47 al., 1998; Fakuosa and Hofrichter, 1999. Intensitas protein yang berbeda,
kemungkinan disebabkan jumlah protein yang dielektroforesis relatif rendah. Karakteristik enzim hasil elektroforesis dengan SDS PAGE berbeda dengan hasil
uji kualitatif enzim pada kapang B1 Tabel 3. Pada uji kualitatif enzim Tabel 3 dihasilkan ketiga enzim ekstraseluler pada masing-masing kapang. Namun, pada
hasil elektroforesis tidak semua enzim dihasilkan. Hal ini terjadi mungkin karena adanya perbedaan substrat pada saat uji kualitatif dengan saat elektroforesis.
Penetapan enzim secara kualitatif tidak dapat memberikan indikasi yang tepat mengenai kemampuan produksi enzim yang sebenarnya Artiningsih, 2006.
Pada kontrol tanpa batubara Gambar 20 juga terlihat adanya karakteristik enzim-enzim yang juga berperan dalam proses solubilisasi batubara.
Untuk kapang B1 kontrol tidak terdeteksi ketiga enzim tersebut, tetapi hanya terdeteksi enzim pada BM=26,64 kDa, sedangkan pada kapang B2 dan B3 kontrol
terdeteksi enzim LiP 45,76 kDa, MnP 38,21, dan lakase 54,8 ; 73,12 kDa. Jadi, masih harus dibuktikan apakah enzim ligninolitik bertanggung jawab
langsung atas solubilisasi batubara. Kehadiran mikroorganisme sangat berperan dalam solubilisasi batubara. Selain enzim ekstraseluler yang larut, beberapa
komponen dari dinding sel kapang juga bisa berperan dalam proses itu. Selain itu, kestabilan sel jamur pada partikel batubara bisa memberi sebuah keuntungan lebih
dari enzim terlarut dalam proses biosolubilisasi. Laborda et al.,1998.
4.6. Analisis Hidrolisis Fluorescent Diacetate FDA
Fluorescent Diacetate FDA adalah suatu senyawa yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan fluoresen pada saat terhidrolisis. Selain ketiga
enzim seperti lakase, lignin peroksidase dan mangan peroksidase ternyata masih
48 ada enzim ektraseluler lain yang berperan dalam proses biosolubilisasi batubara
seperti esterase. Prinsip penggunaan FDA adalah kemampuan FDA untuk berikatan dengan enzim esterase untuk menghasilkan fluoresensi yang dapat
dibaca nilai absorbansinya. Aktivitas dari enzim ini akan menghasilkan senyawa yang berpendar berwarna kuning. Breeuwer, 1996 gambar 21.
a
b
Gambar 21. A Reaksi hidrolisis FDA oleh enzim Breeuwer, 1996, B
reaksi hidrolisis ester oleh esterase Robert Edward Groups, 2006.
Untuk medium kontrol, nilai absorbansi FDA kapang B1 berkisar antara 0 sampai 1,12, sedangkan untuk medium+batubara nilai absorbansinya berkisar
antara 0 sampai 0,55 Gambar 22 A. Nilai absorbansi FDA pada kedua medium terus meningkat dari hari ke-7 hingga hari terakhir inkubasi. Jika dibandingkan
dengan nilai solubilisasi Gambar 17, juga terlihat perbedaan pola absorbansi antara FDA dengan solubilisasi pada hari ke-21. Pada hari ke-21 solubilisasi
menurun, tetapi aktivitas FDA terus meningkat.
49
Gambar 22. Absorbansi FDA pada: Kapang B1 A, Kapang B2 B, Kapang B3
C. Pola absorbansi FDA antara medium kontrol dan medium+batubara
terlihat serupa yaitu terus meningkat hingga hari terakhir inkubasi Gambar 22 B. Nilai absorbansi terendah terdapat pada medium+batubara, yaitu sebesar 0,053
dan nilai absorbansi tertinggi terdapat pada medium kontrol, yaitu 0,5. Jika
50 dibandingkan dengan nilai absorbansi solubilisasi Gambar 17, terlihat bahwa
ada perbedaan pola antara absorbansi FDA dengan solubilisasi. Misalnya saja pada hari ke-21, nilai absorbansi FDA meningkat sementara solubilisasinya
menurun, kemungkinan hal ini terjadi karena enzim yang berperan dalam solubilisasi batubara pada hari tersebut adalah enzim esterase yang menghidrolisis
FDA, bukan enzim-enzim oksidatif yang berperan. Nilai absorbansi FDA tertinggi pada kapang B3 dimiliki oleh medium
kontrol, yaitu sebesar 1,59, dan nilai absorbansi terendah dimiliki oleh medium+batubara, yaitu sebesar 0,092 Gambar 22 C. Absorbansi tertinggi pada
medium+batubara terdapat pada hari ke-14, yaitu sebesar 0,68. Hasil yang diperoleh pada absorbansi FDA ini berbanding lurus dengan nilai solubilisasi
tertinggi pada kapang B3, yaitu pada hari ke-14 Gambar 17. Ini berarti enzim esterase juga berperan dalam proses biosolubilisasi batubara oleh kapang B3.
Absorbansi FDA yang meningkat menandakan meningkatnya jumlah FDA terhidrolisis karena kapang mulai mengekskresikan enzim. Substrat batubara
didegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Terhidrolisisnya FDA dapat dilihat pada panjang gelombang 490 nm yang menunjukkan jumlah enzim
ekstraseluler seperti esterase yang dihasilkan oleh kapang Breeuwer, 1996. Esterase adalah enzim yang memecah ikatan ester pada batubara dengan cara
hidrolisis Laborda et al.,, 1998. Absorbansi FDA yang menurun terjadi karena menurunnya jumlah FDA
yang terhidrolisis. Penurunan ini diduga terjadi karena berkurangnya konsentrasi substrat yang terdapat dalam medium. Akibatnya enzim yang dikeluarkan oleh
51 kapang untuk memecah substrat batubarapun menjadi berkurang sehingga
aktivitasnya menurun. Namun, aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah pertumbuhan dari kapang itu sendiri dan pH media, sehingga dapat mempengaruhi tingkat solubilisasi batubara. Dilihat dari grafik, jumlah
aktivitas enzim berfluktuasi karena batubara bersifat kompleks dan heterogen Laborda et al., 1999, sehingga enzim yang dikeluarkan kapang berbeda-beda.
Kemampuan dari setiap kapang dalam mendegradasi lignin berbeda-beda sehingga jumlah kapang yang tinggi belum bisa dipastikan bahwa enzim
ekstraseluler pendegradasi lignin dapat dihasilkan aktivitas enzim tinggi juga. Hal ini dapat terlihat antara solubilisasi batubara dengan aktivitas enzim.
4.7. Analisis Hasil Solubilisasi Batubara oleh Kapang Menggunakan GCMS