Tujuan Metode Pendidikan Karakter

g. Metode Targhib dan Tarhib Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah sifat kejiwaan manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan, dan kesengsaraan. Penggunaan metode targhib-tarhib didasari pada asumsi bahwa tingkat kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan itu berbeda-beda. Ada yang sadar setelah diberikan kepadanya berbagai nasihat dengan lisan, da nada pula yang harus diberikan ancaman terlebih dahulu baru ia akan sadar. Ayat yang berupa targhib dilihat pada QS Al-Anfal: 29:                     “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapus kesalahan- kesalahanmu serta mengampuni dosamu, dan Allah mempunyai karunia yang besar ”. 22 Al-Thabari menjelaskan bahwa orang-orang yang telah membenarkan Allah dan Rasul-Nya, taat kepada-Nya, menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi kemaksiatan, serta tidak berkhianat kepada Rasul dan amanah yang diberikan kepadanya, Allah akan memberikannya 22 Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 111 furqan, pembeda antara yang hak dan batil, sekaligus menghapus kesalahan yang telah diperbuat. 23 Adapun ayat yang mengandung indikasi metode tarhib terdapat dalam QS At- Taubah: 74: “Mereka orang-orang munafik itu bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu yang menyakitimu. Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak mencapainya; dan mereka tidak mencela Allah dan Rasul-Nya, kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karuni-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, ittu adalah baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak pula penolong di muka bumi. Ibnu Jarir Al-Thabari menjelaskan bahwa, ayat ini turun ketika seorang yang bernama Jalas bin Suwaid bin Ash-Shamit berkata: jika apa yang didatangkan oleh Nabi SAW. itu kebenaran, maka sungguh kita itu lebih sesat daripada keledai. Hal ini diadukan kepada Nabi. Kemudian Suwaid bersumpah atas nama Allah, padahal ia telah mengucapkan kalimat kufur. Turunlah ayat ini dan Nabi pun menasihatinya. h. Metode Lainnya Al- Qur’an sabagai kitab suci tidak pernah habis digali isinya. Demikian juga tentang masalah metode pendidikan ini, masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Muzayyin Arifin, misalnya menyebutkan tidak kurang dari 15 metode pendidikan yang dapat diambil dari al- Qur’an yang di antaranya metode-metode yang telah disebutkan di atas. Sedangkan metode lainnya disebbut metode perintah dan larangan, metode pemberian suasana situasional, metode mendidik secara kelompok mutual education, metode instruksi, metode bimbingan dan penyuluhan, metode taubat dan ampunan, dan metode penyajian. Namun, metode-metode yang 23 Ibid, h. 111 disebutkan terakhir ini kurang popular, sedangkan yang popular adalah metode-metode yang disebutkan terdahulu. 24

4. Pondasi Pendidikan Karakter

Ada enam pondasi karakter pada diri manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya dalam hal-hal khusus. Keenam karakter ini dapat dikatakan sebagai pondasi karakter manusia, di antaranya: Respect penghormatan, Responsibility tanggung jawab, Citizenship-Civic Duty kesadaran berwarga-negara, Fairness keadilan dan kejujuran, Caring kepedulian dan kemauan berbagi, Trustworthiness kepercayaan. 25

a. Respect Penghormatan

Esensi penghormatan adalah untuk menunjukkan bagaimana sikat kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Ada unsur kagum dan bangga di sini. Dengan memperlakukan orang lain secara hormat, berarti membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka aman, bahagia, dan mereka penting karena posisi dan perannya sebagai manusia di hadapan kita. Sebab, biasanya kita tak hormat pada orang yang tidak berbuat baik. Rasa hormat biasanya ditunjukkan dengan sikap sopan dan juga membalas dengan kebaktian, baik berupa sikap maupun pemberian. Sedangkan, rasa hormat juga bisa berarti bersikap toleran, terbuka, dan menerima perbedaan sekaligus menghormati otonomi orang lain. Respect atau penghoramatan bukanlah sesuatu hal yang diminta, melainkan diberikan. Jadi, jangan pernah mengharap rasa hormat dengan penuh rekayasa atau memaksa, tetapi harus kita mulai untuk menata sikap dan posisi serta pesan diri kita agar orang lain memaksa kita. Jangan pernah bertanya, “Kenapa mereka tak menghormati saya?”, tetapi mulailah 24 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, cet. I, h. 160 25 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, cet. I, h. 211-247