kondisi kemunduran gerakan mahasiswa pasca 1978 membuat mahasiswa mencari format baru.
Tentunya format ini diharapkan dapat menyalurkan aspirasi politik mereka. Menurutnya ada dua keputusan yang diambil. Pertama, metode yang
konsentrasi gerakannya di luar domain kampus. Umumnya didominasi oleh mantan aktivis mahasiswa. Bentuknya yaitu dengan membuat organisasi non-
pemerintah Ornop. Kedua, bagi mahasiswa yang tetap berjuang dalam institusi kampus banyak membentuk kelompok studi-kelompok studi.
49
Tetapi, selain Ornop atau LSM dan kelompok studi KS, ada juga beberapa format baru yang
juga muncul pada era itu. Mereka adalah pers mahasiswa atau persmawa dan Komite Rakyat
3.3.1 Organisasi Non Pemerintah Onop atau Lembaga Swdaya Masyarakat LSM
Kehadiran Ornop atau LSM bukanlah gejala yang baru pada era 80-an di Jakarta. Lembaga swadaya ini sudah ada jauh-jauh hari sebelumnya. Esensi
49
Fahruz Zaman fadhly ed., Mahasiswa Menggugat: Potret Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 dalam Gerakan Mahasiswa pasca NKK oleh Bonar Tigor Naipospos, Bandung:
Pustakan Hidayah, 1999, hal., 48
Universitas Sumatera Utara
terbentuknya sebuah LSM biasanya didasarkan kepada kondisi obyektif perkembangan masyarakat. Dengan begitu esensi LSM bisa berubah pada tiap
waktu. Meskipun demikian, LSM awalnya berdiri untuk menyikapi proses pembangunan.
LSM mencoba mengawal pembangunan itu, apakah ia sejalan dengan tingkat pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Namun, kebanyakan LSM mencoba
mempertanyakan konsep pembangunan yangg telah dijalankan. Dan pada akhirnya, LSM melihat proses pembangunan itu sudah tidak ramah lagi kepada
lingkungan bahkan terhadap masyarakat. Selanjutnya, LSM mulai mengkritisi kebijakan pembangunan. Dan tak
jarang LSM mengambil garis berseberangan dengan penguasa.
50
Biasanya didasarkan akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengurusi atau memenuhi kebutuhan publik. Seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dll.
Kemudian, adanya LSM bisa dipandang sebagai dua hal. Pertama, lembaga yang
kehadirannya sebagai perlambang kontrol sosial masyarakatdi dalamnya sudah terkandung elemen dari mahasiswa terhadap penguasa negara.
50
Sebagaimana dikatakan oleh informan penulis, Saurlin Siagian, mahasiswa S2 di Belanda. Beliau juga ativis LSM di BAKUMSU, Medan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain LSM mencoba mengambil alih peranan atau fungsi negara dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Kedua, LSM hadir secara sengaja
sebagai alat kepanjangan tangan pemerintah dalam membantu melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Jadi, jika yang pertama tadi LSM adalah kelompok oposisi bagi penguasa, maka yang kedua LSM adalah partner penguasa. Atas dasar dua pemikiran inilah
kelompok LSM juga hadir pada gerakan mahasiswa era 80-an. Pertanyaannya, apakah kehadiran mereka sebagai lambang kontrol sosial atau justru sebaliknya?
Munculnya LSM pada tahun 80-an sebenarnya adalah kelanjutan dari periode 1970-an.
Di mana pada masa itu keberadaannya sebagai kelompok oposisi. Hanya saja keberadaan mereka semakin terkonsolidasikan pada tahun 1980-an. LSM itu
sendiri dibagi dalam dua jenis. Pertama LSM besar Big Non-Govermental OrganizationBINGO’S, di mana wilayah operasi kerjanya berskala nasional dan
disertai juga dengan dana besar. Kedua, LSM kecil Little Non-Govermental OrganizationsLINGO’S
yang hanya terdiri dari sekelompok kecil anggota dan terpusat hanya pada satu
Universitas Sumatera Utara
kota atau wilayah saja.
51
1. Sebagai jawaban atas pencarian strategi atau model pembangunan
alernatif yang lebih menekankan pemerataan, partisipasi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan pokok,
Adapun faktor yang menyebabkan mahasiswa ikut terlibat dalam LSM antara lain adalah:
2. Untuk menanggapi kritik yang mengatakan gerakan mahasiswa
bersifat elitis, jauh dari persoalan nyata masyarakat, serta lebih berorientasi pada tema-tema besar seperti keadilan, demokrasi,
korupsi, dll. Faktor terakhir ini berkembang setelah beberapa aktifis mengevaluasi dan
mengidentifikasi kelemahan gerakan mahasiswa 1978, yang tidak mendapat dukungan rill rakyat kebanyakan. Konsentrasi gerakan LSM adalah di luar
kampus. Mereka lebih fokus pada bidang pemberdayaan masyarakat. Tentunya dalam kerangka kerja menciptakan iklim demokrasi yang sehat.
Makanya, tidaklah mengherankan jika kelompok-kelompok LSM banyak menyerap ide-ide atau teori-teori yang dianggap penguasa ketika itu
“membahayakan” status quo, seperti marxisme, feminisme, islam radikal, teologi
51
Muridan S. Widjojo, Op., Cit., hal., 86
Universitas Sumatera Utara
pembebasan, dll.
52
Ciri mencolok LSM adalah lebih menekankan kepada aksi daripada pemikiran. Bagi mereka hal ini dapat menambah pengalaman untuk
semakin merasakan persentuhan dengan rakyat kecil.
3.3.2 Pembentukan Kelompok Studi KS