PENGARUH POLIFOSFAT TERHADAP SUSUT MASAK

10 banyak terdapat pada lapisan kutikula dan hemolymph pada crustaceans dan serangga. PPO berperan penting dalam pengerasan kulit dari chitin selama siklus pertumbuhannya, sehingga banyak terjadi pada produk udang berkulit shell-on. Penurunan mutu yang kedua adalah penurunan mutu secara bakteriologi yaitu suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh daging udang yang terurai dan menimbulkan bau busuk. Penurunan mutu yang ketiga adalah penurunan mutu secara oksidasi, penurunan mutu ini biasanya terjadi pada udang yang kandungan lemaknya tinggi. Lemak pada udang akan dioksidasi oleh oksigen yang berada di udara sehingga menimbulkan bau dan rasa tengik Purwaningsih, 2000. Perubahan mutu yang sangat berisiko dalam produk udang masak adalah perubahan mutu teknologi. Salah satunya adalah terjadinya susut masak pada produk udang yang diakibatkan oleh kehilangan sejumlah air yang terdapat didalam udang yang terjadi karena pengaruh suhu pemanasan dari proses pemasakan. Nilai susut masak dipengaruhi oleh daya ikat airwater holding capacity WHC, kelarutan protein dan nilai pH. Dari sisi ekonomi, produk yang mengalami susut masak tinggi menyebabkan kehilangan berat yang cukup besar. Hal ini tidak diinginkan oleh perusahaan karena dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi susut masak pada produk udang adalah melakukan proses perendaman menggunakan polifosfat dan garam sebelum dilakukan proses pemasakan.

D. PENGARUH POLIFOSFAT TERHADAP SUSUT MASAK

Polifosfat adalah komponen kimia yang berfungsi sebagai buffer, sekuestran dan sebagai polimer yang berperan meningkatkan kekuatan ionic. Pada umumnya fosfat digunakan sebagai bahan tambahan pangan pada bermacam makanan termasuk daging, unggas dan produk perikanan. Melalui reaksi kimia antar komponen makanan dengan bahan tambahan lain, fosfat akan mempengaruhi daya ikat air, warna, pengawetan dan penanganan berbagai jenis makanan Sofos, 1986. Polifosfat merupakan salah satu jenis garam alkali fosfat yang sering digunakan oleh industri yang ditujukan untuk memperbaiki mutu produk, salah satunya adalah mengurangi susut masak. Pada daging alkali fosfat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat airWater Holding Capacity WHC oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan memperbaiki tekstur, sehingga dapat mengurangi susut masak. Daya ikat air oleh protein atau water holding capacity WHC adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemanasan, penggilingan, pengadukan dan tekanan. Absorpsi air atau kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan. Air yang berada pada otot daging minimal ada dalam dua kondisi dan dalam setiap kondisi tersebut proporsinya “terikat” atau “bebas”. Hamm 1960 menjelaskan bahwa tidak lebih dari 5 persen total air dalam otot daging dapat secara langsung terikat pada grup hidrofilik dalam protein. Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4 – 5 sebagai lapisan monomolecular pertama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4 dan lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10. Jumlah air 11 terikat lapisan pertama dan kedua adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein daging, sedangkan jumlah air terikat yang lebih lemah yaitu lapisan air diantara molekul protein akan menurun bila protein mengalami denaturasi Wismer-Pedersen, 1971. Hampir semua air dalam urat daging berada dalam myofibril, dalam ruang antara filamen yang tebal dari myosin dan filamen tipis dari aktintropomiosin. Ruang interfilamen menurut hasil pengamatan berukuran antara 320 Ǻ dan 570 Ǻ; ukuran tersebut ada hubungannya dengan pH, panjang sarkomere, kekuatan ionik, tekanan osmotic dan apakah otot daging tersebut dalam keadaan pre- atau post- rigor Offer dan Trinick, 1983. Dalam penelitian yang mendetail tentang myofibril, Offer dan Trinick 1983 melaporkan suatu kenyataan dalam menunjang pandangan mereka bahwa hampir semua air yang ada dalam otot daging ditahan oleh tenaga kapiler diantara filamen-filamen tebal dan tipis. Filamen tipis mempunyai diameter kira-kira 1µm pada setiap jalur Z dan merupakan ban I-nya sarkomer. Filamen tipis terutama terdiri dari molekul-molekul protein aktin, sehingga disebut juga filamen aktin Forrest et al., 1975; Lawrie, 1979; Swatland, 1984 Gambar 2. Myosin adalah protein filamen tebal yang dominan dan proporsi asam-asam amino basic dan asidiknya tinggi. Myosin memiliki pH isoele ktrik kira-kira 5,4, mengandung asam amino prolin yang lebih rendah dan lebih fibrus dari aktin. Struktur molekul myosin berbentuk seperti batang korek api dengan bagian tebal pada salah satu ujungnya. Bagian tebal ini disebut kepala myosin yang berjumlah dua buah, dan bagian yang seperti batang panjang disebut ekor myosin. Bagian antara kepala dengan ekor disebut leher myosin Gambar 3. Gambar 2. Struktur Sarkolema Soeparno, 2005 Gambar 3. Struktur Miosin Soeparno, 2005 WHC dipengaruhi oleh pH Bouton et al., 1971; Wismer-Pedersen, 1971. WHC menurun dari pH tinggi sekitar 7 – 10 sampai pada pH titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0 – 5,1. Pada pH isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari isoelektriknya protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air Gambar 4. Demikian pula pada pH lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat ekses muatan positif yang 12 mengakibatkan penolakan miofilamen dan member lebih banyak ruang untuk molekul- molekul air. Jadi pada pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein- protein daging , WHC meningkat Gambar 5. Hanya sangat jarang pH jatuh dibawah 5,0, karena enzim yang mempengaruhi glikolisis pascamati cenderung dinonaktifkan pada saat pH turun sampai 5,4 – 5,5 yaitu titik isoelektrik protein otot daging. Periode pembentukan asam laktat yang menyebabkan penurunan pH otot postmortem, menurunkan WHC daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelektrik protein myofibril, filamen myosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen ini menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP serta pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigormortis menyebabkan penurunan WHC. Penurunan pH yang cepat karena pemecahan ATP akan meningkatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan WHC protein Bendall, 1960. Dua pertiga penurunan WHC otot sapi adalah karena pembentukan aktomiosin dan menjadi habisnya ATP pada saat rigor, dan sepertiga lainnya disebabkan oleh penurunan pH Hamm, 1960. Gambar 4. Pengaruh pH terhadap Struktur Protein Warriss, 2004 . Gambar 5. Pengaruh pH terhadap kelarutan protein daging Warriss, 2004 Pemasakan menyebabkan perubahan WHC karena adanya solubilitas protein daging. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan WHC Bouton dan Harris, 1971 . Pada temperatur 30 dan 40 o C, protein myofibril mulai mengalami koagulasi dan pada temperatur 55 o C, protein myofibril mengalami denaturasi sempurna Locker, 1956. Pada temperatur 60 o C, protein sarkoplasmik hamper mengalami denaturasi sempurna Bendall, 1960. WHC mengalami perubahan besar dengan pemanasan pada temperatur 60 o C Hamm, 1960. Bendall dan Restall 1983 menyimpulkan bahwa sifat dari suatu potongan daging yang besar bila dibuat stew yaitu 13 dimasakdipanasi dalam media cair dapat dijelaskan dalam 4 fase. Pertama, suatu kehilangan cairan dari zat-zat myofibril ke dalam ruang-ruang ekstraseluler pada protein- protein sarkoplasma dan myofibril terdenaturasi pada suhu antara 40 – 53 o C tanpa diikuti pemendekan; Kedua, kehilangan cairan yang cepat dari myofibril pada saat temperature meningkat menjadi 60 o C; pada saat itu kolagen dari membrane basal mengalami pengerutan karena panas. Ketiga, pengerutan karena panas dari kolagen endomisium, perimisium dan epimisium pada suhu antara 64 – 90 o C semakin banyak pengerutan, penurunan diameter miofiber dan kehilangan karena pemasakan. Keempat, selama pemanasan lebih lanjut atau diperpanjang ada konversi kolagen dari epimisium, sendomisium dan perimisium menjadi gelatin diikuti oleh pengempukan. Pemanasan udara kering juga mempengaruhi WHC daging. WHC menurun dengan meningkatnya temperatur pemanasan. Penurunan WHC pada pemanasan sampai temperatur 80 o C berhubungan dengan berkurangnya grup asidik. Hilangnya grup asidik ini meningkatkan pH daging, sehingga titik isoelektrik daging berubah dan berada pada pH yang lebih tinggi Hamm, 1960. Selama proses pemasakan atau pemanasan terjadi peningkatan pH akibat hilangnya group asidik di dalam otot Angsupanich dan Ledward, 1998. Disamping faktor pH dan pemasakan atau pemanasan, WHC daging juga dipengaruhi oleh spesies, umur dan fungsi otot Wismer-Pedersen, 1971. Peningkatan kapasitas WHC kelihatannya lebih banyak disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam hubungan ion-protein; ada peningkatan ion K + dan peningkatan ion Ca ++ . Semakin kuat ion-ion terikat oleh protein, akan semakin kuat pula pengaruh hidrasinya Hamm, 1960. Penurunan WHC menyebabkan terjadinya susut masak. Susut masak merupakan fungsi dari temperature dan lama pemasakan. Disamping itu susut masak juga dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging Bouton et al., 1971. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Perubahan nilai WHC dan denaturasi protein dipengaruhi oleh konsentrasi dan komposisi garam didalam otot. Hanya 4 – 5 dari total air terikat kuat didalam otot dan tidak dipengaruhi oleh perubuahan struktur dan muatan protein. Kebanyakan air yang ada didalam otot dipengaruhi oleh perubahan struktur dan muatan yang ada pada protein otot. Phosfat dan natrium klorida memberikan pengaruh terhadap nilai WHC baik pada daging maupun ikan Greene, 1981. Pada garam dengan konsentrasi sangat rendah 0 – 0,1 M peningkatan konsentrasi garam dapat menurunkan ruang antara filamen dan menyebabkan penyusutan serat otot. Pada konsentrasi garam yang lebih tinggi dari 0,1 M , ruang antara filamen meningkat seiring dengan peningkatan muatan negatif dan meningkatnya gaya tolak menolak protein otot. Peningkatan pembekakan filamen dapat juga terjadi karena dipolimerisasi filamen tebal, yang mendorong terjadinya disosiasi dari kompleks aktomiosin Fennema, 1990. Pada konsentrasi diatas 1 M, ruang antara filamen makin tidak mengembang, sedangkan diatas 4,5 M, otot menyusut Offer and Knight, 1988. Pada kekuatan ionik yang tinggi, garam mempunyai pengaruh dehidrasi; hidrasi maksimum bila kekuatan ionik sekitar 0,8 – 0,1. Ini setara dengan 5 – 8 NaCl untuk daging tanpa dan dengan penambahan 60 air Hamm, 1960. Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan zat aditif dalam produksi pangan telah meningkat. Penambahan polifosfat pada daging dan produk perikanan dapat 14 mempengaruhi nilai WHC selama proses sehingga dapat meningkatkan berat produk tersebut. Pada dasarnya protein daging dibagi menjadi tiga bagian yaitu protein sarkoplasma, protein myofibril dan kolagen, elastin dan reticulum. Protein sarkoplasma memiliki sifat mudah larut air, memiliki kemampuan yang rendah dalam menjaga WHC dan emulsi, sedangkan protein myofibril memiliki sifat larut garam, larut pada suhu rendah -4 o C – 4 o C, memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjaga WHC dan emulsi. Kolagen, elastin dan reticulum memiliki sifat larut pada suhu tinggi dan asam. Penggunaan polifosfat mempengaruhi protein myofibril aktin dan myosin yang dapat meningkatkan nilai WHC. Menurut Lindsay 1996, mekanisme yang digunakan alkalin phosfat dan polifosfat dalam meningkatkan hidrasi daging tidak dipahami dengan jelas. Hal ini bisa dipengaruhi oleh efek pH dan kekuatan ionik, dan interaksi spesifik anion phosfat dengan kation divalent dan myofibril protein. Fungsi dari phosfat adalah untuk memecah atau memisahkan kompleks aktomiosin menjadi aktin dan myosin sehinggan myosin akan lebih mudah larut dan sifat fungsionalnya lebih baik daripada aktomiosin ; meningkatkan pH, kekuatan ionik dan daya ikat air WHC sehingga akan meningkatkan rendemen pemasakan mengurangi susut masak ; dan sebagai antioksidan pengkelat ion divalent seperti Fe +2 , Cu +2 mencegah oksidasi dan pembentukan flavor tengik. Menurut Thorarinsdottir et al. 2001 penggunaan polifosfat mempengaruhi hidrasi produk perikanan karena pengaruh dari pH, kekuatan ionik dan interaksi spesifik dengan protein myofibril sehingga efektif untuk meningkatkan WHC. Phosfat dapat meningkatkan WHC daging post mortem dengan cara meningkatkan pH daging sehingga muatan negatif dalam daging meningkat. Peningkatan muatan negatif meningkatkan gaya tolak menolak elektrostatik diantara protein serat daging sehingga WHC daging meningkat. Efeknya, susut masak produk rendah, stabilitas emulsi dan daya ikat produk akan lebih baik. Efektivitas phosfat dalam mempertahankan air didalam daging tergantung dari tipe phosfat yang digunakan, jumlah yang digunakan dan produk spesifik. Phosfat memberikan efek sinergis jika diaplikasikan bersama-sama garam NaCl. Pada jumlah phosfat terbatas, garam akan mengembangkan protein miofibril protein sehingga dan dengan bantuan gaya dari luar misalnya pengadukan akan menyebabkan protein terlarut kedalam larutan garam. Protein terlarut akan membentuk matriks yang bisa mengikat air. Selama pemanasan, protein yang terlarut terekstrak akan terkoagulasi dan memberi efek pengikatan antar setiap partikel daging, mengikat air meminimalkan susut masak dan membentuk matriks yang koheren yang akan memerangkap lemak yang meleleh sehingga tidak keluar. Peningkatan konsentrasi garam yang digunakan akan meningkatkan jumlah protein yang terlarut terekstrak. Penambahan garam akan berpengaruh besar pada peningkatan kekuatan ionik ion Cl berfungsi untuk meningkatkan gaya tolak menolak pada protein otot sehingga WHC meningkat dan susut masak rendah. Dalam hubungan ini Offer dan Trinick 1983 telah melaporkan bahwa pirofosfat banyak menurunkan konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk menghasilkan pembengkakan maksimum bila myofibril-miofibril diletakkan dalam larutan NaCl. Offer dan Knight 1988 mendiskusikan efek dari garam dan phosfat pada myofibril dan WHC didalam daging. Mereka menjelaskan ada tiga cara phosfat mempengaruhi WHC. Pertama, phosfat merupakan buffer yang baik, yang dapat membantu terjadinya depolimerisasi dari filamen tebal dan meningkatkan penyerapan air. Kedua, dengan adanya Mg 2+ , pyophosfat dan triphosfat mengikat molekul myosin. Pyrophosfat berperan sebagai analog ATP dan berikatan dengan kepala myosin, ini bisa 15 mendorong terjadinya disosiasi aktomiosin. Ketiga, polifosfat dapat mengikat ekor myosin dan mendorong disosiasi dari filamen myosin. Schmidt, et al 1970 juga menjelaskan pengaruh garam dan phosfat didalam otot, disosiasi dari aktin dan myosin, dan kecenderungan melubangi filamen tebal sehingga terjadi dipolimerisasi. Faktor lain seperti konsentrasi ion Mg 2+ , Ca 2+ , Cl - dan phosfat, suhu dan pH dipercaya dapat mempengaruhi bagaimana phosfat berinteraksi dengan otot. Polifosfat memiliki potensial yang bagus sebagai buffer awal daging postmortem ketika pH akan turun karena memiliki kapasitas buffer yang sangat bagus Ellinger, 1972. Sebagai tambahan berbagai bentuk polifosfat sering digunakan secara luas untuk industri daging, unggas dan perikanan karena polifosfat dapat meningkatkan karakteristik daging selama proses. Keuntungan ini menghasilkan empat fenomena yang berbeda: meningkatkan pH, meningkatkan kekuatan ion, menghilangkan alkali metal dan disosiasi komlpleks aktomiosin Hamm, 1960. Kekuatan ionik berhubungan dengan jumlah ion dalam larutan phosfat yang dapat meningkatkan jumlah ion yang dapat berinteraksi dengan protein dan meningkatkan hidrasi. Interaksi phosfat-protein melibatkan beberapa hubungan antara protein dan alkali metal hancur dan memungkinkan air untuk migrasi. Kemampuan phosfat untuk meningkatkan pH tidak diragukan lagi karena phosfat telah terbukti memiliki kapastas buffer yang baik Ellinger, 1972. Phosfat tergolong senyawa yang tergolong GRAS generally recognize as safe dan harus digunakan sesuai dengan proses GMP good manufacturing practices. Senyawa polifosfat diketahui tidak memiliki sifat beracun jika dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan peraturan international yang dikeluarkan oleh CODEX Codex Alimentarius Commission 1992 penggunaan phosfat pada produk seafood tidak boleh lebih dari 0,5 dalam bentuk P 2 O 5. Peraturan ini juga diterapkan oleh Europian Union Council on Foods penambahan maksimum phosfat pada produk makanan laut beku sebesar 5 gkg. Di Indonesia peraturan penggunaan batas maksimum phosfat diatur didalam MENKES RI No. 722MenkesPerIX88 yang juga menyatakan pada produk udang masak kandungan phosfat dalam bentuk P 2 O 5 tidak boleh lebih dari 0,5 . Namun penggunaan fosfat berlebihan konsentrasi 0,5 memberikan citarasa menyimpang pahit dan bisa memberikan sensasi terbakar karena fosfor bila terpapar udara akan teroksidasi secara spontan menjadi fosfor pentaoksida, yang akan mengalami hidrolisis di dalam air menjadi asam fosfat kausatik. Cedera panas langsung ditimbulkan oleh partikel-partikel fosfor yang membakar, dank arena sifat eksplosif dari pembakaran spontan, partikel fosfor sering tertanam dibawah kulit Soeparno, 2005. 16

IV. METODOLOGI PENELITIAN