Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah mencatat bahwa mahasiswa selalu ikut ambil bagian dalam perubahan sosial. Setidaknya ini dapat kita lihat sejak awal abad ke-20, yang umumnya dipelopori mahasiswa STOVIA. Keterlibatan mahasiswa ini bertujuan untuk mengubah tatanan sosial-politik yang tidak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Lebih jauh, mahasiswa bergerak untuk mengubah penindasan kemiskinan menuju kehidupan yang lebih beradab. Paradigma berpikir ini di dapat mahasiswa ketika mereka mulai bersentuhan dekat dengan dunia pendidikan. Definisi gerakan mahasiswa itu sendiri cukup jamak. Artinya, gerakan mahasiswa tidak hanya dipahami sebagai adanya sekelompok massa mahasiswa yang berkumpul dan melakukan unjuk rasa, dan dimana umumnya dilakukan di jalan-jalan atau tempat tertentu. Namun, pengertiannya lebih dari itu. Gerakan Universitas Sumatera Utara mahasiswa adalah sebuah komunitas sosial yang melakoni aktifitas politik, terlepas dari jumlah, metode dan hasilnya 1 Bicara tentang gerakan mahasiswa, paling tidak ada dua kondisi yang menyebabkan mahasiswa terlibat dalam kegiatan politik tersebut. Pertama, pemikiran yang mengatakan mahasiswa sebagai ujung tombak perubahan sistem sosial-politik. Dalil ini sendiri berangkat dari pernyataan bahwa mahasiswa sebagai komunitas yang lebih maju dibandingkan dengan komunitas masyarakat lainnya. Lebih maju karena mahasiswa mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. . Kedua, pemikiran yang menyebutkan mahasiswa adalah komunitas sosial yang lebih cepat meresponi ketimpangan sistem politik. Biasanya gerakan mahasiswa ini dipicu karena adanya penindasan secara struktural dari atas ke bawah. Yang akibatnya tak jarang menimbulkan krisis di masyarakat. 2 Seperti telah disinggung di awal tulisan, gerakan mahasiswa sudah hadir seiring datangnya abad ke-20. Namun, mengingat begitu terlalu jauh untuk menuliskannya, maka penulis di sini akan membatasi latar belakang sejarah 1 Adi Suryadi Culla, Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia 1908-1998, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999, hal., 17 2 Ibid., hal., 8-9 Universitas Sumatera Utara gerakan mahasiswa. Yaitu dimulai pasca Indonesia merdeka, tepatnya pada periode 1960-an. Berbicara gerakan mahasiswa pada periode ini, maka kita akan melihat dinamika gerakan yang berbeda dengan dinamika sebelum kemerdekaan. Salah satunya yaitu mengenai musuh gerakan itu sendiri. Jika sebelumnya musuh gerakan mahasiswa adalah pemerintah Kolonial Belanda yang sudah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak akhir abad ke-16 dan pendudukan Jepang selama kurang lebih 3,5 tahun, maka setelah kemerdekaan musuh tersebut adalah anak bangsa sendiri. Kedudukan atau peranan mahasiswa pascakemerdekaan yaitu ikut untuk mengisi alamnya kemerdekaan itu sendiri. Terutama dalam hal pendidikan back to campus. Mahasiswa menyadari dengan pendidikan tinggi yang nantinya diperoleh, mereka bisa menyumbangkan pemikiran dan tenaga untuk membangun bangsanya. Sebagai contoh, yaitu untuk memasuki pos-pos di setiap departemen atau kementerian yang tentunya membutuhkan tenaga-tenaga ahli di bidangnya. Namun, mahasiswa ketika itu juga tidak semerta-merta meninggalkan dirinya dari kegiatan aktifitas politik. Pada masa ini banyak bermunculan organisasi pergerakan mahasiswa. Hanya saja, organisasi mahasiswa yang berdiri umumnya merupakan underbouw Universitas Sumatera Utara dari partai politik parpol yang ada ketika itu. Lihat saja misalnya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia CGMI yang berafiliasi dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia Gemsos yang berafiliasi dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII yang berafiliasi dengan NU, Himpunan Mahasiswa Indonesia HMI yang berafiliasi dengan Masyumi, dll. Sayangnya, di satu sisi, hal ini cukup membuat gerakan mahasiswa menjadi lemah tidak independen. Dalam arti, gerakan mahasiswa tidak lagi berdiri secara otonom, tetapi sudah menjadi komoditi politik dari parpol. Maka, warna pergerakan organisasi mahasiswa saat itu sama dengan warna pergerakan parpol yang menaunginya. Di satu sisi, adalah tidak salah jikalau gerakan mahasiswa mempunyai kekuatan politik yang berasal dari pihak elite parpol. Namun, kondisi ini menjadi tidak sehat ketika gerakan mahasiswa lebih menampakkan diri sebagai alat kepentingan sesaat dari elite. Memasuki periode 1960-an warna politik Indonesia adalah buah dari pelaksanaan Demokrasi Terpimpin sebagai pengganti dari Demokrasi Parlementer atau Liberal. Pada Demokrasi Terpimpin orientasi gerakan mahasiswa sedikit berubah. Ini Universitas Sumatera Utara disebabkan kebijakan Soekarno yang banyak membubarkan parpol, 3 Kalau toh ada organisasi mahasiswa yang masih menjadi underbouw sebuah parpol, itu lebih dikarenakan parpol tersebut pro kepada pemerintah Soekarno. Seperti PNI dan PKI. Dari sinilah perlahan-lahan gerakan mahasiwa mulai tampil kritis, terlepas dari tidak adanya parpol yang menaungi mereka. Di sisi lain, konstelasi politik ketika itu semakin memanas. sehingga organisasi gerakan mahasiswa sebagai underbouw sebuah parpol, merasa kehilangan induknya. Pertentangan parpol kecuali PKI dengan pemerintah, militer AD dengan pemerintah maupun dengan PKI semakin menjadi-jadi. Situasi ini semakin kritis ketika dua kekuatan politik internasional ikut mempengaruhi konstelasi politik dalam negeri. Yaitu antara AS liberal dengan Uni Soviet komunis. Dalam perkembangannya dominasi politik luar negeri AS lebih kentara dibandingkan dengan Uni Soviet. 3 Beberapa partai politik yang dilarang adalah Masyumi dan PNI. Ini terjadi di bulan Agustus 1960. Selain partai politik, beberapa tokoh yang dianggap berseberangan dengan Soekarno dijebloskan ke penjara. Diantaranya yaitu, Syarifuddin, Natsir, Simbolon, Burhanudin, Syahrir, dll. Lihat M.C. Ricklefs, Dharmono Hardjowidjono pnj., Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hal., 406 dan 408 Universitas Sumatera Utara Salah satunya bisa dilihat dari usaha-usaha AS untuk menjatuhkan Soekarno. Langkah ini diambil karena Soekarno tidak bisa diajak berkerja sama dengan AS, terutama dalam hal ekonomi dan ideologi. Sejalan waktu dengan meletusnya peristiwa Gerakan 30 September G 30 S, seakan menjadi pertanda bahwa kejatuhan Soekarno tinggal menunggu waktu. Kejadian ini sendiri sampai sekarang masih menjadi catatan gelap dalam historiografi Indonesia. 4 Pascaperistiwa ini gerakan mahasiswa semakin menguat. Ini bisa dilihat dari terbentuknya KAMI 5 yang mengusung Tritura. 6 4 Sampai saat ini belum diketahui apa motif sesungguhnya pada peristiwa yang terjadi 1 Oktober 1965 itu. Ada beberapa spekulasiteori yang muncul berkaitan dengan peristiwa tersebut. Diantaranya yaitu, pemberontakan PKI, kudeta “merangkak”militer AD, konspirasi kekuatan internasional AS-CIA, bahkan ada yang menyebutkan Soekarno sendirilah sebagai dalang utamanya. Ada hal yang menarik di sini. Pada masa Demokrasi Parlementer atau Liberal, organisasi 5 Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia atau KAMI didirikan pada tanggal 25 Oktober 1965 yang dipelopori oleh Menteri PTIP Mayjen dr. Syarief Thayeb. KAMI terdiri antara lain dari HMI, PMII, GMKI, dll. Lebih jauh lihat Adi Surya Culla, Op., Cit., hal., 47-53. Sementara tujuannya adalah untuk menyatukan gerakan mahasiswa dalam rangka mengamankan Pancasila, menggalang anti-Nasakom, dan membantu ABRI untuk memberangus G 30 SPKI. Lihat juga Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa 1998, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal., 45. 6 Isi Tritura sebelumnya dikenal dengan istilah suara hati nurani rakyat-Hanura yaitu bubarkan PKI, rombak Kabinet Dwikora dan turunkan harga. Universitas Sumatera Utara mahasiswa cenderung untuk menjadi underbouw dari parpol, sedangkan pada masa Demokrasi Terpimpin, mahasiswa cenderung melekat kepada militer AD. Kembali gerakan mahasiswa menjadi tidak otonom. Sama halnya ketika menjadi underbouw parpol, pergerakan mahasiswa lebih menunjukkan kepentingan alat militer. Yaitu untuk mengganti Soekarno. Perjuangan KAMI yang di back up penuh militer akhinya menuai hasil. Pertanggungjawaban Soekarno dengan judul Nawaksara ditolak anggota MPRS 7 Memasuki zaman Orba, gerakan mahasiswa menemui kondisi yang sama dengan ketika Indonesia baru saja merdeka. Yaitu lebih menarik diri sambil mengikuti perkembangan situasi atau keadaan. Ketika Soeharto berkuasa mahasiswa seakan-akan memberikan kesempatan kepadanya untuk membuktikan pemerintahan yang dipimpinnya dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Namun, memasuki pertengahan tahun 1970-an, gerakan mahasiswa kembali . Peristiwa ini ibarat membukan pintu masuk kepada Soeharto untuk menjadi Presiden, yang di kemudian hari dikenal dengan istilah Orde Baru Orba 7 Sebelum pidato Soekarno di MPRS, terlebih dahulu terbit yang namanya Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar. Hal ini digunakan oleh Soeharto sebagai senjata ampuh untuk memuluskan rencananya. Diantaranya yaitu dengan mengganti anggota MPRS dengan anggota baru pilihannya. Universitas Sumatera Utara bergolak. Tepatnya di tahun 1974 dan tahun 1978. Di tahun 1974 meletuslah peritiwa Malari. Peritiwa ini sendiri tidak terlepas dari kontroversi. Ada yang mengatakan aksi mahasiswa tersebut bukanlah murni perjuangan mereka sebagai agen of change. Dengan kata lain peristiwa Malari telah ditunggangi. Beberapa spekulasi yang berkembang mengatakan peristiwa ini lebih merupakan puncak pertikaian terselubung antara Sumitro dengan Ali Moertopo. Keduanya ingin mendapatkan nilai lebih di mata Soeharto. Peristiwa ini sendiri meninggalkan noda hitam bagi sejarah pergerakan mahasiswa. Bagi mahasiswa, beberapa aktivis ditangkap dan diadili. Termasuk mantan ketua Dewan Mahasiswa UI, Hariman Siregar. Sedangkan di tataran elite, yaitu dengan mundurnya Soemitro selaku Pangkopkamtib. Peristiwa Malari adalah gerakan pertama mahasiswa secara monumental untuk menentang kebijakan pembangunan Soeharto. Gerakan mahasiswa berikutnya yaitu pada tahun 1978. Sama halnya dengan gerakan 1974, aksi ini muncul karena kekecewaan mahasiswa terhadap konsep ekonomi yang dijalankan Soeharto. Namun, kekecewaan terhadap praktek politik Orba yang semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi juga dimunculkan. Hanya saja isu-isu yang dilemparkan oleh mahasiswa domainnya lebih spesifik sempit. Seperti mengangkat kecurangan Universitas Sumatera Utara Orba dalam proses pemilu. Bahkan, pada masa ini mahasiswa dengan berani mengkampanyekan penolakan terhadap Soeharto yang ingin kembali mencalonkan dirinya menjadi Presiden. Untuk menghindari aksi-aksi berikutnya dari mahasiswa, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan NKKBKK. 8 Memasuki periode 1980-an, dinamika pergerakan mahasiswa dalam hal ini di Jakarta benar-benar lemah, jika tak mau dikatakan mati total. Dalam rentang waktu sepuluh tahun, kita tidak melihat adanya sebuah peristiwa atau momentum sebagai hasil dari gerakan mahasiswa. Pergerakan mahasiswa seakan- akan kehilangan akal daya kreatifitas untuk menciptakan sebuah momentum. Inti dari dua kebijakan ini adalah untuk mengebiri kegiatan aktifitas politik mahasiswa. Di mana mereka hanya cukup memahami politik dalam artian teori bukan praktek. Kemudian, jika diadakan evaluasi terhadap kedua aksi tersebut, maka nilainya adalah kegagalan. Salah satu yang menyebabkannya yaitu tidak adanya partner politik mahasiswa ketika itu. Akibatnya, gerakan ini dengan mudahnya ditumpas oleh penguasa. Ini berbeda dengan gerakan mahasiswa 1966 yang mendapatkan dukungan penuh dari militer. 8 NKK Normalisasi Kehidupan Kampus berdasarkan SK No 0156U1978 dan BKK Badan Koordinasi Kemahasiswaan berdasarkan SK RI No 037U1979. Keduanya dikeluarkan oleh Menteri PTIK, Daoed Yosoef Universitas Sumatera Utara Gejala ini tentunya menarik untuk dipertanyakan. Apakah memang jiwa zaman zeitgeist pada periode ini berbeda dengan periode sebelumya? Jika memang benar, permenungan selanjutnya adalah mengapa gerakan mahasiswa tak kunjung jua mencari jalan keluarnya. Maksudnya, mencari solusi dalam kerangka proses menuju penciptaan momentum yang baru. Toh, gerakan mahasiswa 1970- an berhasil menciptakan momentum: Malari. Padahal, kondisi zamannya berbeda dengan tahun 1960-an. Oleh karenanya, penulis beralasan pada periode ini adalah memang masa stagnan gerakan mahasiswa. Terkhususnya ketidakberhasilan gerakan mahasiswa ketika itu untuk menciptakan sebuah momentum. Kenapa? Karena penulis juga beranggapan sebuah gerakan mahasiswa dapat dikatakan berhasil jika ia bisa menciptakan sebuah momentum. Dari sinilah akan nampak keunggulan gerakan mahasiswa dalam menjalankan proses perubahan. Persoalan momentum itu sukses atau tidak, adalah lain hal. Di satu sisi, kevakuman gerakan mahasiswa pada periode ini dikarenakan beberapa hal. Pertama, pemerintah sangat menyadari betul bahwa mahasiswa adalah salah satu elemen terpenting dalam mewujudkan perubahan sosial. Oleh karena itu mengacu kepada peristiwa gerakan mahasiswa 1974 dan 1978, penguasa tidak Universitas Sumatera Utara ingin kecolongan lagi. Karena itulah keluar kebijakan NKKBKK. Kebijakan ini benar-benar menjauhkan mahasiswa dari realita sosial yang ada. Karena setiap tindakan yang mengarah kepada kritikan terhadap pemerintah, langsung dihadapi oleh cara-cara represif. Alasannya, hal itu dapat menggganggu stabilitas keamanan. Kedua, selain adanya campur tangan pemerintah yang sangat jauh, melemahnya gerakan mahasiswa periode 1981-1990 juga dikarenakan belum terkonsolidasinya dengan kuat gerakan mahasiswa. Apalagi mahasiswa tidak mempunyai partner politik dalam perjuangannya. Sesuatu yang berbeda dengan gerakan mahasiswa tahun 1966 yang di back up penuh oleh militer. Kondisi- kondisi ini berlaku secara umum nasional dan demikan pula halnya di Jakarta. Selain permasalahan kevakuman ini, hal lain yang penulis lihat menarik untuk dikaji di sini yaitu berubahnya pola atau metode pergerakan mahasiswa. Jika pada masa Demokrasi Liberal gerakan mahasiswa terkonsentrasi pada kehidupan parpol, maka pada periode ini gerakan mahasiswa sangat jauh bersentuhan dengan parpol. Maka, fenomena yang muncul adalah berdirinya kembali kelompok-kelompok studi seperti pertengahan 1920-an. Varian lain yang Universitas Sumatera Utara muncul adalah kehadiran organisasi non-pemerintah Ornop atau Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Jika kelompok studi fokus terhadap pembentukan sense of intelectual, maka LSM lebih kepada aksi langsung ke basis-basis masyarakat. Juga kemunculan pers mahasiswa atau Persmawa. Surat kabar kampus ini muncul sebagai counter product terhadap media cetak umum yang isi pemberitaannya condong merupakan “pesanan” dari penguasa. Dan terakhir, pembentukan komite rakyat KR sebagai sebuah sintesa baru pergerakan mahasiswa. Di mana kehadirannya karena perpaduan dari mantan anggota-anggota kelompok studi atau Persmawa. Berjamurnya kembali kelompok studi adalah salah satu dari sedemikian banyak fenomena yang muncul. Untuk lebih jauh mengenai permasalahan kelompok studi dan lainnya, akan dibahas dalam isi skripsi ini. Sedangkan untuk pemilihan topik, penulis mengikuti apa yang dikatakan oleh Kuntowijoyo mengenai pemilihan topik. Yaitu berdasarkan pada kedekatan emosional. Di mana adanya kesamaan lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis 9 9 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005, hal., 91-93 . Universitas Sumatera Utara Tetapi, tentunya penulis tetap bersikap krisis dalam melakukan penelitian, agar hasilnya tidak cenderung subyektifitas penulis. Untuk batasan periodesasinya sendiri penulis mulai dari tahun 1981-1990.

1.2 Rumusan Masalah