BAB III Metode Gerakan Mahasiswa 1981-1990 di Jakarta
3.1 Kondisi Umum Gerakan Mahasiswa 1970-an
Pascatumbangnya Orde Lama Soekarno gerakan mahasiswa masih menunjukkan eksistensinya. Paling tidak di periode 1970-1980, ada dua peristiwa
yang bisa di tandai sebagai gerakan mahasiswa. Pertama, peristiwa 15 Januari 1974 atau yang dikenal dengan sebutan peristiwa Malari. Latar belakang peristiwa
ini di awali oleh kritikan mahasiswa terhadap konsep pembangunan yang dijalankan Orde Baru Soeharto.
Mahasiswa menegaskan bahwa pembangunan ekonomi dengan bantuan hutang luar negeri sebagai fondasi utamanya tidak akan berhasil. Sebaliknya
pemerintah meyakini bahwa konsep pembangunan tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Formula trickle down effect sangat diyakini dalam hal
ini.
24
24
Tickle down effect atau penetesan ke bawah adalah pemahaman bahwa rakyat akan mengalami perbaikan taraf hidup dengan sendirinya apabila pertumbuhan ekonomi nasional naik.
Pemahaman ini dengan sendirinya gagal total sejalan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997
Kritikan mahasiswa juga menyinggung isu korupsi.
Universitas Sumatera Utara
Selain isu nasional, mahasiswa juga menyoroti permasalahan yang sifatnya spesifik, yaitu soal Asisten Pribadi Aspri Presiden. Diantaranya adalah
Ali Moertopo dan Soedjono Hoermadani. Mahasiswa menilai mereka sebagai tokoh-tokoh utama agar perekonomian Indonesia disusun berdasarkan konsep
pembangunan kapitalis. Singkatnya, meyakini ketergantungan terhadap modal asing sebagai dasar pembangunan nasional.
25
Lebih jauh, kekecewaan mahasiswa ini disebabkan adanya ingkar janji Orba kepada mahasiswa. Seperti diketahui, mahasiswa melalui KAMI bersama
militer AD berhasil menggulingkan Soekarno. Mahasiswa kemudian mengambil langkah wait and see. Artinya, mahasiswa ingin memberikan kesempatan kepada
Orba untuk memperbaiki keadaan Indonesia. Terutama soal kondisi politik dan ekonomi.
Namun, kondisi ideal yang diidam-idamkan mahasiswa tak kunjung datang. Puncak dari kekecewaan mahasiswa ini adalah peristiwa Malari. Satu hari
sebelum peristiwa ini terjadi, mahasiswa berdemonstrasi di lapangan udara Halim Perdanakusuma berkaitan dengan kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuae
Tanaka. Jepang dijadikan sasaran mahasiswa karena dianggap sebagai salah satu
25
Adi Suryadi Culla, Op., Cit., hal., 74
Universitas Sumatera Utara
negara kreditor terbesar bagi Indonesia. Pada hari naas tersebut, mahasiswa telah berkumpul di beberapa titik di Jakarta, yaitu di Salemba, Monas Glodok dan
Senen. Diperkirakan jumlah massa lebih dari 15.000 orang. Aksi tersebut berubah menjadi tindakan kriminal yang di tandai dengan
pembakaran kendaraan bermotor, toko-toko, kantor-kantor, pusat bisnis, dll. Untuk kendaraan sendiri diutamakan produk Jepang. Aksi ini meluas di beberapa
titik strategis di Jakarta, terutama kawasan Senen. Dari peristiwa ini diperkirakan sebelas orang meninggal.
26
Peristiwa Malari adalah gerakan mahasiswa pertama pada masa Orba. Namun, sangat disayangkan gerakan ini tidak mengikuti sukses seperti
pendahulunya, generasi mahasiswa angkatan 1966. Ada beberapa hal yang menyebabkan peristiwa Malari gagal. Pertama, Malari sebenarnya adalah
pertarungan elite militer, yaitu antara Ali Murtopo dan Sumitro. Keduanya menjadi berseberangan karena ingin mendapatkan posisi tawar di depan
Soeharto.
27
26
Ibid, hal., 86-88
27
Ibid., hal., 90
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sama juga dikatakan mantan ketua Dewan Mahasiswa Dema UI yang juga tokoh Malari, Hariman Siregar. Dia menyatakan gerakan mahasiswa
Malari telah ditunggangi oleh banyak pihak
28
. Kedua, adanya anggapan bahwa kerjasama mahasiswa dengan militer justru merugikan mereka sendiri.
29
Momentum kedua gerakan mahasiswa periode 1970-an adalah gerakan mahasiswa tahun 1978. Perbedaan mencolok dengan gerakan mahasiswa 1974
adalah gerakan mahasiswa 1978 lebih memfokuskan isu-isu yang sifatnya spesifik. Memang isu-isu nasional masih juga dijadikan agenda aksi seperti
penyimpangan politik. Diantaranya, pro dan kontra mekanisme pemilu mengenai rekruitmen
calon legislatif dari pusat hingga daerah, dan tata cara pemilihan Gubernur.
30
Sedangkan isu spesifik yang diangkat adalah menolak Soeharto untuk kembali menjadi Presiden.
31
28
Muchtar E. Harahap dan Adris Basril, Gerakan Mahasiswa dalam Politik Indonesia, Jakarta: Network for South East Asian Studies NSEAS, 1999, hal., 217
Perbedaan yang lainnya adalah tidak adanya dukungan elite
29
Denny J.A., Politik Kaum Muda Dan Pergerakan Zaman, Media Indonesia, 22 November 1989
30
Adi Surya Culla, Op., Cit., hal., 98
31
Ibid., hal., 99. Mahasiswa bahkan, dalam hal ini dipelopori Dipo Alam dan Bambang Sulastomo yang berasal dari keluarga mahasiswa UI Jakarta, mencalonkan mantan Gubernur
Jakarta, Ali Sadikin, sebagai alternatif calon Presiden selain Soeharto. Lih., Adi Surya Culla, Op., Cit., hal., 106
Universitas Sumatera Utara
militer pada gerakan mahasiswa kali ini
32
Pada lain pihak, pemerintah segera bertindak cepat terhadap dua gelombang gerakan mahasiswa pada periode 1970-an. Kebijakan penting yang
diambil yaitu keputusan Pangkopkamtib No. SKEP. 02. KOPKAM1978 tentang pembekuan Dema dan keputusan Menteri P dan K No. 0156U1978 tentang
Normalisasi Kehidupan Kampus NKK. . Hal ini berbeda dengan angkatan
1966 dan angkatan 1974 yang didukung militer, meskipun dengan cara dan hasil yang berbeda. Dengan kata lain gerakan mahasiswa 1978 menuai hasil yang sama
dengan gerakan mahasiswa 1974: kegagalan.
Inti kebijakan ini adalah pembubaran organisasi mahasiswa yang ada, di mana selama ini dianggap dapat membahayakan status quo. Pendapat yang lebih
radikal menyebutkan, ini adalah bagian strategi elite militer untuk mengamankan kekuasaan.
33
Pendapat lain namun sejalan maknanya menyebutkan NKK bermaksud agar mahasiswa hanya fokus pada studi akademik dan tidak
boleh terlibat dalam kegiatan politik.
34
32
Ibid., Op., Cit., hal., 99
33
Muchtar E. Harahap, Op., Cit., hal., 55
34
Adi Surya Culla, Op., Cit., hal., 118
Universitas Sumatera Utara
Setahun kemudian pemerintah mengeluarkan konsep Badan Koordinasi Kemahasiswaan BKK melalui SK Menteri P dan K No 037U1979. Kebijakan
ini mengatur organisasi baru di lingkungan perguruan tinggi sebagai pengganti Dema. Bentuknya adalah berupa Senat Mahasiswa Fakultas SMF dan Badan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas BPMF. Namun, kebijakan ini tidak jauh bedanya dengan NKK, yaitu sebagai usaha mengalienasi mahasiswa dari kegiatan
politik. Ini nampak dari besarnya wewenang birokrasi kampus, dalam hal ini Rektor dan Pembantu Rektor Purek III, dalam menentukan kegiatan mahasiswa.
Jadi, dapat disimpulkan kebijakan pemerintah ini berdampak pada dua hal bagi mahasiswa ketika itu. Pertama, mahasiswa menjadi tidak peka lagi terhadap
kondisi riil masyarakat. Mahasiswa menjadi apatis karena hanya ditempa dalam perkuliahan semata-mata. Kedua, mahasiswa kehilangan basis massanya. Ini
dikarenakan organisasi yang ada telah dibekukan.
35
Denny J.A. membahasakannya sebagai depolitisasi dan deideologisasi kampus.
36
35
Ibid., hal., 120-123
36
Denny J.A., Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an, Op., Cit., hal., 21
Universitas Sumatera Utara
3.2 Gerakan Mahasiswa 1981-1990