70
VI. KESIMPULAN
Bentuk interaksi agroforestri sentang dan sorgum yang diatur melalui jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m menunjukkan interaksi positif
karena dapat meningkatkan pertumbuhan sorgum dan sentang. Sistem perakaran sentang dan sorgum saling membentuk jaringan pengaman unsur hara yang saling
menguntungkan. Interaksi tersebut terdapat faktor pembatas seperti pH dan toksisitas
aluminium Al, sehingga perlu dilakukan proses adaptasi sorgum terhadap cekaman Al. Sorgum varietas Numbu lebih toleran terhadap Al daripada ZH-30.
Potensi V-AM alami berasosiasi dengan gulma termasuk rendah yaitu 49 spora per 10 g tanah, tetapi potensi V-AM meningkat ketika ditanam sorgum dan
sentang yaitu sebesar 170 spora per 10 g tanah. Sorgum pada dasarnya merupakan tanaman inang yang sering dijadikan untuk perbanyakan spora V-AM oleh banyak
peneliti. Potensi V-AM tersebut membantu dalam serapan hara dan air kepada sentang dan sorgum sebagai bagian dari jaringan pengaman unsur hara.
Penutupan tajuk sentang pada jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m sudah tidak dapat ditanami sorgum pada umur 4 tahun, sedangkan pada jarak tanam
sentang 2,5 m x 5 m penutupan tajuk total diprediksi pada umur 8 tahun.
71
VII. SARAN
1. Perlu kajian khusus untuk mengatasi masalah tanah dengan pH yang rendah dan Al tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan sentang dan sorgum.
2. Perlu kajian yang lebih mendalam lagi mengenai penelitian peran V-AM untuk meningkatkan pertumbuhan sentang.
3. Perlu penelitian pertumbuhan sorgum dengan penutupan tajuk sentang yang lebih rapat.
72
DAFTAR PUSTAKA
Agustina A K, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D. 2010. Uji Daya Adaptasi Sorgum pada Lahan Kering Masam Terhadap Toksisitas
Aluminium dan Defisiensi Fosfor Sorghum bicolor L. Moench. Pekan Serealia Nasional. 56-64.
Brundrett M, Boucher N, Dell N B, Grove T, Malajezuk N. 1994. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. In Internasional Mycorrhizae
Workshop. Kaiping. China. Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih No. 18 tentang
Azadirachta excelsa Jack. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Dephut. Jakarta.
Departemen Kesehatan. 1992. Nilai Gizi Sorgum. Direktorat Gizi, Depkes RI. Jakarta.
Giovanneti M, Mosse B. 1980. An Evaluation of Technique For Measuring Vesiculer-Arbuscular Mycorryzal Infection in Root. New Phytol.
Gomez K A, dan Gomez A A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua: Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta.
Hairiah K. 2002. WANULCAS Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Internasional Center for Research in Agroforestry. Southeast Asian
Regional Research Programme, Bogor. Indonesia. Hairiah K, et al. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologis: Refleksi
Pengalaman dari Lampung Utara. ISBN. 979-95537-7-6. Bogor. ICRAF. 187 p.
Hanum C. 2004. Penapisan Beberapa Galur Kedelai Glycine max L. Merr Toleran Cekaman Aluminium dan Kekeringan Serta Tanggap Terhadap
Mikoriza Vesikular Arbuskular. Desertasi. IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Harja D, Vincent G. 2008. Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator – User Guide and Software. World Agroforestry Center ICRAF and
Institut de Recherche pour le Developpement IRD. Hodges S S. 2000. Agroforestri: An Integrated of Land Use Practices. University
of Missouri Center for Agroforestry.
73 Hoeman S. 2009. Pemuliaan Tanaman Sorgum di Patir – Batan. [online].
Available at: http:www.batan.go.idpatir_beritapertsorgumsorgum.html
[Accessed 6 November 2011] [ICRISATFAO]. 1996. The Word Sorghum and Millet Economie: Facts, trend
and outlook. FAOICRISAT Publication. ISBN 92-5-103861-9. 68p. Imas T, Hadioetomo R S, Gunawan A W, Setiadi Y. 1989. Mikrobiologi Tanah II.
Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koide R T, Mosee B. 2004. A History of Research on Arbuscular Mycorrhiza.
Mycorrhiza. Koopelman R, Lai C K. 1996. Asia Facific Agroforestri. Second Edition. FAO.
Bangkok. Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.
Bogor. SEAMEO-BIOTROP. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Ed ke-2. London:
Academic Press Limited Michon G, de Foresta H. 2000. Agroforest Khas Indonesia. Internasional Centre
For Research In Agroforestry. Bogor. Orwa et al. 2009. Sentang Azadirachta excels [online]. Available at :
http:www.worldagroforestry.orgtreedb2AFTPDFSAzadirachta_excels a.pdf
[Accessed 12April 2011].
Prawira SA dan Oetja, editor. 1978. Pengenalan Jenis – jenis Pohon Ekspor Serie ke VIII. Bogor : Lembaga Penelitan Hutan.
Rumambi A. 2012. Penyediaan Pakan Berkelanjutan Melalui Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Aplikasi Fosfat Alam Pada Arachis pintoi cv
Amarillo Dalam Tumpangsari Dengan Jagung Zea mays L atau Sorgum Sorghum bicolor L. Moench. Desertasi. IPB. Bogor. Tidak
dipublikasikan.
Sanchez, Pedro A. and Terry J. Logan. 1992. Myths and science about the chemistry andfertility of soils in the tropics. In R. Lal and P. A. Sanchez.
Myths and science of soils of the tropics. Soil Science Society of America special Publication no. 29.
Setiadi Y. 2000. Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikorhiza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi.
Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor. 15-16 November 1999. Asosiasi Mikorhiza Indonesia.
74 Setiadi Y, Mansur I, Budi S W, Achmad. 1992. Mikrobiologi Tanah Hutan:
Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi IPB.
Sihono. 2009. Pelepasan Galur B-100, ZH-30, dan B-75 Sebagai Varietas Sorgum Unggulan Dengan Nama Varietas TARING, PAHAT, Dan ARIT.
Jakarta. BATAN. Soedarsono S.
dan Hanafi H. 2004. Potensi Rumput Hermada Sorgum bicolour L Moench untuk Mendukung Crop Livestock Sistems di Lahan Kering
Gunung Kidul, Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Bogor.
Supriyanto, Wibowo ARP, Suryani A. 2011a. Penerapan Biocharcoal Untuk Pertumbuhan Beberapa Sorgum Mutan Dalam Sistem Agroforestri Yang
Berkelanjutan. Penelitian DIPA BIOTROP Tahun 2010. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Studi
Regional Penelitian Biologi Tropis SEAMEO BIOTROP, Bogor. Tidak dipublikasikan.
Supriyanto. 2011b. Pengembangan Sorgum untuk Menunjang Kebutuhan Pangan, Pakan, Energi dan Industri. [Booklet] November. Bogor. SEAMEO-
BIOTROP. Supriyanto, Safe’i R, Risman M. 2012. Penerapan Biocharcoal dan Boron untuk
Meningkatkan Produktivitas Beberapa Galur Sorgum Manis untuk Mendukung Kebutuhan Pangan, Pakan dan Energi. Penelitian DIPA
BIOTROP Tahun 2011. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Studi Regional Penelitian Biologi
Tropis SEAMEO BIOTROP, Bogor. Tidak dipublikasikan.
Van Noordwijk M, Purnomosidhi P. 2005. Root Architecture in Relation to Three- Soil-Crop Interactions and Shoot Pruning in Agroforestry. Agroforestry
System 30: 161 – 173. Zubair Anas. 2009. Teknologi Bertanam Sorgum. Wordpress.com [Blog].
Available at: http:anaszu.wordpress.compenelitian-sorgumteknologi-
bertanam-sorgum [Accessed 5 Desember 2011].
75
LAMPIRAN
76 Lampiran 1. Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah
77
78
79
80 Lampiran 2. Foto kondisi lokasi penelitian sebelum pengolahan lahan
Keterangan: a. Kondisi awal blok 1
b. Kondisi awal blok 2 c. Kondisi gulma
d. Kondisi awal blok 3 e. Kondisi tanaman jagung yang ditanam
f. Kondisi vegetasi di lokasi awal
a
f e
c d
b
81 Lampiran 3. Foto agroforestri sentang dan sorgum
ZH-30 Numbu
Tanpa sorgum ilalang
2,5 m x 5 m 2,5 m x 2,5 m
Tanpa sorgum gulma
a b
c
f e
d
82 Lampiran 4. Foto sebaran dan pertumbuhan akar sentang
Akar Sentang ditembus ilalang
Akar sentang di plot sorgum
Pengambilan sampel akar sentang
83 Lampiran 5. Foto Spora V-AM sebelum dan sesudah penanaman sentang dan
sorgum Beberapa spora V-AM sebelum penanaman sentang dan sorgum
Beberapa spora V-AM sesudah penanaman sentang dan sorgum
Glomus sp.
Acaulospora
70 μm
75 μm
80 μm
85 μm
65 μm
60 μm
100 μm
85 μm
Glomus sp. Glomus sp.
Glomus sp. Glomus sp.
Glomus sp. Glomus sp.
84 Lampiran 6. Kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum dan ilalang
Keterangan: a. Vasicle v di akar sentang
b. Hifa h di akar ilalang c. Hifa h di sentang
d. Hifa h disentang e. Auxiliary vesicle AV
f. Hifa di sorgum
a
f e
c d
b
h h
v
h h
AV
85 Lampiran 7. Proyeksi horizontal tajuk sentang pada umur 3 BST dab 14 BST
a Blok 1 umur 3 BST b Blok 1 umur 14 BST
A1,S1
A2,S0 A2,S1
A2,S2 A1,S0
A1,S2
A1,S1
A2,S0 A2,S1
A2,S2 A1,S0
A1,S2
86 c Blok 2 umur 3 BST
d Blok 2 umur 14 BST
A1,S2 A1,S1
A1,S0
A1,S2 A2,S0
A2,S1
A1,S2 A1,S1
A1,S0
A1,S2 A2,S0
A2,S1
87 e Blok 3 umur 3 BST
f Blok 3 umur 14 BST
A1,S1 A1,S0
A1,S2
A2,S1 A2,S2
A2,S0
A1,S1 A1,S0
A1,S2
A2,S1 A2,S2
A2,S0
88 Lampiran 8. Prediksi pembukaan tajuk sentang umur 2, 4 dan 8 tahun
a Blok 1 umur 2 tahun b Blok 2 umur 2 tahun
c Blok 3 umur 2 tahun
89 d Blok 1 umur 4 tahun
e Blok 2 umur 4 tahun
f Blok 3 umur 4 tahun
90 g Blok 1 umur 8 tahun
h Blok 2 umur 8 tahun
91 h Blok 3 umur 8 tahun
iii
ABSTRACT
ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO. Agroforestry between Sentang Azadirachta excelsa Jack. and Sorgum Sorghum bicolor L. Moench. Under
academic supervision of SUPRIYANTO and NURHENI WIJAYANTO
Agroforestry is a system in forest management that supports the growth of trees and crops. This research was focused on the interaction process among the
agroforestry components based on the planting distance, in order to achieve high productivity of trees and crops in agroforestry system. The objectives of this
research were 1
To find out the type of interaction between main components in the agroforestry system, 2 To analyze the potentiality of indigenous V-AM and
its colonization in sentang, sorghum, and weed roots; and 3 To predict when sorghum was not able to be planted in the agroforestry system.
This research was conducted during 16 months since December 2010 until May 2012. The study was
done in Silviculture laboratory, SEAMEO-BIOTROP and in farm area of 1500 m2 at Cibadak village, Ciampea sub-district, Bogor district. Furthermore, the
experimental design used in this research was factorial in completely randomized block design 2 x 3 with 3 replicates. The first factors was the planting distance
of sentang 2 levels; 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5,0 m respectively. The second factor was sorghum crop that consisted of without sorghum S0, Numbu S1, and
ZH-30 S2. Duncan multiple range test DMRT was used to analyze significant difference among the treatments.
The successfully of agroforestry is determined by the interaction between main components and edaphic factor soil. The
interaction between sentang and sorghum in the agroforestry system showed a positive interaction where the biological interaction between main components
generated a mutual benefit. The canopy of sentang which are conic and having balance shape has positive influence. Therefore the plant distance of 2,5 m x 2,5
m and 2,5 m x 5 m did not inhibit the sorghum growth until the end of the study. The sentang roots invasion into the sorghum root zone did not compete yet to the
sorghum performance and showing a positive interaction. This is reinforced by the increasing of spore distribution and V-AM colonization in the root system of
sentang, sorghum and weeds. Moreover, the sorghum roots have became the host of V-AM assisted spore spreading and infection into sentang roots. Thus the
growth of sentang and sorghum was better. On the contrary, there was a negative interaction interference in the sentang plot without sorghum. By using the
planting distance of 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5 m, agroforesty sentang and sorghum showed a positive interaction during 14 months after planting. Therefore
this agroforestry system could be continued. The time prediction when sorghum is not able to be planted with sentang will be in 4 years with the planting distance of
2,5 m x 2,5 m, and 8 years for planting distance 2,5 m x 5.
Keywords: Planting distance, Agroforestry, Azadirachta excelsa Jack., Sorghum bicolor L. Moench.
iv
RINGKASAN
ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO.
Agroforestri Sentang Azadirachta excelsa Jack. dan Sorgum Sorghum bicolor L. Moench. Dibimbing oleh SUPRIYANTO dan
NURHENI WIJAYANTO
Dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik dan interaksi yang saling mempengaruhi antar komponen penyusun dalam sistem
silvikultur yang diterapkan. Penentuan komponen dalam sistem agroforestri harus dapat menjawab kebutuhan jangka panjang hasil hutan kayu dan jangka pendek
pangan dan pakan. Penentuan tanaman kehutanan sebaiknya jenis yang memiliki tajuk kerucut conic dengan arsitektur pohon yang seimbang sehingga terjadi
pembagian penggunaan cahaya light capture sharing yang merata, sedangkan untuk tanaman pertanian sebaiknya jenis yang tahan naungan dan memiliki
geometri akar yang berfungsi sebagai jaringan pengaman hara safety nutrient network. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1 menganalisis bentuk
interaksi antara sentang dan sorgum berdasarkan pengaturan jarak tanam di dalam sistem agroforestri, 2 menganalisis potensi dan kolonisasi V-AM pada akar
sentang, sorgum, dan gulma, dan 3 memprediksi waktu penutupan tajuk sentang yang membatasi pertumbuhan sorgum.
Penelitian ini dilaksanakan selama 16 bulan, terhitung dari bulan Desember 2010 sd Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur,
SEAMEO-BIOTROP dan di lokasi peternakan Ciampea, Bogor, seluas 1500 m
2
. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola
faktorial dengan ulangan 3 kali. Jarak tanam = A1 2,5 m x 2,5 m dan A2 2,5 m x 5 m. Jenis sorgum= S0 tanpa sorgum, S1 Numbu, dan S2 ZH-30.
Penelitian ini terdiri dari dari dua percobaan lapangan yaitu 1 percobaan pendahuluan dan 2 percobaan agroforestri. Parameter yang diamati untuk
sentang adalah diameter, tinggi, tajuk dan perakaran, sedangkan parameter sorgum meliputi persentase hidup, diameter, tinggi, produksi benih, bobot biji
1000 butir, kadar gula, biomassa, dan nira. Selain itu juga dilakukan pengataman terhadap kolonisasi V-AM di akar sentang, sorgum, dan gulma. Mengukur
penutupan tajuk sentang untuk memprediksi waktu penanaman sorgum di bawah tegakan sentang.
Dari hasil analisis tanah menunjukkan bahwa lokasi penelitian merupakan tanah kritis dengan cekaman Al dan pH rendah, sehingga pH dan Al merupakan
faktor pembatas yang sangat perlu dicermati dan dikaji agar pertumbuhan tanaman di lapangan menjadi lebih baik. Akibat pH tanah masam dan Al yang
tinggi menyebabkan tanaman sorgum tidak begitu baik pertumbuhannya meskipun pemupukan dilakukan dengan baik. Namun demikian, sorgum Numbu
sangat tahan terhadap kemasaman tanah dibanding dengan ZH-30. Pertumbuhan sentang di lokasi penanaman sangat baik, bahkan semua tanaman tidak ada yang
mati. Dari hasil ini tanaman sentang dapat di golongkan menjadi tanaman yang tahan terhadap tanah yang masam. Hasil analisis biologis tanah berupa jumlah
spora V-AM terbukti bahwa ada peningkatan jumlah spora. Pada awal penelitian terdapat 49 spora per 10 g tanah dan kebanyakan dari jenis Glomus sp., kemudian
pada akhir penelitian diperoleh 170 spora per 10 g tanah dengan jenis Glomus sp.,
v dan Aucolaspora sp. Hal ini menunjukkan adanya potensi mikorhiza alami yang
ada di lokasi penelitian, kemudian meningkat setelah dilakukan pengolahan lahan dan penanaman dengan sorgum. Penelitian Hanum 2004 menunjukkan bahwa
simbiosis dengan V-AM meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dan kekeringan yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya bobot
kering akar, bobot kering tajuk, kandungan hara N, P, dan Ca, dan serapan P, tetapi tidak meningkatkan produksi biji kering. Hasil analisis kolonisasi V-AM
pada akar menunjukkan adanya kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma. Akar sentang terkolonisasi paling banyak yaitu 61,67, sedangkan akar
sorgum sebesar 57,50 dan akar gulma sebesar 31,01. Jangkauan akar sentang di plot sorgum lebih panjang 41 cm sampai dengan 75 cm dari pada di plot tanpa
sorgum yaitu 13 cm sampai dengan 34 cm. Akar sentang terpanjang yang berhasil mengokupasi di lahan sorgum hingga 190 cm, namun belum terjadi interaksi
negatif antara kedua komponen tersebut, bahkan mengindikasikan akar sentang membantu penyebaran spora mikorhiza dan infeksi ke akar sentang. Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroba tanah dalam hal ini V-AM membantu didalam pertumbuhan tanaman sentang dan sorgum. Pada plot tanpa sorgum
terlihat adanya interaksi negatif antara akar sentang dan gulma, karena akar gulma atau alang-alang mendominasi areal pertumbuhan akar sentang.
Jarak tanam sentang di dalam percobaan ini belum berpengaruh terhadap pertumbuhan sorgum selama 14 BST, hal ini berarti sentang tidak berkompetisi
dengan sorgum selama jangka waktu penelitian yaitu 14 BST. Plot yang ditanami sorgum memberikan asupan hara ke sentang dari pupuk dan pengolahan lahannya.
Pertumbuhan sentang di plot yang ditanami sorgum lebih baik jika dibandingkan dengan plot tanpa sorgum. Biji sorgum yang di tabur pada masing-masing plot
menunjukkan persentase hidupnya kecil yaitu 33,9 untuk jenis Numbu dan 15,8 untuk jenis ZH-30. Hal ini dikarenakan faktor tanah yang miskin hara, pH
sangat rendah dan kandungan unsur Al yang tinggi. Namun demikian, pertumbuhan Numbu lebih baik dari pada ZH-30 dan jika dilihat dari hasil
produktifitasnya maka Numbu lebih besar yaitu 5,51 kg100 m
2
dari pada ZH-30 yaitu 1,68 kg100 m
2
. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Numbu ini termasuk varietas tahan kekeringan dan merupakan varietas nasional yang sudah dilepas,
sedangkan ZH-30 masih berupa galur harapan dan varietasnya masih rentan. Hasil penelitian Agustina et al., 2010 memperkuat bahwa jenis Numbu mempunyai
daya tahan terhadap kemasaman dan cekaman Al dibanding dengan ZH-30, B-75, dan B-69.
Pada percobaan agroforestri perlakuan jenis sorgum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum sendiri.
Pertumbuhan diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk, fraksi akan horizontal dan kolonisasi V-AM sentang umur 14 BST di plot sorgum dan tanpa sorgum sangat
nampak perbedaannya. Pertumbuhan diameter sentang yang paling bagus jika berada di plot sorgum yaitu 3,8 cm di S1 dan 3,65 cm di ZH-30, sedangkan di
plot tanpa sorgum hanya 1,99 cm. Pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk juga terlihat sangat berbeda di plot sorgum dibanding di plot tanpa sorgum. Hal yang serupa
juga terjadi pada parameter perakaran dan juga kolonisasi akar terhadap V-AM, bahwa pada plot sorgum pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan di plot
tanpa sorgum.
vi Interaksi yang terjadi dalam agroforestri sentang dan sorgum menunjukkan
hal yang positif yaitu adanya hubungan biologis antar komponen penyusun yang saling menguntungkan. Tajuk pohon sentang yang conic dan seimbang
berpengaruh positif sehingga dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m belum menghambat pertumbuhan sorgum. Perakaran sentang yang menginfasi ke
daerah perakaran sorgum belum berkompetisi atau menunjukkan interaksi negatif. Hal ini diperkuat dengan bertambahnya sebaran spora dan kolonisasi akar,
sehingga terbukti bahwa akar sorgum menjadi inang V-AM dan membantu dalam penyebaran spora serta infeksi akar ke sentang, sehingga pertumbuhan sorgum
dan sentang menjadi lebih baik. Sebaliknya di plot sentang dan tanpa sorgum terjadi interaksi negatif interference yaitu terjadinya kompetisi antara sentang
dan gulma, hal ini berakibat pertumbuhan sentang menjadi tertekan.
Penggunaan jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m dalam agroforestri sentang dan sorgum selama 14 BST memberikan gambaran bahwa
interaksi yang terjadi adalah positif sehingga agroforestri ini masih bisa diteruskan. Prediksi pertumbuhan sentang pada umur 4 tahun dengan jarak tanam
sentang 2,5 m x 2,5 m sudah tidak dapat diteruskan untuk ditanami sorgum, sedangkan pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m diprediksi penutupan tajuk total
pada umur 8 tahun. Kata kunci: jarak tanam, agroforestri, Azadirachta excelsa Jack., Sorghum
bicolor L. Moench.
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia SDM yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja
merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap
pembangunan berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak
diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan. Sektor
kehutanan merupakan salah satu bidang yang melaksanakan pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan pangan dan papan. Salah satu kebijakan kehutanan
Indonesia untuk menghadapi persolaan tersebut yaitu berupaya meningkatkan pengelolaan hutan secara terpadu antara pelestarian hutan dan pembangunan hutan
tanaman penghasil kayu serta pangan dengan sistem agroforestri. Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang dapat
mendukung pertumbuhan pohon dan kebutuhan petani setempat. Oleh karena itu, pengembangan agroforestri ini diharapkan akan membantu pelaksanaan
pembangunan yang berkaitan langsung terutama pada penyediaan pangan dan papan. Didalam sistem agroforestri mempertimbangkan nilai ekologi dan ekonomi
dalam interaksi antar pohon dan komponen lainnya. Hodges 2000 dan Koopelman dan Lai 1996 mendefinisikan agroforestri sebagai bentuk
menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau pakan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi
berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Pada dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama,
yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian yang saling berkompetisi untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara. Jarak tanam yang terlalu dekat akan
mengakibatkan kompetisi dalam serapan air dan hara. Apabila jarak tanamnya diperlebar maka besarnya tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Pada
sistem campuran dari berbagai jenis tanaman atau mixed cropping pohon dengan
2 tanaman semusim, atau hanya pepohonan saja, maka setiap jenis tanaman dapat
mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri. Sebagai contoh, jenis tanaman yang bercabang banyak akan menaungi tanaman yang lain. Beberapa tanaman
yang jaraknya tidak terlalu dekat akan memperoleh keuntungan, prosesnya sering disebut dengan facilitation saling memfasilitasi. Dalam waktu singkat kondisi
lingkungan di sekitar tanaman akan berubah ketersediaan hara semakin berkurang, sehingga akhirnya akan menimbulkan kompetisi antar tanaman
Hairiah, 2002. Oleh karena itu, dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik komponen penyusun dan sistem budidaya pohon
aspek silvikultur yang saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi, baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan, antara komponen penyusun sistem campuran ini termasuk sistem agroforestri sering disebut dengan interaksi Hairiah, 2002. Penentuan
komponen tersebut harus dapat menjawab kebutuhan jangka panjang hasil hutan kayu dan jangka pendek pangan dan pakan. Penentuan tanaman kehutanan
sebaiknya jenis yang memiliki tajuk kerucut conic dengan arsitektur pohon yang seimbang sehingga terjadi pembagian penggunaan cahaya light capture sharing,
sedangkan untuk tanaman pertanian sebaiknya jenis yang toleran terhadap naungan jaringan akar tanaman kehutanan dan pertanian berfungsi sebagai
jaringan pengaman unsur hara safety nutrient network yang berfungsi melakukan efisiensi serapan hara dalam lingkungan tanah Hairiah et al., 2000, untuk itu
dipilih kayu sentang. Kayu sentang Azadirachta excelsa Jack merupakan jenis pohon
multiguna yang cepat tumbuh dan memiliki tajuk kerucut dengan arsitektur pohon yang seimbang, sehingga sentang potensial dikembangkan dengan sistem
agroforestri. Sentang merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, dan Papua New Guinea. Tegakan sentang dapat
dijumpai juga di Jawa Barat, yaitu di Kebun Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan,
mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet.
Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida
3 Departemen Kehutanan, 2002.
Jenis tanaman pertanian yang ditanam dengan sentang adalah sorgum.
Sorgum Sorghum bicolour L merupakan salah satu jenis tanaman musiman yang potensial untuk dikembangkan dalam agroforestri, dikarenakan
geometri akarnya berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara, yaitu sebaran akarnya yang dalam, distribusi akar lebar, dan kerapatan akar pada lapisan bawah
tinggi. Selain itu, perakaran sorgum berfungsi sebagai inang cendawan Vesicular- arbuscular mycorrhizae V-AM. Cendawan V-AM akan berkembang di dalam
tanah dan diharapkan akan menginokulasi akar sentang dengan sistem kontak akar root contact system. V-AM sangat penting peranannya bagi tanaman, terutama
pada tanah marginal Mansur, 2010. Hal ini disebabkan V-AM efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, memperbaiki stabilitasstruktur tanah
Setiadi, 2000, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap beberapa penyakit akar Imas et al., 1989, mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap
kekeringan juga faktor pengganggu lain, seperti salinitas tinggi, logam berat, dan ketidakseimbangan hara Setiadi et al., 1992, serta berperan dalam pembentukan
komunitas tanaman Koide dan Mosee, 2004. Sorgum termasuk dalam tanaman serealia yang memiliki potensi penting dalam ketahanan pangan. Sebagai pangan
sorgum menempati urutan ke-5 di dunia setelah gandum, padi, jagung, barley, sedangkan sorgum menempati urutan ke-3 di USA. Dengan demikian, sorgum
dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif selain beras, jagung, singkong dan sagu Hoeman, 2009. Sorgum merupakan jenis rumput dengan fungsi ganda
yaitu biji sebagai tanaman pangan maupun pakan, sedangkan daun dan batang dapat digunakan sebagai pakan Soedarsono dan Hanafi, 2004.
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki oleh kedua jenis tersebut, maka pada penelitian ini telah dilakukan agroforestri sentang dengan sorgum. Jenis
sorgum yang digunakan adalah galur ZH-30 galur yang diproduksi oleh BATAN dan varietas Numbu varietas yang diproduksi oleh Balitserealia, Deptan. Galur
ZH-30 adalah jenis sorgum grain yang dimanfaatkan bijinya untuk pangan Sihono, 2009. Galur ZH-30 memiliki potensi hasil mencapai 10 tonha Sihono
Wijaya, 2010. Rerata tinggi jenis sorgum ZH-30 adalah 120 cm Supriyanto et al., 2011a. Numbu merupakan jenis sorgum yang memiliki batang manis
4 sehingga dapat diperas untuk diambil niranya sebagai bahan sirup, gula dan
bioethanol Supriyanto, 2011b. Kombinasi kedua jenis tersebut diharapkan akan meningkatkan produktivitas sistem agroforestri karena terjadi hubungan biologis
yang saling menguntungkan dengan melakukan pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang bagaimana sebenarnya proses hubungan
biologis yang terjadi antar komponen penyusun agroforestri dan produktivitas kedua jenis tanaman penyusunnya.
1.2 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran
Kebutuhan kayu sebagai papan rumah dan kebutuhan pangan nasional selalu bertambah dari waktu ke waktu, sementara itu jumlah produksinya
seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu mengembangkan sistem agroforestri yang
produktif dan berkelanjutan. Penelitian agroforestri sudah dilakukan di banyak tempat, namun hal yang masih lemah diteliti bagaimana proses hubungan biologis
antar komponen penyusun, khususnya tentang interaksi tanaman berdasarkan jarak tanam. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengembangkan agroforestri
antara sentang A. excelsa dengan sorgum galur BATAN ZH-30 dan sorgum varietas nasional Numbu untuk mengetahui interaksi tanaman berdasarkan jarak
tanam. Interaksi yang terjadi di atas tanah dapat disebabkan oleh perubahan pertumbuhan tajuk sentang yang berakibat terhadap persaingan pemanfaatan
cahaya, sedang interaksi di bawah tanah dapat terjadi akibat perkembangan pertumbuhan sistem perakaran sentang dan sorgum serta perkembangan
endomikorhiza V-AM karena perubahan tanaman inang dari gulma ke sorgum dan sentang sehingga interaksi tersebut akan tercermin terhadap pertumbuhan
sentang dan sorgum sebagai indikator interaksi antar komponen penyusun agroforestri. Sistem perakaran di dalam tanah tersebut membentuk suatu jaringan
pengaman unsur hara yang efektif untuk meningkatkan produktifitas lahan.
5 Gambar 1. Pola alur pikir pokok permasalahan
Kebutuhan papan
Tanaman Pohon
Sentang Agroforestri
Produktifitas tinggi
Pertumbuhan Penduduk
Kebutuhan sandang Kebutuhan pangan
Tanaman Pangan
Sorgum Komponen Tanaman
penyusun Persaingan tanaman Pohon
dan Sorgum Persaingan
Cahaya Persaingan
Nutrisi Perkembangan Tajuk
pohon Penghalang
Fotosintesis Tanaman Pangan
9 Pengaturan jarak tanam
9 Tajuk konik 9 Tanaman pangan
yang tahan naungan SistemPerakaran
Mikroba tanah V-AM
Pohon Sorgum
Jaringan Pengaman Unsur Hara
V-AM Berkembang
dengan baik pada akar tanaman
Membantu serapan hara dan air
Interaksi positif antar komponen penyusun
agroforestri sehingga pertumbuhan sorgum dan
sentang meningkat