BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Usia 18-24 merupakan usia rata-rata para mahasiswa menjalani kehidupan di kampus. Bloom dalam Saragih dan Irmawati, 2000 menyatakan bahwa dalam
kehidupan di kampus mahasiswa menghadapi berbagai permasalahan, baik itu permasalahan yang berhubungan dengan perkuliahan itu sendiri ataupun
permasalahan dengan kehidupan sosial mereka.
Dengan semua permasalahan yang dihadapi mahasiswa di kampus, akan lebih baik jika mahasiswa mempunyai teman dekat untuk menolong mereka
mengatasi segala tekanan. Ditemukan pada mahasiswa yang memiliki tingkat pergaulan yang tinggi dikampus memiliki derajat lebih tinggi dalam hal
dukungandorongan, keterlibatan dan prestasi di perguruan tinggi Berger dalam Pham, 2009.
Salah satu hubungan pertemanan yang biasa dijalani oleh mahasiswa diantaranya adalah berpacaran. Bird Melville 1994, dalam Nisa, 2010
menyatakan bahwa pacaran adalah pertemuan-pertemuan antara dua orang yang sama secara khusus diarahkan untuk menjalin komitmen ke arah pernikahan. Pada
umumnya berpacaran yang serius akan bertujuan kejenjang pernikahan. Oleh
1
karena itu, masa berpacaran adalah masa untuk membangun suatu hubungan yang kuat dengan saling menerima setiap kelebihan dan kekurangan pasangan kita.
Begitu juga hal mahasiswa berpacaran ini berlaku di universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk di fakultas Psikologi. Pada tahun 2008
berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Rizki Amaliah diperoleh hasil 32 dari 56 mahasiswi fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki
status berpacaran dengan rata-rata lama hubungan diatas 6 bulan dengan intensitas pertemuan minimal 3 sampai 5 kali dalam seminggu.
Fenomena gaya berpacaran mahasiswa yang salah satunya adalah menghabiskan waktu bersama dengan pasangan seperti pergi dan pulang dari
kampus bersama, makan bersama, jalan-jalan dan lainnya secara tak langsung akan membuat suatu keterikatan dan ketergantungan satu pasangan terhadap
pasangan lainnya. Berkembangnya saling ketergantungan dalam hubungan percintaan dan memasuki tahapan hubungan yang semakin erat, yang pada satu
sisi menjawab kebutuhan emosional satu sama lain, dan di sisi lain juga dapat berarti bentangan masalah yang menimbulkan ketegangan-ketegangan. Hal yang
mungkin timbul seiring dengan berkembangnya komitmen antara lain selain kecewa dan kebohongan, adalah cemburu Widyarini, 2009. Sebagaimana
berdasarkan hasil penelitian oleh Knox dan Zusman 2009 terhadap 1319 mahasiswa Amerika diperoleh hasil 41,7 menyatakan dirinya sebagai orang
yang pecemburu Knox dan Schacht, 2010.
Kecemburuan merupakan kumpulan atau kerjasama dari berbagai macam perbedaan kata-kata, pengertian, dan gambaran. Salah satunya Menurut Pines
1998 kecemburuan adalah reaksi yang rumit dalam merespon ancaman yang terlihat, dimana akan mengakhiri atau menghancurkan suatu hubungan yang
dianggap penting dalam Demirtas dan Donmez, 2006. Hal serupa dikemukan Clanton 1981 bahwa kecemburuan adalah reaksi protektif terhadap ancaman
yang hadir pada suatu hubungan yang berharga dalam Hansen, 1985.
Dalam konteks hubungan romantis White dan Mullen 1989 mendefinisikan kecemburuan sebagai pikiran, emosi, dan tindakan kompleks yang berasal dari
kehilangan akan loss of, ancaman threat to, harga diri self-esteem dan keberlangsungan ataupun kualitas dari hubungan romantis. Penerimaan akan
kehilangan atau ancaman dihasilkan oleh persepsi akan potensi adanya ketertarikan romantis antara salah satu pasangan dengan saingan dalam White,
1999. Hal senada diungkapkan Guerrero dan Anderson 1998, serta Teismann dan Mosher 1978 yakni kecemburuan merupakan sebuah set dari emosi,
kognisi, dan respon-respon yang berasal dari sebuah penerimaan adanya ancaman terhadap hubungan oleh saingan Fleischmann et.al, 2005
Secara relevan beberapa penelitian kecemburuan berfokus pada konstruksi yang kompleks yang terjadi pada individu ketika menghadapi ancaman terhadap
hubungan atau pada sikap possesif. Kecemburuan terjadi pada ranah emosi emotional jealousy dan kognisi cognitive jealousy, dan kemudian berpotensi
berkembang pada perilaku komunikatif behavioral jealousy. Emotional jealousy termasuk didalamnya menyiapkan sederet emosi seperti marah, perasaan tidak
aman, ketakutan, dan kesedihan Pfeiffer dan Wong; dalam Bevan dan Lannuti, 2002. Cognitive jealousy diartikan sebagai pikiran-pikiran individu akan
kekhawatiran, kecurigaan, dan berkenaan dengan kemungkinan hubungan yang dijalani pasangan dengan saingan. Behavioral jealousy diartikan sebagai
aksiaktifitas detektif dan protektif, aksi detektif meliputi menanyakan, memeriksa dan mencari keberadaan pasangan, dan aksi protektif mencakup pada strategi
untuk turun tangan memastikan bahwa tidak terjadi keakraban antara pasangan dengan saingan Pfeiffer dan Wong; dalam Hinde, 1997.
Kecemburuan bisa muncul disebabkan oleh faktor eksternal berupa kecenderungan pada perilaku pasangan yang mengikat yang bisa diinterpretasikan
sebagai suatu ketertarikan emosional maupun seksual pada orang lain atau sesuatu yang lain dan kurangnya ketertarikan emosional maupun seksual pada pasangan
utama. Selain itu kecemburuan dipengaruhi juga oleh faktor internal berupa kecenderungan pada karakteristik tiap individu yang menempatkan mereka pada
perasaan-perasaan cemburu, perilaku yang membebaskan dari pasangan. Contohnya termasuk menjadi kurang percaya, memiliki self esteem yang rendah,
semakin tingginya keterlibatan dan ketergantungan terhadap hubungan, dan tidak menerima keberadaan pasangan alternatif Pines, 1992; dalam Knox dan Schacht,
2010.
Intensitas hubungan memiliki pengaruh juga terhadap kecemburuan , contohnya, menurut Mathes dan Severa 1981 kecemburuan lebih umum terjadi
pada individu yang sedang jatuh cinta, yang sangat bergantung secara emosional, dan pasangannya yang kurang memberikan waktu, uang dan emosi White, 1981.
Berbagai penemuan tersebut konsisten dengan teori evolutionary dalam konsep kecemburuan sebagai pelindung pasangan, ungkapan dari komitmen, atau usaha
untuk mendapatkan pertanda dari salah satu pasangan Guerrero dalam Fleischmann et.al., 2005.
Inti yang paling mendekati pada kecemburuan adalah lebih kepada perasaan emosional dan perilaku yang timbul ketika hubungan yang berharga terancam
oleh saingan. Dalam kecemburuan dibutuhkan sebuah segitiga hubungan sosial antara tiga karakter yaitu; orang yang cemburu, orang yang bersama dengan
individu yang berkeinginan cemburu dalam hubungan pasangan, dan orang yang mengancam akan mengambil tempat orang yang cemburu dalam hubungan
dengan pasangan pesaing Kazdin, 2000. Selain itu kecemburuan berhubungan dengan kehilangan kasih sayang, penolakan, kecurigaan, perasaan tidak aman dan
kecemasan Perreti dan Pudowski; dalamFleischmann et.al., 2005. Bisa juga pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman yang ada saling
mempengaruhi. Orang yang memandang hubungan secure, membutuhkan ancaman yang sangat kuat untuk dapat membuatnya cemburu. Namun, bagi
individu yang merasa insecure pada suatu hubungan, kecemburuan bisa timbul meskipun ancamannya sangat lemah Aditya Sarwono, 2009.
Para akademis telah menguji kecemburuan secara mendasar, faktor-faktor yang mengantar pada kecemburuan, dan hasil dari kecemburuan dalam berbagai
konteks dan tipe dari hubungan interpersonal. Fenomena studi yang luas ini telah diujikan dalam hubungannya pada variasi yang lebih luas dari faktor psikologis
termasuk insecurity, low self-esteem White, 1981; Melamed, 1991, emotional dependence Mathes dan Severa, 1981; Buunk, 1982; White dan Mullen, 1989,
dan trust Ellis dan Weinstein, 1986 dan adult romantic jealousy Sharpsteen dan Kirkpatrick, 1997.
Jika kembali pada faktor cemburu yang dipengaruhi oleh cara pandang terhadap hubungan dan ancaman yang ada, memilki konsep terkait dengan tipe
kelekatan khususnya tipe kelekatan orang dewasa, yang menyatakan adanya perbedaan pandangan keistimewaan dari suatu hubungan yang akrabintim
termasuk didalamnya perbedaan reaksi cemburu terhadap ancaman kehilangan Sharpsteen Kirkpatrick, 1997.
Dalam teori kelekatan cinta terlihat sebagai bentuk dasar dari kelekatan, kedekatan, ikatan emosional yang terus menerus, yang berakar semenjak masa
bayi Hazan dan Shaver, 1987; Shaver, 1984; Shaver, Hazan, dan Bradshaw, 1988, para peneliti menganggap bahwa cinta romantis dan kelekatan antara bayi
dan pengasuh memiliki kesamaan dinamika emosi Strong et.al, 2005.
Attachmentkelekatan merupakan ikatan emosional yang terus menerus, termasuk kecenderungan untuk mencari dan memelihara kedekatan paada orang
tertentu, terutama ketika mendapat tekanan Potter-Efron, 2005. Sedangkan kelekatan pada orang dewasa didefinisikan sebagai kecenderungan yang stabil
pada individu untuk berusaha keras mencari dan memelihara kedekatan dengan seseorang atau orang tertentukhusus yang memberikan potensi subjektif rasa
aman dan terlindungi terhadap fisik maupun psikis Berman dan Sperling; dalam Potter-Efron, 2005. Hendrick menambahkan kelekatan pada dewasa sebagai
kelekatan romantis yang diartikan sebagai perilaku yang melibatkan kedekatan dan ikatan dengan seorang pasangan romantis McGuirk dan Pettijohn, 2008.
Bowbly dalam Bush, 1991 menyatakan bahwa fungsi dari attachment adalah memelihara kedekatan pada figur attachment. Hasil observasinya
mengatakan bahwa ketika figur attachment ada individu merasa senang dan merasakan aman. Jika hubungan attachment terancam maka timbul kecemasan,
protes dan berusaha membangun kembali hubungan Bush, 1991.
Selain itu kelekatan juga berperan dalam kehidupan emosi manusia. Dimana kebanyakan emosi yang biasanya timbul terjadi selama pembentukan,
pemeliharaan, ketidak teraturan dan pembaharuan pada hubungan attachment. Pembentukan pada ikatan dijabarkan sebagai jatuh cinta, pemeliharaan ikatan
sebagai mencintai seseorang, dan kehilangan pasangan sebagai kesengsaraan berlebih seseorang. Kesamaannya pada ancaman kehilangan meningkatkan
kecemasan dan benar-benar kehilangan memberikan penderitaan ketika pada situasi ini menimbulkan kemarahan Fraley dan Shaver, 2000.
Mikulincer dan Horesh 1999 mengasumsikan bahwa orang-orang yang berbeda pola kelekatannya memiliki kecenderungan berpikir, merasakan, dan
bertindak secara spesifik didalam hubungan mereka. Sehingga paling tidak sebagian gaya kelekatan seseorang memiliki efek pada perilaku yang disebabkan
oleh perbedaan dalam persepsi sosial dan perbedaan kemampuan mengatur efek Mikulincer dan Sheffi, 2000; dalam Baron dan Byrne, 2005. Dengan kata lain
tipe kelakatanattachment style didefinisikan sebagai suatu tingkah laku hubungan antara dua orang dan bukan suatu sifat yang diberikan kepada bayi oleh orang
yang memberi perhatian. Tipe kelekatan ini merupakan jalan dua arah antara bayi dan orang yang memberi perhatian yang harus responsif satu sama lain dan
masing-masing harus mempengaruhi tingkah laku orang lain Semiun, 2006.
Perbedaan utama antara kelekatan pada orang dewasa dengan kelekatan pada bayi adalah bahwa sistem perilaku lekat pada orang dewasa saling timbal balik.
Dengan kata lain pasangan orang dewasa tidak ditugaskan atau menset aturan mengenai figur lekat, kedua perilaku dan pelayanan kelekatan sebagi figur lekat
seharusnya Crowell dan Treboux, 1995.
Dipengaruhi oleh berbagi permasalahan yang ada dalam hubungan romantis, pasangan-pasangan akan mengembangkan kelekatan satu sama lain
yang dapat berbeda-beda antara pasangan yang satu dengan yang lain. Tipe kelekatan ini akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu hubungan
romantis. Studi tentang tipe kelekatan orang dewasa secara umum partisipan dikelompokkan kedalam salah satu dari tiga kategori, berdasarkan laporan self
mereka yaitu secure, avoidant dan ambivalent. Partisipan juga ditanyai tentang pengalaman masa anak-anak mereka dengan orang tua, masa lalu mereka dan
sejarah hubungan romantis mereka serta kepuasaan. Penelitian mencoba menghubungkan laporan self tipe kelekatan responden untuk melaporkan tentang
hubungan personal mereka Mischel dkk, 2004.
Hazan dan Shaver 1987, memaparkan tiga tipe kelekatan yang terdiri dari secure dengan ciri memiliki kesiapan untuk berhubungan erat, merasa nyaman
bergantung terhadap pasangan, dan tidak ada kekhawatiran bahwa pasangan akan meninggalkannya. kemudian avoidant dengan ciri tidak nyaman dalam
kedekatankeintiman dan kurang percaya terhadap pasangan, sulit mengizinkan diri sendiri untuk bergantung pada pasangan, gugup ketika orang lain terlalu
dekat. Dan ambivalent memiliki ciri-ciri mempersepsikan pasangan terlalu jauh, bahwa pasangan tidak mencintai, dan ingin meninggalkan, ingin meleburkan diri
sepenuhnya dengan pasangan, merasa pasangan tidak menginginkan kedekatan sebesar keinginannya. Ketiga tipe tersebut merupakan adaptasi dari tiga kategori
yang dikemukakan oleh Ainsworth yang dibuat sebagai dasar gambaran dari pengaturan perbedaan individu dalam hal bagaimana orang dewasa berpikir,
merasa, dan bertindak dalam suatu hubungan romantis. Utamanya mereka
berpendapat bahwa ketiga tipe tersebut mempunyai kualifikasi untuk membedakan tipe romantis atau ikatan yang diperbaharui Fraley dan Shaver,
2000. Sekitar 56 orang dewasa yang bertipe kelekatan aman, ditemukan
mereka memiliki kepuasan yang paling besar dan paling berkomitmen terhadap hubungan dibanding dengan tipe kelekatan lain Shaver dkk, 1988; dalam Pistole,
Clark, Tubbs, 1995; dalam Strong, 2003. 23- 24 orang dewasa bertipe kelekatan avoidant Hazan dan Shaver, 1987 Dan sebanyak 19-20 orang
dewasa diidentifikasi sebagai tipe anxious-ambivalent Shaver dkk, 1988; dalam Pistole, Clark, Tubbs, 1995; dalam Strong, 2003.
Penelitian yang bersifat replikasi kemudian dilakukan di berbagai negara seperti Amerika, Israel dan sebagainya, antara lain Trust Mikuliner, 1990,
Depresi dan distress BurenCooley, 2002, Self Mikuliner, 1995, Kepribadian Heaven dkk, 2004 ada pun di Indonesia ada tipe kelekatan berkaitan dengan
gaya hubungan romantis Helmi, 1992 dan Gaya berpacaran pada remaja Sulistiyani, 2002.
Menurut Santrock 1999, cinta romantis sangat penting diantara para mahasiswa. Penelitian tentang cinta juga lebih banyak menggunakan mahasiswa
sebagai subjek penelitiannya Brigham, 1986; Brehm, 1992; Santrock, 1999; Taylor dkk, 2000 dalam Saragih dan Irmawati, 2000. Oleh karena hal tersebut
peneliti tertarik memilih mahasiswa sebagai subjek, dan juga berdasarkan
penelitian Rizki Amaliah yang menyatakan 32 dari 56 mahasiswi fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki status berpacaran dengan
rata-rata lama hubungan diatas 6 bulan dengan intensitas pertemuan minimal 3 sampai 5 kali dalam seminggu. selanjutnya peneliti memilih untuk fokus pada
subjek mahasiswa psikologi yang berstatus berpacaran.
Hasil dari penelitian-penelitian mengenai tipe kelekatan pada orang dewasa diatas dapat ditarik kesimpulan umum yaitu, pertama tipe kelekatan pada masa
anak-anak tampaknya bermanfaat untuk menjelaskan gaya interaksi sosial pada masa dewasa. Kedua orang dewasa dengan tipe kelekatan berbeda akan
mempunyai kualitas hubungan romantis yang berbeda pula. Ketiga perbedaan tipe kelekatan berakar dari model kognisi diri dan orang lain.
Cemburu sering dijabarkan sebagai suatu ungkapan yang terjadi ketika seorang individu merasa takut kehilangan pasangan mereka dan sistem kelekatan
bekerja berasal dari tiga golongan kejadian yang terfokus pada kehilangan Sharpsteen Kirkpatrick, 1997. Dua dari tiga golongan kejadian itu adalah
adanya kecemburuan. Pertama salah satu cara untuk mengaktifkan sistem attachmentkelekatan adalah melalui perpisahan dengan figur lekat dan kedua
ancaman berpisah dengan figur lekat. Perpisahan dari pasangan individu bisa jadi menyebabkan timbulnya sistem kelekatan mereka, dan tipe mereka akan
menunjukkan bagaimana ungkapan cemburu mereka. Cemburu dan sistem
kelekatan dipicu oleh kejadian sama, penerimaan fungsi yang sama, dan termasuk emosi yang sama Sharpsteen Kirkpatrick, 1997.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana Tipe kelekatan dengan Kecemburuan pada Pasangan
Berpacaran Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah