tourism Organization dan International Union of Office Travel Organization menjelaskan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan di tempat yang dikunjungi yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari enam bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: berlibur, rekreasi dan olahraga, bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi kunjungan alasan kesehatan, belajar, dan keagamaan BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2007. Marpaung 2002 menjelaskan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara di tempat lain selain tempat tinggalnya untuk salah satu atau beberapa alasan selain mencari pekerjaan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan: a. lebih dari 24 jam b. tinggal untuk sementara waktu c. jauh dari tempat tinggalnya semula d. tidak untuk mencari nafkah atau mendapatkan upah di tempat atau di negara yang dikunjunginya. Sihite 2000 membagi wisatawan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu: a. Wisatawan dalam negeri atau wisatawan nusantara wisnus, yaitu warga suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata di dalam lingkungan negara tesebut tidak melewati batas negara lain. b. Wisatawan luar negeri atau wisatawan mancanegara wisman, yaitu warga suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata keluar lingkungan dari negaranya memasuki negara lain.

2.1.3. Definisi Hotel

Definisi hotel menurut SK Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. KM 37PW.340MPPT-86, adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman, serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial. Hotel merupakan salah satu penunjang kegiatan pariwisata. Dalam proses perkembangannya usaha perhotelan telah mampu memberikan kontribusi dan peranan yang cukup baik bagi terciptanya pariwisata yang nyaman. Di daerah tujuan wisata, hotel yang berdiri biasanya merupakan hotel resort atau tempat peristirahatan dan rekreasi yang ditujukan bagi para wisatawan. Hotel adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap, makan, memeproleh pelayanan, dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010. Marpaung 2002 mendefinisikan hotel sebagai suatu kegiatan usaha yang dikelola dengan menyediakan jasa pelayanan, makanan dan minuman, serta kamar untuk tidur atau istirahat bagi pelaku perjalanan wisatawan dengan membayar secara pantas sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan tanpa ada perjanjian khusus yang rumit. BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2010 secara umum mengkualifikasikan hotel menjadi dua, yaitu: hotel nonbintang dan hotel berbintang. Ciri khusus dari hotel berbintang yaitu memiliki restoran sebagai salah satu fasilitas yang disediakan yang pengelolaannya menjadi satu dibawah manajemen hotel tersebut dan ditangani dengan lebih profesional oleh divisi yang secara khusus menangani restorannya. Selain itu, ciri khusus lainnya adalah hotel tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Persyaratan tersebut antara lain: a. persyaratan fisik seperti lokasi hotel dan kondisi bangunan, b. bentuk pelayanan yang diberikan, c. kualifikasi tenagakerja, seperti pendidikan dan kesejahteraan karyawan, d. fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang, dan diskotik, e. jumlah kamar yang tersedia. Sedangkan untuk kualifikasi hotel nonbintang belum memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta.

2.1.4. Teori Basis

Ekonomi Glasson 1977 menyatakan bahwa teori basis ekonomi menyederhanakan suatu perekonomian regional dan membaginya menjadi dua sektor. Dalam teori basis ekonomi, perekonomian di suatu wilayah terbagi ke dalam dua sektor utama, yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Ekspor sektor basis dapat juga pengeluaran orang asing yang berada di daerah tesebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak seperti tempat wisata, peninggalan sejarah, museum, dan sebagainya. Dengan demikian, sektor basis adalah sektor ekonomi yang selain mampu memenuhi permintaan akan barang dan jasa dari dalam daerah itu sendiri, akan tetapi juga mampu memenuhi permintaan akan barang dan jasa dari luar daerahnya. Sektor nonbasis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang dan jasa juga tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor nonbasis hanya bersifat lokal. Sektor nonbasis hanya mampu memenuhi permintaan barang dan jasa untuk daerahnya sendiri. Menurut Priyarsono et al . 2007, sektor basis atau nonbasis tidak bersifat statis tetapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahun. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: 1. Perkembangan jaringan komunikasi dan transportasi. 2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah. 3. Perkembangan teknologi. 4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah : 1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah. 2. Kehabisan cadangan sumberdaya. Untuk mengetahui sektor basis dan nonbasis dapat digunakan metode pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan melalui survei langsung di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan menggunakan data PDBPDRB dan tenaga kerja per sektor. 1. Metode Pengukuran Langsung Pada metode pengukuran langsung, survei dilakukan terhadap sembilan sektor utama yang terdapat di daerah tersebut. Jika sektor yang disurvei berorientasi ekspor maka sektor tersebut dikelompokkan kedalam sektor basis dan sebaliknya jika sektor tersebut hanya memiliki pasar pada skala lokal maka sektor tersebut dikategorikan ke dalam sektor nonbasis. Metode ini mudah untuk dilakukan, namun memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak sedikit, terutama jika daerah yang disurvei cukup luas. b. Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei langsung di suatu daerah. c. Membutuhkan banyak tenaga kerja, selain itu tenaga kerja yang melakukan survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan nonbasis. 2. Metode Pengukuran Tidak Langsung Secara umum terdapat tiga metode yang digunakan untuk menentukan basis dan sektor nonbasis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak langsung, yaitu: a. Metode Asumsi Berdasarkan pendekatan ini, sektor primer dan sekunder diasumsikan sebagai sektor basis sedangkan sektor tersier dianggap sebagai sektor nonbasis. Sektor primer meliputi sektor pertanian dan sektor pertambangangalian. Sektor sekunder meliputi sektor-sektor yang termasuk dalam klasifikasi sektor industri pengolahan. Adapun sektor tersier meliputi sektor jasa-jasa listrik, gas, dan air bersih, transportasi, keuangan, dan sektor-sektor jasa lainnya. Metode ini cukup baik diterapkan pada daerah yang luasnya relatif kecil dan tertutup serta jumlah sektornya sedikit. b. Metode Location Quotient LQ Metode Location Quotient LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan tenagakerja sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan tenagakerja total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan tenagakerja sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan tenagakerja nasional. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: LQ = Dimana: v i = Pendapatan tenagakerja sektor i pada tingkat wilayah. v t = Pendapatan tenagakerja total wilayah. V i = Pendapatan tenagakerja sektor i pada tingkat nasional. V t = Pendapatan tenagakerja total nasional. Apabila LQ suatu sektor industri ≥ 1, maka sektor industri tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor industri 1, maka sektor industri tersebut merupakan sektor nonbasis. Asumsi metode LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan nasional. Asumsi lainnya adalah bahwa permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain. Kelemahan metode ini adalah kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh. Kemudian metode ini mengabaikan fakta bahwa sebagian produksi nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut. Untuk menanggulangi kelemahan metode tersebut dapat dilakukan beberapa modifikasi. Misalnya dengan melakukan survei contoh. Biaya, waktu dan tenagakerja yang besar pasti diperlukan dalam survei tersebut. c. Metode Kombinasi Antara Pendekatan Asumsi Dengan Metode LQ Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dengan metode LQ dikemukakan oleh Hoyt. Ada beberapa aturan untuk membedakan sektor basis dengan nonbasis yang pertama semua tenagakerja dan pendapatan dari sektor industri ekstraktif adalah sektor basis, yang kedua semua tenaga kerja dan pendapatan dari sumber “khusus” seperti politik, pendidikan, kelembagaan, tempat peristirahatan, dan kegiatan hiburan dipertimbangkan sebagai sektor nonbasis. d. Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum MPKM Metode pendekatan kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang “sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimum dari tenagakerja regional dan bukannya distribusi rata-rata Budiharsono, 2001.

2.1.5. Analisis Shift Share

Analisis S-S adalah suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Penelitian ini menggunakan metode analisis S-S karena dalam analisis dapat merinci penyebab perubahan berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Kegunaan analisis S-S ini yaitu melihat perkembangan dari sektor perekonomian suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, serta melihat perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor lain. Selain itu analisis S-S melihat perkembangan dalam membandingkan besar aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah. Menurut Priyarsono et al. 2007, analisis shift share adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenagakerja pada suatu wilayah tertentu selama dua periode waktu. Terdapat tiga komponen utama dalam analisis shift share, yaitu Komponen Pertumbuhan Nasional PN, Komponen Pertumbuhan Proposional PP, dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW. Komponen Pertumbuhan Nasional PN yaitu perubahan produksikesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksikesempatan kerja nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah misalnya devaluasi, kecederungan inflasi, pengangguran, dan kebijakan perpajakan. Komponen Pertumbuhan Proposional PP yaitu perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbeedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri seperti kebijakan perpajakan, subsisdi, dan price support dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar . Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW yaitu peningkatan atau penurunan produksikesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasi perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif maju. Sementara itu, PP + PPW 0 menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhan yang lambat. Terdapat enam langkah utama dalam analsis shift share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional. 2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja. 3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Pada tahap ini tentukan sektor apa saja yang menjadi fokus utama, misalnya sektor pertanian. 4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi. 5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi produksikesempatan kerja. 6. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah.

2.1.6. Dayasaing Porter’s Diamond

Dayasaing usaha dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi Porter, 1998. Dalam ilmu ekonomi, dayasaing identik dengan konsep efisiensi. Dengan menggunakan kriteria atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya dayasaing. Adapun elemen dari Diamond Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi faktor dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu industri seperti sumberdaya manusia human resource , modal capital resource, infrastruktur fisik physical infrastructure, infrastruktur informasi information infrastructure serta sumberdaya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan dayasaing dan produktivitas. Kondisi permintaan merupakan sifat asal untuk barang dan jasa. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal sophisticated and demanding local customer . Adanya perdagangan internasional, menyebabkan kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri. Adanya industri pemasok dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost , sharing teknologi, informasi maupun keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya dayasaing dan produktivitas yang meningkat. Sumber: Porter, 1998. Gambar 2.1. Porter’s Diamond Model. Strategi perusahaan dan pesaing dalam Diamond Model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.

2.1.7. Definisi Pajak

Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut pakar adalah: a. Menurut Feldmann 1949, pajak adalah “prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, menurut norma-norma yang Peran Pemerintah Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan Kondisi Faktor Kondisi Permintaan Industri Pendukung Dan Industri Terkait Peran Kesempatan ditetapkannya secara umum, tanpa ada kontra-prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”. b. Menurut Soemitro 1997, pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dipaksakan dengan tiada pendapat jasa- timbal kontra-prestasi, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dari pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak adalah: a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang. b. Sifatnya dapat dipaksakan. c. Tidak ada kontra-prestasi imbalan yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah tidak boleh dipungut oleh swasta. e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah rutin dan pembangunan bagi kepentingan masyarakat umum.

2.1.8. Pengklasifikasian Pajak

Berdasarkan Siahaan 2006, terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya. 1. Menurut Golongan Menurut golongan, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. a. Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan PPh. Pajak penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai PPN. 2. Menurut Sifat Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. a. Pajak Subjektif Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan PPh. b. Pajak Obyektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak wajib pajak maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Lembaga Pemungut a. Pajak Negara atau Pajak Pusat Pajak negara atau pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak Daerah Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari: 1. Pajak Daerah Provinsi Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. 2. Pajak Daerah KabupatenKota Contoh: Pajak Pembangunan, Pajak Penerangan Jalan.

2.1.9. Fungsi Pajak

Berdasarkan Siahaan 2006, pembangunan yang ada selama ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam membayar pajak. Hasil dari penerimaan pajak tersebut digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain: a. Fungsi Budgetary Dalam fungsinya sebagai budgetary, pajak dipergunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah, terutama kegiatan–kegiatan rutin. b. Fungsi Regulatory Sebagai fungsi regulatory, yaitu mengatur perekonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi. c. Fungsi Sosial Dalam fungsi ini hak milik seseorang diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat atau boleh dikatakan bahwa besarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk dapat mencapai kepuasan kebutuhan setinggi-tingginya setelah dikurangi yang mutlak untuk kebutuhan primer. Cara pemungutan pajak kepada masyarakat ditandai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945 terutama rasa keadilannya. Sistem atau cara pemungutan pajak kepada masyarakat wajib pajak berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945 harus melihat beberapa unsur subjektif yang ada bagi wajib pajak, yaitu: a. Keharusan memberi kebebasan wajib pajak atas pendapatan untuk kehidupan minimum. b. Keharusan memperhatikan fungsi-fungsi perorangan dan keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar kecilnya kebutuhan, seperti susunan dan keadaan keluarga, kesehatan, dan sebagainya. Secara umum unsur-unsur subjektif diatas merupakan segala kebutuhan, terutama material dan juga spiritual, makin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, makin kecil kekuatan seseorang untuk membayar pajak.

2.1.10. Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak daerah provinsi dan pajak daerah kotakabupaten, yaitu: Siahaan, 2006. 1. Pajak Daerah Provinsi Berdasarkan Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut pada tingkat provinsi antara lain: a. Pajak Bea Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Daerah KabupatenKota Menurut Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah kabupatenkota, antara lain: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir

2.1.11. Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan Pajak Hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupatenkota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu kabupatenkota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan Siahaan, 2006. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. b. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. c. Peraturan daerah kabupatenkota yang mengatur tentang Pajak Hotel. d. Keputusan bupatiwalikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Hotel pada kabupatenkota dimaksud. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan seperti: a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapanfasilitas tinggal jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata cottage, motel, wisma pariwisata, pesanggerahan hostel, losmen, dan rumah penginapan. b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang, antara lain telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel. c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain pusat kebugaran fitness center, kolam renang, tenis, golf, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel. d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Pada Pajak Hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada Pajak Hotel tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak yang membayar menanggung pajak sedangkan pengusaha hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen subjek pajak dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. Tarif pajak Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota yang bersangkutan.

2.1.12. Hubungan Pajak Hotel dengan Pendapatan Asli Daerah

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Siahaan 2006, Pendapatan Asli Daerah PAD dikategorikan dalam pendapatan rutin Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan suatu kemampuan daerah menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan. Pengertian dari Pendapatan Asli Daerah PAD dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan, maka pemerintah suatu negara pada hakikatnya mengemban tugas dan fungsi utama yaitu fungsi alokasi yang meliputi pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilitas yang meliputi antara lain, pertahanan dan keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilitas pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena daerah pada umumnya kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Dengan demikian pembagian tiga fungsi dimaksudkan sangat penting sebagai landasan dalam menentukan dasar-dasar perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Mendorong penyelenggaraan otonomi daerah memerlukan kewenangan yang luas, nyata, dan tanggung jawab di daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. 2. Sumber Pendapatan Asli Daerah Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain- lain penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan, yang terdiri: a. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan pungutan daerah menurut peraturan daerah yang dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah sebagai badan hukum publik. b. Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau pekerjaan atau pelayanan pemerintah daerah dan jasa usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atas jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung. c. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah Bagian Badan Usaha Milik Daerah ialah bagian keuntungan atau laba bersih dari perusahaan daerah atas badan lain yang merupakan badan usaha milik daerah. d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah merupakan penerimaan selain yang disebutkan di atas tapi sah. Penerimaan ini mencakup sewa rumah dinas daerah, sewa gedung dan tanah milik daerah, jasa giro, hasil penjualan barang-barang bekas milik daerah dan penerimaan-penerimaan lain yang sah menurut undang-undang. Pajak hotel merupakan bagian dari pajak daerah, yang terdapat dalam PAD. PAD merupakan salah satu sumber pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah yang bersangkutan. Pajak Hotel sebagai salah satu penyumbang pendapatan daerah sangat potensial untuk ditingkatkan mengingat peran pajak hotel ini dalam peningkatan PAD. Pajak Hotel bisa terus diupayakan dan dimaksimalkan pemungutannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peningkatan PAD ini diharapkan akan memperlancar jalannya pembangunan dan pemerintahan. Pembangunan yang berjalan dengan lancar diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setelah diketahuinya pengaruh pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD maka upaya peningkatan pajak hotel untuk menambah keuangan daerah harus dilanjutkan dan lebih ditingkatkan.

2.1.13. Analisis Kontribusi dan Efektivitas Pajak

1. Kontribusi Perhitungan kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD Kota Yogyakarta digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak hotel terhadap penerimaan PAD Kota Yogyakarta, maka dibandingkana antara realisasi penerimaan pajak hotel terhadap PAD. Rumus yang digunakan untuk menghitung kontribusi sebagai berikut: Budiyuwono, 1995. Pn Keterangan : Pn = Kontribusi penerimaan pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Rupiah QY = Jumlah penerimaan pendapatan asli daerah Rupiah QX = Jumlah penerimaan pajak hotel Rupiah n = Tahun periode tertentu. Dengan analisis ini kita akan mendapatkan seberapa besar kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD di Kota Yogyakarta. Dengan membandingkan hasil analisis tersebut dari tahun ke tahun selama lima tahun kita akan mendapatkan hasil analisis yang berfluktuasi dari kontribusi tersebut dan akan diketahui kontribusi yang terbesar dan yang terkecil dari tahun ke tahun. Sehingga dapat diketahui seberapa besar peran pajak hotel dalam menyumbang kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. 2. Efektivitas Efektivitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan, dan prosedur dari organisasi. Efektivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditentukan Devas,1989. Berkaitan dengan pajak, analisis efektivitas merupakan hubungan antara realisasi penerimaan pajak hotel terhadap target penerimaan pajak hotel yang memungkinkan apakah besarnya pajak hotel sesuai dengan target yang ada. Efektivitas digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan Mardiasmo, 2001. Besarnya efektivitas pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Devas,1989. Efektivitas = Apabila hasil perhitungan efektivitas pajak hotel menghasilkan angkapresentase mendekati 100 maka pajak hotel semakin efektif, dan untuk melihat efektivitasnya dengan membandingkan efektivitas tahun bersangkutan dengan efektivitas tahun sebelumnya. Selama ini belum ada ukuran baku mengenai kategori efektivitas, ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja judgment.

2.2. Penelitian–Penelitian Terdahulu