13
2.4 Konsep Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi adalah pandangan dan pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyektif yang diinformasikan
kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya Rakhmat, 2005.
Surata dalam Tungabdi 1997 mengemukakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu faktor internal dan faktor dari luar
individu faktor eksternal. Faktor internal adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera, dan jenis kelamin. Sedangkan yang
termasuk faktor eksternal adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan perbedaan latar belakang sosial dan budaya. Persepsi seseorang tergantung kepada
seberapa jauh suatu objek membuat kesan bagi seseorang. Persepsi juga melibatkan derajat pengertian kesadaran, suatu arti atau suatu penghargaan
terhadap obyek tersebut.
Karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Osley 1972 dalam Nurlia 2006 adalah; 1 Faktor
ciri khas dari objek stimulus yang terdiri dari nilai, arti, familiaritas, dan intensitas, 2 faktor pribadi, termasuk di dalamnya ciri khas individu seperti tingkat kecerdasan,
minat dan emosi, 3 faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain dapat memberi arahan suatu tingkah laku yang sesuai, 4 faktor perbedaan latar belakang
kultural.
14
2.5 Konsep Nilai untuk Sumberdaya dan WTP
Secara umum menurut Fauzi 2006, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa
untuk memperoleh barang jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar willingness to pay seseorang terhadap barang dan jasa
yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. WTP dapat juga diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari
terjadinya penurunan terhadap sesuatu. Menurut Fauzi 2006 teknik valuasi ekonomi sumber daya yang tidak
dapat dipasarkan non-market valuation dapat digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit
dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP keinginan membayar
terungkap. Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah Market Values, Hedonic Markets, Travel Cost Method, dan Avertive
Behaviour . Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada kriteria
di mana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang
cukup popular dalam kelompok ini adalah yang disebut Contingent Valuation Method
CVM, dan Choice Experiments. Secara skematis, teknik valuasi non- market
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
15
Sumber: Fauzi 2006
Gambar 2. Klasifikasi Valuasi Non-Market
2.5.1 Travel Cost Method TCM
Menurut Fauzi 2006, Travel Cost Method TCM digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka outdoor recreation,
seperti memancing, berburu, hiking dan sebagainya. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat
rekreasi di atas. Seorang konsumen misalnya untuk menyalurkan hobi memancing di pantai akan mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk
mendatangi tempat tersebut. Kita bisa mengkaji berapa nilai value yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan dengan
mengetahui pola ekspenditur dari konsumen tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat:
1. Perubahan biaya akses tiket masuk bagi suatu tempat rekreasi.
2. Penambahan tempat rekreasi baru.
3. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi.
4. Penutupan tempat rekreasi yang ada.
Tujuan dasar TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan use value dari sumber daya kriteria melalui pendekatan proxy, dengan kata lain biaya yang
dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumber daya alam digunakan sebagai Valuasi Non-Market
Revealed WTP Expressed
WTP Contingent Valuation
Random Utility Model Choice Experiments
Hedonic Pricing Travel Cost
Random Utility Model
16 proxy
untuk menentukan harga dari sumber daya tersebut. Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen
terhadap aktivitas, misalnya rekreasi, bersifat dapat dipisahkan separable. Haab dan McConnel 2002, menyatakan bahwa dalam melakukan valuasi
dengan metode TCM, ada dua tahap kritis yang harus dilakukan: pertama, menentukan perilaku model itu sendiri dan kedua menentukan pilihan lokasi.
Perhatian pertama menyangkut apakah TCM yang dibangun harus ditentukan dulu fungsi preferensinya secara hipotesis, kemudian membangun model perilakunya
behavioural model, atau apakah langsung membangun model perilaku. Perhatian yang kedua menyangkut apakah kita harus melakukan pemodelan untuk semua
atau beberapa tempat sebagai suatu model. Meski dianggap sebagai suatu pendekatan yang praktis, menurut Fauzi
2006, TCM memiliki beberapa kelemahan, yakni: 1.
Harus diingat bahwa TCM dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang
dituju. Jadi dalam hal ini kita tidak menelaah aspek kunjungan ganda multipurpose visit
2. TCM tidak membedakan individu yang memang datang dari kalangan pelibur
dan mereka yang dari wilayah setempat 3.
Masalah pengukuran nilai dari waktu value of time
2.5.2 Surplus Konsumen
Salah satu hal krusial dalam penilaian ekonomi dari sumber daya alam adalah bagaimana surplus dari sumber daya alam dapat termanfaatkan secara
optimal, untuk itu perlu pemahaman mengenai kurva permintaan dan kurva
17 penawaran sehingga konsep surplus dapat diturunkan dengan lebih rinci. Menurut
Fauzi 2006 dalam perspektif ekonomi neo-klasik, kurva permintaan dapat diturunkan dari dua sisi yang berbeda, pertama, kurva permintaan dapat
diturunkan dari memaksimumkan kepuasan atau utilitas yang kemudian akan menghasilkan kurva permintaan biasa ordinary demand curve atau sering juga
disebut sebagai kurva permintaan Marshall, kedua, kurva permintaan juga dapat diturunkan dari meminimisasikan pengeluaran yang akan menghasilkan kurva
permintaan terkompensasi compensated demand curve atau sering juga disebut kurva permintaan Hicks.
Sementara kurva penawaran dari suatu barang dan jasa menggambarkan kuantitas dari barang x yang dapat ditawarkan produsen pada tingkat harga
tertentu. Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat dari mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya
alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor gross benefit dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk
mengekstraksi sumber daya alam. Kurva permintaan dapat ditunjukkan dalam Gambar 3 berikut:
P
Surplus Konsumen
Garis Harga
Q
Sumber: Djijono 2002
Gambar 3. Total Surplus Konsumen
18
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata, nilai ekonomi dan surplus konsumen telah dilakukan sebelumnya oleh Dewi
2005, Firandari 2009, dan Lianasari 2012. Hasil dari penelitian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penelitian Terkait Permintaan, Surplus dan Nilai Ekonomi Wisata
No Peneliti Judul Penelitian
Hasil Penelitan
1 Dewi 2005 Fungsi
Permintaan Taman
Safari Indonesia
TSI dengan
Metode Biaya Perjalanan
Fungsi permintaan TSI dalam lima tahun terakhir adalah F5 = 1,887
– 6,148x10- 2X1 + 7,473x10-2X2 + 0,902X10
dengan R2 sebesar 61,1. Faktor-faktor
yang mempengaruhi
permintaan Taman Safari Indonesia, Cisarua Bogor secara nyata pada selang
kepercayaan 95
adalah biaya
perjalanan, pendapatan
dan tempat
rekreasi alternatif. Biaya perjalanan berpengaruh negatif terhadap permintaan
TSI, sedangkan pendapatan, tempat rekreasi alternatif dan lama berada di
lokasi berpengaruh positif terhadap permintaan.
Surplus konsumen TSI sebagai tempat rekreasi sebesar Rp 93,71 Milyar per
tahun.
2
Firandari 2009
Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi
Wisata Pulau Situ Gintung PSG-3
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kunjungan ke objek wisata PSG-3 yakni
biaya perjalanan,
lama mengetahui
keberadaan PSG-3, dan jarak tempuh. Surplus konsumen pengunjung Pulau Situ
Gintung-3 adalah sebesar Rp 28.985,51 per kunjungan kemudian nilai ekonomi PSG-3
adalah sebesar Rp 3.373.130.755,00 .
19
No Peneliti Judul Penelitian
Hasil Penelitan
3 Lianasari
2012 Perbandingan
Surplus Konsumen
Dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Permintaan
Wisata Pada Pantai Mutun
Ms Town Dan Pulau Tangkil, Kabupaten
Pesawaran, Bandar
Lampung Faktor yang mempengaruhi permintaan di
pantai Mutun Ms Town adalah umur, status pernikahan,
pendidikan, dan
lama kunjungan.
Sedangkan aktor
yang mempengaruhi
permintaan di
Pulau Tangkil adalah biaya perjalanan, jarak, dan
lama mengetahui. Nilai surplus konsumen total kunjungan per individu per kunjungan
di Pantai Mutun MS Town sebesar Rp 2.764.045,00 sedangkan nilai surplus
konsumen total kunjungan per individu per kunjungan di Pulau Tangkil sebesar Rp
1.577.320,00.
Penelitian terkait dengan Taman Nasional Ujung Kulon telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya. Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 2. Penelitian Terkait Taman Nasional Ujung Kulon
No Peneliti Judul Penelitian
Hasil Penelitan
1 Badi’ah
2005 Kajian Pengelolaan
Wisata di Kawasan Konservasi
Studi Kasus
di Taman
Nasional Ujung
Kulon, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten
Pengelolaan wisata di Taman Nasional Ujung
Kulon belum
optimal, yang
diindikasikan oleh
kecilnya jumlah
pengunjung dan
defisit anggaran
pengelolaan wisata. Sumberdaya pesisir dan laut TNUK seperti mangrove, terumbu
karang serta
kondisi perairannya
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan wisata pesisir, bahari dan
pulau-pulau kecil. Metode Technology of Participation
ToP dapat digunakan untuk pengelolaan
wisata, karena
dapat memperbaiki efektifitas organisasi dan
membangun rasa memiliki serta komitmen diantara pemangku kepentingan, sehingga
mengurangi resistensi
stakeholders terhadap pengelolaan taman nasional.
Dengan pendekatan Visitor Experience and Resources Protection
VERP, Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai tujuh
produk wisata pesisir dan bahari yang mempunyai
prioritas tinggi
untuk dikembangkan yaitu: Hiking, Canoing,
Surfing, Bird
Watching,Trecking ,
penelitian komunitas hutan mangrove, wildlife viewing
.
20
No Peneliti Judul Penelitian
Hasil Penelitan
2
Miarni 2004
Kajian Ekologi dan Ekonomi
Rumput Laut Alami di Desa
Rancapinang, Taman Nasional
Ujung Kulon
Ekosistem rumput laut di muara sungai Ciguha sanpai Tanjung Sodong merupakan
komunitas pendukung bagi kehidupan akuatik di laut yaitu sebagai sumber pakan
bagi moluska, ikan herbivor dan penyu serta merupakan daerah perlindungan
binatang akuatik. Penduduk hanya memetik rumput laut dari jenis Gellium sp,
Gracilaria coronopifolia, Eucheuma serra, Gellidiella aserosa,
dan Eucheuma edule karena merupakan rumput laut yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, karena
tidak memahami
teknologi pascapanen yang baik maka tanpa diolah
rumput laut tersebut langsung dijual kepada pengumpul setelah dikeringkan dengan
harga yang murah yaitu Rp. 3.500kg. nilai ekonomi total ekosistem rumput laut di
Desa Rancapinang, Taman Nasional Ujung Kulon adalah Rp. 56.763.420,64tahun.
Sumbangan nilai yang terbesar adalah manfaat langsung ekosistem rumput laut
yaitu Rp. 53.222.257,14tahun, disusul dengan manfaat keberadaan, manfaat
pilihan dan manfaat tidak langsung.
2.7 Keterbaruan