Implikasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan tembang di Teluk Jakarta

36 eksploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland 1971 in Pauly 1984 yaitu sebesar 0.5 maka laju eksploitasi ikan tembang di Teluk Jakarta dan Teluk Palabuhanratu telah melebihi nilai optimum tersebut. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan tembang di perairan tersebut. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah, makin tinggi juga mortalitas penangkapannya.

4.2.7. Implikasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan tembang di Teluk Jakarta

Strategi pengelolaan sumberdaya ikan tembang di Teluk Jakarta guna mencegah terjadinya dugaan growth overfishing seperti yang telah dikemukakan dalam subbab sebelumnya, dapat dilakukan dengan penentuan daerah penagkapan pada musim pemijahan, pengaturan upaya penangkapan, dan pengaturan ukuran mata jaring. Tingginya nilai faktor kondisi ikan tembang pada pertengahan bulan Februari diduga sebagai awal pemijahan, dengan demikian sebaiknya dilakukan pengaturan daerah penangkapan pada waktu tersebut. Ikan tembang merupakan ikan migrasi yang beruaya ketika akan memijah. Ikan tembang melakukan proses pemijahan di pesisir pantai, maka pelu dilakukannya suatu pembatasan daerah penangkapan pada kawasan pesisir agar ikan tembang memiliki kesempatan untuk berkembang biak terlebih dahulu. Hal ini penting untuk menjaga populasinya di alam. Pengaturan upaya penangkapan dapat dilakukan dengan tidak menambah lagi jumlah unit kapal yang digunakan dalam proses penangkapan ikan tembang, hal ini terkait dengan data DKP-DKI Jakarta 2009 dimana jumlah unit kapal tahun 2004-2005 mengalami kenaikan lebih dari 100 dari 702 unit menjadi 1420 unit, begitu pula pada tahun 2007-2008 kenaikan jumlah unit kapal yang terjadi lebih dari 40 dari 1366 unit menjadi 2021 unit, yang diikuti dengan menurunnya jumlah tangkapan ikan tembang lebih dari 100 ton pada tahun 2007-2008. Namun demikian, dalam pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengatur dan mengubah kondisi yang telah ada, sehingga upaya yang mungkin dilakukan hanya seperti tidak mengijinkan perahu tangkap baru yang masuk ke perairan dengan sebisa mungkin membatasi jumlah tangkapan nelayan, tanpa mengurangi jumlah 37 perahu nelayan yang telah ada saat ini sehingga tercapai pemanfaatan yang optimum. Pengaturan ukuran mata jaring harus mempertimbangkan aspek reproduksi. Ukuran mata jaring tidak boleh lebih kecil dari ukuran ketika ikan pertama kali matang gonad. Menurut hasil penelitian Adisti 2010 ukuran pertama kali ikan tembang di Teluk Jakarta matang gonad yaitu 210 mm. Tinggi badan S .maderensis adalah sepertiga panjangnya, sehingga dapat disarankan bahwa ukuran mata jaring mesh size yang disarankan yaitu lebih dari 2.66 inchi, hal ini diperlukan guna menjaga kelestarian populasinya di alam. Hasil ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 9 tahun 2009 tentang penggunaan pukat ikan fish net di zona ekonomi eksklusif Indonesia pada pasal 4 dijelaskan bahwa ukuran mata jaring mesh size yang boleh digunakan sekurang-kurangnya 2 inchi dan dapat ditoleransi sebanyak-banyaknya 15 lima belas persen. 38

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Umumnya pertumbuhan individu ikan tembang Sardinella maderensis di Teluk Jakarta berpola allometrik positif. Faktor kondisi ikan tembang yang terbesar terdapat pada pertengahan bulan Februari yang diduga sebagai awal pemijahan. Ikan tembang yang tertangkap terdiri atas dua kelompok ukuran panjang dengan rata-rata pertumbuhan ukuran panjang pada kelompok umur kohort pertama dan kedua sebesar 3.95 mm dan 2.67 mm setiap sepuluh hari. 2. Persamaan pertumbuhan panjang S. maderensis di teluk Jakarta mengikuti suatu model L t = 247.28 1-e -0.92t+0.4966 , apabila dibandingkan dengan genus yang sama di Teluk Palabuhanratu maka diketahui bahwa S. maderensis yang tertangkap di Teluk Jakarta memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang lebih kecil dan L ∞ yang lebih besar, dimana semakin besar nilai koefisien pertumbuhan maka semakin pendek umur ikan tersebut. 3. Laju mortalitas total Z sebesar 2.9896 per tahun dengan laju mortalitas alami M sebesar 0.0376 dan laju mortalitas tangkapan F sebesar 2.9519 sehingga diketahui bahwa kematian ikan tembang di Teluk Jakarta sebagian besar di akibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi E sebesar 0.9874. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa ikan tembang di Teluk Jakarta telah mengalami kondisi tangkap lebih overfishing yaitu growth overfishing.

5.2. Saran

Ikan contoh yang di ambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh, serta sebaiknya dilakukan penelitian mengenai daur hidup ikan tembang untuk dapat mempelajari migrasi yang dilakukan ikan tersebut.