Pembentukan Pers Mahasiswa Metode Gerakan Mahasiswa 1981-1990 di Jakarta

3.3.3 Pembentukan Pers Mahasiswa

Sama halnya dengan KS dan LSM, keberadaan Persmawa dan Komite Rakyat juga sebagai salah satu bentuk perlawanan mahasiswa terhadap struktur politik yang menihilkan kebebasan perbedaan. Untuk Persmawa sendiri, kehadirannya adalah sebagai media alternatif atau sebagai “produksi tandingan” terhadap media yang sudah ada. Mereka berusaha untuk mengimbangi berita atau informasi yang terdapat di media-media lainnya. Seperti diketahui, Orba dalam usahanya mempertahankan status quo, 58 Kemudian untuk mendapatkan asas legal formal, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan Permenpen Republik Indonesia No 01PerMenpen1975, yang mengklasifikasikan Persmawa sebagai Penerbit mencoba menguasai pilar-pilar utama dalam sistem demokrasi. Orba meyakini tidak cukup jika hanya menguasai lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tetapi juga harus menguasai media. Dalam hal ini pers atau surat kabar. Dan tidak jarang untuk memuluskan tindakannya ini, Orba tak segan-segan untuk menggunakan militer. 58 Dalam hal ini adalah proses transformasi kebijakan-kebijakan Orba agar dipercaya oleh masyarakat. Seperti kebijakan ekonomi pembangunan maupun politik. Universitas Sumatera Utara Khusus yang bersifat non-pers. Dan juga dikeluarkan Surat Edaran Dikti No 849DT1989 tentang Penerbitan Kampus di Perguruan Tinggi. 59 Seketika keberadaan Persmawa sebagai media alternatif diberangus oleh aturan ini. Persmawa tidak bisa lagi memberitakan atau mengkampanyekan isu- isu di lingkungan kampus. Terutama isu-isu yang langsung berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Di lain pihak, pemerintah ternyata mempunyai argumen tersendiri berkaitan dengan peraturan yang mereka terbitkan. Dampak dari kebijakan ini sangat memukul eksistensi Persmawa. Pemerintah berpandangan bahwa Persmawa adalah media pers komplementer bagi media cetak umum. Pemerintah lebih sreg jikalau Persmawa bisa menjadi partner komunikasi pemerintah, dibandingkan berperan sebagai media oposan. Dengan kata lain, media mahasiswa sangat diharamkan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Dampak negatif Permenpen yang lainnya adalah berhubungan dengan daya tangkap mahasiswa dalam mengkritisi dengan kritis setiap kebijakan yang keluar. Artinya, mahasiswa kekurangan alat bacaan untuk menganalisa secara cermat, tepat dan bijak. Lebih jauh, mahasiswa kurang mampu melihat suatu 59 Muridan S. Widjojo, Op., Cit., 83-84 Universitas Sumatera Utara permasalahan secara holistik keseluruhan. Pikiran kritis mereka terbentur hanya pada dimensi spesialisasi akademiknya saja. Misalnya, mahasiswa fakultas ekonomi terbatas pemikirannya pada permasalahan ekonomi saja. Padahal, idealnya seorang mahasiswa selain harus menguasai benar disiplin ilmunya juga harus, setidaknya secara garis besar, mendalami disiplin ilmu lainnya. Apalagi jika penguasaan ilmu lainnya itu masih ada keterkaitan dengan basis ilmunya. 60 Meskipun Permenpen tersebut berdampak besar terhadap bentuk pengeliminasian mahasiswa dari daya pikir kritis, tidak berarti Permenpen meniadakan bentuk-bentuk perlawanan mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa sadar bahwa segala usaha mereka memperjuangkan nilai-nilai demokrasi yang berpihak kepada rakyat, pastinya akan banyak mendapatkan perlawanan dari pemerintah. Dan ini terbukti dengan keluarnya Permenpen itu. Untuk itu mahasiswa tidak tinggal diam. Salah satunya adalah perlawanan yang ditunjukkan oleh Persmawa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Fisip Unas Jakarta, yang bernama “Politika”. Namun, karya jurnalistik mahasiswa Unas ini harus menerima kenyataan pahit ketika pada tahun 1988 dibredel oleh pemerintah. 60 Ibid., hal., 84. Universitas Sumatera Utara Hal ini diterima oleh “Politika” karena muatan isinya dianggap terlalu berbahaya bagi status quo. Dimana isi “Politika” kebanyakan memuat artikel-artikel dan pendapat yang mengkritisi pemerintah. Dan tidak jarang juga kritikan itu berasal dari ahli atau pakar politik. Nasib naas tidak hanya dialami majalah ini, tetapi juga menghampiri “Solidaritas” yang format atau bentuknya lebih menyerupai Koran. Persmawa ini juga adalah buah kreatifitas dari mahasiswa Unas. Pembredelan “Solidaritas” keluar setelah edisi keduanya terbit pada Januari 1987. Tidak tanggung-tanggung pelarangan terbit langsung keluar dari Laksusda Jaya. Pascapelarangan “Solidaritas” mahasiswa Unas lagi-lagi menerbitkan majalah baru bernama “Mimbar Mahasiswa” pada April 1988. Dan kembali majalah ini dilarang beredar setelah cetakan pertamanya keluar. Agar tidak melakukan hal yang sama lagi, LPM Unas dibekukan pada Mei 1988. 61

3.3.4 Pembentukan Komite Rakyat