Universitas Sumatera Utara
terpeutik, dan untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat kepada pasien jiwa dirumah sakit.
4.3.1 Proses Komunikasi Terapeutik
Dalam proses komunikasi terapeutik, seorang perawat mempunyai empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh
seorang perawat yaitu fase prainteraksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Stuart Sundeen Damaiyanti, 2008 : 21. Fase prainteraksi merupakan masa
sebelum perawat jiwa bertemu untuk pertama kalinya dan fase dimana perawat merencanakan pendekatan terhadap pasien. Untuk melakukan persiapan sebelum
berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan pasiennya, perawat harus mencari tahu tentang informasi, data-data serta mengetahui kondisi pasien terlebih dahulu.
Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien jiwa. Selain itu perawat juga harus mempersiapkan mental dan emosinya, agar tidak
menghambat proses komunikasi terapeutik yang nantinya akan berakibat buruk bagi kesehatan pasien. Fase orientasi adalah masa dimana perawat jiwa harus dapat
menjalin hubungan yang baik dengan pasien jiwa. Perawat penting membina hubungan saling percaya, menampilkan sikap yang hangat, empati, menerima dan
bersikap penuh perhatian terhadap klien. Pada saat ini perawat berusaha untuk menghadirkan dirinya agar diterima baik oleh pasien. Sedangkan fase kerja
merupakan dimana perawat dan pasien bekerja sama untuk memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Pada fase ini perawat berusaha menunjukkan
sikap peduli dengan memberikan informasi yang dibutuhkan pasien, Perawat membantu pasien menggali pikiran dan perasaannya agar lebih mudah mendorong
perkembangan kesadaran diri pasien. Yang terakhir adalah fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan, terbagi dua yaitu terminasi sementara yaitu
pertemuan antara perawat dan pasien akan berlanjut lagi sesuai waktu yang disepakati bersam, sementara terminasi akhir yaitu pasien yang akan keluar atau pulang dari
rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian dilapangan, keempat tahap komunikasi terapeutik diatas memang sudah dilakukan oleh perawat jiwa Bina Karsa Medan. Peneliti mendapatkan
temuan bahwa dalam fase prainteraksi, dari keenam informan ada lima orang yang mengaku persiapan sebelum berinteraksi dengan pasien dengan mencuci tangan
terlebih dahulu, mempersiapkan diri, mengeksplorasi ketakutan, waspada dan jaga jarak. Sedangkan menurut informan perawat yang lainnya perlu menganalisa pasien
ditahap prainteraksi dengan pasien agar informan bisa memulai interaksinya jika pasien sudah dalam keadaan tenang. Namun, ada juga informan sebagai informan
tambahan yang menjawab bahwa tidak ada persiapan saat ingin berkomunikasi dengan pasien karena informan tersebut sudah rutin melakukannya hal itu tidak
terlalu sulit baginya. Tahap kedua yang harus dilakukan perawat jiwa adalah fase orientasi, fase ini
dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan pasien dan saling mengenal satu sama lainnya. Dalam fase ini perawat perlu menampilkan sikap yang hangat, empati,
menerima dan bersikap penuh perhatian terhadap pasien. Menurut informan tambahan yaitu dokter menjelaskan bahwa tim medis termasuk perawat juga harus
berusaha melakukan komunikasi terapeutik yang bisa membuat pasien tenang karena akan berpengaruh dalam pemulihan pasien. Hal ini ditunjukkan perawat Mariana saat
memulai komunikasi terapi dengan memberi salam sambil tersenyum yang membuat pasien merasa dihargai dan diperhatikan oleh perawat. Semua informan yang peneliti
wawancarai, memulai tahap ini dengan mengajak pasien jiwa berkenalan terlebih dahulu. Para informan mencoba menanyakan nama pasien, tempat tinggalnya,
usianya berapa, berapa bersaudara, anak keberapa, apa pekerjaannya, kenapa dibawa kerumah sakit perawat berusaha memberikan pertanyaan yang bisa menggali
informasi yang spesifik dari pasien dan pertanyaan yang memancing pasien untuk bercerita tentang perasaannya. Dengan membuat pasien jiwa merasa terbuka, perawat
yang sudah memahami dan mengerti pasiennya tidak akan mengalami kesulitan untuk menghadapinya. Kebanyakan pasien jiwa tidak mau disebutkan nama aslinya
melainkan nama panggilan yang disukai, seperti pasien yang pernah dihadapi perawat Marwan yang mau dipanggil namanya Beno meskipun itu bukan nama aslinya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Memanggil nama kesukaannya membuat pasien merasa dihargai dan diterima yang pastinya akan mempermudah perawat membina hubungan saling percaya dengan
pasien. Selama menghadapi pasien jiwa perawat tidak jarang bahkan bisa dikatakan
banyak pasien yang susah diajak bicara dan memilih diam. Bukan suatu hal yang mudah membujuk pasien untuk berbicara apalagi yang dihadapi bukanlah pasien
umum yang normal malah pasien yang mengalami gangguan jiwa, bujukan dan diberi pengertian tidak cukup mampu meyakinkan pasien agar memulai untuk berbicara.
Yang paling penting membina trust terlebih dahulu kepada pasien, saat pasien jiwa sudah memiliki kepercayaan, perawat akan lebih mudah melakukan komunikasi yang
bertujuan terapeutik. Hal seperti ini membuat perawat jiwa harus lebih mendalami komunikasi terapeutik yang akan membantu dirinya untuk menjalin hubungan yang
baik dengan pasiennya. Untuk mengatasi pasien yang tidak mau berbicara informan I mencoba untuk sabar menghadapi pasiennya dan berusaha membuat pasien untuk
berbicara, kalau tidak berbicara juga pasien akan mengajak berbicaranya nanti. Berbeda dengan cara informan II yang mencoba memanggil nama pasien berulang-
ulang, meskipun terkesan seperti membujuk anak-anak namun itu yang membuat pasien senang dan merasa diperhatikan oleh perawat. Terkadang perawat kehilangan
kesabarannya dan merasa capek untuk berbicara sendiri dan tidak diberi respon oleh pasien, perawat membiarkan pasien beristirahat. Pasien yang tetap diam akan
dilaporkan ke dokter dan diberikan tindakan ECT yaitu alat terapi yang melonggarkan syaraf tegang pasien.
Selanjutnya yang
dilakukan perawat
pada fase
orientasi yaitu
memperkenalkan diri perawat itu sendiri dimana dia yang akan menemani dan merawat pasien selama berada dirumah sakit. Seperti yang dikatakan informan IV
“Abang disini perawat. Perawat disini ada dua shift ada kawan-kawan abang juga. Jadi kamilah yang merawat Hemson selama berobat disini”, dalam hal ini perawat
sudah menawarkan kehadirannya kepada pasien agar kedepannya pasien bisa diajak bekerjasama dalam proses pemulihannya selama dirawat dirumah sakit. Namun
berbeda dengan informan II yang tidak memberitahu tugas tanggung jawab perawat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dan pasien dengan dalihnya bahwa pasien jiwa jika dikasih tahupun tetap tidak mengerti. Berikutnya perawat berusaha menjelaskan tujuan pasien dibawa kerumah
sakit jiwa, disini perawat harus menjaga perkataannya agar tidak membuat marah pasien seperti yang diungkapkan informan I jika menjelaskan tujuan pasien dibawa
kerumah sakit jiwa jangan sekali-sekali menyebut pasien sakit ataupun sakit jiwa, pasien datang kemari hanya untuk istirahat dan minum-minum vitamin. Setiap pasien
yang datang kesini selalu dibilang begitu untuk menjaga perasaan pasien jiwa. Sama hal dengan pengungkapan informan IV
“jadi disini Hemson gak usah takut, disini Hemson dirawat, disini Hemson berobat bukan dikurung. Jadi ikutin aturan disini
makan, istirahat, makan obat sesuai anjuran dokter” Setelah menjelaskan tujuan, perawat melanjutkan dengan memberikan informasi yang selayaknya pasien tahu
dengan menjelaskan tugas seorang perawat dan pasien selama dirumah sakit, menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama dirumah sakit.
Pada tahap ketiga yaitu fase kerja yang merupakan tahap terpenting bagi perawat jiwa, karena tahap inilah sudah fokus pada tujuan yang akan dicapai. Pada
fase ini perawat perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan
teknik komunikasi terapeutik sebagai pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional
komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada. Meningkatkan komunikasi pasien serta mempertahankan tujuan yang telah
disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada. Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik
karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respon ataupun
pesan komunikasi verbal dan non-verbal yang disampaikan pasien. Dalam tahap ini perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu
membantu pasien untuk mendefenisikan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien, mencari penyelesaian masalah lalu mengevaluasinya. Dalam tahap kerja ini dilakukan
dengan strategi pelaksanaan Sp yaitu strategi pelaksanaan yang dilakukan dari awal
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
sampai akhir proses komunikasi terapeutik. Perawat memberikan pelatihan, keterampilan, penguatan, dan nasihat kepada pasien untuk membantunya dalam
memecahkan masalah jiwa yang dialaminya. Seperti hasil observasi peneliti saat perawat Mariana melakukan komunikasi terapeutik dengan salah satu pasien jiwa
halusinasi “Baik, Pak Andi jika bapak mendengar lagi suara-suara itu jangan takut
untuk menghardik suara yang sering bapak dengar. Tutup mata dan telinga lalu teriak kamu palsu, kamu palsu. Bapak bisa mengerti?”.
Tahap terakhir dalam proses komunikasi terapeutik adalah fase terminasi, yang merupakan akhir dari pertemuan antara perawat jiwa dan pasiennya. Semua
informan perawat menjawab yang sama tentang akhir dari komunikasi terapeutik dengan pasien. Sebelum menyuruh pasien pulang ataupun beristirahat perawat
menanyakan perasaan
pasien setelah
melakukan komunikasi
terapeutik, menyimpulkan pembicaraan dengan mengulas dan membimbingnya secara ringkas
agar pasien tetap selalu mengingat apa yang sudah diajarkan. Tugas perawat berikutnya mengevaluasi hasil pembicaraan dan tidak lupa untuk memberitahu
kepada orangtua maupun saudara pasien untuk merawat pasien agar tidak kambuh lagi dengan menjelaskan cara berkomunikasi dengan pasien serta obat yang harus
diminum pasien. Dan yang terakhir perawat membuat perjanjian atau kontrak tentang pertemuan yang disepakati bersama antara perawat dan pasien.
4.3.2 Manfaat Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik