perasaan mampu dapat menyelesaikan tugas; 2 perasaan mampu mengambil keputusan; dan 3 kesiapan diri dalam menerima resiko pekerjaan.
2.1.3 Motivasi Kerja
Motivasi dalam bahasa latin disebut motivum. Artinya, alasan yang menyebabkan sesuatu bergerak. Daft 2002:91 menyebutkan bahwa motivasi
motivation adalah mengacu pada dorongan, baik dari dalam atau dari luar diri seseorang yang memunculkan antusiasme dalam kegigihan untuk melakukan
tindakan tertentu. Motivasi tampak dalam bentuk keinginan, perhatian dan kemauan individu dalam mencapai tujuan. Selanjutnya dijelaskan bahwa motivasi pada
dasarnya bermakna kontekstual, mempunyai intensitas dan arah. Pada konteks bekerja, motivasi kerja diartikan sebagai kekuatan energi seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi daya tahan dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri motivasi intrinsik maupun dari luar individu motivasi ekstrinsik. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Seperti model yang dikemukakan oleh Mitchell dalam Kinicky dan Robert 2006:149 bahwa motivasi mempengaruhi perilaku dan kinerja. Berikut ini model : A
Job Performance Model of Motivation dari Mitchell dan Daniels pada Wiley, 2003:226.
Universitas Sumatera Utara
A Job Performance Model of Motivation
Job context Physical environment Task
design Rewards and reinforcement Supervisory
support and coaching Social norms Organisational culture
Individual Inputs Ability,job knowledge
Disposition and traits Emotions,moods,and affect
Beliefs and values
Motivational processes
Arousal Attention Intensity And and
direction persistence
Motivated Behaviors Focus:direction,what we
do intensity: effort,how hard We try Quality :
task strategies,the way we do it Duration:
persistence,how long we stick to it.
Performance
Sumber : T.R.Mitchell and D.Daniels, ”Motivation”, in Handbook of Psychology, Hoboken, NJ:John Wiley Sons, Inc., 2003, p.226
Gambar 2.4. Model Pekerjaan dari Motivasi
Gambar 2.4 tersebut menunjukkan bahwa individual inputs dan job context merupakan dua kategori kunci dari faktor yang mempengaruhi motivasi. Individual
inputs, yaitu : ability kemampuan, job knowledge pengetahuan, dispotition pembawaan dan traits sifat-sifat, emotion emosi, moods suasana hati dan
affect beliefs pengaruh keyakinan dan values nilai-nilai dalam bekerja. Job context, yaitu : Physical environment lingkungan fisik, task design rancangan
tugas, reward imbalan dan reinforcement penguatan, supervisory support and coaching dukungan supervisor dan pelatih, social norms norma-norma sosial dan
Universitas Sumatera Utara
organizational culture budaya organisasi. Kedua kategori ini saling mempengaruhi satu sama lain yang juga mempengaruhi motivational process yang nantinya akan
membentuk motivated behaviors. Gambar 2.4 di atas juga menjelaskan bahwa motivated behaviors secara
langsung dipengaruhi oleh individual’s ability dan job knowledge skills, motivasi, dan suatu kombinasi yang membatasi job context factors. Performance seseorang,
pada akhirnya akan dipengaruhi oleh motivated behavior. Ada empat kesimpulan yang dapat diambil dari bagan tersebut. Pertama, motivasi berbeda dengan perilaku.
Motivasi meliputi suatu proses psikologi yang mencapai puncaknya pada hasrat individu dan perhatian untuk berjalan dalam fakta. Kedua, perilaku seseorang
dipengaruhi oleh lebih dari sekedar motivasi orang tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh individual inputs, job context factors, dan tentunya motivasi itu sendiri. Ketiga,
perilaku berbeda dengan performance. Performance mewakili kumpulan perilaku yang terjadi pada suatu waktu dan mencerminkan standar eksternal yang disusun
oleh organisasi. Keempat, motivasi sangat diperlukan, namun tidak sepenuhnya mempengaruhi job performance, tetapi juga diperlukan individual’s input dan job
context factors. Perilaku termotivasi akan meningkat bila manajer menambah karyawan dengan kecukupan sumber daya manusia, mengadakan pelatihan dan
membantu mereka meningkatkan self-efficacy dan self-esteemnya. Self-efficacy dalam hal ini terdapat dalam komponen individual inputs dalam model teori motivasi kerja
tersebut. Self-efficacy juga merupakan faktor yang diperhitungkan dalam teori penentuan tujuan yang dikemukakan oleh Locke dalam Greenberg 2008:258. Locke
Universitas Sumatera Utara
mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberi tahu seorang karyawan apa yang harus
dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Bukti tersebut sangat mendukung nilai tujuan. Teori penentuan tujuan mengisyaratkan bahwa individu
berkomitmen pada tujuan tersebut. Pengaruh tersebut sehubungan dengan adanya kekhususan tujuan, adanya tantangan dan umpan balik terhadap kinerja. Secara
khusus dapat dikatakan bahwa penetapan tujuan khusus dapat meningkatkan kinerja; tujuan yang sulit, ketika diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada
tujuan yang mudah; dan umpan balik menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada tidak ada umpan balik. Berdasarkan pandangan ini maka menentukan tujuan yang
spesifik dan menantang bagi para karyawan merupakan hal terbaik yang dapat dilakukan manajer untuk meningkatkan kinerja. Ketika tingkat goal commitment dan
self-efficacy tinggi, kinerja orang-orang dimotivasi pada tujuan. Berikut gambar Goal Setting Theory yang dikemukakan oleh Locke dan Latham 2002:707-717 :
Universitas Sumatera Utara
Goal – Setting Theory
Desire to feel competent Desire to attain goal
Goal commitment accept goal as own
Self-efficacy beliefs Performance
at goal level
Perceived change of attaining goal
Recognize challenge of higher
goal level
Sumber : Locke, E.A dan Latham G.P, 2002, Building a Practically Useful Theory of Goal Setting and Task Motivation. A 35-Year Odyssey, American
Psychologist, 2002, p.705-717
Gambar 2.5. The Goal-Setting Theory
Selanjutnya Bandura dalam Robbins 2008:241 mengemukakan teori Efikasi Diri self-efficacy yang juga dikenal sebagai “teori kognitif sosial” atau “teori
pembelajaran sosial” merujuk kepada keyakinan bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas. Semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi rasa percaya diri yang
dimiliki dalam kemampuan untuk berhasil dalam suatu tugas. Individu dengan efikasi diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan tantangan.
Bila dihubungkan dengan A Job Performance Model of Motivation, maka seorang manajer dapat membantu karyawan mencapai tingkat efikasi diri yang tinggi
yakni dengan menyatukan teori pencapaian tujuan dengan teori efikasi diri.
Universitas Sumatera Utara
Teori penentuan tujuan dan teori efikasi diri tidak saling bersaing, justru saling melengkapi, terlihat pada gambar berikut ini:
Manager sets difficult,specific
goal for job or task
Individual sets higher personal
self-set goal for their performance
Individual has confidence that
given level of performance will be
attained self- efficacy
Individual has higher level of job
or task performance
Sumber : Based on E.A.Locke dan G.P. Latham,”Building a Practically Useful
Theory of Goal Setting and Task Motivation: American Psychologist,2002, p.705-717
Gambar 2.6. Joint Effect of Goals and Self-Efficacy on Performance
Sesuai dengan teori pembelajaran sosial Social Learning theory bahwa ada dua komponen kognitif mayor dari motivasi, yang pertama adalah expectation dan
yang kedua adalah goal setting dan apa yang dikenal sebagai self regulation dari reinforcement Bandura dalam Feldman,1983:151 . Skema lengkapnya terlihat pada
gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
Observation of models
Direct instructions,advi
ce,and information
Outcome expectation
Self- regulation
Efficacy expectation
Motivation Effective
performance
Self- Evaluation
Contingent Outcomes
Gambar 2.7. Summary of the social learning theory model of motivation and its determinants
Teori pembelajaran sosial menegaskan bahwa hasil pengalaman dan pengamatan personal pada pengalaman yang lainnya, pengembangan manusia
tergantung pada: 1 kemampuannya untuk melaksanakan tugas dengan sukses dalam berbagai tipe-tipe perilaku; dan 2 kemungkinan yang hendak dicapai dalam
berbagai tingkah laku akan diikuti oleh nilai-nilai yang akan masuk dari hasil yang hendak dicapai. Bagian pertama dari ekspektansi berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk berperilaku kinerja secara sukses adalah disarankan sebagai efficacy expectations. Bagian kedua, melakukan sesuatu dengan persepsi dari hubungan yang
baik antara perilaku dan tujuan yang dihasilkan yang dikenal sebagai outcome exspectation. Hubungan antara komponen social learning theory dan expectancy
theory cukup jelas. Ekspektansi teori digerakkan langsung oleh usaha menuju kinerja Effort Performance dan disebut expectancy theory, Keduanya menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan seseorang bahwa ia akan sukses atau menunjukkan kinerja yang baik dan berhasil.
Berdasarkan penjelasan terhadap motivasi kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dikemukakan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang
ada pada diri individu untuk mencapai tujuan kerja, dengan indikator keinginan, perhatian dan kemauan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawab pekerjaannya.
2.2 Review Peneliti Terdahulu