63 sebagai tanaman pokok di dalam agroforestri dengan sorgum karena cahaya
masing mencukupi, sehingga sorgum dapat menerima sinar matahari untuk berfotosintesis dengan baik. Pertimbangan arsitektur pohon dalam pemilihan jenis
dalam agroforestri belum banyak diaplikasikan. Sentang memiliki arsitektur model Roux, sehingga tajuknya berbentuk kerucut conic dengan sistem
percabangan yang seimbang. Jarak tanam sentang akan mempengaruhi kecepatan penutupan tajuk dan
ekspansi sistem perakaran di dalam tanah. Pada awalnya sorgum akan tumbuh dengan baik ketika tajuk sentang belum tumbuh dengan baik karena pada
dasarnya sorgum termasuk jenis tanaman C4 yaitu membutuhkan sinar matahari penuh untuk fotosintesis. Semakin bertambahnya umur maka tajuk sentang akan
mulai menutup seluruh ruangan dan diperkirakan sorgum tidak dapat ditanam lagi pada jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m dalam kurun waktu 4 tahun, sedangkan
pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m tidak dapat ditanam sorgum pada umur 8 tahun.
Pada saat yang sama sistem perakaran sentang sudah dapat menginvasi areal perakaran dan akan menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak,
sehingga interaksi yang terjadi bersifat negatif terhadap sorgum. Pendalaman lebih lanjut dapat difokuskan pada sistem jaringan pengaman
unsur hara. Dalam hal ini, terdapat zonasi sistem perakaran antara tanaman pertanian 20 – 30 cm dan tanaman kehutanan 30 cm, sehingga jika terjadi
aliran unsur hara dari zonasi tanaman pertanian ke zonasi tanaman kehutanan maka unsur hara dan air akan dimanfaatkan oleh sistem akar yang di bawahnya.
5.3 Pengaruh Jenis Sorgum
Pada percobaan pendahuluan perlakuan jenis sorgum, baik itu S1 Numbu, S2 ZH-30, dan S0 tanpa sorgum seluruhnya tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap parameter pertumbuhan sentang. Hal ini dikarenakan sentang masih berumur 3 BST dan masih beradaptasi dengan lingkungan, hal ini berarti dalam
okupasi ruangan belum mengganggu pertumbuhan sentang umur 3 BST. Plot yang ditanami sorgum memberikan asupan hara ke sentang dari pupuk dan
pengolahan lahannya. Pertumbuhan sentang di plot yang ditanami sorgum lebih baik jika dibandingkan dengan plot tanpa sorgum. Pada awal percobaan, biji
64 sorgum yang di tabur pada setiap plot menunjukkan persentase hidupnya kecil
yaitu 33,9 untuk jenis Numbu dan 15,8 untuk jenis ZH-30. Hal ini dikarenakan faktor tanah yang kritis yang ditunjukkan oleh hasil analisis kimia
tanah yaitu pH sangat rendah dan mengandung unsur aluminium Al. Namun demikian, pertumbuhan Numbu lebih baik dari pada ZH-30 dan jika dilihat dari
hasil produktivitasnya maka S1 Numbu lebih besar yaitu 5,51 kg100 m
2
dari pada ZH-30 yaitu 1,68 kg100 m
2
. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Numbu ini termasuk varietas yang tahan terhadap cekaman Aluminium dan pH rendah. Hasil
penelitian Agustina et al., 2010 memperkuat bahwa varietas Numbu mempunyai daya tahan lebih baik terhadap kemasaman dan cekaman Al dibanding dengan
ZH-30-29-07, B-75, dan B-69. Pada percobaan agroforestri perlakuan jenis sorgum memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum sendiri. Pertumbuhan diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk, fraksi akar horizontal dan
kolonisasi V-AM sentang pada umur 14 BST di plot sorgum dan tanpa sorgum sangat nampak perbedaannya. Pertumbuhan diameter sentang yang paling bagus
jika berada di plot sorgum Numbu S1 sebesar 3,8 cm dan ZH-30 S2 sebesar 3,65 cm, sedangkan di plot tanpa sorgum S0 hanya 1,99 cm.
Pada umumnya di tempat terbuka S0 pertumbuhan diameter sentang seharusnya lebih besar dari pada di tempat yang ditanami sorgum S1 dan S2,
namun kenyataanya diameter sentang yang ditanam dengan sorgum Numbu dan ZH-30 memiliki diameter yang lebih besar. Dengan demikian, kehadiran sorgum
justru memacu pertumbuhan diameter sentang. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi positif di sistem perakaran sorgum dan sentang melalui kolonisasi V-
AM. Pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk juga terlihat sangat berbeda di plot sorgum dibanding di plot tanpa sorgum. Hal yang serupa juga terjadi pada
parameter perakaran dan juga kolonisasi akar terhadap V-AM, bahwa pada plot sorgum pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan di plot tanpa sorgum.
Pertumbuhan sorgum, baik itu Numbu dan ZH-30 lebih baik dibandingkan pertumbuhannya sewaktu di percobaan pendahuluan. Pada percobaan agroforestri,
benih sorgum menggunakan benih hasil dari percobaan pendahuluan, sehingga pertumbuhannya lebih baik dikarenakan sorgum sudah adaptif terhadap
65 lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya persentase hidup dan hasil
produksi sorgum. Kemudian untuk mengetahui manfaat sorgum sebagai pangan, pakan, dan
energi maka dilakukan pengukuran berdasarkan umur panen sorgum yaitu 60 HST, 70, HST, 80 HST, dan 90 HST. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
semakin meningkatnya umur panen maka kadar gula, biomassa, dan nira juga meningkat. Pertumbuhan sorgum dilihat dari persentase hidup dan produksi
menunjukkan jenis S1 Numbu lebih baik dari pada jenis S2 ZH-30, sedangkan pertumbuhan diameter dan tinggi sorgum sesuai dengan hasil dari kajian
Balitserealia yang diacu Sihono 2009. Diameter Numbu lebih kecil dan lebih tinggi dibanding ZH-30, bobot biji 1000 butir Numbu lebih berat dari pada ZH-
30, sedangkan kadar gula dan nira lebih tinggi Numbu. Hal ini dikarenakan Numbu sudah menjadi varietas tahan terhadap cekaman Al dan pH rendah serta
sudah dilepas sebagai varietas nasional, sedangkan ZH-30 masih merupakan galur harapan yang diperlukan kajian lebih lanjut untuk menjadi varietas untuk
memenuhi kebutuhan akan pangan. Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pembatas
dan pendorong pada penelitian agroforestri sangat terlihat sekali, yaitu menyangkut karakteristik tempat tumbuh dan perilaku komponen tanaman serta
mikroba tanah mikorhiza. Pada Tabel 4 hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa tempat tumbuh di lokasi penelitian tergolong kritis atau miskin hara,
sehingga diperlukan proses adaptasi untuk tumbuhan yang akan ditanam, kemudian tanah yang dilakukan pengolahan lahan dan pengembangan teknik
budidaya dengan penambahan arang dan kompos. Penggunaan arang Biocharcoal dalam budidaya sorgum berfungsi
sebagai unsur pembenah tanah yang mampu mengatasi beberapa faktor pembatas sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dalam hal ini biocharcoal juga
sebagai soil manager dan soil conditioner. Biocharcoal sebagai soil conditioner akan memberikan pengaruh dalam pembentukan sistem perakaran, serapan hara,
translokasi air dan hara serta membangun niche mikroba dalam tanah, khususnya V-AM. Peran yang paling menonjol dalam aplikasi dalam biocharcoal adalah
mempengaruhi kadar gula dan volume nira yang diperoleh ketika dipanen, dan
66 peran dalam meningkatkan panjang dan berat malai sorgum ketika dipanen. Berat
1000 butir juga meningkat dengan adanya penambahan biocharcoal. Hal ini dapat difahami karena biocharcoal mampu mengakumulasi nutrisi dan air untuk
mendukung pertumbuhan benih dan pengisian butir sorgum Supriyanto at al. 2012.
5.4 Pengaruh Interaksi