b Respons Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal 1775) terhadap Tingkat Kebusukan Umpan Keong Emas (Pomacea canaliculata Lamarck 1822)

Lampiran 14 Pencatatan pola dan arah gerak kepiting bakau Rekaman foto-foto gerakan kepiting bakau: Menit ke-0 Menit ke-20 Menit ke-40 Menit ke-60 Foto ini ditransfer ke ilustrasi sebagai berikut: : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 15 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan pertama Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-1, kepiting bakau bergerak dari area A ke area C pada menit ke-20, kemudian dari area C ke area E pada menit ke-40, dan pada menit ke-60 kepiting bakau menuju ke area F dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 16 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan kedua Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-2, kepiting bakau bergerak dari area A ke area B pada menit ke-19, kemudian dari area B ke area F pada menit ke- 35, dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 17 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan ketiga Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-3, kepiting bakau tetap pada area A tetapi bergerak dari sisi satu ke sisi satunya pada menit ke-15, kemudian dari area A ke area E pada menit ke-31, dan pada menit ke 46 kepiting bakau menuju ke area F dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 18 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan keempat Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-4, kepiting bakau tetap pada area A tetapi bergerak dari sisi satu ke sisi satunya pada menit ke-20, kemudian dari area A ke area F pada menit ke-55, dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 19 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan kelima Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-5, kepiting bakau bergerak dari area A ke area C pada menit ke-20, kemudian dari area C ke area F pada menit ke- 43, dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 20 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan keenam Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-6, kepiting bakau bergerak dari area A ke area B pada menit ke-27, kemudian dari area B ke area F pada menit ke- 56, dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 21 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan ketujuh Pada perlakuan ke-1 umpan 0 hari ulangan ke-7, kepiting bakau bergerak dari area A ke area B pada menit ke-43, kemudian dari area B ke area E pada menit ke-55, serta dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-70. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 22 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan pertama Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-1, kepiting bakau bergerak dari area A ke area E pada menit ke-19, kemudian dari area E ke area F pada menit ke- 41 dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 23 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan kedua Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-2, kepiting bakau bergerak masih di area A pada menit ke-15, kemudian dari area A ke area E pada menit ke-35, selanjutnya pada menit ke-55 dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas. A B C D E F : umpan keong emas : kepiting bakau Lampiran 24 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan ketiga Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-3, kepiting bakau bergerak dari area A ke area E pada menit ke-20, kemudian pada menit ke-65 dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 25 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan keempat Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-4, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara C dan D pada menit ke-46, kemudian pada menit ke-90 dari area antara C dan D ke area F dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 26 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan kelima Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-5, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara E pada menit ke-27, kemudian pada menit ke-45 bergerak masih di area E, selanjutnya pada menit ke-77 kepiting bergerak dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 27 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan keenam Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-6, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara B pada menit ke-15, kemudian pada menit ke-50 kepiting bergerak dari area B ke area F dan menyentuh umpan keong emas. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 28 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan ketujuh Pada perlakuan ke-2 umpan 3 hari ulangan ke-7, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara B pada menit ke-23, kemudian pada menit ke-45 kepiting bergerak dari area B ke area C, terakhir bergerak dari area C ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-53. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 29 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan pertama Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-1, pada menit ke-26 kepiting bakau masih bergerak di area A dari satu sisi ke sisi lainnya, kemudian ke area antara E pada menit ke-46, terakhir bergerak dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-50. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 30 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan kedua Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-2, pada menit ke-15 kepiting bakau masih bergerak di area A dari tengah ke sisi lainnya, kemudian langsung ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-30. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 31 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan ketiga Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-3, pada menit ke-20 kepiting bakau masih bergerak di area A dari salah satu sisi ke tengah, pada menit ke-40 dari tengah ke sisi lainnya di area A, kemudian langsung ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-81. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 32 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan keempat Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-4, pada menit ke-16 kepiting bakau masih bergerak dari area A ke area B, kemudian dari area B ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-45. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 33 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan kelima Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-5, pada menit ke-32 kepiting bakau bergerak dari area A ke area B, kemudian kembali ke area A dari area B pada menit ke-35, dari area A kemudian langsung ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-44. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 34 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan keenam Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-6, pada menit ke-35 kepiting bakau bergerak dari area A ke area B, pada menit ke-40 dari area B ke area C, kemudian dari area C ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke- 80. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Lampiran 35 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan ketujuh Pada perlakuan ke-3 umpan 6 hari ulangan ke-7, pada menit ke-17 kepiting bakau bergerak dari area A ke area C, kemudian dari area C ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-38. : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F v ABSTRACT TAUFIK YULIANTO. Mud Crab’s Scylla serrata Forskal 1775 Response to Different Decaying Level of Gold Snail Pomacea canaliculata Lamarck 1822 Bait. Under direction of M. FEDI A. SONDITA and BAMBANG MURDIYANTO. Mud crab is well known as omnivorous-vigorous-voracious-opportunistic- scavenger. These intertidal animals applies mainly chemoreception in their predatory behaviour. It has been commonly assumed that non fresh gold snail bait is better than fresh bait in stimulating the mud crab. This researchs aim is to analyze mud crab response to different decaying level of gold snail bait. Their response were observed as time required to touch the bait and pattern and direction of the mud crab in approaching the baits. The different decaying level of gold snail baits were shown on Total Volatile Base Nitrogen TVBN as 16.3 mg100g 0 day; 534.1 mg100g 3 days; and 887.4 mg100g 6 days. The research was conducted from July 2009 until February 2011. The TVBN test for gold snail baits were conducted at Laboratory of BBPPHP Jakarta. The experiment was conducted in Pemalang. The result showed that the average period of mud crabs to touch the baits were 52.14 minutes; 61.57 minutes and 52.57 minutes. Anova test concluded no sufficient evidence of significant effect of TVBN content of gold snail bait on mud c rab’s feeding behaviour. Movement pattern B, i.e. left and right deviation followed by straight forward movement to the bait, was commonly exhibited by the crabs. Consequences of time period required by the mud crab to approach the bait on fishing operation is discussed. Keywords: mud crab, chemoreception, stimulus, response, TVBN, gold snail bait. 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan berbagai jenis umpan dalam penangkapan kepiting bakau Scylla serrata Forskal 1775 telah banyak diteliti. Almada 2001 meneliti tentang tingkat kesukaan kepiting bakau terhadap umpan belut, kulit sapi dan ikan nila pada skala laboratorium. Amaludin et al. 2005 meneliti tentang penggunaan umpan ikan selar Selar sp dan ikan keting Aurius spp pada alat tangkap wadong untuk penangkapan kepiting bakau. Penangkapan kepiting bakau menggunakan alat tangkap pintor dengan umpan belut laut, ikan pari dan usus ayam diteliti oleh Triputra et al. 2008. Umpan memiliki peranan penting dalam menarik kepiting bakau untuk mendekati alat tangkap bubu trap Tiku 2004. Di perairan pantai daerah Pemalang kepiting bakau ditangkap dengan menggunakan bubu atau pancing dengan umpan. Salah satu jenis umpan yang digunakan adalah keong emas Pomacea canaliculata Lamarck 1822. Umpan ini dipilih karena mudah didapat, harganya relatif murah, serta dianggap sebagai hama tanaman pertanian yang perlu diberantas. Keong emas yang digunakan sebagai umpan biasanya dipakai yang kondisi organ tubuhnya masih dalam keadaan segar. Dalam praktiknya keong emas yang masih hidup diambil dagingnya dan langsung digunakan sebagai umpan. Sementara itu dalam penangkapan kepiting bakau di perairan daerah Cilacap nelayan menggunakan bangkai belut, ular dan ikan rucah Amaludin et al. 2005. Kepiting bakau dikenal sebagai pemakan segala bangkai omnivorous- scavenger Ariola 1940 dan Moosa et al. 1985 dalam Mulya 2000. Kepiting bakau umumnya memangsa gastropoda, bivalve dan berbagai hewan-hewan kecil yang dapat mereka tangkap, tetapi mereka juga pemakan bangkai yang giat vigorous scavenger Hill 1976. Sebagai pemakan bangkai mereka mudah tertangkap dengan perangkap berumpan baik dalam penangkapan komersial maupun rekreasional Hill 2007. Kepiting bakau adalah pemakan bangkai yang rakus voracious scavenger, yang dapat mencari dan memangsa bangkai di perairan estuarin yang keruh dan berhutan bakau. Kepiting bakau adalah pemakan bangkai oportunistik opportunistic scavenger Webley 2008. Garthe et al. 1996 menyatakan berbagai hewan karnivora dan omnivora akan segera memangsa bangkai segar begitu mereka menemukannya karena ini merupakan sumber nutrisi yang setara dengan mangsa yang biasa mereka tangkap dalam kondisi hidup. Ketika jumlah bangkai dalam suatu ekosistem berlimpah maka kestabilan populasi opportunistic scavenger akan lebih terjaga. Opportunistic scavenger umumnya mengadopsi strategi duduk dan menunggu sit and wait strategy untuk mencari bangkai Rose dan Polis 1998 dalam Webley 2008 sehingga bangkai yang diperoleh adalah bangkai yang sudah membusuk. Bertolak dari hal ini, maka diduga penggunaan keong emas dalam kondisi segar sebagai umpan adalah kurang tepat dan jika umpan ini dibiarkan mengalami degradasi mutu membusuk akan memberikan stimulus yang lebih efektif terhadap respons kepiting bakau. Hal ini menarik untuk diteliti mengingat bahwa Lokkeborg 1990 dalam Ferno 1994 menyatakan bahwa asam amino merupakan attractant utama yang menarik ikan pada perikanan long line dengan umpan ikan mackerel. Pertanyaannya adalah apakah kepiting bakau memiliki pola yang sama dalam ketertarikannya terhadap attractant umpan. Dalam perairan keruh atau gelap maka penglihatan menjadi tidak berfungsi dalam pencarian bangkai dan kemoresepsi akan lebih berfungsi seperti digunakan oleh banyak gastropoda dan krustasea estuarin Ferner dan Weissburg 2005. Kemoresepsi adalah mekanisme biologis organisme berupa pengenalan atas stimulus kimiawi untuk mengumpulkan informasi tentang kimia lingkungan internal dan eksternalnya yang terkait erat dengan stimulus kimiawi umpan yang ditangkap oleh organ reseptor kepiting bakau. Hill 1978 menyatakan bahwa kemoresepsi lebih dominan pada aktivitas pemangsaan oleh kepiting bakau. Perbedaan atau perubahan kimiawi umpan mempengaruhi stimulus kimiawi yang dihasilkan dan akhirnya juga akan berpengaruh terhadap kemoresepsi yang timbul. Artinya, susunan kimiawi umpan berhubungan erat dengan kemoresepsi yang selanjutmya berpengaruh terhadap ketertarikan kepiting bakau terhadap umpan. Menurut laporan dari BP2TP 2008 keong emas mengandung protein yang cukup tinggi 16 – 50. Penyimpanan daging atau senyawa yang mengandung protein pada suhu kamar akan mendegradasi protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti hipoksantin dan trimetilamin yang menjadi indikator kebusukan daging. Umur simpan diduga menyebabkan perbedaan kadar senyawa-senyawa tersebut yang diikuti pula dengan perbedaan sifat-sifat organoleptik seperti bau, kenampakan, rasa, dan tekstur. Perbedaan organoleptik umpan dan kadar senyawa-senyawa hasil degradasi diduga akan memberikan stimulus yang berbeda terhadap kemoresepsi kepiting bakau. Beberapa parameter mikrobiologi dan kimiawi dapat digunakan untuk melihat degradasi umpan tingkat kebusukan selama penyimpanan, seperti TPC Total Plate Count, pH, dan TVBN Total Volatile Basic Nitrogen. Penyimpanan pada suhu kamar akan meningkatkan kadar bakteri total dalam umpan, mengubah pH, dan selanjutnya mengubah kadar TVBN.

1.2 Permasalahan

Mengingat bahwa kemoresepsi berperan dominan pada aktivitas pemangsaan oleh kepiting bakau dan TVBN merupakan parameter kimiawi yang berubah menurut waktu penyimpanan, maka pada penelitian ini dilihat hubungan antara kadar TVBN pada berbagai periode waktu penyimpanan umpan dengan respons kepiting bakau. Untuk menghilangkan faktor penglihatan kepiting bakau dalam mendeteksi umpan dan untuk lebih meyakinkan bahwa kemoresepsi memang dominan dalam aktivitas pemangsaan oleh kepiting bakau, maka dicoba perlakuan pemberian umpan terhadap kelompok kepiting bakau yang ditutup organ penglihatannya pada penelitian pendahuluan. Pada penelitian ini tidak dilakukan perusakan organ penglihatan karena teknik ini diindikasikan akan mengakibatkan stres yang selanjutnya akan mempengaruhi predatory behaviour kepiting bakau. Mengingat bahwa referensi tentang kadar TVBN pada umpan yang dibusukkan pada suhu kamar belum ada sehingga belum diketahui sejauh mana tingkat signifikansinya antar waktu penyimpanan, maka dilakukan penelitian pendahuluan untuk melihat kadar TVBN umpan pada beberapa waktu penyimpanan yang berbeda. Umpan dengan perbedaan kadar TVBN yang signifikan inilah yang diujicobakan dalam perlakuan kepada spesies uji.

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut maka diduga bahwa kepiting bakau akan memberikan respons yang berbeda terhadap kualitas umpan yang berbeda. Perbedaan kualitas umpan tersebut berkaitan dengan perbedaan umur simpan. Degradasi kualitas tingkat kebusukan bahan umpan dapat dilihat dari perubahan kadar TVBN sehingga respons kepiting bakau akan berbeda untuk kadar TVBN yang berbeda-beda.

1.4 Kerangka Pemikiran

Mengingat sifat kepiting bakau sebagai pemakan segala bangkai, umpan untuk menangkapnya sebaiknya adalah umpan yang kondisinya telah busuk. Keong emas jika disimpan pada suhu kamar akan mengalami degradasi dan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian respons kepiting bakau terhadap umpan keong emas kepiting bakau kemoresepsi stimulus respons ? stimulus kemoresepsi kepiting bakau umpan keong emas segar perubahan mikrobiologis kimiawi TPC, pH, TVBN penyimpanan pada suhu kamar hari umpan keong emas busuk degradasi ini makin meningkat seiring dengan waktu simpan. Besaran dan interval waktu simpan umpan pada suhu kamar ditentukan dalam penelitian pendahuluan. Untuk melihat parameter kuantitatif degradasi mutu umpan dilakukan uji mikrobiologi dan kimiawi yaitu TPC, pH, dan TVBN. Parameter- parameter ini digunakan untuk membuat latar belakang respons kemoresepsi kepiting bakau terhadap umpan pada berbagai umur simpan. Umpan dengan kadar TVBN yang berbeda-beda ini selanjutnya diujicobakan kepada kepiting bakau. Individu kepiting bakau pada percobaan tersebut akan memiliki karakteristik yang seseragam mungkin homogen. Berbagai faktor di luar umur simpan umpan juga didesain sama seperti air yang digunakan dan wadah. Respons kepiting bakau terhadap umpan yang diamati adalah: periode gerak pemangsaan, arah, dan pola gerakan Gambar 1. Analisis terhadap tingkah laku kepiting bakau terhadap umpan pada umur simpan yang berbeda digunakan untuk merancang strategi alternatif penangkapan berdasarkan hubungan antara tingkah laku target spesies terhadap stimulus umpan.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis respons kepiting bakau terhadap umpan keong emas yang berbeda tingkat kebusukannya, yang dilihat dari periode gerak mendekati umpan, serta pola dan arah gerakan kepiting bakau dalam mendekati umpan;

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1 Referensi bagi penelitian lanjutan di lapangan yang menyangkut penggunaan umpan pada penangkapan kepiting bakau; 2 Alternatif teknologi aplikatif dalam penangkapan khususnya pada aspek penggunaan umpan untuk usaha penangkapan kepiting bakau. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Kepiting Bakau

Menurut Kasry 1996 dalam Mulya 2000, ciri-ciri anatomi kepiting bakau antara lain adalah: karapas berwarna sedikit kehijauan, pada kiri kanannya terdapat sembilan buah duri tajam, dan pada bagian depan di antara kedua tungkai matanya terdapat enam buah duri, capit kananya lebih besar daripada capit kirinya dengan warna kemerahan pada kedua ujungnya, mempunyai tiga pasang kaki jalan dan satu pasang kaki renang yang terdapat pada ujung abdomen dengan bagian ujung yang dilengkapi pendayung. Selanjutnya Sulistiono el al. 1992 yang dikutip oleh Mulya 2000 menyatakan bahwa karapas berbentuk cembung dan halus, lebar karapas satu setengah dari panjangnya, berbentuk alur H antara gatric dan cardiac jelas, empat gigi triangular pada lengan bagian depan mempunyai ukuran yang sama, orbit lebar dan memiliki dua celah, ruas-ruas abdomen pada kepiting bakau jantan berbentuk segitiga sedangkan pada kepiting bakau betina berbentuk sedikit membulat.

2.2 Habitat dan Kebiasaan Makan Kepiting Bakau

Kepiting bakau atau mud crab Scylla sp dapat ditemukan di sepanjang daerah Indo Pasifik Angell 1992. Menurut Moosa el al. 1985 dalam Cholik dan Hanafi 1992, di Indonesia dikenal ada dua genus Scylla. Spesies dari jenis pertama adalah Scylla serrata dan Scylla serrata var. paramimosain yang berwarna kemerahan atau kecoklatan. Spesies dari jenis kedua adalah Scylla tranquebarica dan Scylla oceanica yang berwarna hijau keabu-abuan. Scylla serrata adalah spesies yang dominan 80 tertangkap di Indonesia. Scylla serrata dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah pesisir dan perairan payau Indonesia, pada salinitas 2 – 38 ppt Hill 1974 dalam Cholik dan Hanafi 1992. Kepiting bakau dikenal sebagai pemakan segala bangkai omnivorous- scavenger dan pemakan sesama jenis cannibal Ariola 1940 dan Moosa et al. 1985 dalam Mulya 2000. Kepiting bakau umumnya memangsa gastropoda, bivalvia dan berbagai hewan-hewan kecil yang dapat mereka tangkap, tetapi mereka juga pemakan bangkai yang giat vigorous scavenger Hill 1976.