5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitin dan Kitosan
Kitin  tersebar  luas  di  alam  terutama  pada  hewan  dan  sejumlah  protozoa.  Kitin merupakan  bahan  organik  yang  melimpah  kedua  setelah  selulosa.  Produksi  kitin
dan  kitosan  berkisar  700  metrik  ton  pertahun,  dan  pemasarannya  diperkirakan sekitar  5  triliun  yen,  sekitar  85  kitosan  yang  di  produksi  di  Jepang  digunakan
untuk mengolah air limbah  industri pangan Alasalvar  Tailor, 2002. Pada saat ini,  hanya  sedikit  jumlah  limbah  cangkang  yang  dimanfaatkan  sebagai  pakan
ternak dan bahan sumber kitin sehingga pengolahannya menimbulkan pencemaran lingkungan.  Akhir-akhir  ini  nilai  komersial  dari  kitin  melonjak  karena  sifat-sifat
yang  menguntungkan  dari  turunannya.  Salah  satu  turunan  kitin  yang  paling banyak  di  kembangkan  adalah  kitosan  Kumar,  2000.  Kitin  dan  kitosan  adalah
nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stokiometri, kitin adalah poli  N-asetil  glukosamin  yang  terdeasetilasi  sedikit.    Derajat  deasetilasinya
biasanya  bervariasi  diantara  8-15,  tetapi  tergantung  pada  sumber  yang digunakan  untuk memperoleh kitin, dan metode yang digunakan untuk isolasi dan
pemurnian. Sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara 80-90 Urugami and Tokura, 2006.
2.1.1 Kitin
Kitin  merupakan  biopolimer  alami  yang  melimpah  yang  terdapat  pada  kulit  luar kepiting, udang, dinding sel jamur dan serangga. Kitin mempunyai rumus umum
C
8
H
13
O
5
N
n
dimana,  kadar  C  =  47,29;  H  =  6,45;  N  =  6,89;  O  =  39,37 Windholz, 1976. Kitin tersebar merata dan yang terbanyak kedua dialam setelah
selulosa  dan  terdiri  dari  rantai    1-4-2-asetamido-2-deoksi- -D-glukosa    N-
Universitas Sumatera Utara
6
asetilglukosamin.  Struktur  kitin  gambar  2.1  mirip  dengan  struktur  selulosa gambar 2.2, tetapi memiliki gugus asetamido NHCOCH
3
pada posisi C-2.
O O
O O
O H
H
2
C OH
NH C
O CH
3
H HO
H H
H H
2
C OH
H HO
HN H
H H
C O
CH
3
n
H
Gambar 2.1 Struktur Kitin  Rudal dan Kenchinton, 1973
O O
O O
O H
HO
OH H
HO H
H H
OH
H HO
OH H
H H
n
H
Gambar 2.2 Struktur Selulosa  Rudal dan Kenchinton, 1973 Struktur  kitin  berdasarkan  susunan  rantai  polimernya,  dari  hasil  difraksi
sinar- X dapat dibagi tiga bagian yaitu kitin α, kitin  , kitin  . Bentuk α terdapat
sebagai  susunan  anti  paralel,  bentuk    terdiri  atas  dua  rantai  paralel  dan  fibril sedangkan bentuk   yang terdiri dari dua paralel dari tiga rantai dan yang ketiga
anti  paralel.  Ketiga  bentuk  struktur  kitin  tersebut  stabil  dalam  larutan  alkali, namun  kitin  yang  paling  stabil  adalah  bentuk  kitin  α    Rudal  dan  Kenchinton,
1973. Kitin  merupakan  bahan  yang  mirip  dengan  selulosa  yang  sama-sama
mempunyai sifat-sifat dalam kelarutannya dan kereaktifitasnya yang rendah. Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, dan polisakarida yang mengandung nitrogen.
Kitin dapat larut didalam HCl, H
2
SO
4
, H
3
PO
4
, dikloro asetat, trikloroasetat, asam formiat, dan dalam larutan pekat garam netral yang panas.
Karena  keberadaan  atom  nitrogen,  molekul  kitin  cenderung  bergabung dengan  makro  molekul  lain  dan  menyebabkan  jenis  struktur  dan  sifat  fisiokimia
baru.  Misalnya  ikatan  kovalen  antara  kitin  dan  protein  yan  terbentuk  antara  N-
Universitas Sumatera Utara
7
asetil  dari  kitin  ber eaksi  dengan  α-asam  amino  terutama  tirosin,  dan  protein
kutikular akan membentuk kompleks stabil namun mudah terdisosiasi setelah pH berubah.  Kitin  dapat  dianggap  sebagai  basa  lemah,  oleh  karena  itu  dapat
mengalami reaksi netralisasi sebagai senyawa  yang bersifat alkali. Keistimewaan sifat  kitin  adalah  berasal  dari  alam,  biodegradable,  biokompatibel,  tidak  toksik,
struktur  molekulnya  dapat  dimodifikasi.  Sifat-sifat  istimewa  inilah  menjadi pendorong untuk digunakan dalam industri  yaitu modifikasi sehingga  biopolimer
ini digunakan sebagai bahan yang multi guna Taranathan dan Kittur, 2003 Reaksi  modifikasi  pada  kitin  pada  umumnya  sulit  dilakukan  karena
kurangnya  kelarutan.  Reaksi  pada  kondisi  heterogen  menimbulkan  beberapa permasalahan  termasuk  tingkat  reaksi  yang  rendah,  kesulitan  dalam  substitusi
regioselektif,  ketidakseragaman  struktur  produk  dan  degradasi  parsial  yang disebabkan kondisi reaksinya yang kuat Kaban, 2007.
2.1.2 Kitosan