negeri dan kewang. Bentuk sanksi terhadap masyarakat yang melanggar aturan adat sasi di negeri Allang dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Bentuk Sanksi
Jenis Tanaman
Jumlah Buahpohon Bentuk Sanksi
Pala 500 buah
Pembersihan Negeri tergantung kebijakan negeri Pala
500 buah 1-2 Kayu Kain Putih dan diberikan peringatan
Pala 500 buah
Di usir dari negeri
Di negeri Allang terdapat dua bentuk sasi yaitu antara lain, pertama bentuk asli yang disebut “Sasi Negeri” yang artinya pelaksanaan sasi dilakukan secara
adat oleh pemerintah negeri dan diawasi sepenuhnya oleh kewang sebagai polisi hutanpolisi negeri selama jangka waktu tertentu. Kedua Sasi Gereja yang
merupakan bentuk larangan untuk memanfaatkan hasil dusun dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh pemerintah negeri dan dewan gereja serta
diawasi oleh kewang. Kedua bentuk sasi tersebut diatas objeknya sama yaitu sumberdaya dusun sedangkan prosesi dan sanksi yang berbeda.
5.4.1. Sasi Negeri
Sasi negeri adalah suatu bentuk pengawasan secara langsung untuk pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistemnya serta yang bertanggung jawab
sepenuhnya adalah pemerintahan negeri raja. Pelaksanaan sasi negeri diawali dengan upacara tutup sasi yang dipimpin
oleh kepala kewang serta disaksikan oleh masayarakat. Dalam pelaksanaannya, dusun yang mau disasi tidak dibacakan doa seperti pelaksanaan sasi gereja, hanya
dipasang plang sasi negeri atau pohonnya ditandai dengan ikatan daun kelapa pada pohon tertentu dan tanda-tanda tertentu yang diletakan pada dusun yang mau
disasi sebagai simbol pelaksanaan tutup sasi negeri, sehingga diketahui oleh warga masyarakat negeri Allang. Di Negeri Allang sasi negeri sampai saat ini
masih berjalan dan dipatuhi oleh masyarakat.
5.4.2. Sasi Gereja
Sasi gereja merupakan hasil adaptasi dari sasi negeri yang mengatur tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya dusun. Tingginya kepatuhan dan
ketaatan warga masyarakat Allang terhadap agama baru dari pada adat menyebabkan pemerintah negeri menambah aturan sasi yaitu sasi negeri dan sasi
gereja. Penambahan terjadi pada prosesi dan sanksi sedangkan objek sasi tetap yaitu sumberdaya dusun.
Sasi gereja oleh masyarakat Allang diartikan sebagai salah satu bentuk aturan sasi darat yang lebih spesifik pada prosesi dan sanksi dalam penegakannya.
Dalam pelaksanaan sasi, dikenal dua istilah penting yang sering diberlakukan dalam tahapannya yaitu tutup sasi dan buka sasi. Tutup sasi merupakan tahapan
dilakukannya kegitan pelarangan terhadap adanya akses masyarakat untuk mengambil atau memungut jenis-jenis hasil dusun-nya sampai dengan jangka
waktu yang ditentukan. Sedangkan buka sasi merupakan salah satu bentuk tahapan dimana masyarakat dapat diperbolehkan mengambil hasil-hasil dusun
yang telah di sasi sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan bersama. Pelaksanaan sasi gereja diawali dengan upacara tutup sasi yang berlangsung
di dalam gereja, dipimpin oleh pendeta serta disaksikan oleh seluruh jema’at gereja. Dalam pelaksanaannya, pendeta selaku orang yang berperan dalam
pelaksanaan sasi gereja membacakan doa sasi mewakili warga jema’at yang berniat menginginkan agar dusunnya di sasi. Warga tersebut diwajibkan
mempersiapkan botol-botol yang berisi air yang didoakan bersamaan dengan doa tutup sasi. Warga diperbolehkan mengambil kembali botol air yang sudah di
doakan oleh pendeta kemudian di pasang pada areal dusun sebagai simbol untuk diketahui oleh warga masyarakat bahwa dusun tersebut sedang di sasi tutup sasi.
Sebaliknya jika salah satu warga ingin membuka sasi maka pelaksanaanya sama seperti pelaksanaan tutup sasi.
Gambar 7 Papan Sasi Gereja
Jenis hasil dusun yang di sasi adalah pala, cengkeh, kayu, dan buah-buahan seperti durian, langsat, cempedak dan kelapa. Jenis-jenis hasil dusun ini untuk
masyarakat negeri Allang merupakan komoditas-komoditas yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan dalam menunjang kebutuhan hidupnya.
Sasi gereja terhadap hasil dusun secara khusus bertujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini
dapat terjadi karena sasi mewajibkan masyarakat mengambil hasil tepat pada waktu hasil mencapai kondisi yang sudah memenuhi syarat untuk dipanen. Sasi
gereja selalu dilakukan dengan memperhitungkan waktu atau musim berbuah yaitu mulai dari waktu berbunga sampai dengan waktu petik, hal ini terkait
dengan pemberlakuan periode tutup sasi dan buka sasi. Oleh karena waktu berbuah bagi setiap tanaman berbeda yang satu dengan yang lainnya, maka
lembaga kewang telah mengatur jenis tanaman beserta periode pemberlakuan sasi. Semua prosedur serta aturan akan berlaku setelah proses pelaksanaan tutup
sasi diberlakukan, setelah itu maka para kewang mulai melaksanakan tugasnya yakni pengawasan pada daerah-daerah yang di sasi terhadap orang luar yang ingin
mengambil hasil-hasil dusun yang di sasi. Setiap pelanggaran terhadap sasi gereja akan dikenakan sanksi. Sanksi yang diberikan bersifat ringan dan berat. Sanksi
ringan diberikan dengan mengambil atau menyita benda-benda yang diambil dari tempat sasi, kemudian jika yang bersangkutan juga memiliki tempat yang di sasi
maka lokasi sasi-nya akan disita dalam waktu tertentu sampai ia bertobat dan didoakan di gereja untuk diampuni. Sanksi berat adalah sanksi yang sifatnya
berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui simbol sasi yang telah didoakan oleh pendeta di dalam gereja melalui prosesi doa sasi. Biasanya
dampak yang dirasakan adalah yang melanggar mengalami kesakitan yang berat dan berkepanjangan. Ada yang mengalami kelumpuhan, bisu, dan penyakit-
penyakit kulit. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat terhadap agama yang dianut bahwa berdasarkan kejadian-kejadian yang pernah terjadi dimasa lalu
biasanya penyakit atau kutukan-kutukan itu hilang setelah yang bersangkutan mengakui perbuatan pelanggarannya di depan para jemaat di dalam gereja.
5.5. Efektivitas Aturan Lembaga kewang dalam Mengatur Penguasaan dan