Analisis peranan industri kain sasirangan terhadap perekonomian kota Banjarmasin dan strategi pengembangannya (periode 2005 2009)

(1)

STRATEGI PENGEMBANGANNYA

(PERIODE 2005-2009)

OLEH

MOHAMMAD RINALDY AULIA PUTRA

H14070094

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

MOHAMMAD RINALDY AULIA PUTRA. Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya (Periode 2005-2009). Dibimbing oleh DENIEY ADI PURWANTO.

Salah satu subsektor industri yang berperan vital dalam perekonomian yaitu industri UKM. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Perannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan menjadi langkah awal bagi upaya pemerintah menggerakkan sektor produksi pada berbagai lapangan usaha. Industri kecil mempunyai karakteristik yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja dibandingkan modal dan peralatan (mesin-mesin). Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang seringkali dipandang sebelah mata ternyata mampu bertahan pada saat krisis moneter bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional. Hal ini pula yang terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin dimana peran industri pengolahan terhadap PDRB Kota Banjarmasin sangat signifikan dengan menempati urutan ketiga terbesar penyumbang PDRB pada tahun 2009 dengan nilai Rp 824,953 juta. Salah satu sub sektor industri yang cukup berpengaruh adalah industri kecil dan menengah (IKM) dimana semakin menunjukkan kontribusi yang cukup baik bagi perekonomian kota Banjarmasin. Salah satu jenis IKM tersebut adalah IKM Kain Sasirangan.

Salah satu peluang yang dapat dikembangkan dalam industri di provinsi Kalimantan Selatan khususnya untuk wilayah kota Banjarmasin dalam memperkuat perekonomian adalah Kain Sasirangan. Saat ini permasalahan yang dialami oleh industri Kain Sasirangan diantaranya yaitu permodalan, keterampilan tenaga kerja, dan akses pasar. Bagi kota Banjarmasin perlu meningkatkan daya saing industri kain Sasirangan secara berkelanjutan akan membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa stabilitas ekonomi makro, iklim usaha, dan investasi yang sehat. Untuk itu, dukungan dari seluruh jajaran pemerintah provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Pemeritah Kota Banjarmasin bagi pembangunan dan pengembangan industri kain Sasirangan untuk menjadi penopang ekonomi Kalimantan Selatan dapat terwujud secara konsisten dan berkesinambungan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor basis di Kota Banjarmasin, menganalisis peranan industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin, menganalisis kondisi faktor-faktor (permodalan, akses pasar, regulasi pemerintah, serta tenaga kerja dan produksi) terhadap perkembangan industri Sasirangan, dan menganalisis kebijakan yang harus dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung serta mengembangkan Industri Sasirangan di Kota Banjarmasin.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis location quotient (LQ), analisis shift share (SS), analisis SWOT, dan analisis lingkungan dan kecenderungannya. Data yang digunakan adalah data primer dan


(3)

yang dibutuhkan yaitu informasi usaha, kondisi umum dari IKM Sasirangan, permodalan, ketenagakerjaan, kapasitas produksi, nilai produksi, dan nilai tambah serta pemasaran output. Data sekunder yang dibutuhkan adalah PDRB dan pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005-2009, laju pertumbuhan industri tahun 2005-2009, dan jumlah usaha kecil, menengah, dan besar nasional Tahun 1999-2006penyerapan tenaga kerja usaha kecil, menengah, dan besar nasional tahun 2001-2006 serta data penyerapan tenaga kerja sektor UKM provinsi Kalimantan Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor basis di Kota Banjarmaisn. Lalu, IKM Sasirangan memiliki peranan yang cukup baik dalam penyerapan tenaga kerja namun masih belum mampu bersaing dengan sub sektor industri lainnya di wilayah lain di Provinsi Kalimantan Selatan tetapi IKM Sasirangan memiliki kontribusi sangat baik dalam nilai produksi atau output sehingga mampu bersaing dengan subsektor IKM lain di wilayah lain di Kalimantan Selatan..

Berdasarkan hasil penelitian tersebut juga didapat upaya dan kebijakan yang telah dilakukan Pemda Kalsel untuk mendukung pengembangan dan memajukan IKM Kain Sasirangan di antaranya, yaitu: (1) menghias setiap sudut Kota Banjarmasin dengan motif-motif sasirangan; (2) digelarnya perlombaan merancang dan peragaan busana bermotif sasirangan; (3) mendaftarkan motif-motif Sasirangan ke Dirjen HAKI; (4) bekerja sama dengan BI untuk memberdayakan UMKM; (5) mewajibkan para pegawai dan pelajar memakai Sasirangan pada hari tertentu; (6) pemberian subsidi UKM; (7) pelatihan pembuatan motif, desain, dan pewarnaan; (8) mengadakan pameran di dalam dan di luar Kalsel; (9) memasukkan IKM Sasirangan ke dalam APBN dan APBD; (10) adanya sentra sasirangan (kampung sasirangan); dan (11) membuat kebijakan tentang pembuangan limbah hasil industri.

Untuk mengembangkan dan melestarikan kain Sasirangan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kalsel dan Pemerintah Kota Banjarmasin saja, tetapi harus dilibatkan juga para stakeholder yaitu para pengrajin dan konsumen Sasirangan. Menjadikan kain Sasirangan sebagai produk andalan diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan pengusaha Sasirangan guna meningkatkan kualitas produk dan SDM nya, serta promosi yang gencar untuk memasarkannya di setiap acara-acara penting, baik di tingkat nasional hingga ke luar negeri.


(4)

(PERIODE 2005-2009)

Oleh

MOHAMMAD RINALDY AULIA PUTRA H14070094

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Mohammad Rinaldy Aulia Putra Nomor Registrasi Pokok : H14070094

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.AEc NIP. 19641022 198908 1 003


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Mohammad Rinaldy Aulia Putra H14070094


(7)

Penulis bernama Mohammad Rinaldy Aulia Putra lahir pada tanggal 26 September 1989 di Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Penulis anak pertama dari satu bersaudara, dari pasangan Mohammad Noor Akhmady dan Atmawiaty. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis dimulai dengan menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 54 Banda Aceh, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 105 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 112 Jakarta dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kepanitian dan organisasi, baik di departemen maupun fakultas, diantaranya Banking Goes to Campus (BGTC), HIPOTEX-R, MPF (Masa Perkenalan Fakultas) dan MPD (Masa Perkenalan Departemen) serta HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan) Divisi INTEL (Information, Communication, and External Relationship) FEM IPB (2009-2010).


(8)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, Robbul Izzati yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sehingga penyusunannya dapat selesai tepat waktu. Shalawat serta salam tak lupa selalu kita curahkan kepada Rasulullah SAW. Judul skripsi ini adalah “Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya (Periode 2005-2009)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Deniey Adi Purwanto, M.S.E selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, kesabaran, masukan, arahan, perhatian, bimbingan, dan koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Teti Lies Purnamadewi, selaku dosen penguji utama atas semua saran, masukan dan arahan beliau merupakan hal yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa dan tata cara penulisan untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak H. Mohammad Noor Akhmady, SH, MM. dan Ibunda Dra. Hj. Atmawiaty atas doa dan dukungannya. Tidak lupa terima kasih untuk seluruh keluarga besar penulis yang telah membantu dan mendoakan sehingga skripsi ini selesai dengan baik. 5. Pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan


(9)

serta Koperasi Bayam Raja yang sangat membantu penulis dalam pengumpulan data.

6. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 44 Abdul Aziz, Avy Luthfiandy, Risa Pragari, Rochma Afriyani, Yudi Aditya dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 44 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, semangat, perhatian, bantuan,

serta keceriaan selama proses menuju “impian”.

7. Teman-teman di DR D21 tercinta yang sudah memberikan semangat, keceriaan, dan kebersamaan untuk terus maju dan tidak menyerah (Yudi, Agung, Lutfi, Rizki, Afdal, Alan, Aldy, Herdian, Windy, dan Pun).

8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para civitas akademika pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011

Mohammad Rinaldy Aulia Putra H14070094


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1. Teori Produksi ... 15

2.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 17

2.3. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 21

2.3.1. Teori Basis Ekonomi ... 24

2.3.2. Sektor Prioritas ... 25

2.3.3. Sektor Unggulan ... 26

2.4. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 28

2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu ... 29

2.6.Kerangka Pemikiran ... 31

III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Populasi dan Lokasi Penelitian ... 34

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 34

3.3. Metode Pengambilan Data dan Sampling ... 35

3.4. Alur dan Metode Analisis ... 36

3.4.1. Analisis Location Quotient ... 37

3.4.2. Analisis Shift Share ... 39

3.4.3. Rasio indikator kegiatan ekonomi... 44


(11)

IV. GAMBARAN UMUM ... 52

4.1. Gambaran UmumKota Banjarmasin ... 52

4.1.1. Kondisi Fisik Wilayah ... 52

4.1.2. Batas Administratif ... 53

4.1.3. Kependudukan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 54

4.1.4. Fungsi Kota Banjarmasin ... 56

4.2. Gambaran Umum Industri Kain Sasirangan ... 57

4.2.1. Sekilas Tentang Kain Sasirangan ... 57

4.2.2. Sejarah Kain Sasirangan ... 61

4.2.3. Bahan Baku dan Bahan Penunjang ... 62

4.2.4. Penghambat Warna ... 63

4.2.5. Proses Pembuatan ... 63

4.2.6. Sebaran Industri Kain Sasirangan ... 65

4.3. Perkembangan Industri Sasirangan ... 67

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

5.1. Analisis Lingkungan Strategis dan Kecenderunganya ... 70

5.1.1. Lingkungan Provinsi Kalimantan Selatan ... 70

5.1.2. Lingkungan Nasional ... 76

5.1.3. Lingkungan Global ... 78

5.2. Profil dan Karakteristik Responden... 82

5.2.1. Pelaku Usaha ... 83

5.2.2. Konsumen ... 87

5.2.3. Pemerintah ... 91

5.3. Analisis Sektor Basis di Kota Banjarmasin ... 92

5.4. Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan ... 94

5.4.1. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi ... 95

5.4.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja ... 97

5.5. Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) IKM Sasirangan ... 100

5.5.1. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi ... 100


(12)

5.5.3. Profil Pertumbuhan Indikator Kegiatan Ekonomi IKM Kain Batik

Sasirangan ... 105

5.6. Analisis SWOT ... 107

5.6.1. Berdasarkan Data Sekunder ... 108

5.6.1.1. Permodalan ... 109

5.6.1.2. Akses Pasar ... 110

5.6.1.3. Tenaga Kerja dan Produksi ... 112

5.6.1.4. Regulasi Pemerintah ... 113

5.6.2. Berdasarkan Data Primer ... 121

5.6.2.1. Permodalan ... 122

5.6.2.2. Akses Pasar ... 123

5.6.2.3. Tenaga Kerja dan Produksi ... 126

5.6.2.4. Regulasi Pemerintah ... 128

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 135

6.1. Kesimpulan ... 135

6.2. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 138


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Jumlah UMKM dan UB Tahun 2005-2009 Indonesia ... 2

1.2. Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Tahun 2005-2009 Indonesia .. 3

1.3. Perkembangan Sektor Industri Menurut Kelompok Industri Kota Banjarmasin Tahun 2007-2008 ... 4

1.4. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Kota Banjarmasin Tahun 2006-2008 ... 4

1.5. Posisi Kredit UMKM yang Diberikan Bank Umum dan BPR Menurut Sebaran Plafon Kredit Kota Banjarmasin Tahun 2008 ... 5

1.6. Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ... 6

1.7. Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 ... 6

1.8. KPJu Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan ... 9

1.9. Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2005-2006 ... 10

1.10. Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2007-2008 ... 11

1.11. Perkembangan Industri Kain Sasirangan Tahun 2004-2009... 11

2.1. Pengelompokan Kegiatan Usaha ditinjau dari Jumlah Pekerja ... 29

3.1. Matriks SWOT ... 47

3.2. Matriks Faktor Strategi Eksternal dan Internal (EFAS-IFAS)... 49

4.1. Wilayah Administratif Kota Banjarmasin Tahun 2009 ... 54

4.2. Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2010 ... 55

4.3. Persentase Kontribusi Sektoral Perekonomian Kota Banjarmasin berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009... 56

5.1. Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2009 ... 72

5.2. Realisasi Ekspor menurut Komoditi Tahun 2007-2008 ... 73


(14)

5.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kalimantan Selatan

Tahun 2000 - 2010 ... 75

5.5. Karakteristik Umum Responden Pengrajin IKM Sasirangan ... 83

5.6. Kelompok Lama Usaha Responden Pengrajin IKM Sasirangan ... 84

5.7. Jumlah Karyawan Responden Pengrajin IKM Sasirangan ... 84

5.8. Jumlah Tanggungan Keluarga para Pengrajin IKM Sasirangan ... 85

5.9. Jumlah Modal Usaha yang dibutuhkan Pengrajin IKM Sasirangan ... 86

5.10. Nilai Asset yang dimiliki para Pengrajin IKM Sasirangan ... 86

5.11. Jumlah Produksi per Bulan dari IKM Sasirangan ... 86

5.12. Nilai Omset/Pendapatan per Bulan dari IKM Sasirangan ... 86

5.13. Jenis Pekerjaan Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 87

5.14. Jenis Kelamin Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 88

5.15. Kelompok Usia Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 88

5.16. Kelompok Pendapatan Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 89

5.17. Jenis Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 89

5.18. Harga Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 90

5.19. Identifikasi Karakkteristik Umum Responden Pemerintah ... 91

5.20. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) di Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 ... 92

5.21. Rasio Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 (Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 95

5.22. Proporsi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan ... 97

5.23. Pertumbuhan Bersih (PB) Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan Tahun 2005-2009 ... 100

5.24. Rasio Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 (Nilai Ra, Ri, dan ri)... 101

5.25. Proporsi Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan ... 103


(15)

5.26. Pertumbuhan Bersih (PB) Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan Tahun 2005-2009 ... 105 5.27. Identifikasi Faktor-faktor Strategis Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Sekunder ... 108 5.28. Perkembangan Industri Kain Sasirangan ... 116 5.29. Identifikasi Faktor-faktor Strategis Dalam Metode SWOT Berdasarkan

Data Primer (Survey) ... 121 5.30. Identifikasi Potensi, Tantangan dan Permasalahan Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Primer (Survey) ... 130 5.31. Matrik Interaksi Analisis SWOT-Klasifikasi Isu Sektor IKM Kain Batik Sasirangan ... 131 5.32. Faktor Strategis menurut Kondisi/Performa Perusahaan Saat Ini terhadap Pengembangan Industri Kain Sasirangan ... 132 5.33. Faktor Strategis menurut Skala Kepentingan terhadap Pengembangan Industri Kain Sasirangan ... 133


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Kerangka Pikir Konseptual ... 32

3.1. Alur Metode Analisis Penelitian ... 37

3.2. Model Analisis Shift Share ... 41

3.3. Matriks SWOT ... 48

4.1. Obyek-obyek Wisata di Kota Banjarmasin ... 53

4.2. Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2010 ... 55

4.3. Jenis-jenis Motif Kain Batik Sasirangan ... 58

4.4. Produk-produk Sasirangan ... 61

4.5. Proses Pembuatan Kain Sasirangan dan Kunjungan Para Pejabat ... 65

4.6. Peta Sebaran IKM Sasirangan di Kalimantan Selatan ... 66

4.7. Perkembangan Jumlah Industri Sasirangan ... 67

4.8. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Sasirangan ... 67

4.9. Perkembangan Nilai Investasi Industri Sasirangan ... 68

4.10. Perkembangan Nilai Produksi Industri Sasirangan ... 68

4.11. Perkembangan Nilai Bahan Baku Industri Sasirangan ... 69

5.1. Kelompok Lama Usaha Responden Pengrajin IKM Sasirangan ... 84

5.2. Jumlah Karyawan Responden Pengrajin IKM Sasirangan ... 85

5.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Para Pengrajin IKM Sasirangan ... 85

5.4. Jenis Pekerjaan Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 87

5.5. Jenis Kelamin Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 88

5.6. Kelompok Usia Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 88

5.7. Kelompok Pendapatan Responden Konsumen Produk Sasirangan ... 89

5.8. Jenis Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Sasirangan .... 90

5.9. Harga produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Sasirangan ... 90

5.10. Profil Pertumbuhan Indikator Kegiatan Ekonomi IKM Kain Sasirangan Tahun 2005-2009 ... 106


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian untuk Pelaku Usaha IKM Sasirangan ... 141

2. Kuesioner Penelitian untuk Konsumen Sasirangan ... 149

3. Kuesioner Penelitian untuk Pemerintah ... 154

4. Perkembangan Data UMKM dan UB Indonesia Tahun 2005-2009 ... 159

5. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 160

6. Perhitungan Location Quotient (LQ) ... 161

7. Perkembangan Sektor dan Subsektor Industri ... 163

8. Komponen Shift Share (SS) ... 164

9. Komponen Share Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan ... 165

10. Komponen Shift Share (SS) ... 167


(18)

1.1.Latar Belakang

Saat ini hampir semua negara berupaya untuk keluar dari krisis finansial global yang dimulai dari Amerika Serikat dan terus melanjut melanda perekonomian negara-negara di dunia. Padahal perekonomian Indonesia mulai mengarah pada pemulihan krisis ekonomi yang tercermin dari membaiknya kondisi ekonomi makro dengan indikator terkendalinya inflasi, stabilnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan rendahnya suku bunga bank. Sektor industri pun mengalami perbaikan kinerja, baik dalam hal pertumbuhan, kontribusi, maupun peranannya.

Meskipun ada perbaikan yang cukup berarti, harus diakui bahwa peran sektor industri dalam ekonomi nasional serta sektor riil lainnya masih lebih rendah dibanding dengan kondisi sebelum krisis. Sementara dalam rangka percepatan pembangunan, penciptaan kemandirian serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah, pemerintah pusat memberikan kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengelola seluruh potensi sumber daya agar tercipta kegiatan ekonomi yang produktif. Untuk itu, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Lalu undang-undang tersebut saat ini telah disempurnakan dengan terbitnya Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004. Sehingga diharapkan dapat menggairahkan daerah untuk menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi yang lebih dinamis.


(19)

Salah satu subsektor industri yang berperan vital dalam perekonomian yaitu industri UMKM. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Perannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan menjadi langkah awal bagi upaya pemerintah menggerakkan sektor produksi pada berbagai lapangan usaha.

Industri kecil menempati posisi strategis dalam kebijaksanaan pembangunan nasional karena industri kecil mempunyai karakteristik yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja dibandingkan modal dan peralatan (mesin-mesin). Hal ini menempatkan industri kecil sebagai salah satu strategi perluasan kesempatan kerja. Sementara itu, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang sering kali dipandang sebelah mata ternyata mampu bertahan pada saat krisis moneter bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional.

Tabel 1.1 Jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 2005-2009 di Indonesia (Unit Usaha)

Tahun Mikro Kecil Menengah Besar Jumlah

2005 45.217.567 (96,17) 1.694.008 (3,60) 105.487 (0,22) 5.022 (0,01) 47.022.084 (100,00) 2006 48.512.438

(98,95) 472.602 (0,97) 36.763 (0,07) 4.577 (0,01) 49.026.380 (100,00) 2007 49.608.953

(98,92) 498.565 (0,99) 38.282 (0,08) 4.463 (0,01) 50.150.263 (100,00) 2008 50.847.771

(98,90) 522.124 (1,02) 39.717 (0,08) 4.650 (0,01) 51.414.262 (100,00) 2009 52.176.795

(98,87) 546.675 (1,04) 41.133 (0,08) 4.677 (0,01) 52.769.280 (100,00) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2010.

Keterangan: ( ) menyatakan persentase (%)

Kontribusi yang diberikan oleh sektor UMKM selama periode tahun 2005-2009 dimana jumlah UMKM tetap memiliki proporsi yang terbesar terhadap lapangan usaha di Indonesia setiap tahunnya. Terutama untuk jenis usaha mikro


(20)

yang menunjukkan tren yang semakin positif dalam jumlah unit usahanya pada periode tersebut.

Tabel 1.2 Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2005-2009 di Indonesia (jiwa)

Tahun Mikro Kecil Menengah Besar Jumlah

2005 69.966.508 (81,07) 9.204.786 (10,67) 4.415.322 (5,12) 2.719.209 (3,14) 86.305.825 (100,00) 2006 82.071.144

(90,84) 3.139.711 (3,47) 2.698.743 (2,99) 2.441.181 (2,70) 90.350.778 (100,00) 2007 84.452.002

(90,78) 3.278.793 (3,52) 2.761.135 (2,97) 2.535.411 (2,73) 93.027.341 (100,00) 2008 87.810.366

(90,73) 3.519.843 (3,64) 2.694.069 (2,78) 2.756.205 (2,85) 96.780.483 (100,00) 2009 90.012.694

(91,03) 3.521.073 (3,56) 2.677.565 (2,71) 2.674.671 (2,70) 98.886.003 (100,00) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2010.

Keterangan: ( ) menyatakan persentase (%)

Penyerapan tenaga kerja sektor UMKM lebih didominasi oleh industri mikro dari tahun 2005 hingga tahun 2009 dimana terus mengalami peningkatan (Tabel 1.2). Hingga tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang diserap usaha UMKMB di Indonesia sebanyak 98.886.003 jiwa dimana sebesar 91,03 persen disumbangkan oleh sektor usaha mikro yaitu sebanyak 90.012.694 jiwa.

Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin menjadi pusat perdagangan, industri, dan aktivitas tenaga kerja. Selama periode tahun 2005 hingga 2009, kota Banjarmasin mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,08 persen (BPS Kota Banjarmasin, 2010). Ini menunjukkan kestabilan ekonomi yang dialami kota Banjarmasin meskipun pada tahun 2007-2008 dunia mengalami krisis ekonomi global. Atas dasar tersebut, peran industri UKM sangat berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin. Peran industri UKM di Kota Banjarmasin dapat dilihat dari seberapa banyak tenaga kerja yang diserap, jumlah nilai produksi yang selalu meningkat, dan kontribusi terhadap output sektor industri dan UKM.


(21)

Berikut data perkembangan unit usaha, tenaga kerja, dan investasi sektor industri kota Banjarmasin pada tahun 2007 dan tahun 2008 (Tabel 1.3).

Tabel 1.3 Perkembangan Unit Usaha, Tenaga Kerja dan Investasi Sektor Industri Menurut Kelompok Industri Kota Banjarmasin Tahun 2007-2008 Kelompok

Industri

Unit Usaha (buah) Tenaga Kerja

(orang) Investasi (Rp ribu)

2007 2008 2007 2008 2007 2008

Industri Kecil 30 58 209 455 2.322.622 2.409.500 Industri

Menengah dan Besar

1 1 15 20 221.000 1.250.000

Jumlah 31 59 224 475 2.543.622 3.659.500

Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Banjarmasin, 2009.

Selain di bidang industri, baiknya perekonomian Kota Banjarmasin dapat dilihat dari perkembangan nilai ekspor komoditi yang ada di Kota Banjarmasin. Selama tahun 2006-2008, jumlah nilai ekspor komoditi di Kota Banjarmasin meningkat cukup pesat. Pada tahun 2008 jumlah nilai produk yang diekspor oleh Kota Banjarmasin mencapai US$ 3,6 milyar (Tabel 1.4).

Tabel 1.4 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Kota Banjarmasin Tahun 2006-2008

Jenis Produk 2006 2007 2008

Nilai (Ribuan US$) Nilai (Ribuan US$) Nilai (Ribuan US$)

Produk Kayu 284.031 426.575 386.974

Produk Tambang 1.701.335 2.022.517 2.879.164

Produk Karet 94.138 144.412 198.586

Produk Rotan 8.973 8.011 10.624

Produk Perikanan 11.853 14.215 9.147

Produk Hasil

Hutan Lainnya 508.191 324.700 193.768

Jumlah 2.608.521 2.940.430 3.678.263

Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Banjarmasin, 2009. Jumlah kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah yang diberikan bank umum dan BPR pada tahun 2008 di Kota Banjarmasin juga cukup baik. Selama januari-desember 2008 jumlah kredit yang diberikan bank umum dan BPR untuk UMKM sebanyak Rp 4,07 trilyun (Tabel 1.5).


(22)

Tabel 1.5 Posisi Kredit UMKM yang Diberikan Bank Umum dan BPR Menurut Sebaran Plafon Kredit Kota Banjarmasin Tahun 2008 (Rp juta)

Bulan Mikro ( < Rp 50 juta)

Kecil ( Rp 50 juta – Rp 500

juta)

Menengah (> Rp 500 juta – Rp 5 milyar)

Jumlah Januari 1.255.481 765.372 1.251.909 3.272.762 Februari 1.231.278 771.446 1.268.376 3.271.100 Maret 1.259.684 797.807 1.335.082 3.392.574 April 1.260.298 855.379 1.349.045 3.464.722

Mei 1.280.163 902.385 1.352.669 3.535.216

Juni 1.309.693 955.220 1.435.081 3.699.994 Juli 1.323.300 992.824 1.467.696 3.783.819 Agustus 1.322.009 1.056.226 1.521.311 3.899.545 September 1.371.633 1.102.167 1.542.669 4.016.469 Oktober 1.358.264 1.132.030 1.506.520 3.996.814 November 1.349.323 1.164.351 1.494.374 4.008.047 Desember 1.380.998 1.185.730 1.512.595 4.079.322 Sumber: Bank Indonesia Cabang Banjarmasin, 2009.

Peran industri pengolahan terhadap PDRB Kota Banjarmasin sangat signifikan dengan menempati urutan ketiga terbesar penyumbang PDRB pada tahun 2009 (Tabel 1.6). Meskipun kontribusi ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sektor industri pengolahan menempati urutan pertama kontribusi PDRB terbesar untuk lapangan usaha. Salah satu sub sektor industri ini yang cukup berpengaruh adalah industri kecil dan menengah. Penurunan ini bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam membuat kebijakan-kebijakan yang membantu dan melindungi para pengusaha di bidang industri serta dibukanya perdagangan bebas untuk antar negara maupun regional.

Selama tahun 2008 Kota Banjarmasin megalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6,22 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor perdagangan, restoran, dan hotel yang mencapai 15,81 persen dan sektor bangunan sebesar 10,75 persen. Secara umum seluruh sektor mengalami peningkatan kecuali sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,73 persen (BPS Kota Banjarmasin).


(23)

Tabel 1.6 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 (Rp Juta)

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 25,919 40,550 44,845 45,521 51,663

Pertambangan 0 0 0 0 0

Industri Pengolahan 839,253 868,608 816,855 810,915 824,953 Listrik, Gas, dan Air

Bersih 59,877 59,126 67,710 68,817 71,983

Bangunan 286,219 311,542 348,514 385,965 428,156 Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 620,661 765,376 832,188 939,285 975,622 Pengangkutan dan

Komunikasi 981,679 951,375 1,024,949 1,096,215 1,147,059 Bank, Keuangan,

Perumahan 350,289 367,682 441,471 444,188 496,793 Jasa-jasa 378,796 470,707 503,767 529,769 563,745 Total PDRB 3,542,693 3,834,966 4,080,298 4,320,676 4,559,973 Sumber: BPS Kota Banjarmasin 2010, diolah.

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banjarmasin menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 pada tahun 2009 mencapai Rp 4,5 trilyun. Kontribusi PDRB selama 2009 terbanyak disumbangkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 25,15 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor industri pengolahan memberikan kontribusi kedua dan ketiga terbesar (Tabel 1.7).

Tabel 1.7 Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 (persen)

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 0.73 1.06 1.10 1.05 1.13

Pertambangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Industri Pengolahan 23.69 22.65 20.02 18.77 18.09 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.69 1.54 1.66 1.59 1.58 Bangunan dan Konstruksi 8.08 8.12 8.54 8.93 9.39 Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 17.52 19.96 20.40 21.74 21.40

Pengangkutan dan Komunikasi 27.71 24.81 25.12 25.37 25.15 Bank, Keuangan, dan

Perumahan 9.89 9.59 10.82 10.28 10.89

Jasa - Jasa 10.69 12.27 12.35 12.26 12.36

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


(24)

Kebijakan pembangunan industri Indonesia, secara khusus di provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Banjarmasin harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dan mampu mengatasi perubahan-perubahan lingkungan yang bergerak cepat. Untuk membangun dayasaing yang berkelanjutan, upaya pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki pemerintah provinsi Kalimantan Selatan dan pemerintah kota Banjarmasin harus mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam daerah ataupun secara nasional, maupun ditingkat internasional guna mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Arah dan kebijakan industri nasional harus disepakati bersama, bila tidak disepakati bersama, maka akan terjadi industri tumbuh secara alami tanpa kejelasan bentuk bangun industri, hal ini disebabkan :

 Secara internal masih terdapat gejala keinginan sektoral yang bersifat individual (belum terkonsolidasi) dan belum saling mengisi, serta belum sinergi.

 Secara eksternal akan berlaku kaidah pasar bebas, yaitu pasar dunia dengan kendaraan globalisasi dan liberalisasi yang memaksakan kehendak, serta mendistorsi kepentingan nasional. Dan hal ini sesuai dengan kehendak negara maju yang berusaha mematikan aspirasi, daya kreativitas, dan memotivasi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang. Dengan demikian akan terjadi pemborosan sumberdaya pembagunan (inefesiensi) dan tidak terwujudnya tujuan pembangunan industri yang diinginkan.

Bila provinsi Kalimantan Selatan melihat pengalaman beberapa negara lain, mereka berhasil memajukan industrinya karena adanya suatu kebijakan industri nasional yang didukung oleh seluruh potensi bangsa secara konsisten,


(25)

sehingga pembangunan industrinya lebih cepat mencapai keberhasilan dan juga dapat mengurangi tekanan-tekanan yang datang dari eksternal.

Untuk itu pemerintah perlu memiliki suatu Kebijakan Industri Nasional, yang komprehensif dan disepakati oleh berbagai pihak terkait. Dimana Kementrian Perindustrian telah menerbitkan Kebijakan Industri Nasional (KIN) melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008. Lewat peraturan itu Indonesia di tahun 2025 diharapkan menjadi negara industri maju, karena di dalam KIN termuat peta panduan (roadmap), strategi dan rencana aksi pengembangan industri nasional jangka menengah dan jangka panjang. Mengacu pada hal tersebut di atas, maka semua Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kota Banjarmasn menjabarkan KIN pada produk kekhasan daerah yang dapat menjadi produk unggulan untuk menopang perekonomian Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2007 Bank Indonesia melakukan sebuah penelitian yang bertujuan utama dalam rangka pengembangan komoditas unggulan UMKM di Kalimantan Selatan dengan penetapan Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan per sektor maupun lintas sektor. Proses penetapan KPJU Unggulan dilakukan secara bertingkat yang diawali dengan penetapan KPJU unggulan pada tingkat kecamatan, kemudian tingkat kabupaten/kota dan terakhir pada tingkat propinsi. KPJU unggulan ditentukan berdasarkan kriteria dan sub-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, diantaranya penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan dayasaing produk

KPJU Unggulan lintas sektor di tingkat Propinsi merupakan hasil agregasi KPJU Lintas Sektor pada setiap kabupaten/kota. Dari hasil penggabungan tersebut


(26)

dilakukan penyaringan KPJU unggulan lintas sektor dengan menggunakan metode pembobotan Borda. Hasil yang diperoleh adalah maksimal 5 (lima) KPJU unggulan yang memiliki total nilai/skor tertinggi sebagai KPJU unggulan lintas sektor tingkat propinsi, yaitu :

Tabel 1.8 KPJU Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: Bank Indonesia, 2007.

Salah satu peluang yang dapat dikembangkan dalam industri di provinsi Kalimantan Selatan khususnya untuk wilayah kota Banjarmasin dalam memperkuat perekonomian adalah Kain Sasirangan. Bagi kota Banjarmasin perlu meningkatkan dayasaing industri kain Sasirangan secara berkelanjutan akan membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa stabilitas ekonomi makro, iklim usaha, dan investasi yang sehat. Di masa depan, tumbuh majunya Industri Kain Sasirangan akan diikuti dengan pemberian manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh masyarakat Kalimantan Selatan dan rakyat Indonesia, tanpa menrongrong kedaulatan bangsa serta mengorbankan kepentingan nasional dan tetap melestarikan nilai-nilai budaya Kalimantan Selatan yang dicerminkan oleh terbangunnya kerjasama ekonomi secara setara dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Untuk itu, dukungan dari seluruh jajaran pemerintah provinsi

No Sektor/Sub-Sektor KPJU Unggulan

1 Perkebunan Karet

2 Perdagangan Mebel

3 Industri Kain/Batik Sasirangan 4 Perkebunan Kelapa Sawit

5 Peternakan Budidaya Itik

6 Perikanan Budidaya Ikan di Kolam 7 Perdagangan Aneka Kerajinan

8 Peternakan Sapi

9 Perikanan Penangkapan Ikan di Perairan Umum 10 Tanaman Pangan Padi sawah


(27)

Kalimantan Selatan, khususnya Pemeritah Kota Banjarmasin bagi pembangunan dan pengembangan industri kain Sasirangan untuk menjadi penopang ekonomi Kalimantan Selatan dapat terwujud secara konsisten dan berkesinambungan.

1.2. Perumusan masalah

Perkembangan industri di Provinsi Kalimantan Selatan hingga akhir tahun 2006 mencapai 39.455 unit usaha atau naik sebanyak 6,00 persen dari 37.222 unit usaha pada tahun 2005 dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 93.771 orang atau naik sebanyak 8,00 persen dari 86.825 orang pada tahun 2005, nilai investasi mencapai sebesar Rp. 143,383 milyar. Nilai produksi mencapai Rp. 590,157 milyar dengan nilai bahan baku mencpai Rp. 331,093 milyar dan nilai tambah mencapai Rp. 259,082 milyar atau naik sebesar 6,21 persen dari nilai tambah sebesar Rp. 243,938 milyar pada tahun 2005.

Tabel 1.9 Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2005-2006

No. URAIAN s.d TAHUN PERTAMBAHAN %

2005 2006

1 Unit Usaha 37.222 39.455 2.233 6,00

2 Tenaga Kerja 86.825 93.771 6.946 8,00

3 Nilai Investasi 137.868.655 143.383.401 5.514.746 4,00 4 Nilai Produksi 560.470.312 590.175.239 29.704.927 5,30 5 Nilai Bahan Baku 316.532.316 311.092.803 14.560.487 4,60 6 Nilai Tambah 243.937.996 259.082.436 15.144.440 6,21 Sumber: BPS Provinsi Kalsel, 2008.

Begitupun selama tahun 2007 sampai tahun 2008, perkembangan sektor industri di Provinsi Kalimantan Selaan mengalami peningkatan walaupun dalam pertumbuhannya tidak sebesar pada tahun 2005-2006. Dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, nilai bahan baku, dan nilai tambahnya.


(28)

Tabel 1.10 Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2007-2008

No. URAIAN s.d TAHUN PERTAMBAHAN %

2007 2008

1 Unit Usaha 41.521 42.351 830 2,00

2 Tenaga Kerja 99.452 101.441 1.989 2,00

3 Nilai Investasi 146.997.986 151.407.429 4.409.443 3,00 4 Nilai Produksi 601.978.850 614.018.427 12.039.577 2,00 5 Nilai Bahan Baku 336.390.590 342.277.425 5.886.835 1,75 6 Nilai Tambah 274.238.758 281.780.324 7.541.566 2,75 Sumber: BPS Provinsi Kalsel, 2008.

Sementara itu perkembangan Industri Sasirangan di provinsi Kalimantan Selatan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini dapat dilihat dari unit usaha, penyerapan tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, nilai bahan baku, dan nilai tambah (tabel 1.11). Perkembangan tersebut memperlihatkan bahwa indutri UKM Kain Sasirangan merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap perkonomian provinsi Kalimantan Selatan.

Tabel 1.11 Perkembangan Industri Kain Sasirangan Tahun 2004-2009

No. URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1. Unit Usaha 29 32 34 36 38 40

2 Tenaga Kerja

(orang) 2.555 2.762 2.938 3.136 3.325 3.525 3. Nilai

Investasi (Rp) 14.433 15.603 16.253 16.931 17.636 18.341 4. Nilai

Produksi (Rp) 54.973 59.430 62.756 66.268 69.977 73.686 5. Nilai Bahan

Baku (Rp) 31.854 34.437 36.097 37.838 39.662 41.487 6. Nilai Tambah

(Rp) 23.134 25.010 26.666 28.432 31.314 32.197 Keterangan : No 3-6 dalam 000.000


(29)

Masalah nasional yang sedang mengemuka saat ini yang juga dialami oleh Provinsi Kalimantan Selatan di antaranya, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya perkembangan ekspor, lemahnya sektor infrastruktur, dan tertinggalnya kemampuan di bidang penguasaan teknologi. Pengembangan Industri Kain Sasirangan di provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan dan pengembangan Industri Kain Sasirangan harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik di provinsi Kalimantan Selatan. Oleh karenanya tujuan pengembangan sektor Industri Kain Sasirangan jangka panjang bukan hanya ditujukan untuk mengantisipasi permasalahan dan kelemahan di sektor Industri Kain Sasirangan saja tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor basis di Kota Banjarmasin?

2. Bagaimana peranan industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin ?

3. Bagaimana kondisi faktor-faktor (permodalan, akses pasar, regulasi pemerintah, serta tenaga kerja dan produksi) terhadap perkembangan industri Sasirangan ?

4. Kebijakan apa yang harus dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung serta mengembangkan Industri Sasirangan di Kota Banjarmasin ?


(30)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sektor-sektor basis di Kota Banjarmasin.

2. Menganalisis peranan industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin.

3. Menganalisis kondisi faktor-faktor (permodalan, akses pasar, regulasi pemerintah, serta tenaga kerja dan produksi) terhadap perkembangan industri Sasirangan.

4. Menganalisis kebijakan yang harus dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung serta mengembangkan Industri Sasirangan di Kota Banjarmasin.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi sektoral yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi, membawa dampak makro maupun mikro bagi perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan, mewujudkan pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan serta mampu menggerakkan perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam membuat, merencanakan, dan mengambil kebijakan pada sektor ini dalam menentukan arah dan strategi pembangunan ekonomi di masa datang dan dapat menjadi bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(31)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah kontribusi sektor Industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian kota Banjarmasin, baik itu peran dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan nilai output/produksi. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, dan analisis SWOT. Analisis LQ untuk menganalisis sektor basis yang terdapat di Kota Banjarmasin. Analisis SS untuk menganalisis peranan industri sasirangan terhadap perluasan lapangan kerja dan nilai output. Sementara analisis SWOT digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki oleh industri Sasirangan dalam pengembangan usaha ini. Penulis dalam penelitian ini menggunakan periode dari tahun 2005 hingga tahun 2009.


(32)

2.1. Teori Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan atau keterkaitan antara faktor-faktor produksi (tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan) dan tingkat produksi yang diciptakan. Secara matematis fungsi produksi dapat dituliskan dalam bentuk model sebagai berikut :

Q = f (K, L, R, T)

Q : jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor produksi. K : jumlah modal/kapital

L : jumlah tenaga kerja R : kekayaan alam

T : teknologi yang digunakan

Faktor produksi : input, Jumlah produksi : output

Kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas:

1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah penerapannya.

2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun.

3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu.


(33)

4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji.

Kekurangan dari fungsi produksi Cobb-Douglas:

1. Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil.

2. Kesalahan pengukuran variabel ini terletak pada validitas data, apakah data yang dipakai sudah benar, terlalu ekstrim ke atas atau sebaliknya. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.

3. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi, tetapi variabel ini kadang-kadang terlalu sulit diukur dan dipakai dalam variabel independentdalam pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas.

Bentuk umum fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: Q = δ.Iα

Keterangan: Q = Output

I = Jenis input yang digunakan dalam proses produksi dan dipertimbangkan untuk dikaji

δ = indeks efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output α = elastisitas produksi dari input yang digunakan.


(34)

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono 1999:2). Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.

Sedangkan menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Atas sudut pandang tersebut, penelitian ini menggunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat dari sudut pandang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1).


(35)

Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Sukirno,1994) yaitu:

a. Tanah dan kekayaan alam lain:

Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Di dalam setiap negara dimana pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi.

Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat kemungkinannya untuk memperoleh keuntungan tersebut dan menarik pengusaha-pengusaha dari negara-negara/daerah-daerah yang lebih maju untuk mengusahakan kekayaan alam tersebut. Modal yang cukup, teknologi dan teknik produksi yang modern, dan tenaga-tenaga ahli yang dibawa oleh


(36)

pengusaha-pengusaha tersebut dari luar memungkinkan kekayaan alam itu diusahakan secara efisien dan menguntungkan.

b. Jumlah dan mutu penduduk/tenaga kerja:

Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.

Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk. c. Barang-barang modal dan tingkat teknologi:

Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi, barang-barang modal yang sangat bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi itu.


(37)

Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan maka kemajuan yang akan dicapai akan jauh lebih rendah.

d. Sistem sosial dan sikap masyarakat:

Sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Di sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar pada pertumbuhan ekonomi. Sikap itu diantaranya adalah sikap menghemat untuk mengumpulkan lebih besar uang untuk investasi, sikap kerja keras dan kegiatan-kegiatan mengembangkan usaha, dan sikap yang selalu menambah pendapatan dan keuntungan. Disisi lain sikap masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara-cara produksi yang modern dan yang produktivitasnya tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipercepat. e. Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan:

Adam Smith (telah) menunjukkan bahwa spesialisasi dibatasi oleh luasnya pasar, dan spesialisasi yang terbatas membatasi pertumbuhan ekonomi. Pandangan Smith ini menunjukkan bahwa sejak lama orang telah lama menyadari tentang pentingnya luas pasar dalam pertumbuhan ekonomi. Apabila luas pasar terbatas, tidak ada dorongan kepada para pengusaha untuk menggunakan teknologi modern yang tingkat produktivitasnya tinggi. Karena produktivitasnya rendah maka pendapatan para pekerja tetap rendah, dan ini selanjutnya membatasi pasar.


(38)

2.3. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno 1996:13) dalam Saerofi. Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya proses pembangunan itu di diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat berlangsung untuk jangka panjang. Definisi lain dari pembangunan ekonomi darah yaitu suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antar Pemerintah Daerah dengan sektor swasta. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembagan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan mengunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal/daerah (Arsyad, 2003).

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja.

Beberapa teori yang dapat menerangkan adanya perbedaan dalam pembangunan ekonomi antar daerah, diantaranya yaitu :


(39)

a. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah hubungan langsung dengan permintaan terhadap barang-barang dan jasa di luar daerah. Proses produksi di suatu sektor yang menggunakan sumberdaya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut.

b. Teori Lokasi

Teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan sebesar mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, perusahaan akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalkan biaya usaha/produksinya, yaitu lokasi di dekat bahan baku dan pasar.

c. Teori Daya Tarik Industri

Faktor-faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah terdiri dari produktivitas, industri-industri kaitan, daya saing, dan spesialisasi industri.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro (1983:1280) dalam Saerofi, 2005 adalah:


(40)

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.

2. Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional. 3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan

nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Ada empat model pembangunan (Suryana, 2000) dalam Saerofi, 2005 yaitu model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal. Adapun beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(41)

2.3.1. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).

Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory). Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu:

1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas


(42)

perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tersebut tidak dapat mengekspor produknya, ruang lingkup dan daerah pasar bersifat lokal. Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi.

Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.

2.3.2. Sektor Prioritas

Perkembangan suatu wilayah tidak akan pernah lepas dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di wilayah tersebut. Agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan. Kriteria penetapan sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan dapat dilihat dari tiga sisi (Arsyad, 1999) yaitu:

1. Dari sisi ekonomi dengan melihat sektor-sektor yang ada pada produk domestik regional bruto (PDRB).

2. Dari sisi kebijaksanaan yang ada di suatu wilayah. 3. Dari sisi kesejahteraan masyarakat.


(43)

Suatu sektor dapat menjadi prioritas karena sektor tersebut memang menpunyai kontribusi yang besar (merupakan sektor unggulan) bagi suatu wilayah atau bisa jadi suatu sektor menjadi prioritas karena sektor tersebut terbelakang.

2.3.3. Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factor). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi didaerah (Arsyad, 1999).

Manfaat mengetahui sektor unggulan yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Sektor unggulan yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ) memiliki kesamaan dengan sektor


(44)

ekonomi basis yang pertumbuhannya menentukan pembangunan menyeluruh suatu daerah.

Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Menurut Sambodo dalam Usya (2006), hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:

1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi

2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang.

4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tingi. Untuk menetapkan sektor unggulan di masing-masing provinsi, digunakan pula beberapa kriteria yang lain sehingga sektor tersebut bisa dikatakan sebagai sektor unggulan, yaitu :

1. Sumbangan sektor produksi tersebut pada total output di masing-masing propinsi (share output).

2. Sumbangan sektor tersebut terhadap nilai tambah bruto (pendapatan regional) di masing-masing propinsi (share PDRB).

3. Daya penyebaran (DP) dan derajat kepekaan (DK), yang merupakan keterkaitan sektoral ke hulu dan ke hilir (forward dan backward linkages) terhadap sektor produksi lainnya.

4. Nilai multiplier output, multiplier nilai tambah bruto, dan multiplier tenaga kerja.


(45)

5. Prospek sektor tersebut di masa yang akan datang, dengan melihat potensi masing-masing propinsi dan rata-rata pertumbuhan sektor tersebut dengan mempertimbangkan kondisi daerah atau propinsi masing-masing.

2.4. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Menurut Undang-Undang (UU) No. 9 tahun 1995, Usaha Kecil dan Menegah (UKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 milyar dan milik warga negara Indonesia. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbagi dalam 2 kriteria, yaitu :

1. Sektor industri, memiliki total asset paling banyak Rp 5 milyar, dan

2. Sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3 milyar.

Menurut Inpres No. 10 tahun 1999, usaha menengah adalah usaha yang mempunyai syarat-syarat seperti berikut: memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta sampai dengan paling banyak 10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Milik warga negara Indonesia. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. Badan usaha tidak berbadan hukum dan badan usaha berbadan hukum, serta bentuk usahanya perseorangan.


(46)

Definisi industri kecil lainnya adalah kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai asset kurang dari Rp 600 juta di luar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya (Departemen Perindustrian, 1991). Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1999), nilai investasi perusahaan industri yang seluruhnya sampai dengan satu miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tenpat usaha, kewenangan pembinannya berada pada direktorat Jenderal Industri Kecil dan Dagang Kecil (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2000).

Tabel 2.1 Pengelompokan Kegiatan Usaha ditinjau dari Jumlah Pekerja

Skala Usaha Kelompok Jumlah Tenaga Kerja

Usaha Kecil Kecil I – kecil Kecil II – kecil

1 – 9 orang 10 – 19 orang

Usaha Menengah

Besar – kecil Kecil – menengah Menengah – menengah Besar – menengah

100 – 199 orang 201 – 499 orang 500 – 999 orang 1000 – 1999 orang Usaha Besar ……… > 2000 pekeja Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan analisis shift share dan metode LQ telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti Usya (2006) yang melakukan penelitian tentang perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Hal ini ditunjukkan dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang walaupun pertumbuhannya lambat. Berdasarkan analisis Location Quotient menunjukan bahwa di Kabupaten


(47)

Subang terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor bangunan atau konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Terdapat lima sektor non basis yang terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengnaguatan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

Menurut Sondari (2007) yang membahas tentang sektor unggulan dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Jawa Barat periode tahun 2001-2005 dengan menggunakan analisis Location Quotient. Kesimpuan dari penelitian tersebut adalah sektor yang menjadi sektor basis marupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari lima sektor: gas dan air bersih, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor non basis terdiri dari sektor pertanian, sektor galian dan pertambangan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa.

Sementara itu untuk penelitian yang menggunakan analisis SWOT di antaranya dilakukan oleh Agung Wibowo (2009) yang meneliti tentang kinerja dan strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor, menyimpulkan hasil kinerja usaha kerajinan sepatu cukup bagus, keuntungan yang diperoleh pengrajin sepatu sangat dipengaruhi oleh volume produksi yang ditentukan oleh grosir sepatu, dan besarnya upah didasarkan atas jumlah barang yang diproduksi dan jenis pekerjaannya.

Menurut Laswati (2009) yang meneliti tentang tingkat keuntungan dan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil sandal di Desa Sirnagalih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor menggunakan analisis SWOT. Kesimpulan yang


(48)

didapat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha secara nyata adalah nilai penjualan, upah pekerja, bahan baku, dan pendidikan pengusaha.

2.6. Kerangka Pemikiran

Dalam era liberalisasi dan globalisasi ekonomi telah terjadi perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian baik di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin, Indonesia, maupun di dunia internasional. Ketatnya persaingan di sektor industri yang mempunyai peranan cukup besar bagi perekonomian Indonesia paling terasa dampaknya. Pembangunan dan pengembangan sektor industri agar mampu bertahan bahkan maju dalam arena persaingan seperti saat ini akan jadi motor penggerak perekonomian nasional, bahkan provinsi Kalimantan Selatan di masa depan.

Demikian halnya terhadap industri Kain Sasirangan, terjadi persaingan yang cukup ketat dan terasa dampaknya bagi perekonomian Kota Banjarmasin. Hal ini dapat dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan untuk mampu bertahan, bahkan maju dalam arena persaingan seperti saat ini, bukan mustahil Kain Sasirangan akan jadi motor penggerak perekonomian Kota Banjarmasin bahkan Provinsi Kalimantan Selatan di masa depan. Untuk itu, industri Kain Sasirangan perlu memiliki daya saing yang tinggi karena kuatnya struktur industri, tingginya peningkatan niali tambah dan tingginya produktivitas di sepanjang rantai nilai produksi, serta dukungan dari seluruh sumber daya produktif yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Selatan dan bangsa Indonesia.


(49)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Konseptual Pertumbuhan Ekonomi Regulasi Pemerintah Informasi Pasar Produk Outlet/Jalur Pemasaran

Peran IKM Sasirangan terhadap Perekonomian

Perkembangan IKM Sasirangan

Alternatif Sumber Bank-Non

Bank Persyaratan

(Bankable)

dan Bunga Bantuan Pemerintah Daerah Produktivitas Keahlian Tenaga Kerja Pembentukan Sentra Usaha Penyerapan Tenaga Kerja PDRB/Output Sektor UKM

Permodalan Akses Pasar Tenaga Kerja dan Produksi Perijinan Usaha Pembinaan dan Promosi Strategi Pengembangan Sasirangan


(50)

Masalah nasional yang sedang mengemuka dan dialami pula oleh Provinsi Kalimantan Selatan terutama di Kota Banjarmasin di antaranya, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya perkembangan ekspor, lemahnya sektor infrastruktur, dan tertinggalnya kemampuan di bidang penguasaan teknologi. Pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan di Kota Banjarmasin merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pengembangan industri Kain Sasirangan harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik di Kota Banjarmasin.

Bagi Provinsi Kalimantan Selatan masalah pokok yang sedang dihadapi oleh industri Kain Sasirangan yaitu: Pertama, ketergantungan yang tinggi dari Pulau Jawa terhadap bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi maupun komponen. Kedua, keterkaitan antar sektor industri dan industri Kain Sasirangan dengan sektor ekonomi lainnya relatif masih lama. Ketiga, kurang lebih 90% kegiatan sektor industri tekstil terletak di Pulau Jawa. Keempat, masih lemahnya peranan kelompok industri kecil dan menengah (IKM) dalam sektor perekonomian.


(51)

3.1. Populasi dan Lokasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi 1998:103). Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku usaha, konsumen, dan pembuat kebijakan IKM Sasirangan. Populasi dari IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 52 unit yang sebagian besar (45 unit) berada di Kota Banjarmasin. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode sampling secara acak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 yang dimulai dengan persiapan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan penelitian.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dengan memberikan kuesioner dan wawancara kepada beberapa usaha industri batik sasirangan, konsumen Sasirangan, dan pembuat kebijakan (pemerintah). Sementara data sekunder diperoleh dari data nasional Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, LSI IPB, media massa dan media elektronik serta instansi dan literarur terkait lainnya.

Data primer yang dibutuhkan yaitu informasi usaha, kondisi umum dari IKM Sasirangan, permodalan, ketenagakerjaan, kapasitas produksi, nilai produksi, dan nilai tambah serta pemasaran output. Data sekunder yang dibutuhkan adalah


(52)

PDRB dan pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005-2009, laju pertumbuhan industri tahun 2005-2009, dan jumlah usaha kecil, menengah, dan besar nasional Tahun 1999-2006 penyerapan tenaga kerja usaha kecil, menengah, dan besar nasional tahun 2001-2006 serta data penyerapan tenaga kerja sektor UKM provinsi Kalimantan Selatan.

3.3. Metode Pengambilan Data dan Sampling

Indikator pembahasan dan metode pendekatan dalam menganalisa data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Metode pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan analisa data yang komprehensif, deskriptif dan analitis. Karena itu untuk kepentingan penelitian ini, penulis menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data, yaitu metode dokumentasi dan wawancara.

Menurut Suharsimi (1998:131) metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data atau informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis, baik berupa angka maupun keterangan (tulisan atau papan, tempat kertas dan orang). Selain data-data laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi 1998:117). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purpossive sample yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar adanya tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan yaitu karena


(53)

keterbatasan tenaga, waktu dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel secara besar dan jauh.

Adapun sampel penelitian ini adalah 21 dari 52 unit usaha IKM Kain Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan yang berada di Kota Banjarmasin, 30 konsumen Sasirangan, dan 4 instansi atau lembaga terkait dengan pengembangan IKM Sasirangan (Bappeda bagian ekonomi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, BPS Kota Banjarmasin dan BPS Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan). Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara dan pemberian kuesioner.

3.4. Alur dan Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 (tiga), yaitu analisis Loqation Quotient (LQ), analisis Shift Share (SS), dan analisis SWOT. Analisis LQ pada penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang menadi sektor basis di Kota Banjarmasin. Analisis SS digunakan untuk menganalisis peranan dan kontribusi dari IKM Kain Sasirangan terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan nilai produksi terhadap sektor industri pengolahan dan subsektor industri kecil dan menengah. Sementara analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dimiliki IKM Kain Sasirangan serta membuat strategi-strategi kebijakan yang cocok dalam pengembangan dan kemajuan IKM Kain Sasirangan. Berikut alur dari penggunaan metode analisis tersebut.


(54)

Gambar 3.1 Alur Metode Analisis Penelitian

3.4.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki suatu daerah yaitu sektor-sektor mana yang merupakan sektor basis (basic sector) dan sektor mana yang bukan sektor basis (non basic sector). Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan satu sektor antara daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas atau digunakan juga untuk membandingkan pendapatan antara sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan total semua sektor di daerah atasnya. Rumus LQ dapat dituliskan :

Keterangan :

Sib = Pendapatan sektor i pada daerah bawah (Kota Banjarmasin) Analisis SWOT

Strategi pengembangan IKM Sasirangan di kota Banjarmasin berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh usaha kerajinan Kain Sasirangan

Analisis Shift Share (SS)

Peran dan kontribusi IKM Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin (terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan nilai produksi/output)

Analisis Loqation Quotient (LQ)


(55)

Sb = Pendapatan total semua sektor daerah bawah (Kota Banjarmasin) Sia = Pendapatan sektor i pada daerah atas (Provinsi Kalimantan Selatan) Sa = Pendapatan total semua sektor daerah atas (Provinsi Kalimantan Selatan)

Jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor unggulan atau sektor basis dan berpotensi untuk ekspor, artinya peranan suatu sektor dalam perekonomian Kota Banjarmasin lebih besar daripada sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-unggulan atau sektor non basis, artinya peranan sektor tersebut dalam perekonomian Kota Banjarmasin lebih kecil daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Teknik ini memiliki asumsi bahwa semua penduduk di suatu daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional (regional). Bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor industri di daerah adalah sama dengan produktivitas pekerja dalam industri nasional. Setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor, dan bahwa perekonomian bangsa yang bersangkutan adalah suatu perekonomian tertutup.

Dengan teknik kuantitatif ini, kita dapat menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat kemandirian suatu sektor. Dalam LQ, kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (Tri Widodo, 2006 :116) : 1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di

luar daerah yang bersangkutan. Industri ini dinamakan industry basic. 2. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut.


(56)

Digunakan analisis LQ karena analisis ini memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan analisis LQ antara lain merupakan alat analisis sederhana yang dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri substitusi impor potensial atau produk-produk yang bias dikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industri-industri potensial (sektoral) untuk dianalisis lebih lanjut. Sedangkan kelemahannya antara lain merupakan indikator kasar yang deskriptif, merupakan kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah. Ini mengingat bahwa hasil produksi dan produktivitas tenaga kerja di setiap daerah adalah berbeda, juga adanya perbedaan sumber daya yang bias dikembangkan di setiap daerah.

3.4.2. Analisis Shift Share (SS)

Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah terhadap perekonomian nasional. Tujuannya adalah untuk menentukan kinerja/produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Secara umum, analisis ini memberikan data kinerja perekonomian dalam 3 komponen (Budiharsono dalam Priyarsono, Sahara, dan Firdaus, 2007) :

a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR), yaitu perubahan produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja regional, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian sektoral.


(1)

Lampiran 8. Komponen Shift Share (SS)

1. Pertambahan Tenaga Kerja IKM Sasirangan 2005 - 2009 (orang)

Uraian 2005 2009 Perubahan Persen/ri (1)

Tenaga Kerja 2.762 3.525 763 27,62490949

2. Pertambahan Tenaga Kerja IKM Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (orang)

Uraian 2005 2009 Perubahan Persen/Ri (2)

Tenaga Kerja 15.890 20.956 5.066 31,8816866

3. Pertambahan Tenaga Kerja Sektor Industri Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (orang)

Uraian 2005 2009 Perubahan Persen/Ra (3)

Tenaga Kerja 86.825 108.678 21.853 25,16901814

(1)

= 0,27

(2)

= 0,31

(3)


(2)

Lampiran 9. Komponen Share Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan 1. Perhitungan Pertumbuhan Regional

Uraian Orang Persen

Tenaga Kerja 695,168281 (1) 25,16901814 (2)

(1)

(2)

= 25,16901814

2. Perhitungan Pertumbuhan Proporsional

Uraian Orang Persen

Tenaga Kerja 185,4039027 (3) 6,712668455 (4)

(3)

(4)

= 6,712668455

3. Perhitungan Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Uraian Orang Persen

Tenaga Kerja -117,5721838 (5) -4,256777109 (6)

(5)

(6)


(3)

4. Perhitungan Pertumbuhan Bersih

Uraian Orang Persen

Tenaga Kerja 67,83171897 (7) 2,455891346 (8)

(7)

(8)


(4)

Lampiran 10. Komponen Shift Share (SS)

1. Pertambahan Nilai Produksi IKM Sasirangan 2005 - 2009 (rupiah)

Uraian 2005 2009 Perubahan Persen/ri

Nilai Produksi 59.430.000.000 73.686.000.000 14.256.000.000 23,98788491 (1)

2. Pertambahan Nilai Produksi IKM Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (rupiah)

Uraian 2005 2009 Perubahan Persen/Ri

Nilai Produksi 397.980.729.000 491.488.473.000 93.507.744.000 23,49554569 (2)

3. Pertambahan Nilai Produksi Sektor Industri Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (rupiah)

Uraian 2005 2009 Perubahan Persen/Ra

Nilai Produksi 560.470.312.000 631.294.284.000 70.823.972.000 12,63652516 (3)

(1)

= 0,239

(2)

= 0,234

(3)


(5)

Lampiran 11. Komponen Share Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan 1. Perhitungan Pertumbuhan Regional

Uraian Rupiah Persen

Nilai Produksi 7.509.886.904 (1) 12,63652516 (2)

(1)

(2)

= 12,63652516

2. Perhitungan Pertumbuhan Proporsional

Uraian Rupiah Persen

Nilai Produksi 6.453.515.897 (3) 10,85902052 (4)

(3)

(4)

= 10,85902052

3. Perhitungan Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Uraian Rupiah Persen

Nilai Produksi 292.597.199,4 (5) 0,492339222 (6)

(5)

(6)


(6)

4. Perhitungan Pertumbuhan Bersih

Uraian Rupiah Persen

Nilai Produksi 6.746.113.096 (7) 11,35135974 (8)

(7)

(8)