II.2 Identitas Etnis II. 2. 1 Pengertian Identitas Etnis
Siapa aku? Pertanyaan ini mungkin mudah bagi seseorang dan bisa jadi sulit bagi orang lain. Identitas adalah suatu konsep yang abstrak dan beraneka
ragam yang memainkan peran yang signifikan dalam seluruh interaksi komunikasi.untuk itu penting memberikan apresiasai pada apa yang membawa
identitas. Dan untuk memberikan pemhaman mengenai hal tersebut, maka perlu untuk memperluas kebutuhan untuk mengerti peran dari identitas dalam
masyarakat yang beragama budaya ini. Dan kebutuhan akan pemahaman perasaan tentang identitas akan terbukti sendiri. Perkembangan identitas dipertimbangkan
sebagai sebuah aspek kritis bagi kebaikankesehatan psikologis setiap orang. Menurut Phinney dalam Samovar dkk, sebuah prinsip objektif bagi orang dalam
masa-masa usia dewasa adalah pembentukan sebuah identitas dan siapa yang gagal memperoleh sebuah identitas yang tepat akan menghadapai kebingungan
identitas, kekurangan kejernihan pemikiran tentang siapa mereka dan apa peran mereka dalam hidup.
Pemahaman akan identitas juga sebuah aspek yang penting dalam studi dan praktik komunikasi antarbudaya. Perhatian dari studi komunikasi
antarbudaya adalah bagaimana identitas mempengaruhi dan menuntun ekspektasi tentang apa peran sosial diri dan orang lain maupun menyediakan tuntunan bagi
interaksi komunikasi dengan oang lain Samovar dkk, 2007: 109-110. Secara sederhana identitas dipahami sebagai konsep pribadi mengenai diri
di dalam sebuah konteks sosial, geografik, budaya dan politik. Menurut Mathews
Universitas Sumatera Utara
dalam Smaovar dkk, identitas adalah bagaimana diri menyusun dirinya sendiri dan label untuknya sendiri Samovar dkk, 2007: 111.
Tipologi identitas dalam Communication between Cultures, terbagi atas: identitas ras, identitas etnis, identitas gender, identitas nasional, identitas regional,
identitas organisasi, identitas pribadi, dan identitas maya dan fantasi Samovar dkk, 2007: 113- 118. Sedangkan dalam Intercultural Communicatin In contexts,
identitas budaya dan sosial dibagi atas: identitas gender, identitas usia, identitas ras, identitas etnis, identitas agama, identitas kelas, identitas nasional, identitas
regional, dan identitas pribadi Martin Thomas, 2007:171-188. E. Barth dan Zastrow dalam Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya,
menyebutkan etnis adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal- usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem
nilai budayanya. Sedangkan kelompok etnis merupakan konsep untuk menerangkan suatu
kelompok, baik kelompok ras maupun yang bukan kelompok ras yang secara sosial dianggap berada dan telah mengembangkan subkultur sendiri. Pengertian
ras dan etnis sendiri dapat dipilah dan harus dipahami bahwa etnis merupakan suatu kelompok yang terbentuk atas dasar kesamaan karakteristik yang sifatnya
lebih ‘’kebudayaan’’ daripada ras yang mengacu pada ciri-ciri ragawi Liliweri, 2001:335-336.
Identitas etnis sering dikaji sosiolog, antropolog, psikolog, dan sejarahwan. Para ahli meneliti asal-usul, substansi, konsekuensi dan proses
etnisitas yang sedang berubah dalam berbagai komunitas. Istilah-istilah lain yang
Universitas Sumatera Utara
sering menjadi sinonim adalah etnisitas, dan konsep-diri kultural atau rasial. Istilah-istilah ini kadang-kadang digunakan identik atau punya makna yang sama
oleh para ahli. Namun kadang-kadang konsep yang sama diartikan secara berbeda oleh para ahli. Makna konsep identitas etnis tidak selalu eksplisit dalam kajian-
kajian itu. Sering ia berkelindan dengan dan atau tersirat dalam kajian tentang akulturasi, asimilasi suatu kelompok etnis Mulyana Jalaludin, 2005: 151.
Identitas etnis sendiri sebenarnya merupakan bentuk spesifik dari identitas budaya. Ting-Toomey dalam Rahardjo, mendefinisikan identitas kultural
merupakan perasaan emotional significance dari seseorang untuk ikut dalam memiliki sense of belonging atau berafiliasi dengan kultur tertentu Rahardjo,.
2005: 1-2. Sedangkan identitas etnis bisa dilihat sebagai sebuah kumpulan ide tentang satu kepemilikan keanggotaan kelompok etnis. Hal ini menyangkut
beberapa dimensi: 1.
Identifikasi diri sendiri, 2.
Pengetahuan tentang budaya etnis tradisi, kebiasaan, nilai, perilaku 3.
Perasaan mengenai kepemilikan pada kelompok etni tertentu. Identitas etnis sering melibatkan sebuah perasaan yang dibagi tentang asal
dan sejarah, di mana mungkin mata rantai kelompok etnis pada kelompok budaya yang jauh di Asia, Eropa, Amerika Latin atau tempat lain Martin Thomas,
2007:175.. Memiliki sebuah identitas etnis berarti mengalami sebuah perasaan
memiliki pada suatu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagi pada anggota kelompok Martin Thomas, 2007:175.
Universitas Sumatera Utara
Bagi penduduk AS, misalnya, etnisistas adalah sebuah konsep yang speseifik dan relevan. Mereka melihat dri mereka di hubungkan pada sebuah
daerah di luar AS-sebagai mExico Amerika, Jepang Amerika dan sebagainya. Atau pada beberpa daerah yang sebelumnya ada di AS, seperti Navajo, Hopi, dan
sebagainya. Sedangkan sebagian yang lain menyebutkan etnisitas adalah sebuah konsep yang samar-samar. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai
‘’Amerika’’ dan menolak dugaan gagasan sebagai orang Amerika yang mengidentifikasi mereka tidak hanya sebagai warga AS
campuran, tapi juga sebagai anggota dari kelompok etnis, artinya mereka hanya mengakui diri mereka sebagai orang Amerika tidak sebagai Jerman Amerika dan
sebagainya Martin Thomas, 2007:176-177. Beberapa ahli menyatakan identifikasi etnis dan ras sama dan ada yang
menyebutkan keduanya berbeda. Beberapa ahli menyebutkan identitas etnis dikonstruksikan oleh dirinya sendiri dan lainnya tapi identitas ras dikonstruksikan
semata-mata oleh dirinya Martin Thomas, 2007:177. Karena ‘’perbedaan antara istilah ras dan etnisitas telah tidak cukup
dijelaskan dalam literatur’’ maka variasi anatara ras dan identitas etnis dapat juga jadi tidak jelas dan membingungkan. Masalah ini lebih jauh dipersulit karena
orang-orang sering menggambarkan identitas etnis mereka dalam ‘’cara-cara individual yang tinggi sesuai dengan situasi dan lingkungan tertentu.’’ Dari
pandangan Samovar dkk, walaupun identitas ras dikaitkan pada warisan biologis yang menghasilkan karakteristik fisik yang sama dan dapat diidentifikasi.
Etnisitas identitas etnis diperoleh dari sebuah perasaan yang membagi warisan,
Universitas Sumatera Utara
sejarah, tradisi, nilai, perilaku yang sama, daerah asal dan dalam beberapa hal membagi bahasa. Kebanyakan orang memperoleh identitas etnis mereka dari
sebuah kelompok regional, misalnya Kurdi, sebuah kelompok etnis yang besar di Timur Laut Irak dengan komunitas di Turki, Iran, Syria. Pada contoh di atas,
perasaan mereka pada etnisitas melebihi batas Negara dan didasari pada praktek dan kepercayaan budaya umum. Samovar dkk, 2007: 113-114.
Selama beberapa tahun belakang ini di AS, imigran biasanya sering membuat kelompok sesuai dengan daerah tertentu, untuk membentuk komunitas
etnis. Biasanya sense orang-oarng tersebut pada kelompok etnisnya tetap kuat seperti praktik budaya tradisional dan kepercayaan yang masih diikuti dan kekal
dijalankan terus menerus. Tetapi seiring waktu, anggota dari generasi muda mengalami keragaman etnis yang lebih besar dan sering menikah dengan anggota
dari kelompok etnis lain. Hal ini, menimbulkan kecenderungan untuk menipiskan perasaan mereka pada identitas etnis dan hari ini, hal tersebut menjadi biasa
ketika mendengar orang Amerika menjelaskan etnisitas mereka dengan sejumlah historis yang panjang mengenai etnik keluarga yang telah bergabung dari etnis
lain. Yang lain bahkan sering secara sederhana mengakui diri mereka hanya sebagai orang Amerika atau ‘’Amerika kulit putih’’. Sering kali, mereka adalah
anggota dari kelompok budaya dominan Amerika, yang semula meninggalkan tradisi religius Kristen-Judeo yang berasal dari Eropa Barat, yang garis silsilah
secara historis diberi ciri oleh pencampuran yang luas melalui pernikahan antar etnis selama bertahun-tahun.Martin dan Nakayama menulis banyak praktik
budaya yang diasosiasikan dengan ‘’warna kulit putih’’ melebihi kesadaran
Universitas Sumatera Utara
partisipan, tapi tidak dapat dilihat oleh anggota kelompok budaya minoritas. Oleh karena itu, ‘’putih’’ sering diasosiasikan dengan posisi keistimewaan Samovar
dkk, 2007: 114.
II. 2. 2Pendekatan Subjektif terhadap Identitas Etnis
Ada dua pendekatan terhadap identitas etnis yaitu pendekatan objektif struktural dan pendektan subjektif fenomenologis. Jika pendekatan objektif
melihat sebuah kelompok etnis sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri budayanya seperti bahasa,
agama, atau asal-usul kebangsaan. Kontras dengan itu, perspektif subjektif merumuskan etnisitas sebagai suatu proses dalam mana orang-orang mengalami
atau merasakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnis dan diidentifikasi demikian oleh orang lain dan memusatkan perhatiaanya pada
keterikatan dan rasa memiliki yang dipersepsi kelompok etnis yang diteliti Mulyana Jalaludin, 2005: 152.
Jadi penelitian ini menggunakan pendektan kedua yaitu pendekatan subjektif yang sejalan dengan perspektif interpretif. Pendekatan kedua
menganggap etnisitas bersifat dinamik. Pendekatan subjektif fenomenologis terhadap identitas etnis dapat
dilacak hingga ke definisi Cooley dan Mead tentang diri. Pendekatan ini mengkritik pendekatan positivistik dalam arti bahwa ia membatasi kemungkinan
perilaku manusia yang dapat dipelajari. Berbeda dengan pendekatan positivistik, yang memandang individu-individu sebagai pasif dan perubahannya disebabkan
Universitas Sumatera Utara
kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka, pendekatan fenomenologis memandang manusia jauh dari pasif Mulyana Jalaludin, 2005: 155.
Secara tradisional, etnisitas dipandang sebagai seperangkat ciri sosio- kultural yang membedakan kelompok-kelompok etnik antara yang satu dengan
lainnya. Barth yang dikutip dari Komunikasi Antarbudaya menyebutkan bahwa ciri-ciri penting suatu kelompok etnis adalah askripsi yang diberikan kelompok
dalam dan kelompok luar, memandang kelompok etnis sebagai suatu jenis organisasi sosial tempat para aktor menggunakan identitas-identitas etnis untuk
mengkategorisasikan diri mereka dan orang-orang lain untuk tujuan interaksi Mulyana Jalaludin, 2005: 156.
Perspektif Barth akhirnya mengilhami banyak ahli untuk meneliti apa yang disebut Paden dan Cohen etnisitas situasional, yaitu bagaimana identitas
etnis digunakan individu-individu dalam interaksi mereka dengan orang lain. Kajian-kajian ini menganggap identitas etnis sebagai dinamik, cair dan situasional
Mulyana Jalaludin, 2005: 156. Pendekatan subjektif ini sejalan dengan perspektif interpretif dalam
menilai identitas. Perspektif interpretif menekankan bahwa identitas bisa dirundingkan, bisa dibentuk kembali, diperkuat dan dijalani melalui komunikasi
dengan yang lain: identitas identitas etnis muncul ketika pesan saling dipertukaran di antara orang-orang. Ini artinya bahwa menunjukkan identitas kita
bukanlah sebuah proses yang sederhana. Tentu tidak setiap orang melihat kita sebagaimana kita melihat diri kita sendiri. Konsep avowal pengakuan dan
Universitas Sumatera Utara
askripsi penting untuk membantu kita memahami bagaimana kesan dapat menimbulkan konflik Martin Thomas, 2007: 158
Pengakuan sendiri dipahami sebagai proses di mana individu memerankan diri mereka sendiri sedangkan askripsi adalah proses di mana orang lain
mengatribusikan identitas tertentu pada mereka. Identitas yang berbeda digunakan tergantung individu yang terlibat dalam komunikasi. Artinya bisa saja saat kita
berinteraksi dengan lawan jenis, maka identitas yang muncul adalah identitas gender dan saat kita bertemu dan berinteraksi dengan orang yang berbeda etnis,
identitas yang muncul adalah identitas etnis. Ininya, perspektif interpretif beranggapan bahwa identitas dan khususnya identitas etnis diekspresikan secara
komunikatif melalui core symbols , label, dan norma. Core Symbols nilai budaya memberitahukan tentang kepercayaan fundamental dan konsep sentral yang
memberi definisi identitas tertentu, yang dibagikan di antara anggota kelompok budaya.
II.3 Interaksionisme Simbolik II.3.1 Pengertian Teori Interaksionisme Simbolik