BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi- sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku- kini
melingkup i proses yang lebih luas. Jumlah simbol-simbol yang dipertukarkan tentu tak bisa dihitung dan dikelompokkan secara spesifik kecuali bentuk simbol
yang dikirim, verbal dan non verbal. Memahami komunikasi pun seolah tak ada habisnya. Mengingat komunikasi sebagai suatu proses yang tiada henti
melingkupi kehidupan manusia. Belajar memahami Komunikasi Antarbudaya berarti memahami realitas
budaya yang berpengaruh dan berperan dalam komunikasi. Seperti apa yang dikatakan oleh Samover dan Porter bahwa hubungan antarbudaya dan komunikasi
sangat penting untuk memahami komunikasi antarbudaya karena hal itu mempengaruhi budaya orang-orang untuk berlajar berkomunikasi Lubis, 2008:
2. Selanjutnya Samover dan Porter melukiskan hubungan antara komunikasi dan kebudayaan sebagai berikut: masyarakat di Paris makan siput, tetapi masyarakat
di Santiago meracuni siput, mengapa?, masyarakat di Iran duduk di lantai dan berdoa lima kali sehari, tetapi masyarakat di Las vegas berdiri semalaman di
depan mesin judi, mengapa?; sebagian lagi berbahasa Tagalok, sedangkan yang lainnya berbahasa Inggris, mengapa?; sebagian orang mengecat dan mendekor
seluruh bagian tubuhnya, tetapi yang lainnnya menghabiskan miliaran rupiah untuk mengecat dan menghiasi wajah mereka, mengapa?; sebagian orang
Universitas Sumatera Utara
berbicara kepada Tuhan, tetapi yang lainnya berharap Tuhan yang berbicara kepada mereka, mengapa?. Jawaban umum pada semua pertanyaan tersebut
adalah sama yaitu kebudayaanmu memberi jawaban atas pertanyaan itu dan tidak terhitung pertanyaan lainnya tentang seperti apa dunia dan bagaimana kamu hidup
dan berkomunikasi dengan dunia itu Lubis, 2008: 3. Edward T Hall mengatakan budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan
Lubis, 2008: 3.Konsekuensinya kebudayaan merupakan landasan berkomunikasi. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
meliputi komunikasi yang mewakili pribadi, antar pribadi, kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku
komunikasi para peserta Liliweri, 2004: 11, sedangkan Sitaram berpendapat bahwa Komunikasi antarbudaya sendiri bermakna sebagai sebuah seni untuk
memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan Lubis, 2008: 10.
Young Yun Kim menjelaskan untuk memahami, mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang komunikasi antarbudaya, maka
ada 3 dimensi yang perlu kita perhatikan yaitu, tingkat keorganisasian kelompok budaya, konteks sosialnya, serta saluran komunikasi yang dilaluinya Lubis, 2008:
12. Menurut Samover dan Porter, karakteristik budaya adalah di mana budaya
itu adalah simbol, tumbuh dan berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya, dipelajari dan dipertukarkan Lubis, 2008: 4. Hal itu berarti melalui budaya kita
bertukar dan belajar banyak hal, karena pada kenyataannya siapa kita adalah
Universitas Sumatera Utara
realitas budaya yang kita terima dan pelajari. Untuk itu, saat komunikasi menuntun kita bertemu dan bertukar simbol dengan orang lain maka kita pun
dituntut untuk memahami orang lain yang berbeda budaya dan perbedaan itu tentu menimbulkan bermacam kesukaran dalam kelangsungan komunikasi yang
terjalin. Identitas etnis secara sederhana dipahami sebagai sense tentang self
individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok etnik tertentu dan sikap maupun perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Artinya identitas
etnis menyangkut pengetahuan, kesadaran, komitmen, dan perilaku terkait etnisnya. Artinya, identitas etnis dibangun atas kesadaran kita akan budaya kita.,
budaya mempengaruhi identitas etnis kita. Bahkan melalui konteks budaya lah. Identitas etnis dipertukarkan dan dipelajari dari generasi ke generasi.
Memahami budaya yang berbeda dengan kita juga bukan hal yang mudah, dimana kita dituntut untuk mau mengerti realitas budaya orang lain yang membuat
ada istilah ‘’mereka’’ dan ‘’kita’’. Masalahnya, perkembangan zaman membuat budaya juga berubah, nilai-nilai budaya dulu mungkin sekarang sedikit demi
sedikit, lambat laun makin memudar. Di mana akibat perubahan zaman dan pengaruh budaya massa, memahami identitas etnis sendiri bisa jadi lebih susah
daripada memahami identitas etnis lain. Namun yang menjadi masalah tentu bukan sekadar pengaruh media massa dalam membantu membangun persepsi
khalayak baik secara sengaja atau tidak dalam menggambarkan etnis tertentu dalam tayangannya, tapi control dan pilihan tentu ada di tangan audiens,
Universitas Sumatera Utara
bagaimana si audiensnya dalam menanggapi realitas yang dibangun lingkungan dan pandangannya sendiri dalam persepsinya.
Memasuki dunia baru di mana kita dituntut untuk beradaptasi bukanlah hal yang mudah. Beradaptasi di lingkungan baru, kita dituntut belajar serta
memahami budaya baru. Terlebih lagi adaptasi tentu akan semakin sulit. Jika lingkungan yang baru adalah lingkungan yang berbeda jauh budayanya dengan
lingkungan sebelumnya. Sebuah lingkungan baru, di mana realitas etnisnya amat berbeda. Menghadapi budaya yang berbeda bukan perkara mudah, begitupun
pengalaman Mahasiswa asal Malaysia di Fakultas Kedokteran USU, adaptasi harus dimulai perlahan. Memasuki dunia baru yang benar-benar berbeda, karena
pada dasarnya manusia mempunyai mental, kemauan, dan kemampuan untuk berkomunikasi sehingga dapat mengenal dan mengevaluasi siapa yang
berkomunikasi dengan dia Liliweri, 2004: 90. Indonesia dan Malaysia lebih menggunakan model kelompok etnis
dominan dalam mendefinisikan konsep bangsanation. Orang Jawa dan Sumatera di Indonesia dan orang Melayu di Malaysia sering digunakan sebagai model
dalam mendefinsikan konsep bangsa di kedua Negara tersebut Rahardjo, 2005: 15.
Indonesia dan Malaysia walaupun punya kesamaan rumpun budaya yaitu Melayu, tapi kita juga pasti menyadari bahwa begitu banyak perbedaan seperti
perbedaan bahasa, adat kebiasaan sehari-hari serta nilai atau norma yang dianut terlebih lagi, Indonesia bukan hanya terdiri dari etnis Melayu dan begitupun
Malaysia. Mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di Fakultas Kedokteran USU,
Universitas Sumatera Utara
tentu bukan hanya yang beretnis Melayu. Mengenai hal ini, kita pasti menyadari bahwa komunikasi antarbudaya pasti terjadi. Usaha untuk menjalin komunikasi
antarbudaya dalam praltiknya bukanlah hal yang sederhana. Lewis Slade menguaraikan 3 tiga kawasan yang paling problematika dalam lingkup
pertukaran antarbudaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai, dan perbedaan pola perilaku kultural Rahardjo, 2005: 54.
Dalam konteks penelitian ini, peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya menjadi penting untuk diperhitungkan mengingat andil identitas etnis
selama ini kurang disadari. Kita tentu perlu tahu, saat kita berkomunikasi khususnya komunikasi antarbudaya, apakah kita menyadari diri kita sebagai
bagian dari satu kelompok etnis tertentu dan lawan bicara kita sebagai anggota kelompok etnis lain dan jawaban itu akan menggiring kita pada satu pertanyaan
utama apakah kesadaran akan identitas etnis itu memiliki peran dalam komunikasi yang kita lakukan?. Untuk itu, jawaban dari pertanyaan itu nantinya akan
membantu untuk menjawab realitas yang lebih spesifik mengenai komunikasi antarbudaya yaitu etnisitas. Dan nantinya kan dilihat apakah komunikasi
antarbudaya terjalin secara efektif ?. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa asal
Malaysia di Fakultas Kedokteran USU. Pemilihan lokasi penelitian yaitu di Fakultas Kedokteran USU dilakukan karena mahasiswa asal Malaysia paling
banyak berada di Fakultas ini. Menyadari bahwa status mereka pendatang maka untuk itu penting memahami bagaimana para mahasiswa tersebut memulai culture
shock yang pasti terjadi dan bagaimana realitas identitas yang dibangun, baik
Universitas Sumatera Utara
menyangkut etnisnya sendiri maupun mengenai etnis lain etnis di lingkungan baru. Telaah persepsi identitas etnis ini setidaknya dapat membantu dalam
memperoleh pengetahuan tentang bagaimana selama ini mereka membangun komunikasi dalam interaksi khususnya komunikasi antarbudaya. Jawaban
mengenai tindak komunikasi antarbudaya mahasiswa asal Malaysia tersebut, akan menunujukkan pada tataran kompetensi komunikasi seperti apa yang mereka
miliki. Howell, salah seorang penasihat Gundykunst, menyebutkan ada empat tataran kompetensi komunikasi, yaitu, unconscious incompetence, yaitu seseorang
yang salah menginterpretasikan perilaku orang lain dan tidak menyadari apa yang sedang ia lakukan, conscious incompetence yaitu seseorang mengetahui bahwa ia
salah menginterpretasikan perilaku orang lain, namun ia tidak melakukan sesuatu, conscious competence yaitu, seseorang berpikir tentang kecakapan
komunikasinya dan secara terus-menerus berusaha mengubah apa yang ia lakukan supaya menjadi lebih efektif, dan unconscious competence yiatu seseorang telah
mengembangkan kecakapan komunikasinya. Rahardjo, 2005:69. Selain itu penting untuk menjawab peran identitas yang terbentuk baik mengenai identitas
etnis sendiri maupun identitas etnis orang lain terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi dalam komunikasi antarbudaya. Ketertarikan penelitian ini didasari
pada kemungkinan adanya perasaan in group maupun out group yang sedikit banyak mendorong atau bahkan menghambat komunikasi dalam interaksi, yang
bisa jadi nantinya akan bisa ditarik kesimpulan apakah komunitas mahasiswa asal Malaysia ini tertutup atau bahkan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini nantinya akan melihat sejauh mana peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya, apakah akan membantu mahasiswa asal Malaysia
di Fakultas Kedokteran USU dalam menjalin komunikasi yang efektif atau menghambat komunikasi. Pada akhirnya akan ditemukan kompetensi komunikasi
seperti apa yang mereka miliki. Meneliti para mahasiswa asal Malaysia terkait masalah komunikasi
antarbudaya, maka menyangkut beberapa masalah potensial dalam komunikasi antarbudaya yang mereka jalani, yaitu pencarian kesamaan, penarikan diri,
kecemasan, pengurangan ketidakpastian, stereotip, prasangka, rasisme. Kekuasaan, etnosentrisme, culture shock Samovar, Porter Mc Daniel, 2007:
316. Dengan menggunakan analisis studi kasus, maka diharapkan berbagai
pertanyaan seputar masalah identitas etnis dan komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa asal Malaysia di Fakultas Kedokteran USU dapat terjawab.
Universitas Sumatera Utara
I.2 Perumusan Masalah