Tidak Adanya Partner Politik Mahasiswa

Ini belum lagi ditambah adanya pemberontakan dari beberapa elite di daerah yang kecewa terhadap pusat. Keadaan ini memaksa mahasiswa untuk bergerak cepat. Dan pada akhirnya, gerakan mahasiswa 1966 yang diback up militer AD berhasil menumbangkan Orde Lama Soekarno. Tetapi Orde Baru Soeharto sebagai penggantinya, pun mengalami kondisi yang sama. Jargon-jargon pembangunan nasional, ternyata didirikan pada fondasi yang semu. Ini terbukti pada tahun 1997 dan memuncak pada Mei 1998. Jadi, jika gerakan mahasiswa 1966 saja yang berhasil menciptakan momentum ternyata gagal mengemban misi mulia cita-cita founding fathers, bagaimana dengan gerakan mahasiswa 1981-1990 yang tidak berhasil menciptakan momentum? Pertanyaan ini tentunya mengarah kepada bagaimana proses gerakan mahasiswa pada periode ini berlangsung. Terutama untuk melihat kelemahan-kelemahan apa saja yang terjadi di sini.

4.1 Tidak Adanya Partner Politik Mahasiswa

Salah satu hal yang harus dimilki oleh setiap gerakan mashasiswa pada zamannya adalah adanya kekuatan politik gerakan mahasiswa itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Kekuatan politik ini berasal dari dua dimensi. Pertama, kekuatan mahasiswa itu sendiri. Biasanya ini menyangkut soal kuantitas jumlah, kualitas metode dan tingkat keseriusan mereka. Semakin banyak jumlah mahasiswa maka kuat presure ke penguasa. Kekuatan ini juga menyangkut seberapa cerdik metode yang dipakai. Baik itu melalui tulisan, diskusi ataupun aksi turun langsung ke jalan. Dan seberapa tekun mahasiswa untuk terus giat terus melakukan manuver-manuver mereka dalam menyampaikan aspirasinya. Kekuatan kedua yaitu, dan ini yang terpenting, kekuatan politik yang berasal dari elite politik. Tentunya kekuatan elite politik ini tidak main-main. Dia harus benar-benar mempunyai kekuatan politik yang kuat. Bahkan, semakin kuatnya the power of policy tersebut, justru dapat mengimbangi kekuatan status quo. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari mahasiswa. Karena jika salah memilih partner politik maka bisa berdampak fatal bagi mereka sendiri. Dan juga sebaliknya, jika tepat memilih partner politik, bukan mustahil kemenangan yang diimpikan menjadi kenyataan. Sejarah banyak mencatat mengenai dua konsekuensi ini. Gerakan mahasiswa pada 1966 berhasil karena mahasiswa ketika KAMI disokong penuh oleh militer AD. Universitas Sumatera Utara Akibatnya, pemerintahan Soekarno pun jatuh. Kondisi sebaliknya dialami gerakan mahasiswa 1974. Pada tahun ini kekuatan elite politik mahasiswa sangat lemah. Jenderal Soemitro selaku Pangkopkamtib yang dinilai banyak pihak berada di belakang gerakan mahasiswa ketika itu, ternyata tidak berhasil. Terbukti ia sendiri mengundurkan diri dari jabatannya, seiring kegagalan gerakan mahasiswa 1974. 62 Meskipun juga perlu dipahami bahwa untuk gerakan mahasiswa 1966 dan gerakan mahasiswa 1998, mahasiswa selain mendapatkan partner politik yang sepadan, mereka juga mendapatkan dukungan dari pihak luar. Dalam hal ini adalah Amerika Serikat AS. Tentunya dukungan negara tersebut lebih berdasarkan kepada kepentingan pragmatis dalam soal kebijakan politik-ekonomi mereka. Namun, keberhasilan gerakan mahasiswa 1966 kembali terulang pada Mei 1998. Kekuatan politik mahasiswa di sini adalah para pejabat Orba yang secara serentak “menghianati” Soeharto. Seperti Harmoko, Habibie, Fahmi Idris, dll. Untuk mensahihkan kebenaran teori ini, penulis di sini memberikan beberapa contoh, khususnya yang terjadi di luar negeri. Gerakan mahasiswa yang menuai kesuksesan terjadi di Uni Soviet. Diawali krisis ekonomi yang melanda 62 Adi Surya Culla, Op., Cit., hal., 90 Universitas Sumatera Utara negara itu, maka Gorbachev mengeluarkan kebijakan perestorika dan glasnost. 63 Jadi, soal kekuatan politik tentunya tidak menjadi masalah untuk gerakan mahasiswa di sana. Dan hasilnya pun jelas: adanya perubahan politik menuju demokrasi. Sedangkan gerakan mahasiswa internasional yang gagal karena lemahnya partner politik terjadi di Republik Rakyat China RRC. Kekuatan politik mahasiswa di sana didukung oleh Zhao Ziyang yang berkonfrontasi dengan Li Peng. Dengan kata lain partner politik mahasiswa ketika itu adalah Gorbachev itu sendiri. Namun, karena lemahnya kekuatan politik Zhao Ziyang, terutama pada tataran akar rumput grass root gerakan mahasiswa di RRC pun mengalami kegagalan. Hal ini menimbulkan cost yang sangat besar bagi pergerakan mahasiswa di sana. Yaitu diperkirakan terdapat 8000 nyawa melayang dalam peristiwa ini. 64

4.2 Lemahnya Penetrasi Metode Gerakan Mahasiswa 1981-1990